loader image
Minggu, Juni 29, 2025
Lainnya
    Beranda Blog Halaman 19

    Paroki Pakkat

    Pelindung

    :

    Santo Yohanes Pembaptis

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Juli 1940. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Lintongnihuta

    Alamat

    :

    Jl. R.A. Kartini, Kec. Pakkat, Kab. Humbang Hasundutan – 22455

    Telp.

    :

    0812 6353 7494

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    1.743 KK/ 7.111 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    26

     
    01. Ambobi
    02. Arbaan
    03. Batu Raja
    04. Huta Ambasang
    05. Huta Dalan
    06. Huta Ginjang
    07. Huta Imbaru
    08. Huta Pinang
    09. Lae Hundulan
    10. Pagar Sinondi
    11. Panggugunan
    12. Pulo Godang
    13. Sihombu
    14. Sandean
    15. Siambaton Julu
    16. Siambaton Pahe
    17. Siantar Sibongkare
    18. Sibongkare
    19. Sidulang Dalan
    20. Sidulang Julu
    21. Simatabo
    22. Siniang Laksa
    23. Sipagabu
    24. Sitinjak Temba
    25. Sitiotio
    26. Tukka
     
     

    RP. Nicodemus Ginting OFMCap

    18.08.'74

    Parochus

    RP. Andreas Aritonang OFMCap

    22.07.'93

    Vikaris Parokial

    RP. Ferdinand Lister Tamba OFMCap

    26.07.'77

    Vikaris Parokial

    Jadwal Misa Kuasi Paroki Pakkat

    Tahun Liturgi C/I 2024-2025
    Sumber: Sekretariat Paroki (22-11-2024)

    Misa Harian (Senin, Selasa, Rabu, Jumat & Sabtu) 06:00 WIB
    Misa OMK (Kamis) 19:00 WIB
    Misa Hari Minggu 08:00 WIB (Sesi 1) 10:00 WIB (Sesi 2)
    Misa Malam Tahun Baru 19:00 WIB
    Misa Hari Raya Natal, Misa Tahun Baru 09:00 WIB
    Misa Rabu Abu, Kamis Putih & Sabtu Suci 19:00 WIB
    Jumat Agung 15:00 WIB
    Minggu Paskah 10:00 WIB
    Malam Natal / Vigili Natal 19:00 WIB
    *Jadwal misa bisa berubah sewaktu-waktu, silahkan menghubungi kontak sekretariat paroki yang bersangkutan, terima kasih.

    Sejarah Paroki St. Yohanes Pembaptis - Pakkat

    Sejarah Singkat (klik untuk membaca)
    1. Lokasi Paroki

    Paroki Pakkat beralamat di Jln. R.A Kartini Kabupaten Humbang Hasundutan desa Pakkat Hauagong Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara – kode pos 22455. Paroki Pakkat berdiri sejak tanggal 01 Juli 1940 yang awalnya bergabung dengan paroki Lintong Nihuta. Paroki Pakkat mempunyai pelindung yaitu St. Yohanes Pembaptis.

    2. Sejarah Paroki

    Pada tanggal 31 Oktober 1936 Pastor Nuyten dengan naik kapal laut sampai ke Belawan. Setelah sampai ke Belawan, Pastor Oscar ditempatkan di Balige untuk belajar bahasa Batak Toba. Setelah satu tahun dia dipindahkan ke Lintongnihuta. Dari Lintongnihuta dia mulai mengunjungi daerah Pakkat (Barus Hulu). Sesudah beberapa kali mengunjungi dan mengenal sedikit daerah Pakkat maka pada tahun 1939 dia memutuskan mulai berdomisili di Pakkat. Pakkat dianggap tempat strategis untuk membangun paroki baru. Dalam waktu singkat, selama tahun 1939-1942, Pastor Nuyten sudah mengunjungi banyak kampung dan mendirikan sebanyak 21 stasi, hingga sampai akhirnya dia di-internir oleh Jepang.

    Pada tahun 1939 Pastor A.C. Nuyten ditempatkan di Pakkat. Dia membuka banyak stasi dan membeli sebuah tanah yang menjadi sekarang Pargodungan. Tetapi baru pada tahun 1952 tanah itu resmi diserahkan oleh para kepala kampung dan para pengetuai/raja. Selama masa internering dari tahun 1942- 1945 P. Nuyten tinggal di beberapa kamp tempat tahanan Jepang di Sumatera Utara. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dia cuti ke Negeri Belanda. Kecintaannya yang sudah sempat tertancap begitu dalam akan daerah Pakkat, maka pada tahun 1950 dia kembali lagi ke Pakkat dan berkarya di sana sampai tahun 1968.

    Pastor Oscar tak pernah kenal lelah dan selalu dengan sungguh-sungguh memberi seluruh dirinya untuk perkembangan Paroki Pakkat bersama dengan saudara-saudaranya: Pastor Godhard Liebreks dan Pastor Aloysius Wijnen yang datang menyusul kemudian. Pastor Nuyten sadar sepenuhnya bahwa tanpa sekolah (pendidikan) dan pelayanan kesehatan akan sulit mencapai kemajuan. Maka dengan pertolongan dan bekerjasama dengan Kongregasi Suster Aerdenhout (FCJM sekarang), mereka membangun sekolah dan klinik. Dengan cepat stasi induk Pakkat bertumbuh dan berkembang menjadi pusat pendidikan dan kesehatan untuk seluruh daerah Barus Hulu.

    Selama 30 tahun Pastor Nuyten menjadi “jiwa” daerah itu dan “ompung” Paroki Pakkat. Di samping usaha-usaha membangun paroki secara pastoral dan fisik, dia mulai juga secara kreatif menciptakan liturgi dalam Bahasa Batak Toba. Beliau memberikan dasar Buku Ende yang ada sekarang dan terkenal juga dengan Paduan Suara (koor) “raksasa” yang terdiri dari anak-anak sekolah.

    Tiga puluh tahun Pastor Oscar Nuyten bekerja di Pakkat, yang agak terisolir di pegunungan arah pantai barat Sumatera berjarak 300 kilometer dari Medan. Jalan Pakkat masih sangat jelek terlebih dari Doloksanggul. Kadang-kadang untuk sampai ke Doloksanggul harus jalan kaki beberapa puluh kilometer. Mungkin karena jalan yang masih sangat jelek, sehingga dia jarang dikunjungi oleh Pembesar Ordo, Uskup, maupun saudara-saudaranya. Sampai-sampai dia pernah mengeluh bahwa saudara-saudaranya jarang datang ke Pakkat mengunjunginya. Namun Pastor Nuyten tetap bersemangat dan merasa dirinya sungguh-sungguh “at home” di Pakkat. Hal yang sangat mendukung dan menguntungkan bagi dia adalah karena sifat orang Pakkat cukup halus, terbuka dan pandai menyanyi.

    Pakkat adalah juga pusat dagang bagi daerah sekitarnya. Maka setiap Hari Senin yang adalah juga hari pekan di mana pastor bisa bertemu muka dengan pengurus-pengurus gereja dari seluruh stasi separoki. Banyak tokoh-tokoh awam yang dengan rela mendampingi Pastor Nuyten dalam memimpin dan menjiwai umatnya. Untuk membina dan memberikan pembekalan bagi orang awam itu, banyak tenaga dan waktu yang dicurahkannya dengan sungguh-sungguh baik itu berupa pendampingan dan pengajaran secara pribadi maupun secara bersama-sama misalnya, dengan mengadakan “sermon” setiap bulan. Dengan cara demikian mereka semakin dikuatkan dan disemangati. Dan memang nampak sangat besar faedahnya. Ini dapat dilihat dari begitu pesatnya perkembangan umat di daerah itu, boleh dikatakan hampir setiap hari umat terus bertambah. Dalam jangka waktu yang singkat sudah terbentuk sebanyak 21 stasi. Usaha yang luar biasa.

    Selain dengan pendampingan, pengajaran dan “sermon”, Pastor Nuyten sangat mengusahakan dan menciptakan tetap terjalinnya hubungan dan kerjasama yang baik dengan semua pengurus gereja, selalu menghargai pendapat mereka dan sering mengunjungi stasi-stasi, walau harus jalan kaki dan bermalam di stasi.

    Pendidikan sekolah di Pakkat cukup berhasil dan pada dasarnya pernah menjadi satu sekolah yang cukup “disegani”. Alumninya tersebar hampir di seluruh Indonesia dan banyak sudah yang menjadi orang sukses baik itu di pemerintahan maupun di perusahaan swasta atau menjadi pengusaha.

    Di sini harus juga disebut tiga tokoh pastor lain yang ikut merintis Paroki Pakkat dan Parlilitan. Tiga tokoh pastor lain yang ikut merintis Paroki Pakkat dan Parlilitan (yang saat itu masih bergabung). Yaitu: Pastor Godhardus Liebreks, Pastor Aloysius Wijnen, Pastor Septimius Kamphof. Pertama Pastor Godhardus Liebreks sampai dengan tahun 1961. Pada waktu itu dia kena penyakit malaria dan sempat menerima perminyakan suci karena penyakitnya sudah cukup parah. Di Parlilitan dia bekerja keras dan menjadi perintis Paroki Parlilitan.

    Kedua: Pastor Aloysius Wijnen bekerja juga dengan giat di daerah Pakkat (1957-1968) terutama untuk muda-mudi katolik dan di bidang pertanian. Di samping itu Pastor Wijnen berjasa menstensil banyak naskah liturgi Batak Toba yang dikarang oleh teman sekomunitasnya, Pastor Nuyten. Pastor Wijnen cepat dipanggil oleh Tuhan dan dikebumikan di Pakkat (thn 1968).

    Ketiga: Pastor Septimius Kamphof yang menjadi seorang perintis terutama di daerah-daerah pedalaman. Dia ditempatkan di Sidikalang dari 1952-1961. Di masa itu dia mendirikan paroki yang baru yaitu Parongil (1958). Setelah itu dia ditempatkan di Paroki Parlilitan (1961-1973). Pada tanggal 16 Juni 1952, paroki dibagi menjadi Paroki Pakkat (P. Nuyten) dan Paroki Parlilitan (P. Liebreks). Paroki Pakkat merupakan pemekaran dari Paroki Lintong ni huta.

    3. Pastor yang pernah melayani di Paroki Pakkat

    Sesuai dengan buku Liber Baptizatorum Pastor yang pernah bertugas di Pakkat antara lain:

    1. RP. Oscar Nuijten, OFMCap (1939-1970)
    2. RP. Diego Baggedarr, OFMCap. (1950)
    3. RP. Godhardus Liebreks, OFMCap. berkarya tahun 1952-1958
    4. RP. Jan van Maurik, OFMCap
    5. RP. Aloysius Wijnen, OFMCap.
    6. RP. Raymundus Rompa, OFMCap.
    7. RP. Leo Joosten, OFMCap.
    8. RP. Philippus Manalu, OFMCap.
    9. RP. Ambrosius Sihombing, OFMCap.
    10. RP. Hygirilus Silaen, OFMCap.
    11. RP. Grerory Sudiyono, OFMCap.
    12. RP. Redemptus Simamora, OFMCap.
    13. RP. Raymond Simanjorang, OFMCap.
    14. RP. Sudhad Liele, OFMCap.
    15. RP. Nestor Manalu, OFMCap.
    16. RP. Albert Pandiangan, OFMCap.
    17. RP. Redemptus Simamora, OFMCap.
    18. RP. Marianus Simanullang, OFMCap.
    19. RP. Bonifasius Simanullang, OFMCap.
    20. RP. Herman Nainggolan, OFMCap.
    21. RP. Nelson Sitanggang, OFMCap.
    22. RP. Excuperius Sihaloho, OFMCap.
    23. RP. Mikael Manurung, OFMCap.
    24. RP. Donatus Marbun, OFMCap.

    25. RP. Leopold Purba, OFMCap.
    26. RP. Ambrosius Nainggolan, OFMCap.
    27. RP. Plavius Sibagariang, OFMCap.
    28. RP. Karolus Sembiring, OFMCap.
    29. RP. Albinus Ginting, OFMCap.
    30. RP. Christisn Lumban Gaol, OFMCap.
    31. RP. Gonzales Nadeak, OFMCap,
    32. RP. Andreas Win Turnip, OFMCap.
    33. RP. Simon Sinaga, OFMCap.
    34. RP. Selestinus Manalu, OFMCap.
    35. RP. Cypriano Barasa, OFMCap.
    36. RP. Flavianus Levi, SVD
    37. RP. Damianus Banjarnahor, OFMCap.
    38. RP. Theodorus Sitinjak, OFMCap.
    39. RP. Sampang Tumanggor, Pr.
    40. RP. Konrad Situmorang, OFMCap.
    41. RP. Kristinus Mahulae, OFMCap.
    42. RP. Heribertus Harianja, OFMCap.
    43. RP. Roy Stephanus Nababan, OFMCap. 44. RP. Mario Sihombing, OFMCap.
    45. RP. Trimenro Sinaga, OFMCap.
    46. RP. Hendrik Lumban Raja, OFMCap. (sekarang)
    47. RP. Nicodemus Ginting, OFMCap. (sekarang)

    Kondisi Terkini
    4. Kondisi Terkini Stasi

    Sesuai data Statistik Paroki tahun 2022, Paroki St. Yohanes Pembaptis Pakkat terdiri dari 27 Stasi yang dibagi ke dalam 6 rayon yaitu:

    1. Rayon St. Yohanes Pembaptis yang terdiri dari 3 stasi yaitu stasi:
      - St. Yohanes Pembaptis Pakkat tahun berdiri 1938 288 KK dan 1164 Jiwa
      - St. Karolus Tukka tahun berdiri 1956, 48 KK, 187 Jiwa
      - St. Fransiskus Assisi Ambobi tahun berdiri 2005 25 KK 113 Jiwa 

    2. Rayon St. Maria yang terdiri dari 3 stasi yaitu stasi:
      - St. Maria Bunda Kerahiman Ilahi Siniang Laksa tahun berdiri 1938 82 KK 364 Jiwa
      - St. Maria Huta Dalan tahun berdiri 1950 62 KK 245 Jiwa
      - St. Theodorus Simatabo tahun berdiri 1952 8 KK 33 Jiwa 
    3. Rayon St. Yosef yang terdiri dari 5 stasi yaitu stasi
      - St. Yosef Sitinjak Temba tahun berdiri 1955 97 KK 419 Jiwa
      - St. Yosef Batu Gaja tahun berdiri 1939 111 KK 371 Jiwa
      - St. Antonius Padua Sandean tahun berdiri 1956 71 KK 319 Jiwa
      - Yesus Gembala Baik Arbaan tahun berdiri 1948 334 Jiwa
      - St. Silvester Pagar Sinondi tahun berdiri 1947 30 KK 138 Jiwa
    4. Rayon St. Veronika yang terdiri dari 6 stasi yaitu stasi
      - St. Yakobus Huta Ambasang tahun berdiri 1951 36 KK 163 Jiwa
      - St. Paulus Sibongkare tahun berdiri 1952 64 KK 233 Jiwa
      - St. Maria Bunda Pertolongan Orang Kristen Siantar Sibongkare tahun berdiri 1952 57 KK 216 Jiwa
      - St. Teresa Kalkuta Sahombu tahun berdiri 1950 41 KK 176 Jiwa
      - Lae Hundulan tahun berdiri 1950 13 KK 78 jiwa 
    5. Rayon St. Fidelis yang terdiri dari 5 stasi yaitu stasi
      - St. Padere Pio Siambaton Pahae tahun berdiri 1956 88 KK 397 Jiwa
      - St. Monika Siambaton Julu tahun berdiri 1956 98 KK 424 Jiwa
      - St. Stefanus Martir Sitiotio tahun berdiri 1951 18 KK 75 Jiwa
      - Sidulang Dalan tahun berdiri 1951 16 KK 69 jiwa
      - Sidulang Julu tahun berdiri 1951 3 KK 13 jiwa 
    6. Rayon St. Pius yang terdiri dari 6 stasi yaitu stasi
      - St. Petrus Sipagabu tahun berdiri 1949 62 KK 245 Jiwa
      - St. Fransiskus Asisi Huta Pinang tahun berdiri 1938 146 KK 559 Jiwa
      - St. Paulus Huta Ginjang tahun berdiri 1947 56 KK 238 Jiwa
      - St. Bernadeth Huta Imbaru tahun berdiri 1950 25 KK 92 Jiwa
      - St. Leopold Mandic Pulo Godang tahun berdiri 1950 15 KK 54 Jiwa
      - St. Andreas Panggugunan tahun berdiri 1950 28 KK 124 Jiwa
    5. Lembaga Hidup Bakti Kongregasi FCJM

    Sejak tahun 1945 Mgr. Brans memohon banyak lembaga religius untuk bekerja di Tanah Batak. Tetapi pada waktu itu politik tidak stabil dan masa depan tidak jelas, kongregasi-kongregasi masih belum berani datang ke Indonesia. Baru sejak pada tahun 1951 mereka datang. Pada tanggal 29-04-1953 kongregasi suster FCJM datang ke Pakkat yakni Sr. Fransisca, Cunera, Bonita, Venantia dan Rheinildis yang langsung disambut baik oleh umat di paroki pakkat. Kehadiran suster-suster ini sekaligus membuka poliklinik di pakkat pada tanggal 18 Mei 1953.

    6. Pelayanan Kategorial

    Asrama Putra dan Asrama Putri
    Asrama Putra dan Asrama Putri berdiri tahun 1972 oleh bruder kapusin pematangsiantar. Siswa asrama masuk tahun 1973 dengan jumlah sekitar 105 orang. Pembina asrama putri awalnya yaitu Sr. ignatia Manurung FCJM dan Sr. Alosya br. Tinjak FCJM. Asrama ini berdiri sampai saat ini.

    7. Pelayanan Sekolah
    1. SGB Santa Maria Pakkat dibuka tanggal 01 Juli 1952 dengan kelas I dan kelas II. Jumlah murid kelas I kira-kira 120 orang dan kelas II kira-kira 30 Orang. Jumlah guru-guru sebanyak 7 orang. Tahun ajaran 1953/1954 SGB tersebut mendapat sokongan berupa subsidi bantuan dari MPPK dengan surat Putusan tanggal 08 Oktober 1953. SGB subsidi RK Pakkat berdiri sampai tahun ajaran 1960/1961. 

    2. SKP swasta santa Maria di Pakkat didirikan tanggal 01 agustus 1953 setelah berdirinya SGB Santa Maria Pakkat. SKP berdiri terus dan mempunyai murid tiap tahun kira-kira 150 orang, yaitu kelas I,II,III, dan kelas IV. Tahun ajaran 1965/1966 SKP berbantuan ditetapkan menjadi SKKP bersubsidi terhitung dari tanggal 01 Agustus1965 dengan surat dari MEDK. SKKP ini berdiri berdiri sampai sekarang dengan keadaan yang baik. 

    3. SMP Swasta santa Maria didirikan Pada tanggal 01 Agustus 1954 setelah adanya SGB dan SKKP. SMP Swasta santa Maria Pakkat ini di awal pendirian mempunyai satu kelas yang jumlah muridnya sekitar 40 orang. Tenaga pengajar pada SMP tersebut adalah guru-guru SGB RK Pakkat sebagai Guru tidak tetap. Barulah pada tahun 1956/1957 SMP ini telah lengkap dari kelas I,II, dan Kelas III. Pada tahun ajaran 1958/1959 bahwa SMP ini telah memenuhi syarat untuk diberikan sokongan berupa subsidi sebagai suatu sekolah yang berdiri sendiri. Pada tahun 1958/1959 berdasarkan surat edaran dari pemerintah maka SGB subsidi dipakkat sejak 01 Agustus 1961 telah dihapuskan dan diubah menjadi sebuah SMP, SMP katolik dipakkat terhitung dari tanggal 01 Agustus 1961 telah ditetapkan sebagai suatu sekolah yang diberi sokongan berupa subsidi. 

    4. SGA St. Maria Pakkat dibuka pada tahun ajaran 1955/1956 mulai dari kelas I dengan murid kira-kira 40 orang. Murid-murid SGA adalah lulusan dari SGB dan yang berijazah SMP . tahun ajaran 1957/158 SGA santa Maria Pakkat telah lengkap dengan kelas I,II,III. Tahun ajaran 1961/1962 SGA ini ditutup sesuai dengan rencana pemerintah yang artinya SGA ini berdiri hanya selama enam tahun.

    5. SMA RK Pakkat didirikan pada tahun ajaran 1958/1959 yaitu tanggal 01 September 1958 dengan jumlah murid kelas I 40 orang , guru tetap 4 orang, dan guru tidak tetap 6 orang. Pada tahun ajaran 1960/1961 SMA RK Pakkat telah lengkap dengan kelas I,II,III dan sudah mendapat pengakuan dari pemerintah pada tanggal 01 September 1961. SMA RK Pakkat ini masih berdiri hingga saat ini.

    6. SD. RK Pakkat dibuka mulai bulan Januari 1967 didirikan yang pada waktu itu murid-murid masih diterima kelas I dan kelas II. jumlah murid kelas I 43 orang dan kelas II 27 orang. Pada tahun 1971 SD RK St. Maria telah lengkap sampai dengan kelas VI. Pada tanggal 01 April 1971, Bapak gubernur kepala daerah propinsi sumatera utara membuat surat keputusan untuk menetapkan SD RK St. Maria Pakkat menjadi SD bersubsidi. SD ini masih berdiri hingga saat ini dengan keadaan yang baik.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Onanrunggu

    0
    Pelindung
    :
    Santo Paulus
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Oktober 1939. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Palipi
    Alamat
    :
    Jl. Gereja Paulus No. 25, Kec. Onan Runggu, Samosir – 22394
    Telp.
    :
    -
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.461 KK / 5.576 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    20
     
    01. Aek Rihit
    04. Huta Hotang
    07. Junjungan
    10. Pasaran
    13. Sipinggan
    16. Sitinjak
    19. Sungkean
     
    02. Baringin
    05. Huta Julu
    08. Nainggolan
    11. Siarsam
    14. Sipira
    17. Situmpol
    20. Tambun
    03. Harian
    06. Janji Matogu
    09. Pandiangan
    12. Simanggule
    15. Sitamiang
    18. Siturituri
     
     
    RD. Sebastianus Eka B.S.
    19.10.’64
    Parochus
    RD. Junius Setiawan Sihombing
    13.06.’95
    Vikaris Parokial
     
     
     

    Sejarah Paroki St. Paulus - Onanrunggu

    Sejarah Singkat (klik untuk membaca)
    Paroki Santo Paulus Onanrunggu berdiri sebagai paroki pada tanggal 1 Oktober 1939. Sebelum didirikan sebagai paroki, sudah ada 6 komunitas katolik atau stasi di wilayah Nagari Onanrunggu yakni: Sipinggan (1934), Janjimatogu (1935), Harian (1936), Onanrunggu (1936), Sitinjak (1938) dan Tambun (1939). Maka pada tanggal 1 Oktober 1939 Mgr. Matthias Brans, Prefektur Apostolik Padang pada masa itu, mendirikan paroki baru yang terdiri dari 6 stasi tersebut, yang berpusat di Onanrunggu. Pastor Beatus Jenniskens OFMCap diangkat sebagai pastor paroki pertama. Sebelum diresmikan sebagai paroki, rumah pastoran dan gereja sudah selesai dibangun.
    Tidak lama setelah didirikan sebagai paroki, umat beriman di paroki Onanrunggu berkembang sangat pesat. Tahun 1942 bertambah satu stasi di Baringin. Namun pada saat Jepang menguasai Indonesia, semua imam berkebangsaan Belanda diinternir. Sekalipun demikian pelaksanaan ibadah tetap berlangsung di stasi-stasi, kecuali stasi Harian. Stasi Harian menjadi tutup selama masa pendudukan Jepang. Barulah setelah Indonesia merdeka, stasi Harian dibuka lagi.
    Selama kurun waktu yang sangat sulit antara tahun 1942-1947, umat paroki Onanrunggu tidak dilayani oleh imam. Barulah pada tahun 1947 ada dua orang imam dari Jawa, yakni P. Pudjo Handojo Pr dan P. Sutopanitra Pr diperbantukan melayani umat di paroki Onanrunggu. Kedua pastor ini melayani paroki Onanrunggu selama 2 tahun sampai tahun 1949. Pada kurun waktu dua tahun itu, ada dua stasi yang berdiri, yakni di Sitamiang (1947) dan di Siturituri (1948). Ketika kedua pastor ini meninggalkan paroki Onanrunggu, jumlah stasi sudah menjadi 9.
    Pada tahun 1950, Pastor Beatus Jenniskens kembali ditugaskan untuk menggembalakan umat di Paroki Onanrunggu. Tahun itu juga berdiri stasi di Situmpol. Dilanjutkan lagi pada tahun 1952 didirikan stasi di Nainggolan.
    Semakin hari Paroki Onanrunggu berkembang terus. Para pastor silih berganti melayani paroki ini. Dalam perjalanan waktu, banyak stasi didirikan, yakni: Stasi Sukkean (1953), Stasi Sirait Pandiangan (1953), Stasi Simanggule (1953), Stasi Siarsam (1958), Stasi Janji Marapot (1962 [catatan: stasi ini tutup tahun 2017]), Stasi Aekrihit (1964), Stasi Sirait Pasaran (1965), Stasi Hutahotang (1965), Stasi Sipira (1968), Stasi Hutajulu 1986, dan Stasi Junjungan (1993). Stasi Sirungkungon, yang berada di pesisir Danau Toba di seberang Pulau Samosir, sempat dilayani dari Paroki Onanrunggu, tetapi kemudian diserahkan ke Paroki Parapat.
    Pada tahun 2014, Paroki Onanrunggu merayakan jubileum 75 tahun berdiri sebagai paroki. Pada saat itu jumlah umat terdiri dari 1.467 KK dengan 6.965 jiwa, yang tersebar di 1 gereja paroki dan 21 gereja stasi. Sangat disayangkan pada tahun 2017 Stasi Janji Marapot yang jumlah umatnya 7 KK dengan 34 jiwa ditutup karena umat berpindah tempat dan berpindah kepercayaan.
    Pelayan pastoral sejak paroki Onanrunggu berdiri sampai saat ini:
    1939-1942 Ordo Kapusin
    1947-1949 Diosesan
    1950-2003 Ordo Kapusin
    2003-2018 Kongregasi Claretian (CMF)
    2019 – sekarang.
    Diosesan Data Basis Integrasi Data Umat Katolik (BIDUK) per September 2022: umat Paroki Santo Paulus Onanrunggu terdiri dari 1.423 KK dengan 5.380 jiwa; 1 Gereja paroki dan 20 gereja stasi. Saat ini paroki Onanrunggu dilayani oleh dua orang imam, 1 parokus dan 1 vikaris parokial.
    Video Profil Paroki: -
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Medan Timur

    0
    Pelindung
    :
    Santo Petrus
    Buku Paroki
    :
    Sejak 7 Agustus 1988. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan
    Alamat
    :
    Jl. Pelita V No.1, Kel. Sidorame Barat II, Kec. Medan Perjuangan, Medan – 20237
    Telp.
    :
    061-6636168 / 0812-6097-7182
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.427 KK / 5.325 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    3
    01. Laut Dendang
    02.  Jl. Durung
    03. Sampali
    RP. Hiasintus Sinaga OFMCap
    11.09.’66
    Parochus
    RP. Saritua Celes Sinaga OFMCap
    29.07.'86
    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Petrus - Medan Timur

    Sejarah Singkat (klik untuk membaca)
    Paroki Santo Petrus Medan Timur berdiri secara resmi sebagai paroki dengan Surat Keputusan No: 016/GP/KA/2005 bertanggal 7 Agustus 1988 oleh Mgr. A.G. Pius Datubara OFMCap. Pada awalnya, paroki ini adalah stasi dari Paroki Santa Maria tak Bernoda Asal, Katedral, Medan. Pastor misionaris Johannes Canutus Mensink OFMCap. melayani wilayah ini dari Paroki Katedral Medan. Pada tahun 1990, lewat Surat Keputusan No.777/H/KA.1990, diprakarsai oleh Pastor Johanes Simamora OFMCap., paroki ini dikukuhkan memiliki 3 stasi yaitu stasi Santo Petrus, stasi Santo Mikael dan stasi Santo Rafael. Stasi Santo Mikael dan stasi Santo Rafael awalnya merupakan bagian dari Paroki Medan Luar Kota, Katedral. Stasi keempat yaitu stasi Santo Gabriel-Laut Dendang bergabung secara resmi pada tahun 1991 dengan Surat Keputusan No.274/A-3/MT/X-1991 bertanggal 24 Oktober 1991. Stasi Santo Gabriel merupakan pengembangan dari stasi Santo Mikael. Pelayanan administratif disertai pencatatan permandian, perkawinan, krisma dan lain-lain pun dimulai bersamaan dengan keputusan berdirinya Paroki St Petrus – Medan Timur. Sebelum berdiri secara resmi, semua pencatatan administrasi tersebut dilakukan di Paroki Katedral-Medan.
    Walaupun paroki ini telah berdiri sejak tahun 1988, namun paroki ini baru memiliki gedung Pastoran pada tahun 2007. Fasilitas pastoran ini membawa angin segar bagi kualitas pelayanan Paroki Medan Timur. Sebelum adanya pastoran di Medan Timur, para pastor tinggal di pastoran Katedral, pastoran Hayam Wuruk atau pastoran Kristus Raja. Situasi ini memunculkan kesulitan bila ada pelayanan tiba-tiba misalnya minyak suci atau misa arwah, tak selalu mudah menemukan pastor. Selain itu, kehadiran pastor yang pada saat itu masih sangat diharapkan dalam pengembangan iman umat, tidak berjalan seperti yang diharapkan. Para pastor dapat mengenal umat sebagian besar hanya pada misa hari Minggu yang pada waktu itu juga tidak misa setiap Minggu seperti pada saat terjadi sekarang. Demikian juga kunjungan ke lingkungan tidak sungguh berjalan secara teratur, kecuali kalau ada keperluan.
    Upaya mendekatkan gembala dengan umat barulah terwujud sejak November 2007 ketika gedung pastoran Paroki Medan Timur diresmikan. Para pastor pun mulai tinggal menetap di gedung pastoran Medan Timur untuk umat. Pelayanan kepada umat yang lebih intensif semakin terwujud. Hal ini sejalan dengan dasar spiritualitas Paroki Santo Petrus – Medan Timur yakni “mengandalkan Firman dan rahmat Tuhan Allah. Rasul Petrus berkata, “In Verbo autem Tuo” (Lukas 5:5), “karena Engkau menyuruhnya, maka aku akan melakukan juga”. Dan Rasul Paulus berkata, “Satu untuk semua, semua untuk satu” (bdk. 2Kor 5:14-15)
    Profil Paroki St. Petrus Medan Timur
    Secara wilayah atau geografis, wilayah Paroki Santo Petrus Medan Timur terletak di Kotamadya Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Umat tersebar di Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Tembung - Kota Medan dan Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Paroki ini memiliki batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Paroki Santo Konrad Martubung dengan batas Jl. Cemara. Sebelah Selatan berbatasan dengan Paroki Katedral dan Paroki Santo Yohanes Penginjil, Mandala dengan batas Jl. Prof.H.M Yamin. Sebelah Timur berbatasan dengan Paroki Santa Agatha, Batang Kuis dan Paroki Santo Yohanes Penginjil, Mandala dengan batas Sungai Denai. Sebelah Barat berbatasan dengan Paroki Santo Pio, Helvetia dan Paroki Katedral, Medan dengan batas Jl. Putri Hijau dan Jl. Yos Sudarso.
    Gereja Paroki/Induk Santo Petrus
    Gereja Paroki Santo Petrus berdiri pada tahun 1970. Pada tanggal 15 Agustus 1970 diberkati oleh uskup Ferrerius Van De Hurk. Gereja Paroki (Induk). Pesta pelindungnya pada Pesta Tahta St Petrus Rasul, tanggal 22 Februari. Gereja Santo Petrus ini beralamat di Jl. Pelita 5 no.1, Kecamatan Medan Perjuangan. Saat ini Gereja St Petrus terdiri dari 15 lingkungan dengan jumlah 505 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah umat 2.405 jiwa.
    Gereja Stasi Santo Mikael
    Gereja Stasi Santo Mikael berdiri pada tahun 1956. Pesta pelindungnya pada Pesta Ketiga Malaikat Agung, tanggal 29 September. Gereja Stasi Santo Mikael ini beralamat di Jl. Durung No. 178, Kecamatan Medan Tembung. Saat ini Gereja St Mikael terdiri dari 8 lingkungan dengan jumlah 341 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah umat 1.491 jiwa.
    Gereja Stasi Santo Rafael
    Gereja Stasi Santo Rafael berdiri pada tahun 1967. Pesta pelindungnya pada Pesta Ketiga Malaikat Agung, tanggal 29 September. Gereja Stasi Santo Rafael beralamat di Jl Bhayangkara, Indra Kasih, Kecamatan Medan Tembung. Saat ini Gereja St Rafael terdiri dari 8 lingkungan dengan jumlah 276 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah umat 1.291 jiwa.
    Gereja Stasi Santo Gabriel
    Gereja Stasi Santo Gabriel berdiri pada tahun 1990. Pesta pelindungnya pada Pesta Ketiga Malaikat Agung, 29 September. Gereja Stasi Santo Gabriel beralamat di Jl. Tegal Sari, Laut Dendang Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Saat ini Gereja St Gabriel terdiri dari 7 lingkungan dengan jumlah 198 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah umat 932 jiwa.
    Kantor Paroki St Petrus
    Kantor Paroki Santo Petrus – Medan Timur beralamat
    di Jl. Pelita V No. 1 – Medan Perjuangan
    HP: 081260977182
    e-mail: [email protected]
    DATA STATISTIK
    Gereja Paroki Santo Petrus Medan Timur diresmikan pada tahun 1988. Seiring berjalannya waktu, umat Katolik di Medan Timur mengalami dinamika perkembangan sejak tahun 1988 sampai dengan tahun 2020. Jumlah umat Paroki Santo Petrus Medan Timur di awal tahun terbentuknya adalah sebanyak 4.446 jiwa, mengalami lonjakan kenaikan sampai pada 7.305 jiwa ketika pada tahun.
    Sejak tahun itu jumlah umat yang berada pada Paroki ini semakin bertambah. Perkembangan jumlah umat pada tahun 1989 s/d 1995 mengalami kenaikan 31 % rata-rata per tahun. Sama halnya dengan perkembangan jumlah umat pada periode II (1996 s/d 2000, kenaikan sebesar 27%) dan Periode III (2001 s/d 2005 mengalami kenaikan 32%). Namun pada tahun 2007 s/d 2010 mengalami penurunan sebesar 14%. Pada tahun 2011 s/d 2014 jumlah umat di Paroki ini mengalami sedikit peningkatan sebesar 3,2% rata-rata per tahun. Dan pada tahun 2014 s/d 2015 mengalami penurunan yang signifikan sejumlah 21 % atau sebanyak 2.361.
    Perkembangan umat Santo Petrus Medan Timur berdasarkan Data Statistik BIDUK mengalami peningkatan setiap tahunnya, kenaikan jumlah umat dari tahun 2016 s/d 2020 sebesar 15%.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Medan Tanjung Selamat

    0
    Pelindung
    :
    Santa Maria Ratu Rosari
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Agustus 1997. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Padang Bulan, Paroki Hayam Wuruk dan Paroki Binjai
    Alamat
    :
    Jl. Flamboyan Raya No. 139 Tanjung Selamat, Medan – 20134
    Telp.
    :
    0812-2088-7204
    Email
    :
    [email protected]
    Website
    :
    parokisantamaria.com
    Jumlah Umat
    :
    1.864 KK / 7.022 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    4
    01. Sei Beras Sekata
    04. Suka Maju
    02. Serba Jadi
    03. Srigunting
    RP. Aaron Taogo'aro Waruwu, OSC
    12.06.'72
    Parochus
    RP. Maximus Manek, OSC
    16.10.’66
    Vikaris Parokial
    RP. Konstantinus Frederikus Jawa, OSC
    17.11.'89
    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Maria Ratu Rosari - Medan Tanjung Selamat

    Sejarah Singkat (klik untuk membaca)
    Awal berdirinya Paroki Santa Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat dari Lingkungan Medan permai yang pada waktu itu masih merupakan calon stasi. Kegiatan rohani dilakukan oleh umat di Gedung Sekolah Sabang Merauke Medan Permai. Setiap minggu ke-IV (empat) umat merayakan Ekaristi yang dipimpin oleh Pastor Antonio Razzoli OFM Conv. Nama stasi “Medan Permai” berasal dari Perkumpulan Doa bersama umat yang berasal dari Perkumpulan Doa bersama umat yang berasal dari perumahan Medan Permai, Pemda TK I dan juga dari pinggiran jalan Setia Budi. Setelah itu Pastor mengambil inisiatif untuk memindahkan aktifitas kerohanian ke komplek Sekolah St.Yosep.
    Pada tahun 1987 gedung Gereja Stasi Santa Maria Medan Permai Paroki Santo Paulus Padang Bulan semi permanen selesai dibangun. Pertumbuhan umat ternyata sangat cepat, terlebih dengan munculnya sekolah-sekolah di wilayah pelayanan Stasi Medan Permai antara lain Perguruan Santo Yoseph (SMP-SMA), Assisi (TK-SD-SMP), SMK Grafika dan Unika Santo Thomas. Atas dasar itulah, maka pada tanggal 04 Oktober 1993 gedung Gereja direhab untuk memperbesar daya tampung umat.
    Pada tanggal 06 Agustus 1995 dimulailah pembangunan gedung Gereja yang ditandai dengan “Peletakan Batu Pertama” oleh Uskup Agung Medan diwakili oleh Vikjen KAM, pada waktu itu Pastor Elias Sembiring, OFM Cap. Pada saat Peresmian Gereja tanggal 03 Agustus 1997 oleh Mgr.Alfred Gonti Pius Datubara, OFM.Cap, saat itu juga Stasi Medan Permai diresmikan menjadi Paroki baru dengan nama “Paroki Santa Maria Ratu Rosari” Tanjung Selamat Medan yang terdiri dari 5 Lingkungan (188 KK, 779 jiwa). Dengan ketetapan batas-batas :
    • Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Asoka Pasar 1 Kelurahan Sunggal,
    • Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Bunga Rinte Raya Simpang Selayang,
    • Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Sembahe Baru Tanjung Anom,
    • Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Bunga Terompet Kelurahan Sempa Kata.
    Pada saat itu juga dilaksanakan penyerahan tugas pengembalaan umat Paroki Santa Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat dari OFM Conv. kepada OSC dan sekaligus ditunjuk Pastor Paroki yang pertama yaitu Pastor Heribertus Kartono, OSC pada tanggal 03 Agustus 1997.
    Jumlah umat sekitar 5 ribuan tersebar di 29 lingkungan di wilayah Gereja Paroki dan 16 lingkungan di wilayah 4 Gereja Stasi yaitu Stasi Santo Gabriel Sei Beras Sekata, Santo Benedictus Srigunting, Santo Yosep Sukamaju dan Santa Maria Bunda Pertolongan Abadi Serba Jadi setelah tugas penggembalaan 2 Stasi yaitu Belimbingan dan Gunung Tinggi diserahkan ke Kuasi Paroki St.Yohanes Paulus II Namo Pecawir Medan Tuntungan pada tanggal 10 Juli 2016.
    Pada wilayah Paroki Santa Maria Ratu Rosari juga terdapat wisata rohani yaitu Graha Maria Annai Velangkanni. Lembaga Pendidikan yang terletak di wilayah Paroki yaitu :
    - Yayasan : Yayasan Don Bosco, Yayasan Santo Thomas, Yayasan Putri Hati Kudus, Yayasan Widya Fralista, Yayasan Bina Media.
    - Sekolah : SMP Santo Yoseph, SMA Santo Yoseph, TK Asisi, SD Asisi, SMP Asisi, SMK Grafika Bina Media, Universitas Katolik Santo Thomas, STIKes Elisabeth, SD Deli Murni Sukamaju, SMP Deli Murni Sukamaju, SD Katolik Sei Beras Sekata.
    Paroki melakukan pelayanan pastoral bagi umat yang majemuk latar belakangnya, baik dari segi suku (Batak Toba, Karo, Simalungun, Jawa, Nias) maupun dari segi pendidikan. Disamping itu Paroki melakukan pelayanan pastoral terhadap beberapa komunitas religius non imam, antara lain:
    1. Komunitas Suster SCMM
    2. Komunitas Suster FCJM
    3. Komunitas Suster FSE
    4. Komunitas Suster KSSY
    5. Komunitas Suster SOSFS
    6. Komunitas Suster KYM
    Disamping pelayanan pastoral, paroki juga melakukan pelayanan antara lain :
    1. Pelayanan Rohani di Rumah Sakit Adam Malik sejak bulan Mei 2013; menyusul pelayanan di Rumah Sakit Bina Kasih Jalan T.B.Simatupang Medan Sunggal pada tahun 2017.
    2. Pelayanan Rohani bagi Panti-panti Asuhan yaitu Panti Asuhan Putera Sai Prema yang bertempat di Jalan Asoka Pasar 1 Tanjung Sari dan Panti Asuhan Puteri St.Lucy Filipini Jalan Flamboyan V No.9 Tanjung Selamat yang dikelola Suster KYM sejak tahun 2019, Panti Asuhan SOS Jalan Seroja Raya Kelurahan Tanjung Sari dan Pelayanan Rohani bagi Rehabilitasi Narkoba “Rumah Kita” Jalan Bougenville yang dikelola oleh Suster-suster KSSY.
    3. Pelayanan Kategorial lain yaitu PIK, KKMK, Monika, Legio Maria dan KTM; tahun 2017 dibentuk Pelayanan Kategorial Lansia. Begitu pula Pelayanan Kategorial untuk Asrama Putri Universitas Katolik Santo Thomas.
    4. Sejak April 2014, Uskup menyerahkan pelayanan pastoral STIKes Elisabeth kepada Paroki Santa Maria Ratu Rosari.
    5. Untuk perkembangan selanjutnya pelayanan tentu mengikuti arahan dan pedoman dari reksa pastoral Keuskupan Agung Medan.
    Pada saat ini jumlah lingkungan di Paroki Santa Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat sebanyak 47 lingkungan yang dibagi dalam 5 rayon/regional yaitu :
    1. Rayon I : 7 lingkungan
    2. Rayon II : 7 lingkungan
    3. Rayon III : 4 lingkungan
    4. Rayon IV : 13 lingkungan
    5. Rayon V : 16 lingkungan
    Saat ini Paroki Santa Maria Ratu Rosari Tanjung Selamat juga dalam proses pembangunan gereja kuasi stasi tanjung anom, yang umat lingkungannya berada di wilayah rayon IV. Sehingga total gereja stasi dibawah naungan Paroki Santa Maria Ratu Rosari berjumlah 5 gereja, yaitu :
    1. Stasi Santo Gabriel Sei Beras Sekata,
    2. Stasi Santo Benedictus Srigunting,
    3. Stasi Santo Yosep Sukamaju
    4. Stasi Santa Maria Bunda Pertolongan Abadi Serba Jadi
    5. Kuasi Stasi Tanjung Anom
    Data jumlah jiwa umat paroki santa maria ratu rosari per tanggal 15 Februari 2022 sebanyak 6.556 jiwa.
    Demikian situasi perkembangan paroki Santa Maria Ratu Rosari hingga saat ini dan sangat nampaklah dinamika perjalanan sejarah paroki ini.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Medan Padang Bulan

    0
    Pelindung
    :
    Santo Fransiskus dari Asisi
    Buku Paroki
    :
    Sejak 15 September 1975. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Medan – Hayam Wuruk
    Alamat
    :
    Jl. Bunga Ester No. 93B, Pasar VI, Kel. Padang Bulan Selayang II, Kec. Medan Selayang – 20131
    Telp.
    :
    061-8214761 / 0812 7860 5400 (WA)
    Email
    :
    [email protected]
    Website
    :
    parokipadangbulan.id
    Jumlah Umat
    :
    2.976 KK / 10.847 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    5
    01. Gedung Johor
    04. Simpang Kuala
    02. Pasar Baru
    05. Simpang Selayang
    03. Perumnas Simalingkar

     
    RP. Lucio Adrianus Engkar OFMConv
    12.07.’82
    Parochus
    RP. Fiktorium Natanael Ginting OFMConv
    30.04.'86
    Vikaris Parokial
    RP. Florentinus N. Sembiring OFMConv
    30.10.'69
    Vikaris Parokial
         
         

    Sejarah Paroki St. Fransiskus Asisi - Medan Padang Bulan

    Sejarah Singkat Paroki (klik untuk membaca)
    Tidak lama setelah G/30/S/PKI pada tahun 1965, sejumlah keluarga suku Karo yang tidak lagi merasa aman untuk tetap tinggal di kampung mereka, dan juga sejumlah keluarga suku Toba yang sedang mencari lahan yang baru untuk dihuni, akhirnya mulai tiba di daerah pinggiran kota Medan. Di tempat hunian mereka yang baru, mereka mulai merasakan betapa pentingnya kesatuan dan agama, yaitu Katolik.
    Dua Pastor Kapusin mendapat tugas untuk memelihara dan melayani mereka: yaitu P. Diego Van Biggelar, OFMCap. dari paroki Katedral, yang berkarya bagi kelompok suku Toba, sementara yang satu lagi adalah P. Johannes Maximus Brans, OFMCap. dari paroki St. Antonius di Hayam Wuruk, yang memberikan pelayanan bagi kelompok suku Karo. Pada tahun 1966, kedua Pastor tersebut saling bertukar pikiran untuk mulai membantu para umat di daerah tesebut dan mulai menyajikan program katekese. Pelayanan kedua pastor itu dibantu oleh beberapa orang katekis awam. Salah satu katekis awam yang sangat berperan dalam pelayanan itu adalah Bapak Laurentius S. Barus, yang aktif melakukan pelayanan katekese bagi umat dan calon umat Katolik. Beliau juga aktif mendampingi para pastor dalam pelayanan dan berkatekese. Dengan tak kenal lelah, beliau mengajak dan membimbing umat dengan segala kemampuan yang dimilikinya supaya rajin berdoa. Ia melaksanakan katekese di rumah-rumah umat Katolik, doa rosario, ibadat lingkungan, mengunjungi dan mendoakan orang sakit.
    Pelayanan yang dilakukannya membuat banyak orang tertarik dan kemudian dibaptis menjadi Katolik. Kemudian ia meminta kepada pastor paroki Hayam Wuruk supaya diberi izin untuk melaksakan katekese secara khusus di Padang Bulan (wilayah paroki St. Fransiskus Assisi, Padang Bulan – Medan saat ini) sekitar tahun 1965-an. Hal yang sama juga dilakukannya di Padang Bulan dan berkat Tuhan banyak orang yang tertarik dan menjadi Katolik. Dalam pelayanan dan katekesenya, ia selalu dibimbing oleh para pastor (seperti P. Johannes Maximus Brans, OFMCap., P. Timmermars, OFMCap., P. Wim van der Weiden, OFMCap.) dan dibantu oleh kelompok pemuda/i (kemungkinan besar mahasiswa/i dan para pelajar yang beragama Katolik) dengan kegiatan katekese, doa rosario, dan ibadat dari rumah ke rumah dan dari lingkungan ke lingkungan. Dengan cara demikian, akhirnya semakin banyak orang yang tertarik menjadi Katolik. Dalam hal ini sangat jelas tampak peranan kaum awam dan para pemuda dalam pelayanan dan katekese di Padang Bulan.
    Jumlah umat Katolik bertambah terus, baik dari suku Karo maupun dari suku Toba, yang merupakan dua suku mayoritas di Padang Bulan pada masa itu (dan juga mungkin sampai saat ini). Hal ini merupakan suatu hal yang menggembirakan karena dua suku yang berada di wilayah yang sama menganut satu agama yang sama, Katolik. Dua suku yang berbeda menjadi komunitas yang sama dan membangun komunitas yang sama yakni komunitas Katolik. Akan tetapi pada tahun 1967, akibat timbulnya masalah internal yang berhubungan dengan adanya perbedaan suku dan bahasa, maka komunitas semula tadi menjadi terpecah dua, yaitu suku Karo ditempatkan di Paroki St. Antonius – Hayam Wuruk, sedangkan suku Toba di Paroki Katedral. Walaupun demikian, umat Katolik semakin hari semakin bertambah terus seiring dengan pelayanan dan katekese yang tidak kenal henti (baik oleh para pastor maupun katekis awam) dan didukung oleh pertambahan jumlah penduduk, perkembangan kota, pertumbuhan ekonomi, dsb.
    Misi P. Johannes Maximus Brans, OFMCap., bersama para katekis awam yang memberikan pelayanan dan katekese bagi kelompok suku Karo di Padang Bulan akhirnya berbuah lebih nyata, yang diiringi oleh pertumbuhan dan perkembangan umat Katolik di Padang Bulan yang semakin meningkat. Beberapa waktu kemudian pada tahun 1967, dengan menggembirakan terbentuklah Stasi St. Paulus di Pasar Baru - Padang Bulan dengan gedung gereja permanen yang sudah siap untuk digunakan.
    Stasi St. Paulus ini sangat berperan penting bagi terbentuknya paroki baru, paroki St. Paulus, Padang Bulan – Medan, yang berasal dari nama stasi tersebut. Akan tetapi peran penting stasi ini tidak hanya sekadar nama saja. Hal yang paling penting adalah peranan umat stasi St. Paulus tersebut dalam katekese, bertambahnya jumlah umat, perkembangan stasi, tidak hanya di sekitar stasi tersebut bahkan juga sampai ke tempat lain di luar kota Medan. Sumbangan umat, baik dari segi tenaga, perhatian, pemberian diri maupun materi menjadi hal penting dalam perkembangan stasi, jumlah umat, perkembangan iman, semangat berkatekese, dan proses pembentukan. Bahkan setelah terbentuk paroki pun peranan umat sangat penting dalam perjalanan selanjutnya sampai kini dan masa yang akan datang.
    Berdirinya Paroki St. Paulus, Pasar Baru - Padang Bulan
    Pada tahun 1975, para misionaris OFMConv., yang sudah berkarya di paroki St. Yosep – Deli Tua (mulai tahun 1968) dan Paroki “Sang Penebus” – Bandar Baru (mulai dari tahun 1971), semakin meningkat dalam jumlah dan semangat berkarya mereka. Kemudian mereka meminta kepada Uskup Medan pada waktu itu, Mgr. Ferrerius Van Den Hurk, OFMCap. lahan baru sebagai tempat menjalankan karya kerasulan di daerah yang jauh guna memperluas daerah yang sudah diserahkan kepada mereka sebelumnya.
    Oleh Mgr. Antonius Van Den Hurk, OFMCap. dipilihlah daerah pinggiran kota Medan (Padang Bulan) yang berdampingan dengan Paroki Delitua. Beliau secara resmi mengajukan untuk mengambil alih stasi misionaris St. Paulus di Pasar Baru – Padang Bulan, yang sebelumnya adalah bagian Paroki St Antonius - Hayam Wuruk, yang memiliki kira-kira 1000 umat. Akan tetapi di kemudian hari, daerah itu masih dirasakan terlalu kecil, maka diputuskan untuk mengambil sebagian dari daerah Paroki Delitua yang berdekatan dengan daerah baru tersebut, yaitu beberapa stasi yang sebelumnya menjadi bagian wilayahnya yaitu Pancur Batu dan Kutalimbaru, seluruhnya mencakup 8 stasi yang memiliki 2.500 umat. Sejak saat itulah secara resmi para misionaris OFMConv. Telah memulai karya kerasulan mereka di daerah pinggiran kota Medan, di Padang Bulan.
    Pastor Paroki yang perdana adalah P. Umberto Davoli, OFMConv. Beliau berusaha keras memberikan pelayanan yang terbaik sebagai penggerak untuk mengumpulkan semua umat Katolik dan mengaktifkan paroki baru tersebut. Akan tetapi karena kondisi kesehatannya yang memburuk, maka beliau tidak dapat bertahan lama untuk tinggal dan berkarya di tengah-tengah umat di Padang Bulan. Ia akhirnya kembali ke Italia. Setelah masa transisi yang singkat, akhirnya pada tahun 1977, P. Antonio Murru, OFMConv. dipilih sebagai pastor paroki untuk melanjutkan karya pelayanan yang sudah dimulai P. Umberto Davoli, OFMConv. P. Antonio Murru, OFMConv. menjabat sebagai parokus selama beberapa periode hingga tahun 1989. Sampai saat ini, beliau adalah pastor yang paling lama bertugas sebagai pastor paroki di Padang Bulan. Selama masa beliau menjadi pastor paroki, ia bersama dengan saudara-saudaranya OFMConv. yang lain dan para katekis awam bersama-sama membangun dan mengembangkan paroki ini sampai ke pelosok desa di luar kota Medan. Dengan berkat Allah dan kerja keras mereka, paroki ini pun berkembang secara terus menerus. Perhatiannya pada pengembangan iman, sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan masyarakat membuat banyak orang tertarik untuk menjadi Katolik. Jumlah umat, pengetahuan agama dan iman Katolik berkembang secara significant. Bahkan dari paroki ini kemudian muncul calon-calon imam, biarawan-biarawati dan guru agama. Sumbangan umat, baik secara materi maupun tenaga dan perhatian tetap mengiringi karya misi di paroki ini.
    Selain yang telah disebut di atas, ada satu hal penting lain yang perlu diingat pada masa P. Antonio Murru, OFMConv. yakni adanya rencana untuk membangun gereja baru bagi paroki. Bangunan gereja yang sederhana di Pasar Baru sudah tidak cukup untuk menampung umat dalam merayakan ibadat karena perkembangan jumlah umat yang semakin bertambah banyak. Maka direncanakanlah untuk membangun sebuah gereja paroki yang lebih besar untuk menampung umat dalam beribadat. Para pengurus gereja dan umat ternyata juga memiliki pemikiran yang sama. Maka dicarilah lokasi bagi gereja baru yang sudah direncanakan tersebut dan akhirnya dibelilah sebidang tanah di Pasar VI, Jln. Bunga Ester, Kel. Padang Bulan Selayang II, Medan. Pastoran kemudian dibangun di tanah yang baru dibeli tersebut. Namun rencana pembangunan gereja baru yang lebih besar itu tidak pernah terealisasi sampai akhir periode P. Antonio Murru, OFMConv. sebagai pastor paroki St. Paulus – Padang Bulan.
    Pastor paroki berikutnya adalah P. Salvatore Sabato, OFMConv., tahun 1989-1992, dan P. Tarcisio Centis, OFMConv. sejak tahun 1992-1996, yang secara bergantian memegang jabatan sebagai pastor paroki dengan P. Giuseppe Brentazolli, OFMConv. Pada masa ketiga pastor ini, perkembangan umat dan paroki terus berlanjut dengan metode pelayanan yang hampir sama dengan pastor paroki sebelumnya.
    Satu hal penting terjadi pada sekitar tahun 1995 yakni peletakan batu pertama bagi pembangunan gereja baru paroki di Pasar VI, yakni pada masa P. Tarcisio Centis, OFMConv. sebagai pastor paroki. Rencana yang sudah digagas oleh sebelumnya P. Antonio Murru, OFMConv. ini akhirnya mulai terealisasi. P. Antonio Razzoli, OFMConv., dipilih sebagai ketua pelaksana pembangunan sekaligus sebagai arsitek dan bendahara pembangunan. Pembangunan ini melibatkan seluruh umat, baik dalam hal dana, materi maupun tenaga dan perhatian. Dana berasal dari dana misi OFMConv. untuk misi di Indonesia, para donatur dan sumbangan umat. Gereja tersebut akhirnya selesai dibangun dan rampung pada tahun 1996. Gereja baru itu diberi nama Gereja St. Fransiskus Assisi.
    Paroki St. Paulus menjadi Paroki St. Fransiskus Assisi - Padang Bulan
    Selesainya gereja baru paroki di Pasar VI sebagaimana yang telah disebut di atas adalah peristiwa penting dalam sejarah paroki St. Paulus, Padang Bulan – Medan. Gereja St. Fransiskus Assisi tersebut pada tahun yang sama, tahun 1996, kemudian menjadi gereja induk paroki. Nama paroki kemudian menjadi Paroki St. Fransiskus Assisi, Padang Bulan – Medan (sedangkan Gereja St. Paulus, gereja paroki sebelumnya kemudian menjadi salah satu stasi dari paroki). P. Antonio Razzoli, OFMConv. kemudian menjadi pastor paroki pada tahun yang sama (1996) hingga tahun 2000.
    Paroki ini pun kemudian semakin berkembang dalam berbagai aspek hingga saat ini. Pastor paroki yang berikutnya adalah P. Simson Sitepu, OFMConv. tahun 2000-2004, P. Joseph Lesta Pandia, OFMConv. tahun 2004-2010, P. Maximilianus Kalef Sembiring, OFMConv. (2010-2021), RP. Simon Kemit, OFMConv. (2012-2013) dan RP. Andreas Elpian Gurusinga, OFMConv (2013 – sekarang).
    Hingga tahun 1993, Paroki St. Fransiskus Assisi, Padang Bulan - Medan mencakup 21 stasi dengan 11.000 umat. Kemudian menurut data statistik Keuskupan Agung Medan tahun 2009, Paroki St. Fransiskus Assisi, Padang Bulan – Medan, terdiri dari 21 stasi, dengan jumlah umat sebanyak 18.508. Perlu diperhatikan bahwa salah satu dari stasi tersebut, yaitu Stasi St. Yohanes Paulus II, Namo Pecawir, telah menjadi tempat kehormatan untuk menyambut kedatangan Bapa Paus Yohannes Paulus II pada tahun 1989 selama kunjungannya ke pulau Sumatera. Kedatangan Bapa Paus pada tahun 1989 tersebut tentu menjadi momen penting bagi umat paroki ini dan juga sangat berguna bagi perkembangan semangat hidup beriman dari umat.
    Pemekaran St. Fransiskus Assisi - Padang Bulan, Medan
    Paroki St. Maria - Tanjung Selamat
    Pada hari Minggu, tanggal 3 Agustus 1997, Stasi St. Maria Medan Permai, salah satu stasi dari Paroki St. Fransiskus Assisi, Padang Bulan – Medan, secara resmi menjadi paroki baru, dengan nama Paroki Santa Maria, Tanjung Selamat - Medan, berdasarkan Surat Keputusan (SK) No. 453/GP/KA/1997 oleh Mgr. A. G. Pius Datubara OFM Cap., Uskup Agung Medan. Stasi St. Maria Medan Permai berdiri pada bulan Oktober 1987, yang misionarisnya adalah P. Antonio Murru, OFMConv., pastor paroki ke-2 paroki St. Paulus, Padang Bulan – Medan.

    Paroki St. Yohanes Paulus, Tuntungan
    Demi pelayanan pastoral yang lebih intensif terhadap jumlah umat yang cukup banyak ini oleh ordinaris wilayah dirasa agak mendesak untuk melakukan pemekaran paroki. Maka pada tanggal 12 Oktober 2014 Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, OFMCap menginaugurasi Quasi Paroki St. Yohanes Paulus II, Tuntungan.

    Kuasi Paroki St. Fransiskus Xaverius, Simalingkar B
    Minggu, 17 Juli 2016, telah dilaksanakan Inaugurasi Paroki St. Fransiskus Xaverius – Simalingkar B, Medan dengan misa yang dipimpin oleh Vikep Medan Hayam Wuruk, RP Harold Harianja OFMCap. Bersama konselebran, Parokus St. Fransiskus Assisi – Padang Bulan, RP Andreas Gurusinga, OFMConv, Parokus St. Yohanes Paulus II – Tuntungan, RP Mario Lumban Gaol OFM Conv, Parokus Simalingkar B, RD. Sebastianus Eka Bhakti Sutapa dan Pastor Rekan RD. Desman Marbun dan perwakilan Kuria, RD. Fernandus Saragi. Dengan diinaugurasikan Kuasi Paroki St. Fransiskus Xaverius, Simalingkar B, maka jumlah stasi Paroki St. Fransiskus Assisi menjadi 5.
     
    Paroki St. Fransiskus Assisi pada Masa Kini
    Situasi Geografis Paroki
    Situasi umum
    Wilayah Paroki St. Fransiskus Assisi Padang Bulan mencakup beberapa kecamatan di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Madya Medan. Penduduk di setiap kecamatan ini didominasi oleh suku Karo dengan bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Karo. Penduduk yang berdomisili di sekitar Kota Madya Medan umumnya memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa yang digunakan sehari-hari karena penduduknya beragam etnis. Suku Batak Toba dan suku Batak Karo merupakan suku yang mendominasi di stasi kota. Selain itu terdapat juga suku-suku lain seperti Toba, Simalungun, Nias, Jawa, Cina, Flores dan lain sebagainya. Keanekaragaman suku ini disertai juga keanekaragaman agama. Agama yang dianut di beberapa kecamatan tersebut adalah Islam, Kristen (Katolik dan Protestan), Hindu, Budha. Umat yang lebih dominan di wilayah ini adalah Islam dan Kristen. Kerukunan hidup beragama di tempat ini sangat dijunjung tinggi. Kerukunan beragama ini tampak dalam gaya hidup sehari-hari yaitu saling menghargai dalam merayakan hari raya keagamaan.

    Situasi Khusus
    Berdasarkan teritorial kegembalaan, Paroki St. Fransiskus Assisi Padang Bulan adalah salah satu paroki di wilayah Keuskupan Agung Medan. Para pelayan parokial di Paroki ini berdomisili di Pastoran Katolik St. Fransiskus Asisi Padang Bulan. Umat Katolik di Paroki St. Fransiskus Assisi Padang Bulan untuk rayon satu yakni stasi kota didominasi oleh suku Batak Karo dan suku Batak Toba serta sebagian kecil dari suku lain seperti Simalungun dan Nias. Rayon dua dan rayon tiga yang berada di daerah pedesaan umumnya didominasi oleh umat dari suku Batak Karo. Umat di rayon dua dan rayon tiga menggunakan bahasa Karo dalam pelaksanaan kegiatan ibadat. Umumnya mata pencaharian umat Katolik di Paroki St. Fransiskus Assisi Padang Bulan adalah bertani, pegawai pemerintahan dan pedagang.

    Keadaan Umat: Latar Belakang Sosio-Edukatif, Kultur, Religius dan Ekonomi
    Wilayah paroki Santo Fransiskus Assisi Padang Bulan, didiami orang-orang yang memiliki latar belakang suku, agama dan budaya yang beragam, juga tingkat pendidikan dan ekonomi yang beragam. Suku yang berbeda seperti Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, Cina, Jawa, Nias dan Flores. Keberagaman suku ini didukung dengan keunikan budaya masing-masing. Kenyataan ini menjadi suatu kekayaan yang dapat membantu memajukan gereja walau kadang menimbulkan suatu masalah sosial yang situasional. Latar belakang umat yang berbeda satu dengan yang lain turut mempengaruhi cara hidup dan cara pikir dengan sudut pandang yang berbeda dari setiap orang. Berikut ini akan diuraikan masalah situasional masyarakat di tempat ini.

    Sosio-Edukatif
    Secara umum rata-rata umat di wilayah paroki St. Fransiskus Assisi Padang Bulan pernah mengenyam pendidikan bukanlah suatu kesimpulan yang terlalu naif. Teramat sulit bagi kita untuk menemukan umat katolik yang belum melek huruf terutama di wilayah kota. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa ada satu atau dua orang atau lebih yang berada di lingkungan pedesaan yang belum melek huruf. Masa pendidikan tentu mempunyai jenjang yang berbeda dimulai dari jenjang pendidikan paling awal yakni Taman Kanak-kanak, jenjang Sekolah Dasar sampai pada jenjang tertinggi (doktorat).

    Di stasi wilayah kota seperti Pasar VI, Pasar Baru, Simpang Kuala, Perumnas Simalingkar, Simalingkar B, Simpang Selayang sebagian besar umat telah mengenyam pendidikan di sekolah menengah umum, pendidikan tinggi bahkan tertinggi. Ini dilihat dari mata pencaharian mereka yang lebih dominan bertugas sebagai guru, dosen, pengawas, pegawai pemerintah, pegawai perusahaan dan direktur perusahaan bahkan ada yang duduk di kursi parlemen. Selain itu ada juga yang sudah mengantongi gelar sarjana yang bekerja bukan di instansi pemerintahan atau swasta melainkan berwiraswata tanpa menutup kenyataan bahwa ada yang bekerja serabutan dan pengangguran. Bila dipersentasekan lebih dari 70% umat pernah mengenyam pendidikan sarjana, terlepas dari tamat atau tidak tamat. Selebihnya hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Sedangkan di wilayah pedesaan jenjang pendidikan yang lebih dominan adalah tingkat Sekolah Dasar dan Menengah.

    Tingkat pendidikan yang berbeda inilah yang membuat gaya pemikiran umat berbeda-beda. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi mereka yang berkehendak untuk memajukan paroki, terutama bagi para tenaga pastoral. Mereka dituntut untuk belajar dan belajar mengisi pengetahuan mereka guna mengimbangi pengetahuan yang semakin hari semakin berkembang dan untuk mencari terobosan-terobosan yang berdayaguna serta tepat bagi kemajuan bersama. Paradoks bahwa ada umat yang pemikirannya sungguh maju sedangkan masih ada umat yang gaya pemikirannya masih ‘terbelakang’. Salah satu contoh adalah dalam hal penyampaian kabar gembira. Tidak jarang muncul unek-unek yang kurang membangun dari umat walau khotbah sudah dipersiapkan dengan baik.

    Sosio-Kultur
    Kebudayaan di wilayah Paroki Santo Fransiskus Assisi – Padang Bulan, cukup bervariasi. Kebudayaan yang bervariasi ini tampak dari beberapa suku yang mendiami wilayah paroki Santo Fransiskus dari Assisi – Padang Bulan. Suku-suku yang dimaksud adalah suku Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, Nias, Cina, Jawa, Melayu dan Flores. Suku Batak Karo dan Batak Toba merupakan suku yang dominan karena memiliki jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan suku-suku yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa budaya yang lebih dominan adalah budaya Batak Karo dan Batak Toba.
    Keragaman budaya ini memberikan pengaruh yang positif bagi kehidupan menggereja. Di satu sisi keragaman budaya ini, yang pada dasarnya adalah baik, turut memberi warna dalam kehidupan menggereja. Saling melengkapi untuk membangun iman umat menuju suatu bonum Communae, yang dengan gaya bahasa Gereja sekarang adalah menuju Habitus Baru. Di sisi lain, keragaman budaya ini menjadi suatu tantangan bagaimana memformatnya sebagai suatu kekuatan membangun hidup persaudaraan dan hidup menggereja. Menyatukan berbagai budaya untuk melahirkan kata sepakat bukanlah suatu perkara yang mudah. Di stasi tertentu di wilayah paroki Santo Fransiskus Asisi Padang Bulan ini muncul persoalan budaya yang mempengaruhi keberimanan seseorang. Misalnya dalam pemilihan pengurus dewan stasi.
    Sosio-Religius
    Religiusitas umat beriman secara kuantitas boleh dikatakan sangat baik. Hal ini terlihat dari data-data statistik umat paroki yang setiap tahun memperoleh penambahan jumlah umat. Dari segi kualitas sepertinya kenyataan ini tidak berbanding lurus dengan data kuantitas dalam menghidupi iman itu. Banyak faktor yang turut mempengaruhi terjadinya hal ini. Kurangnya pemahaman umat akan agama dan Gereja merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang menyebabkannya. Lebih kasat mata dapat dilihat dalam persentase kehadiran umat ke gereja baik di stasi-stasi kota maupun di stasi-stasi pedesaan.
    Di stasi, keterlambatan umat untuk hadir ke gereja kebanyakan dipengaruhi oleh kegiatan pribadi baik itu bisnis ataupun kesibukan lain. Kesibukan-kesibukan pribadi itulah yang lebih mendominasi karena kehidupan menggereja sepertinya belum menjadi suatu kebutuhan bagi sebagian orang. Pengetahuan umat tentang agama dan Gereja yang belum mendalam membuat mereka lebih banyak hadir di gereja saat petugas pastoral mengunjungi stasinya. Selain itu, pribadi yang menjadi pengurus dewan stasi sebagian besar belum memiliki pengetahuan yang cukup sesuai kebutuhan stasi. Dengan kata lain mereka menjadi pengurus gereja karena mau bukan karena memiliki kompetensi yang cukup. Oleh karena itu para pengurus masih perlu diberikan pembekalan dan pendampingan dalam banyak hal, seperti pendalaman Kitab Suci, kepemimpinan, dan pedoman pastoral Gereja dan Keuskupan.
    Doa lingkungan secara umum sudah lancar meskipun ada lingkungan / stasi-stasi tertentu yang kurang memperhatikan hal ini. Paroki juga memprogramkan doa lingkungan pada waktu-waktu tertentu dengan memberikan bahan yang telah dipersiapkan ke setiap lingkungan atau stasi. Doa lingkungan yang diprogramkan dari paroki khususnya pada bulan Maria, Bulan Rosario, bulan Kitab Suci Nasional, dan Masa Prapaskah. Kegiatan kategorial mudika masih dalam proses perkembangan.
    Sosio-Ekonomi
    Ekonomi merupakan masalah yang paling mendasar dalam membangun iman umat. Hal ini berlaku tidak hanya bagi umat yang berekonomi lemah tetapi juga umat yang berekonomi mapan mengingat tuntutan perekonomian tidak pernah sampai pada taraf yang memuaskan bagi manusia. Hal ini berlaku juga bagi umat katolik di wilayah paroki Padang Bulan. Keadaan ekonomi yang kerap kurang berpihak kepada mereka yang tidak memiliki modal membuat mereka harus bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, terutama kebutuhan hidup yang peling mendasar. Memang bagi sebagain umat yang berekonomi mapan, kenyataan demikian tidaklah terlalu mempengaruhi kehidupan keberimanannya. Akan tetapi bagi umat yang tingkat perekonomiannya mendekati pas-pasan atau rendah, kenyataan demikian turut mempengaruhi kehidupan menggereja mereka. Ada umat merasa kurang nyaman hadir ke gereja karena kewajibannya sebagai warga gereja belum tertutupi. Akhirnya memutuskan non aktif dari kegiatan gereja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
     
    Paroki St. Fransiskus Asisi Menuju Destinasi Wisata Rohani dengan Kehadiran Gua Maria Ratu Segala Bangsa
    04 Oktober 2022, bertepatan dengan pesta pelindung Paroki St. Fransiskus Assisi dan 25 tahun berdirinya Gedung Gereja Paroki, Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap, memberkati dan meresmikan Gua Maria Ratu Segala Bangsa. Gua Maria tersebut kini menjadi salah satu destinasi rohani.
     
    Stasi-stasi di Paroki
    1. Stasi Santo Laurensius, Simpang Selayang
    Stasi St. Laurensius Simpang Selayang berdiri pada tahun 1966, jumlah umat pada saat itu 38 (tiga puluh delapan) kepala keluarga. Pada saat itu gedung gereja belum ada dan masih menumpang di gedung Sekolah Dasar Negeri yang ada desebelah sisi kanan gereja sekarang. Saat itu (tahun 1966) gereja masih jarang, hanya ada di Hayam wuruk ( St. Antonius) dan Gereja Katolik Pancur Batu yang sangat jauh dari Simpang Selayang. Sehingga gereja di Simpang Selayang sangat dibutuhkan, karena umatnyapun semakin bertambah, maka waktu itu sekalipun meminjam gedung sekolah harus dilakukan untuk dapat melayani umat Katolik di Simpang Selayang.
    Tahun 1968 bulan maret, dilaksanakan Permandian yang pertama, dan pada tahun itu mulailah dibangun Gereja semi permanen (setengah batu, setengah kayu) dengan ukuran 9m x 12m, imam yang berkarya saat itu adalah Pastor Frans Sitepu. Pada tahun 1978 umat semakin bertambah menjadi 180 KK, maka renovasi gereja dilaksanakan lagi menjadi lebih besar dengan bentuk seperti Payung oleh Pastor Antonio Murru, OFMConv.
    Pada tahun 1989 umat semakin bertambah menjadi 280 KK, dan oleh Pastor Antonio Murru, OFMConv dan Pastor Antonio Razoli, OFMConv., Gereja Simpang Selayang di Renovasi kembali menjadi lebih besar yang dapat menampung umat ± 600 jiwa (gereja sekarang). Saat ini umat di Stasi St. Laurensius Simpang Selayang sudah mencapai 446 KK, dengan jumlah 1875 jiwa dengan perincian 1667 dewasa, remaja 74, balita 134. Kondisi ini juga menjadi perhatian seluruh umat, pengurus gereja dan Pastor Paroki. Saat ini untuk pengembangan gereja di Stasi Simpang Selayang sudah dibentuk Panitia Pembangunan/Pengadaan pertapakan gereja. Panitia ini sekarang sudah dapat membeli sebidang tanah pertapakan gereja seluas ± 2.100 m², dengan dana dari swadaya umat yang berlokasi di daerah Jl. Bunga Pancur IX Pokok Mangga Medan.
    Kaitan nama pelindung dengan harapan dan cita-cita serta visi-misi stasi. Gereja berjuang untuk memupuk kesatuan dan persaudaraan cinta kasih ditengah umat didalam kesetiaan kepada Kristus. Secara Geografis gereja Katolik Stasi St. Laurensius Simpang selayang bereda di sebelah Selatan kota medan, tepatnya di jalan Jamin Ginting Km 11,7 dengan batas wilayah sebagai berikut:
    Sebelah Barat berbatasan dengan Paroki St. Maria
    Sebelah Timur berbatasan dengan Stasi Pancur Batu
    Sebelah Utara berbatasan dengan Stasi Pasar VI St Fransiskus Assisi Padang Bulan
    Sebelah Selatan berbatasan dengan Stasi Perumnas Simalingkar/Simalingkar B
    Secara Demografi umat di Stasi Simpang Selayang berasal dari 4 (empat) kelurahan, yaitu: kelurahan Simpang Selayang, kelurahan Kemenangan Tani, kelurahan Laucih, Kelurahan Mangga yang berada di kecamatan Medan Tuntungan. Mata pencaharian penduduk adalah PNS, Wiraswasta, Pegawai Swasta, Pedagang, Petani dan buruh. Persentasi suku masyarakat sekitar: suku karo 72%, suku lain 28% dan persentasi suku umat: suku Karo 82%, suku lain 18%.
    Pengaruh budaya terhadap kebijakan dan program Stasi berjalan dengan baik didalam semangat kesatuan umat. Keadaan perekonomian umat dengan praktek keimanannya sudah berjalan semakin baik, yang selalu mendukung program-program kerja pengurus gereja baik dalam pelaksanaan perayaan-perayaan gereja, terlibat dalam pembangunan stasi-stasi, dll.
    Jumlah kepala keluarga saat ini 446 KK, jumlah jiwa 1875 orang dengan persentasi perkembangan umat setiap tahun 6%.
    Yang menjadi kesulitan, tantangan dan harapan dalam membangun dan mengembangkan penghayatan iman umat adalah keterbatasan media/informasi dalam berkatekese dan kesadaran seluruh umat dan pengurus untuk terlibat aktif dalam hidup menggereja.
    2. Stasi St. Theresia, Perumnas Simalingkar
    Walaupun pada tahun 1986 Perumnas Simalingkar sudah mulai dihuni oleh para penduduk baru, namun Umat Katolik belum terkumpul (antara yang satu dengan yang lain belum saling mengenal). Hal tersebut berlangsung sampai dengan bulan Agustus 1987. Didorong oleh rasa persatuan dan cinta kasih, maka pada bulan September 1987 umat katolik Perumnas Simalingkar mulai saling mencari, sehingga pada bulan itu juga perkumpulan doa sudah mulai terlaksana walaupun masih berstatus lingkungan, yaitu lingkungan Perumnas Simalingkar Stasi St. Petrus Simpang Kuala dan Ketua Lingkungannya adalah Bapak M. Simbolon.
    Pada bulan Oktober 1987 umat Katolik Perumnas Simalingkar mulai mengadakan Kebaktian mingguan yang pelaksanaannya diadakan di rumah-rumah umat secara bergantian yaitu:
    1. Minggu I di rumah Bapak AM. Rumapea (Jl. Nyiur 7 No. 19).
    2. Minggu II di rumah Bapak TA. Dachi (Jl. Teh 10 No. 26).
    3. Minggu III di rumah Bapak HK. Purba (Jl. Teh 1 No. 27).
    4. Minggu IV di rumah Bapak P. Tarigan (Jl. Nyiur Raya II No. 24).
    5. Minggu V di rumah Bapak B. Simatupang (Jl. Teh 5 No. 16).
    Sehingga pada tahun 1988 Perumnas Simalingkar resmi menjadi satu Stasi, Vorhagernya ialah Bapak M. Simbolon. Stasi muda ini terdiri dari 4 lingkungan yaitu:
    1. Lingkungan 1 terdiri dari Jalan Kopi, Jalan Karet, dan Jalan Coklat, Ketua lingkungannya adalah Bapak S. Sinambela.
    2. Lingkungan 2 terdiri dari Jalan Teh, Jalan Sawit, dan Jalan Nyiur, Ketua Lingkungannya adalah Bapak HK. Purba.
    3. Lingkungan 3 terdiri dari Jalan Cengkeh, Jalan Pala, dan Jalan Lada. Ketua Lingkungannya adalah Bapak Drs. B. Ginting.
    4. Lingkungan 4 terdiri dari Jalan Damar, Jalan Rotan, Jalan Jati, dan sebahagian jalan Pala, Ketua Lingkungannya adalah Bapak Ir. A. Pinem.
    Pada tanggal 25 Desember 1987 umat Stasi Perumnas Simalingkar merayakan Perayaan Natal I yang diadakan di rumah Bapak Drs. HK. Purba Jalan Teh 1 No. 27 yang dihadiri juga oleh Pastor Paroki Padang Bulan pada saat itu adalah Pastor Antonio Murru.
    Karena Umat Katolik Perumnas Simalingkar terus bertambah sehingga kebaktian gereja tidak memungkinkan lagi dilaksanakan di rumah umat. Maka sejak bulan September 1988 kebaktian Gereja diadakan dirumah Bapak S. Sinambela jalan Karet 18 No. 37, hal ini dirasa memungkinkan karena rumah dimaksud terdiri dari 2 unit dan tempat inilah Natal II dirayakan.
    Pada tahun 1988 umat katolik Perumnas Simalingkar bertambah dengan cepat, dengan dibukanya Perumnas Simalingkar fase B. Umat yang berdomisili di fase B ini seluruhnya masuk ke dalam Lingkungan 2.
    Dengan perkembangan umat yang sangat cepat pembentukan Panitia pembangunan gereja katolik Perumnas Simalingkar dianggap mendesak, sementara irama dari umat masih berbeda maka pada tahun 1989 Panitia terbentuk untuk mempercepat pengumpulan dana pembangunan gereja dengan formulasi:
    Ketua : Letkol. Leo Hutabarat, SH
    Sekretaris : Drs. HK. Purba
    Bendahara : Ir. P. Tarigan

    Terbentuknya panitia ini adalah berdasarkan spontanitas dengan tujuan agar pembangunan gereja cepat terlaksana, panitia dimaksud bukanlah hasil usulan atau berdasarkan hasil rapat umat. Panitia setengah resmi ini semata-mata bertujuan untuk mengumpulkan dana pembangunan gereja dari luar.
    Pada tahun 1990 Dewan Paroki Padang Bulan mengeluarkan SK No. 32/PB/90 tentang Pengurus Gereja stasi St. Theresia dengan formulasi sebagai berikut:
    Vorhanger : Bapak M. Simbolon
    Wakil Vorhanger I : Bapak AST. Situmorang
    Wakil Vorhanger II : Bapak JF. Waruru
    Ketua Dewan Sosial/Jasmani : Bapak Drs. E.P. Tinambunan
    Ketua Dewan Sosial/Jasmani I : Bapak Ir. P. Tarigan
    Ketua Dewan Sosial/Jasmani II : Bapak S. Sinambela
    Sekretaris : Bapak F.F Waruru
    Sekretaris I : Bapak Drs. HK. Purba
    Sekretaris II : Bapak Drs. A. Situmorang
    Bendahara : Bapak AM. Rumapea
    Bendahara I : Bapak AG. Sitepu
    Bendahara II : Bapak U. Sianipar.
    Setelah beberapa pengurus gereja dan umat antara lain M. Simbolon, Hw. Paulus, S. Sinambela serta yang lain-lainnya mengadakan berbagai usaha untuk memperoleh pertapakan gereja yaitu dengan menghubungi kantor Perum perumnas Simalingkar, kantor Perum Perumnas Helvetia, kantor Walikota Medan, kantor Kesra Wilayah II malah sampai menyurati Menteri Perumahan Rakyat Republik Indonesia maka pihak yang berwewenang memberikan pertapakan gereja untuk umat Katolik perumnas Simalingkar Medan yang terletak di Jalan Tembakau 17/Jalan Kemenyan Raya ujung. Dan pada tanggal 15 April 1990 peletakan batu pertama diadakan yang dihadiri juga oleh yang mulia Uskup Agung Medan MGR. AGP. Datubara. Sesuai dengan SK Dewan Paroki No. III/DP/93 pada tanggal 19 Juni 1993 Vorhanger Stasi perumnas Simalingkar mengalami pergantian, yakni dari Bapak M. Simbolon kepada Bapak S. Pandia yaitu mantan Vorhanger dari stasi Simpang Selayang.
    Pada tahun 1993 susunan Kepanitiaan dalam usaha pembangunan gereja Katolik perumnas Simalingkar kembali berubah yaitu langsung ditangani oleh Dewan Stasi dengan formulasi sbb:
    Ketua : Bapak S. Pandia
    Wakil Ketua : Bapak S. Sinambela
    Sekretaris : Bapak F.F. Waruru
    Wakil Sekretaris : Bapak K. R. Tamba
    Bendahara : Bapak B. B Sembiring
    Wakil Bendahara : Ny. AM. Rumapea
    Anggota : AST. Situmorang Ir. P. Tarigan
    Pada tahun 1994 (keadaan September 1994) jumlah lingkungan di stasi Perumnas Simalingkar Medan St. Theresia adalah sebanyak 8 Lingkungan yaitu:
    1. Lingkungan St. Petrus dengan jumlah umat 50 KK dan Ketua Lingkungan adalah Bapak U. Sianipar.
    2. Lingkungan St. Yosep jumlah umat 31 KK dan Ketua Lingkungan Bapak Drs. D. Simbolon.
    3. Lingkungan St. Yohanes jumlah umat 43 KK dan Ketua Lingkungan Bapak B. Ginting.
    4. Lingkungan St. Antonius jumlah umat 54 KK dan Ketua Lingkungan Bapak Leonard Munthe.
    5. Lingkungan St Sebastianus jumlah umat 55 KK dan Ketua Lingkungan Drs. M. Tarigan.
    6. Lingkungan St. Maria jumlah 30 KK dan ketua Lingkungan Bapak AG. Sitepu.
    7. Lingkungan St. Mikael jumlah umat 60 KK dan Ketua Lingkungan M. Manalu.
    8. Lingkungan St. Fransiskus jumlah umat 25 KK dan Ketua Lingkungan Drs. J. Simanjorang.
    Jumlah umat sampai pada bulan September 1994 adalah 348 KK dan diperkirakan 1392 jiwa. Dengan perkembangan yang begitu pesat data Gereja St. Theresia pada tahun 2015 terdiri dari 21 Lingkungan dengan 665 KK dan perkiraan 2500 jiwa.
     
    3. Stasi Santo Petrus Simpang Kuala
    Gereja Katolik St. Petrus Simpang Kuala berdiri tahun 1956 dengan jumlah umat sekitar 20 KK. Gereja ini berdiri diatas tanah yang dibeli oleh Keuskupan (Uskup Mgr. AGP Datubara ) dengan ukuran 8 x 12 m yang terletak di Jln. Pintu Air IV Gg. Pertama (lorong V) Simpang Kuala Medan. Kurang lebih 10 tahun umat memakai gereja ini, seturut perkembangan jaman dan bertambahnya jumlah umat, maka disepakatilah untuk memindahkan lokasi gereja dan mencari lokasi baru. Lokasi gereja lama dijual kepada keluarga Pandiangan dan hasil penjualan pertapakan gereja tersebut dipergunakan untuk membeli tapak gereja baru yaitu di Jl. Luku I No. 1 Medan. Sekitar 2 tahun gereja yang lama masih tetap dipakai untuk beribadah setiap hari minggunya walaupun sudah dijual, menunggu pengumpulan dana dan pembangunan gereja dilokasi yang baru. Dengan berbagai upaya dan kerjasama umat yang pada waktu itu sangat bersemangat untuk dapat beribadah di lokasi gereja yang baru, maka umatpun dengan bersusah payah bekerja dengan sukarela dan mencari donator untuk penyelesaian gereja tersebut, kurang lebih 1 tahun gereja inipun selesai dibangun dengan semi permanen dan ukuran luas bangunan yang sempit. Nama simpang kuala hingga sekarang masih tetap dipakai adalah bermaksud untuk mengenang asal gereja yang lama.
    Pada tahun 1968, umat pindah ke Jl. Luku dengan gereja yang sangat sederhana dengan tiang bambu, dingding tepas dan atap rumbia. Tahun 1972, gereja dibangun dengan semi permanen (setengah batu) bentuk salib (kecil di depan dan melebar ke kiri dan ke kanan), di bawah paroki Katedral Jl. Pemuda. Tahun 1990 pembangunan secara permanen dimulai oleh umat dengan Pastor Antoni Murru dengan tidak mengganggu bangunan lama tetap ditengah bangunan baru, setelah bangunan baru selesai, maka bangunan lama dibongkor disinilah istilah Tigor Pulos yang hanya orang-tua pendahulu yang mengerti apa artinya dan Tigor Pulos ini langsung dari uskup Mgr. AGP. Datubara. Karena pada masa pembangunan inilah terjadi masalah dengan umat muslim sekitar lokasi gereja Jl. Luku yang menolak pembangunan gereja tersebut. Untuk memperjuangkan pembangunan gereja ini, ada umat yang ditangkap dan dipenjarakan di Tebing Tinggi (Deli Serdang) demi berdirinya gereja ini. Dari tahun 1972 hingga sekarang, gereja St. Petrus Sp. Kuala sudah mengalami beberapa kali renovasi, dan terakhir tahun 2012 yaitu penambahan balkon gereja di bahagian depan dekat pintu masuk dan menara gereja. Renovasi ini dilakukan bertujuan untuk menampung umat yang dari tahun ke tahun mengalami pertamhan yang sangat pesat yaitu sekitar 17 lingkungan dengan jumlah umat 650 KK.
    Pada tahun 2013, Gereja St. Petrus Simpang Kuala dimekarkan menjadi 2 stasi yaitu Stasi baru Gereja Santo Yosep Gedung Johor, dengan pengurangan 3 Lingkungan yaitu kurang lebih sebanyak 130 KK. Sejak saat itu, Stasi Sp. Kuala tinggal 14 lingkungan lagi dengan jumlah umat kurang lebih 500 KK. Kehadiran umat setiap minggu berkisar kurang lebih 60% dan lebih didominasi oleh kaum ibu-ibu/perempuan. Kelompok kategorial yang ada sekarang yaitu : kelompok Ibu-ibu, Bapak-bapak, Lansia, OMK, AREKA, dan BIA. Kelompok bapak-bapak pernah meraih juara II Koor pada Perayaan Paskah se-Paroki Padang Bulan tahun 2012, dan Stasi St. Petrus pernah menjadi juara 1 Koor pada Perayaan Natal 6 Paroki se –Konventual di Delitua.
    4. Stasi St. Paulus, Pasar Baru
    Gereja Santo Paulus Pasar Baru beralamat di Jalan Pasar Baru No. 27 Padang Bulan Medan, berdiri sejak tahun 1968 di bawah Paroki Hayam Wuruk, yang dipelopori oleh Pastor Brans Van Hag. Pada tahun 1975 gereja Santo Paulus Pasar Baru resmi berkembang dan diserahkan ke Ordo Konventual serta ditetapkan sebagai gereja Paroki Padang Bulan Medan. Menurut Pastor Brans, gereja ini merupakan replica dari gereja Katolik Kabanjahe dengan jumlah umat + 100 KK dengan wilayah layanan penggembalaan dari simpang kampus USU sampai dengan Komplek Rumah Sakit Jiwa Tuntungan.
    Sejalan dengan semakin padatnya gereja saat missa dan perkembangan umat Katolik di wilayah Padang Bulan Medan sekitarnya, akhirnya pada tahun 1998 Gereja Paroki Padang Buolan dipindahkan ke Pasar VI dengan dibangunnya gereja yang baru yang dipelopori oleh Pastor Razoli. Gereja Pasar Baru ditutup dan tidak dipergunakan lagi, seluruh kegiatan berpusat di gereja yang baru tersebut.
    Selanjutnya setelah beberpa tahun kosong, Uskup Agung Medan Pius Datubara pada saat itu, berkeinginan agar gereja Pasar Baru yang tidak dipergunakan lagi tersebut dijadikan sebagai perpustakaan dan poliklinik bagi para suster. Namun umat gereja Pasar Baru yang lama bersama dengan Pastor Simson Sitepu, dengan alasan jarak yang semakin jauh dan sulitnya transportasi ke gereja Paroki di Pasar VI, meminta kepada Uskup agar memperkenankan gereja Pasar Baru tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai tempat ibadah dan ditetapkan sebagai gereja Stasi. Setelah melalui perjuangan dann usaha maka pada tahun 2002 gereja Pasar Baru kembali dijadikan sebagai tempat kebaktian dan ditetapkan sebagai gereja stasi Santo Paulus Pasar Baru dengan jumlah umat + 150 KK, wilayah layanan mulai dari simpang kampus USU sepanjang Jalan Jamin Ginting sampai dengan Perumahan Citra Garden.
    Gereja Pasar Baru kembali berbenah melengkapi semua peralatan untuk kebaktian mengingat semua peralatan gereja sebelumnya telah disumbangkan kepada gereja yang membutuhkan karena gereja Pasar Baru tidak dipergunakan lagi. Akhirnya pada tahun 2010, diputuskan gereja Pasar Baru dibangun kembali secara totral dengan swadaya umat dan bantuan donatur. Saat ini tahun 2015 gereja Santo Paulus Pasar Baru telah selesai dibangun dan masih dalam tahap finishing.
    Umat gereja Stasi Santo Paulus tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ketahun, disebabkan umat merupakan orang lama yang sudah berumur. Orang tua tersebut banyak yang sudah meninggal, namun anak-anaknya banyak yang merantau sehingga pertambahan umat tidak mengalami peningkatan yang nyata. Saat ini gereja Stasi Santo Paulus Pasar Baru, banyak dikunjungi oleh mahasiswa untuk kebaktian pada hari minggu dan pada waktu hari-hari besar keagamaan gereja Katolik, hal ini terutama disebabkan karena gereja ini relative mudah diakses oleh transportasi umum. Saat ini gereja Santo Paulus Pasar Baru terdiri dari 5 (lima) Lingkungan.
    Kelompok kategorial yang ada di Stasi saat ini yaitu : Ibu-ibu Stasi, OMK, Raka/Mesdinar dan kelompok Lansia.
    5. Stasi St. Yosep, Gedung Johor
    Gereja Katolik Santo Yosep Gedung Johor merupakan Stasi termuda yang bernaung di bawah Paroki St. Fransiskus Assisi Padang Bulan, Keuskupan Agung Medan. Stasi Santo Yosep adalah merupakan pemekaran dari Stasi St. Petrus Simpang Kuala Medan. Sebanyak 3 lingkungan umat Stasi Santo Petrus Sp. Kuala ( kurang lebih 131 KK) disatukan menjadi satu untuk membentuk Stasi baru yaitu Stasi Santo Yosep Gedung Johor pada tanggal 01 Januari 2014, sesuai dengan Surat Keputusan St. Fransiskus Assisi Pada Bulan Nomor:30/PBB/SK/2014 yang ditanda tangani oleh Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, OFMCap.
    Pembentukan Gereja Stasi Santo Yosep ini berawal dari kerinduan umat Katolik yang berada di kawasan Gedung Johor yang selama ini beribadah bersama dengan Suster-suster KSSY dan anak-anak Panti Asuhan Karya Murni di Kapel Karya Murni walaupun sebenarnya secara administratif umat 3 lingkungan yang berada di kawasan gedung johor ini terdaftar di Stasi Santo Petrus Sp. Kuala namun umumnya mereka pada setiap hari minggunya sudah beribadah di Kapel Susteran KSSY bersama dengan para Suster-suster dan Panti Asuhan Karya Murni. Seiring dengan pesatnya perkembangan umat Katolik yang berada di Kawasan Gedung Johor serta untuk meningkatkan pelayanan pastoral kepada umat, maka sangat dipandang perlu untuk membentuk satu Stasi baru. Karena belum memiliki Gereja sendiri, maka hingga sekarang umat Stasi Santo Yosep masih beribadah di Kapel Susteran KSSY Karya Murni Jl. Karya Wisata No. 6 Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor.
    Jumlah umat Stasi Santo Yosep saat ini kurang lebih 131 KK dan jumlah umat sebanyak 518 jiwa. Untuk menampung umat yang beribadah setiap minggunya, Gedung Kapel yang hanya mampu menampung kurang lebih 250 jiwa, sementara umat yang hadir rata-rata setiap minggunya mencapai 650 orang (para Suster-suster, anak panti asuhan karya murni dan asrama putrid) ini sudah tidak mampu lagi untuk menampung umat sebanyak itu sehingga, separuh dari umat yang beribadah tersebut harus berada diluar Kapel yang sudah diberi teratak. Untuk kemandirian umat Stasi Santo Yosep dalam beribadah, maka pada tahun 2014 telah dibentuk panitia pembangunan gedung Gereja Stasi Santo Yosep Gedung Johor disekitar lokasi tanah milik Suster KSSY. Suster KSSY telah bersedia memberi tanah milik mereka dengan ganti rugi.
    Pada tanggal 3 Desember 2017, Gereja Katolik St. Yosep diberkati oleh Mgr. Anicetus B. Sinaga. Dengan demikian, umat Katolik stasi St. Yosep Gedung Johor berpindah ke Gereja yang baru untuk melaksanakan ibadat.
     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Medan Kristus Raja

    0

    Pelindung

    :

    Kristus Raja

    Buku Paroki

    :

    Sejak tahun 1924. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan

    Alamat

    :

    Jl. M.T.Haryono No. 36, Medan – 20212

    Telp.

    :

    0821 6660 6110

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    636 KK / 2.102 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    -

    RP. Joanes Buntoro Gunawan, CDD

    23.10.’61

    Parochus

    RP. Yosef Yuki Hartandi, CDD

    02.09.’70

    Vikaris Parokial


    Sejarah Paroki Kristus Raja - Medan Kota

    Sejarah Awal Paroki (klik untuk membuka)

    Paroki Kristus Raja adalah satu dari tiga Paroki dan Gereja tertua di kota Medan sesudah Paroki Santa Maria Yang Dikandung tanpa Noda, Katedral (1879) dan Paroki St. Antonius dari Padua (Hayam Wuruk 1915).

    Paroki Kristus Raja didirikan pada tahun 1924, yang pada masa itu didirikan berdasarkan kelompok status sosial dan kelompok etnis yang pada awal abad ke-20 dan yang masih sangat mewarnai tatanan sosial masyarakat kolonial. Pada mulanya Paroki ini dibangun untuk kelompok etnis Tionghoa yang masih berbahasa Mandarin. Umat Paroki pada awalnya adalah kaum pedagang yang berasal dari daratan Tiongkok.

    Umat Paroki pada saat itu hanya berjumlah 34 umat yang berbahasa Mandarin. Walaupun Paroki sudah didirikan sejak tahun 1924, tetapi bangunan fisik Gereja belum ada, maka umat masih harus bergabung dengan umat Paroki Katedral untuk merayakan misa Ekaristi di sana sampai dengan tahun 1934. Perletakan batu pertama pembangunan fisik gedung Gereja Kristus Raja terjadi pada tanggal 6 Februari 1934 dan Gereja diberkati pada Hari Raya Kristus Raja, 25 November 1934. Pastor Marcellinus Simons, OFMCap diangkat menjadi pastor Paroki pertama diParoki Kristus Raja. Paroki ini dirintis, didirikan dan dibesarkan oleh imam imam “Ordo Frotrum Minorum Coppucinorum” (OFMCap), kemudian dilanjutkan imam-imam Diosesan KAM dan diteruskan oleh imam-imam Kongregasi Murid Murid Tuhan/CDD. Dan kini, Paroki sudah menapaki usianya yang ke-96 (1924-2020), terdiri dari 16 lingkungan dengan jumlah 648 kepala keluarga, dengan total umat 1878 jiwa (2020).

    Perjalanan Gereja Kristus Raja

    1921 – Pastor Mathias Brans, OFM Cap menjadi Prefek Apostolik Sumatera, memberikan ijin membuka Paroki Kristus Raja di Medan.

    1924 – Lahir Paroki Kristus Raja, umat Paroki saat itu 34 orang, beribadat di Gereja “KandangKuda” jalan Pemuda (sekarang Gereja Katedral), Pastor Paroki I adalah P.Marcellinus Simons, OFM Cap.

    1927 – Umat Paroki beribadat di Kapel Susteran Jalan Pemuda, Medan dan pada tahun yang sama dibangun gedung sekolah pertama HCS (Hollandisch Chinese School).

    1932 – Gedung sekolah kedua didirikan yaitu ECS (English Chinese School) dengan dua kepala sekolah pertama, Fr.Hermenegild dan Fr.Rudolf, dan pada tahun yang sama berdiri juga organisasi Parokial Roman Catholic Benevolence Fund.

    1934 – Tanggal 6 Februari dimulai pembangunan Gereja dan Pastoran di Jalan Hakka (Jl. M.T.Haryono). Bangunan diselesaikan dan diresmikan pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam tanggal 25 November 1934 dan menjadi Gereja Katolik Kristus Raja, Medan.

    1941 – Gedung sekolah ketiga didirikan, di sisi samping Jalan Sutomo, Medan. 1942 – Jumlah umat Paroki sekitar 500 orang, murid ECS sekitar 275 orang. Pada tahun yang sama tentara Jepang masuk dan menguasai Medan, semua Pastor, Frater dan Suster ditangkap.

    1945 – Jepang kalah perang, dan P. Marcellinus Simons, OFMCap kembali ke Paroki Kristus Raja Medan. Di kemudian hari, beliau sakit dan kembali ke negeri Belanda. Pastor Paroki II adalah P. Landelinus Rademaker, OFMCap didampingi P.W. Joosen OFMCap, P. O. Wap, OFMCap, dan P.J.Veltman, OFMCap. Kemudian sekolah ECS diganti namanya menjadi St. Patrick School dan HCS diganti menjadi St.Paulus School.

    1946 – Hua Ying School (Sekolah berbahasa Mandarin dan Inggris) resmi dibuka.

    1948 – Suster suster KSFL berkarya di Paroki Kristus Raja dan tinggal di Jalan Sutomo No.16 Medan, kemudian pindah ke Jalan Bromo No.2 Medan. Tokoh KSFL yang sangat berperan adalah Sr. Mechtildis, KFSL (disebut juga sebagai ibu Paroki).

    1949 – Berdiri Apostleship of the Sacred Heart.

    1951 – Berdiri Legio Mariae pertama oleh ibu Theresa Shu (utusan Legio dari Hongkong) yaitu Legio Mariae Presidium Bunda Hati Kudus.

    1952 – Berdiri Legio Mariae Presidium Pertolongan Orang Kristen. 

    1955 – Berdiri Fons Kemalangan.

    1956 – Hua Ying School mengalami pemekaran, sehingga SMP dan SMA dipindahkan ke Jalan Timor, Medan.

    1958 – Semua sekolah di kompleks Paroki Kristus Raja disatukan di bawah Yayasan Budi Murni dan nama sekolah diganti menjadi Sekolah Budi Murni Medan. Pada tahun yang sama berdiri Legio Mariae Presidium Hati Maria Tak Bercela. Pastor Paroki III: P. Theodoricus Schrijver, OFM Cap.

    1959 – Pastor Paroki IV : Pastor Restitutus Joosten, OFM Cap didampingi Pastor N.Schrijver, OFM Cap. Pada tahun itu dirayakan Pesta Perak Paroki.

    1961 – Berdiri Kerasulan Keluarga St. Josef. Pada tahun itu juga Pastor Paroki I, Pastor Marcellinus Simons OFM Cap meninggal di negeri Belanda.

    1962 – Badan Pengurus Gereja dibentuk P. Restitutus Joosten, OFM Cap, dan menjadi cikal bakal Dewan Pastoral Paroki.

    1963 – Berdiri Dewan Paroki Pertama dan Serikat St. Vincentius (SSV) serta Legio Mariae Presidium Bunda Pertolongan Abadi.

    1964 – Berdiri Daya Murni untuk membantu kemalangan, serta berdiri pula Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI).

    1965 – Berdiri Legio Mariae Presidium Junior Pintu Surga.

    1981 – Berdiri Legio Mariae Presidium Bunda Rahmat Ilahi.

    1983 – Berdiri Legio Mariae Presidium Rosa Mistika. Pastor Paroki lainnya yang pernah berkarya di Paroki Kristus Raja adalah P. Gregory Menezes, OFM Cap (1976-1978), P. Van Litsenburg OFM Cap (1978-1979), P. Silverius Yew, OFM Cap (1979-1991), P. Adelbertus Snijders, OFM Cap (1991-2002), P. Marcellinus Manalu, OFM Cap (2002-2003), P. Yohanes Simamora, OFM Cap (2003-2008), P. Sampang Tumanggor, Pr (2008-2010), P. Frietz R.Tambunan,Pr (2010-2017), P. Rudianto Sitanggang, Pr (2017-2018), P. Ignatius Sujasan, CDD (2018-2019) dan P. Joanes Buntoro Gunawan, CDD (2019 - sekarang).

    1924 – 2008 Paroki Kristus Raja dilayani oleh Imam-Imam dari Ordo Frotrum Minorum Coppucinorum (OFM Cap) dan pada tahun 2008 pelayanan di Paroki Kristus Raja diserahkan kepada Imam-Imam Diosesan KAM. 2008 –2018 Paroki Kristus Raja dilayani Imam-Imam Diosesan KAM dan pada tahun 2018 tugas pelayanan Paroki diserahkan ke Imam-Imam Kongregasi Murid-Murid Tuhan (CDD).

    2018 – sekarang, Paroki Kristus Raja dilayani Kongregasi Murid-Murid Tuhan (CDD).

    Pelindung Paroki Kristus Raja

    Kristus Raja adalah sebuah gelar untuk Yesus Kristus. Gelar tersebut merujuk kepada konsep Kerajaan Allah dan Kristus sebagai Raja Semesta Alam duduk di sebelah kanan Allah. Perayaan Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam ditetapkan oleh Paus Pius XI tahun 1925 pada setiap hari Minggu terakhir bulan Oktober, menjelang Hari Raya Semua Orang Kudus. Maksud utama perayaan ini sangat spiritual-pedagogis seperti terungkap melalui ensikliknya “Quas Primas”. Beliau sengaja menentang Atheisme dan Sekularisme di jamannya dengan menampilkan Kristus sebagai yang lebih tinggi dan lebih berkuasa daripada segala kekuatan dunia.

    Sejak tahun 1970 perayaan ini mengalami perubahan penekanan: Kristus lebih bercorak Kosmis dan Eskatologis. Oleh karena itu, penempatan tanggalnya pun berubah, bukan lagi pada hari Minggu terakhir bulan Oktober, tetapi pada Hari Minggu Biasa XXXIV, menjelang Hari Minggu I Adventus. Jadi, jelas pula sebagai penutup Tahun Liturgi Gereja. Kristus adalah Alfa dan Omega. Prefasi tetap berasal dari susunan tahun 1925, Kristus adalah Imam abadi dan Raja Alam Semesta, yang akan mempersembahkan segalanya kepada Bapa-Nya:”Kerajaan abadi dan universal yakni: Kerajaan Kebenaran dan Kehidupan; Kekudusan dan Rahmat, Keadilan, Cinta Kasih dan Kedamaian.” Nama Pelindung Paroki menggunakan nama Kristus Raja karena Gereja diberkati tepat pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam yaitu tanggal 25 November 1934.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Medan Martubung

    Pelindung
    :
     Santo Konrad
    Buku Paroki
    :
     Sejak tahun 1966. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan
    Alamat
    :
     Jl. Rawe IV, Pasar 6, Tangkahan, Medan - 20251
    Telp.
    :
     0823-7070-2388
    Email
    :
     [email protected]
    Jumlah Umat
    :
     1.688 / 6.826 jiwa
     (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
     9
    01. Batang Sere
    04. Paya Rumput
    07. Sei Mati
    02. Belawan
    05. Pulau Sicanang
    08. Sinar Gunung
    03. Paluh Gelombang
    06. Rengas Pulau
    09. Terjun
     RP. Philipus Alex Sutanto, SVD
     23.08.'72
     Parochus
     RP. Martinus Nule, SVD
     RP. Frederikus Parera, SVD
     14.10.'68
     29.11.'74
     Vikaris Parokial
     Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Konrad Medan Martubung

    Sejarah Gereja Paroki (klik untuk membaca)
    Gereja Katolik Masuk Pertama di Belawan dan sekitarnya:
    Sejak tahun 1952 Stasi-stasi Medan Luar Kota masih bergabung dan menjadi bagian dari Paroki Katedral Medan. Sesudah P. Pius Datubara, OFMCap secara resmi menjadi Uskup Keuskupan Agung Medan, maka sejak, 15 Agustus 1976, Bapa Uskup menentukan kebijakan baru di Keuskupan Agung Medan setelah menerima usul-saran dari Dewan Imam Keuskupan Agung Medan dan Komisi-komisi Keuskupan Agung Medan menetapkan bahwa pelayanan Sakramen-sakramen bagi umat Katolik di Stasi-stasi Luar Kota Medan, yang terdiri dari: Pardumuan Nauli, Janji Matogu, Pasir Putih, Sinar Gunung, Tanjung Rejo, Paluh Gelombang, Martubung, Terjun, Sei Mati, Pulau Sicanang dan Belawan diserahkan kepada Misionaris Ordo PME dari Kanada yang pada waktu itu membentuk komunitas di Stasi Sei Siskambing Medan. Dua misionars PME itu adalah: P. Raymond, PME dan P. Betrand Roy, PME. Dua misionaris ini melayani ABK yang beragama Katolik di Pelabuhan Belawan. Dua misionaris ini sering dijuluki pastor pelabuhan. Dua misionaris ini juga pernah tinggal di Jl. Hiu Belawan-Pajak Baru. Walaupun dua misionaris ini tinggal dan melayani umat di Belawan, namun Stanbook dan Pencatatan Registrasi Pelayanan Sakramen masih dicatat di Paroki Katedral Medan.
    Pelayanan diserahkan kepada Imam-imam Kapusin:
    Sejak tahun 1984 Pelayanan Stasi-stasi Luar Kota Medan diserahkan kepada P. Timotius Sinaga, OFMCap yang pada saat itu masih berkomunitas di Jl. Hayam Wuruk Medan. Sejak tahun 1987 tugas pelayanan Stasi-stasi Luar Kota Medan diserahkan kepada P. Th. Liebreks, OFMCap di Gereja St. Stefanus Belawan. P. Th. Liebreks tinggal di Pastoran Katedral Medan.
    Pada saat itu gereja berkembang di berbagai bidang, seperti: pertambahan umat yang signifikan, pembangunan stasi baru baik umat maupun fisik gereja dan renovasi gereja-gereja lama. Melihat perkembangan ini, beliau dengan penuh pertimbangan membeli lahan yang dianggap strategis dan sentralisasi untuk sebuah paroki. Maka dibelilah sebidang tanah di Martubung yang telah direncanakan untuk pembangunan Kantor dan Gedung Serba Guna sebagai tempat kursus-kursus dan pembinaan. Selalin pembangunan iman umat dan fisik gereja, pastor Liebreks juga berusaha untuk memberdayakan ekonomi umat maupun mengembangkan sosial ekonomi umat dengan membentuk LPSDM (Lembaga Pengembangan Sumber Daya Masyarakat), yang selalunya LPSDM bertugas untuk membentuk usaha-usaha kecil bersama kelompok-kelompok umat seperti: Ternak Babi, Ternak Kambing, Pabrik Tahu, Pengadaan Air Bersih (Sumur Bor), Budidaya lelejumbo, Pertukangan Katolik, Clining Service, Pembentukan Credit Union Karitas di Percut dan Credit Union Harapan Kita di Belawan.
    Stasi-stasi Medan Luar Kota Menjadi Paroki Administrasi
    Dalam menindaklanjuti pertumbuhan umat yang begitu pesat, P. Liebreks mengundang semua Ketua Dewan Stasi yang pada saat itu dikenal dengan istilah ”Vorhanger” untuk mengadakan rapat persiapan menuju Paroki Medan Luar Kota. Beberapa keputusan yang dihasilkan adalah
    1. Stasi-stasi Medan Luar Kota menjadi Paroki Administratif dengan memulai mencatatkan registrasi pelayanan Sakramen-sakramen dan penyusunan Stanbook Paroki Medan Luar Kota, yang langsung dikerjakan oleh Bapak S. Tamba (Stasi Sei Mati) yang saat itu juga bertugas sebagai Sekretaris Pastor di Paroki Katedral.
    2. Di Martubung dalam waktu dekat akan dibangun Gedung Serba Guna atau Aula untuk dijadikan Kantor, Ruang Rapat dan Pembinaan Umat (Kursus)
    3. Mengundang pembina dari Komisi Liturgi dan Katekese untuk mengadakan Kursus Pemuka Jemaat seperti Kursus Katekese, Kitab Suci, Liturgi dan Kursus Pembina Asmika.
     4. Mengirim Pemuka Jemaat untuk mengikuti kursus di PPU Siantar.
    Untuk menindaklanjuti hasil rapat tersebut, maka pada tahun 1992, diadakan lagi rapat konsolidasi untuk memperjelas berdirinya Paroki Medan Luar Kota dengan hasil kesepakatan sebagai berikut:
    a. Membentuk Dewan Paroki untuk membantu Pastor sebagai perpanjangan tangan pastor dalam menjalin komunikasi dan koordinasi pengurus stasi, dan pada saat itu yang menjadi ketua terpilih adalah Bapak Mayor Sihombing dari Stasi Bandar Klippa dan wakil ketua terpilih adalah Bapak J. Bagia Sungkawa dari Stasi Belawan.
    b. Memohon kepada Bapa Uskup Keuskupan Agung Medan untuk berkenan melantik Dewan Paroki Medan Luar Kota pertama.
    Hasil rapat konsolidasi ini ditanggapi oleh Uskup Agung Medan. Maka pada tanggal, 03Oktober 1993 Uskup Agung Medan Mgr. A.G. Pius Datubara, OFM Cap mengumumkan secara resmi bahwa Status Paroki Administratif Stasi-stasi luar kota Medan berubah menjadi Paroki penuh dengan nama pelindung Santo Konrad. Pada saat itu juga diberkati Aula Paroki.
    Pelayanan Diserahkan kepada Imam-imam Serikat Sabda Allah
    Pada tahun 1996, Paroki Santo Konrad Martubung diserahterimakan oleh Uskup Agung Medan dari P. Liebreks kepada Serikat Sabda Allah (SVD) dengan pastor kepalanya adalah P. Paulus Payong, SVD dan Ketua Dewan Parokinya adalah Bapak Salomo Tamba dari Stasi Sei Mati dan wakilnya Bapak B. Simbolon dari Stasi Bandar Klippa. Ketika SVD menerima Paroki ini belum ada Pastoran. Pastor Paulus Payong dan teman-temannya berkomuntas pertama (sementara) di Pastoran Hayam Wuruk. Dari Pastoran Hayam Wuruk mereka (P.Paulus Payong, P. Yosef Buku Bala, dan P. Paul Rahmat) ke Perumahan Griya Martubung I dan menyewah dua buah rumah di Blok V. Satu hal yang sangat menarik dari komunitas perdana ini adalah mereka sangat terlibat dalam doa lingkungan bahkan terdaftar sebagai anggota Serikat Tolong Menolong (STM).
    Tahun 1998 Para Pastor ini beralih ke Aula Paroki dan pada saat itu juga Soverdi Martubung mulai dibangun dan deberkati tahun 2000. Fokus perhatian pada tahun-tahun itu adalah merumuskan Visi dan misi Paroki. Visi Paroki adalah “MENJADI DAYA DAN KEKUATAN YANG MENGGERAKKAN, MEMPERSATUKAN DAN MELESTARIKAN IKATAN BATIN SELURUH UMAT DALAM SUATU PERJUANGAN UNTUK MEWUJUDKAN GEREJA YANG MANDIRI, SOLIDER DAN MISIONER”. Visi Paroki ini teraktualisir dalam program-program Dewan Paroki Santo Konrad Martubung saat itu.
    Tahun 1999-2003 Pastor Kepala Paroki St. Konrad dijabat oleh P. Remigius Sene, SVD, Pastor Rekannya adalah P. Yosef Buku Bala, dan Pastor Paul Rahmat dan yang terpilih menjadi Dewan Paroki adalah Ketua, Bapak A. Hutajulu dari Stasi Belawan dan wakilnya adalah R. Sinaga dari Stasi Janji Matogu. Reksa pastoral pendampingan iman umat, gerakan untuk menghidupkan OMK, Sekolah Minggu, dan gerakan pengembangan ekonomi umat berkemabng pesat. Banyak umat yang dilatih untuk mengembangkan Eknominya melalui CU dan BPR. Suasana ini bisa terjadi demikian karena pada saat ini para imam sudah memiliki sebuah tempat yang aman untuk tinggal dan melaksanakan tugas pelayanannya bagi umat, yakni Soverdi St. Arnoldus Jannsen Martubung.
    Tahun 2004 - Oktober 2007 adalah Ketua Umum, P. Yoseph Due, SVD, Wakil Ketua Umum, P. Paulus Payong, SVD dibantu oleh Dewan Paroki yang terpilih dengan formasi baru yakni, Ketua I: Bapak A. Hutajulu dari Stasi Belawan, Ketua II, Bapak R. Sinaga dari Stasi Janji Matogu dan Ketua III, Bapak M.D. Sinaga dari Stasi Belawan. Pada bulan Oktober 2006 – Agustus 2007, Pastor Kepala dijabat sementara oleh P. Paulus Payong, SVD. Pada Rapat Paripurna Paroki, 19 Maret 2007 disusun sebuah Pedoman pelayanan pastoral berdasarkan Pedoman Pelayanan Pastoral Keuskupan Agung Medan 2004 (P3KAM tahun 2004) dan mencoba membahas istilah “Dewan Pastoral Paroki (DPP)” yang sedikit mengalami perubahan nama, fungsi dan aturan khusus dalam menyelenggarakan pemilihan pengurus Dewan Pastoral Paroki. Dewan Pastoral Paroki masa bakti 2007-2011 adalah Ketua: P. Sebastianus Ndona, SVD, Wakil Ketua: P. Martinus Nule, SVD; Asisten Ketua: J.Y. Naibaho; Sekretaris: H. Sagala dan Bendahara: A. Hutajulu dan berhubung pada September 2008, P. Sebatianus terpilih menjadi Rektor Distrik Sumut, maka Ketua DPP digantikan oleh P. Martinus Nule, SVD. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam periode ini adalah Kursus Persiapan Perkawinan, Pembinaan Guru Asmika, Pelantikan DPS/DPL, Rekoleksi PIK; Perayaan Minggu Keluarga KAM, Periodisasi OMK Separoki, Pesta Kristus Raja Separoki dan Periodisasi Pengurus PIK dan PBK, Pembentukan Penitia Pembangunan Gereja Paroki.
    Dalam catatan sejarah berdirinya stasi-stasi salah satu stasi yang mengalami hambatan dalam pembangunan adalah Stasi Rengas Pulau (kurang lebih 21 tahun) dihambat untuk membangunan Gereja Stasinya karena tidak ada IMB. Ketika Rahutman (Wali Kota Medan saat itu) yang mendapat dukungan dari umat katolik mengungkapkan dukungannya untuk mengeluarkan IMB bagi pembangunan Gereja Rengas Pulau. Seletelah IMB di keluarkan, maka sejak 11 April 2010 diadakan kontrak kerja dengan kontraktor. Dalam situasi ini umat dengan gencar mencari dana dan mendapat dukungan dana dari donatur melalui media Facebook yang disponsori oleh Saudara Gregorius dari Jakarta. Semua usaha ini berhasil dan berjalan lancar, sehingga, 04 September 2011 Gereja St. Yohanes Pembaptis Rengas Pulau diberkati oleh Uskup Agung Medan. Persaingan stasi untuk membangun gereja dan gedung Aula semakin gencar, hal ini dibuktikan dengan peletakan batu pertama Aula Bandar Klippa (04 September dan Peletakan batu pertama Gedung Sekolah Minggu Gabion (18 September). Di samping pembangunan ini, Anak, Remaja dan OMK memacuh diri untuk senantiasa bertemu sebagai satu keluarga dalam rekoleksi dan perayaan bersama separoki, (24-25 September). Pada bulan Oktober 2011 hadir seorang tenaga tambahan untuk paroki Martubung, yakni P. Philipus Alex Sutanto, SVD.
    Dalam rapat paripurna 10 Desember 2011, ditegaskan untuk tetap komitmen dengan Visi dan Misi Paroki, menjalankan AD/ART paroki dengan tetap memperhatikan patokan-patokan dasar dalam AD DPP yang dikeluarkan oleh KAM. Tanggal, 21 Januari 2012, Dewan Pastoral Paroki mengadakan untuk menentukan Pemilihan Dewan Pastoral periode 2012-2017; Program Kerja 2012 dan Ketentuan-ketentuan praktis untuk dilaksaan sepanjang 2012. Salah satu ketentuan praktis yang diusulkan adalah sosialisasi Bahan Liturgi Praktis. Maka tanggal, 11 Februari 2012 bertempat di Aula Paroki diadakan sosialisasi dan pembentukan tim serta jadwal sosialisasi ke stasi-stasi. Pelaksanaa terjadi sepanjang bulan Maret 2012 oleh tim yang terdiri dari Imam, Frater TOP, dan DPP serta Panitia Pembangunan. Fokus yang kedua adalah Peletakan Batu Pertama Gereja Paroki St. Konrad Martubung sekaligus Pelantikan DPP Separoki periode 2012-2017 oleh Uskup Agung Medan tanggal 10 Juni 2012.
    Dekadi baru Dewan Pastoral Paroki 2012-2017, Ketua: P. Martinus Nule, SVD, Wakil Ketua, P. Philipus Alex Susanto SVD. Dalam masa ini tidak lagi menggunakan Asisten tetapi Pelaksana. Maka yang menjadi Pelaksana DPP adalah Johanes J. Naibaho, Sekretaris: Kolombus Siringoringo, Bendahara: Pendi Karo-karo dan Seksi-seksi: Liturgi: Yustinus Sukisno, Katekese:Simres Silaban, Seksi Kitab Suci: LB. Manalu dan Aster br. Marbun, Seksi PSE, Apen Silaban dan Sr. Paulina Bule, Alma, Seksi Keluarga: S. Tamba dan Maju Simamora, Seksi Kepemudaan Budichris Hutajulu, Seksi HAK: M. Hotman Samosir, Seksi Anak dan Remaja Sondang br. Sihotang dan Verawaty br. Simanungkalit. Salah satu program perioritas membahas revisi Visi dan Misi.
    Fokus pastoral yang lain adalah pembekalan pengurus gereja baik dalam aspek Liturgi, Katekese maupun KitabSuci. Bulan Agustus 2013 adalah bulan berahmat karena paroki dikunjungi oleh Vikjen Keuskupan Agung Medan, P. Elias Sembiring, OFMCap untuk bicara dari hati kehati, mengalami bersama suasana pelayanan di paroki ini dan mendengar serta memberikan kekuatan kepada DPP dan DPS Separoki dalam melaksanakan reksa pastoral pelayanan di Paroki dan Stasi. Kunjungan Vikjen ditutup dengan perayaan Penerimaan Krisma 254 orang di Stasi Santo Antonius Paya Rumput (14 -18 Agustus).
    Lanjutan..
    Pada tanggal, 13 Desember 2013 di Aula Paroki dan disaksikan oleh Vikep St. Petrus Rasul Medan Katedral, RD. Eko. Enam Stasi yang diserahkan dari DPP Martubung ke Pastor Paroki Batang Kuis, P. Prasetyo CDD adalah Bandar Klipa, Janji Matogu, Pasir Putih, Paluh Merbau, Pasir Putih dan Tanjung Rejo sedangkan Satu Stasi yang diserahkan kepada Stasi Mandala, yakni kepada P. Domi Kabosu, CMF bersama DPP adalah Stasi Bandar Setia. Sebagai sumbangan untuk pembangunan Paroki yang baru, pada saat itu juga diserahkan dana awal untuk 6 stasi itu adalah Rp. 30.000.000. Dengan penyerahan ini, maka Paroki Martubung tinggal 10 Stasi.
    Program kerja tahun 2014 adalah Misa Lingkugan dan Katekese, Kurusus Kotbah, Rekoleksi Keluarga DPP, Pengobatan Gratis, Seminar Narkoba, Kam Youth Day: Penutupan Tahun Martyria. Tahun 2015 adalah rencana pembangunan Gereja Paroki St Konrad. Rencana ini terwujud pada Pesta Pelindung Paroki yang dihadiri oleh Walikota Medan (Eldin) pada tangal 29 April 2015. Dalam sambutan Wali Kota Medan diungkapkan secara tegas bahwa pembangunan boleh dilaksanakan dan dalam waktu dekat akan dikeluarkan IMB. Maka seusai perayaan itu dimulailah pembangunan Gereja tahap pertama sampai Desember 2015: Kerangka dasar dan atap. Dalam bulan Desember 2016 diadakan pemilihan DPP baru dan mulai disosialisasikan Top Pastoral Priority 2017, Keluarga Berdoa.
    Tanggal, 20-21 Januari 2017, Rapat Paripurna DPP Lama dan DPP Terpilih (Baru) tentang Fokus Pastoral tahun 2017 di Sikeben. Dalam rapat paripurna itu salah satu program unggulan dari Paroki ini adalah mencari domba yang hilang dengan sasaran adalah para bapak keluarga. Tanggal, 29 Januari 2017, Pelantikan DPP masa bakti 2017-2022 oleh Vikaris Episkopal Medan Katedral, RD. Eko. Formasinya adalah Ketua: P. Martinus Nule, SVD, Wakil Ketua, P. Philipus Alex Susanto SVD; Pelaksana I: Verikel Silalahi; Pelaksana II, Maju Simamora; Pelaksana III, Kenal Elias Ginting; Sekretaris I: Kolombus Siringoringo, Sekretaris II, Robinson Nainggolan; Bendahara I: Pendi Karo-karo dan Bendahara II, Hermin Br. Malau dan Seksi-seksi: Liturgi: Yustinus Sukisno dan Sr. Benetta Manurung, SFD, Katekese: Sudirman Marbun, Seksi Kitab Suci: Aster br. Marbun, Henry Tarigan, Seksi PSE, Apen Silaban dan Sr. Paulina Bule, Alma, Seksi Keluarga: Ramses Malau, Seksi Kepemudaan, M. Hotman Samosir, Seksi HAK, Johanes J. Naibaho, Seksi Anak dan Remaja Sondang br. Sihotang dan Verawaty br. Simanungkalit, Seksi Komsos, Relita Buaton, dan Seksi Kategorial, Ponsius Tamba.
    Setelah dilantik hal pertama yang dikerjakan adalah Rapat penyusunan program dan Finalisasi TPP Paroki Martubung 2017. Fokus pastoral yang baru ini dituntut partisipasi aktif dari seluruh umat beriman terisitimewa DPP dan DPS. Banyak hal yang dikerjakan oleh tim TPP dan Koordinator dari Program unggulan 2017, yakni Keluarga Berdoa. Seksi Kategorial menjadi program unggulan, maka pertama yang dibuat adalah pembentukan tim Kategorial yang terdiri dari PIK, PBK, Karismatik, Legio Maria. Program lain yang dikerjakan dalam tahun 2017 adalah Periodisasi DPS/DPL Separoki dan pelantikannya di Gereja baru, 17 September 2017. Tanggal, 28-29 Oktober 2017, paroki mendapat kunjungan Aksi Panggilan dari Seminari Menegah Pematangsiantar yang berjumlah 45 Orang ditambah dua imam dan satu Frater TOP. Pembukaan program tahun 2018 dengan tema “Keluarga Rukun” diawali dengan rapat pembentukan delapan tim Indikator Keberhasilan (IK). Kegiatan pembukaan TPP 2018 dilaksakan serentak dengan program kunjungan dan doa bersama keluarga yang melibatkan 50 tim. Tim ini hadir dalam keluarga-keluarga yang sudah ditentukan. Tim terdiri dari DPP, DPS, OMK, Sekami Anak dan Remaja. Dalam kunjungan dilakukan tim adalah berdoa bersama dan menyampaikan 7 pesan Keluarga Rukun. Kunjungan ini mendapat sambutan positif dari keluarga-keluarga yang dikunjungi maupun dari tim kunjungan itu sendiri. Dua bahan katekese yang dihasilkan oleh Tim TPP 2018 adalah Katekese dasar iman katolik dan katekese Tridarma Orang tua. Di samping itu terbentuk kelompok kunjungan kelurga dan satu karya pelayanan kategorial yang baru adalah Couple For Chris (CFC).
    Dalam rangka merayakan perayaan 25 tahun paroki ini, maka sejak 29 Juli 2018 diadalah pembukaan Napak Tilas pertama di Stasi Sinar Gunung. Napak tilas dari stasi ke stasi dilaksanakan secara meriah dan dihadiri oleh banyak umat. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitan dengan napak tilas ini adalah Kerja bakti, Pengobatan Gratis, Pemberian Sembako kepada masyarakat sekitar dan umat katolik, Seminar tentang Narkoba, Lomba Sekami dan merangkai bunga altar. Semua kegiatan ini mendapat dukungan dari umat dan donator. Perayaan puncak 25 tahun dilaksanakan di Gereja Paroki, 07 Oktober 2018, di Pimpin oleh Uskup Emeritus Mgr. Pius Datubara, OFMCap di hadiri oleh seluruh umat.
    Fokus Pastoral Paroki tahun 2019 mengikuti Fokus Pastoral Keuskupan Agung Medan, 2019, “Keluarga Memasyarakat” dengan 21 Program yang ditangani oleh 9 Tim Indikator Keberhasilan. Kegiatan ini diawali dengan kunjungan keluarga yang melibatkan berbagai pihak mulai dari Tingkat SD sampai Pengurus Gereja dan dibagi dalam 50 Tim Kunjungan keluarga. Total keluarga yang dikunjungi adalah 250 KK. Fokus perhatian yang kedua adalah Perayaan Dedikasi dan peresmian Gereja Paroki dan Pentahbisan Imam. Fokus dua kegiatan besar ini ditangani oleh sebuah panitia yang sangat ulet yang diketuai oleh Fransiskus Sitohang, Sekretaris: Robert Rumahorbo, Relita Buaton, Bendahara, Hermin Malau, Vera Simanungkalit dan anggotanya yang melibatkan seluruh umat dan tokoh-tokoh umat. Perayaan Dedikasi dan Peresmian Gereja Paroki dilaksanakan, pada Minggu, 06 Oktober 2019, dipimpin oleh Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap, didampingi oleh Uskup Emeritus, Pius Datubara, Provinsial SVD Jawa, P. Yosef Jaga Dawan, SVD, Rektor Distrik SVD Sumut, P. Fredy Dhae, SVD, Pastor Paroki, P. Martinus Nule, SVD, P. Alek Sutanto, SVD (Vikaris Parokial) dan sejumlah Pastor SVD yang berkarya di Distrik Sumut. Perayaan ini dihadiri oleh empat ribu lebih umat. Peresmian Gereja dilaksanakan setelah usai Dedikasi. Yang meresmikan Gereja adalah yang mewakili Wali Kota Medan, Bapak Albon Sidauruk. Umat sangat antusias menyambut gereja yang baru. Hal ini ditunjukkan melalui kehadirannya dalam perayaan: Triduum, Longmars yang dilaksanakan pada, Sabtu, 05 Oktober mulai dari Gereja Lama, Jl. Pancing ke Gereja Baru, Jl. Rawe. Umat yang hadir dalam kegiatan ini berkisar seribu orang lebih. Setelah diadalah perayaan dedikasi Gereja panitia melanjutkan perhatian untuk mempersiapkan pentahbisan enam daikon SVD menjadi Imam, yakni, Diakon Kembarto Marbun, SVD, Wempy Siahaan, SVD, Chandra Simamora, SVD, Sandro Simanjorang, SVD, Petrus Sipahutar, SVD dan Sopan Lumbantoruan, SVD. Sebelum perayaan pentahbisan imam, jumat, 25 Oktober diadakan Seminar tentang Dokumen Maximum Illud, dengan nara sumber, P. Dr. Ray, SVD dan Moderatornya adalah RD. Petrus Simarmata dan dihadiri oleh tokoh umat, biarawan-biarawati kira-kira 650 orang lebih. Keenam daikon ini ditahbisan oleh Uskup Agung Medan, Mgr. Konelius Sipayung, OFMCap, didampingi oleh Provisial SVD Jawa, P. Yosef Jaga Dawan, SVD dan Rektor Seminari Tinggi SVD Malang, P. Rai SVD dan 79 Imam baik yang bekerja di KAM maupun di luar KAM. Perayaan ini juga dihadiri oleh sejumlah besar biarawan-biarawati dan umat serta keluarga para diakon dari berbagai tempat di Indonesia. Yang sangat menarik dari kegiatan ini adalah kehadiran Para anggota SVD, SSpS dan Soverdia yang datang dan tinggal bersama umat.
    Perlu disadari bahwa semangat pengorbanan dan pelayanan umat di paroki ini dilandasi oleh Spiritualitas Pelindung Paroki, Santo Konrad. Kesederhanaan hidup dan kesetiaan Santo Konrad untuk melayani sebagai portir Allah menyemangati umat paroki ini untuk semakin mengembangkan hidup dan iman mereka menjadi lebih baik dan dewasa tanpa peduli dengan latar belakang pekerjaan mereka sebagai buruh: buruh pabrik dan pelabuhan. Dalam situasi demikian SVD terpanggil untuk hadir dan menjadi bagian dari hidup mereka. SVD hadir untuk memberikan jawaban atas kebutuhan mereka: ada pembinaan pengurus, perhatian terhadap Anak dan Remaja, OMK, Keluarga, dan berbagai kursus dan katekese untuk menambah iman dan kesadaran mereka untuk terlibat dalam membangun gerejanya. Semua hal yang dilaksanakan ini diarahkan sesuai dengan situasi umat dan menjawabi Fokus Pastoral Keuskupan Agung Medan mulai tahun 2017 hingga saat ini.
    Ordo dan Kongregasi yang Pernah Berkarya
    1. PME dari Amerika
    2. Kapusin 
    3. SVD 
    4. SFD 
    5. KSFL 
    6. ALMA 
    Sampai saat ini, hanya dua Kongregasi yang masih berkarya di paroki ini yakni, SVD dan Alma.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Medan Mandala

    0
    Pelindung
    :
    Santo Yohanes Penginjil
    Buku Paroki
    :
    Sejak 26 Oktober 2008. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Pasar Merah Medan
    Alamat
    :
    Jl. Mestika 24, Medan – 20224
    Telp.
    :
    061 – 7369989
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.041 KK / 3.918 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    2
     
    01. Bandar Setia
    02. Perumnas Mandala
     
    RP. Antimus Melvianus Mali, CMF
    11.05.'77
    Parochus
    RP. Anggalius Yoseph Usfal, CMF
    RP. Romaldus Nairun, CMF
    21.03.'94
    19.06.'77
    Vikaris Parokial
    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Yohanes Penginjil - Medan Mandala

    Sejarah Paroki (klik untuk membaca)
    Paroki St. Yohanes Penginjil Mandala - Medan merupakan salah satu stasi dari Paroki St. Paulus Pasar Merah sebelumnya. Gereja ini tidak serta merta berdiri begitu saja, tetapi merupakan hasil dari proses meleburnya atau bergabungnya 3 (tiga) stasi dalam Paroki St. Paulus Pasar Merah. Ketiga stasi yang digabung itu adalah Stasi Jalan Negara, yang sudah berdiri sejak tahun 1964; Stasi Mandala yang pada masanya berada di lokasi bangunan SD RK Budi Luhur sekarang, dan sudah ada sejak tahun 1965; selanjutnya Stasi Pematang Terang yang beribadah di rumah umat, di sekitar Jalan Pertiwi dan sudah berdiri sejak tahun 1978.
    Beranjak dari kerinduan seluruh umat dari ketiga stasi itu, akhirnya setelah melalui diskusi yang panjang, hingga melahirkan kesepakatan menggabungkan ketiga stasi tersebut itu ke dalam satu komunitas stasi dan gereja yang jauh lebih besar. Mengapa? Karena kalau situasi itu tetap dipertahankan, akan sulit menjawab perkembangan umat yang menuntut satu bangunan gereja lebih besar. Sedangkan masing-masing gereja stasi itu saja hanya menampung 50 orang untuk setiap ibadah. Tentu sangat kecil. Maka pada tahun 1978 ketiga stasi itu digabungkan. Hal itu harus dilakukan, selain agar seluruh umat di kawasan itu bertumbuh dalam satu komunitas, juga karena masih terbatasnya imam Carmel yang melayani.
    Beberapa tahun sebelum pembangunan gedung gereja di jalan Mestika, Pastor J. B. Peper, O.Carm, sebagai pastor di Paroki St. Paulus Pasar Merah, pada tahun 1973 sudah mempersiapkan lahan, diawali dengan pembelian sebidang tanah di jalan Mestika, dengan ukuran 30m x 70m dan umat Stasi Jalan Negara mendukung rencana ini, dan ambil bagian memberi dukungan dana untuk pengadaan lahan. Sebelum Stasi Pematang Terang berdiri, sebetulnya Pastor J. B. Peper, O.Carm memiliki kerinduan untuk menyatukan Stasi Jalan Negara dan Stasi mandala agar efektif melaksanakan reksa pastoral kepada umat.
    Namun dalam proses merealisaikan mimpi itu, ternyata banyak hambatan dan kesulitan dihadapi. Bahwa fenomena penolakan berdirinya bangunan gereja, ternyata tidak saja kita saksikan pada dekade belakangan ini. Penolakan itu juga terjadi di tengah proses penyatuan stasi ini. Namun semua bisa dilalui, dengan harapan impian berdirinya sebuah gereja dengan jumlah umat yang lebih besar dapat segera terealisasi.
    Bulan November 1973 terjadi pergantian pastor paroki, dari pastor J. B. Peper, O.Carm kepada Pastor Paul Gurr, O.Carm, seorang Misionaris Carmel dari Provinsi Australia. Namun, Pastor Paul tidak lama, tidak sampai menuntaskan impian menyatukan stasi itu. Karena hanya satu tahun berkarya di Paroki Pasar Merah, tahun 1974 terjadi lagi pergantian pastor paroki kepada Pastor Johan Kuttschreutter, O.Carm. Pada masa inilah, atas inisiatif Pastor Pannoc, OFMCap dan persetujuan Uskup Agung Medan, Stasi Mandala diserahkan kepada penggembalaan dan iurisdiksi Pastor Paroki Santo Paulus Pasar Merah. Tugas melanjutkan merealisasikan rencana penggabungan stasi dan pembangunan gereja dilanjutkan Pastor Johan Kuttschreutter, O.Carm. Harus bekerja keras menghadapi berbagai persoalan.
    Akhirnya pada tahun 1978 Uskup Agung Medan memutuskan untuk membentuk panita ad hoc. Tugas panitia ad hoc KAM adalah mencari upaya dan solusi menyeluruh kebijakan pastoral, penggabungan stasi, pengurusan administrasi tanah dan izin bangunan serta mempersiapkan pembentukan panitia pembangunan untuk gereja di Jalan Mestika.
    Syukur kepada Tuhan, ternyata panitia ad hoc yang terbentuk ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan membawa hasil yang positif. Dan berdasarkan surat dari Uskup Agung Medan tertanggal 1 Desember 1978, maka pada tanggal 17 Januari 1979 dilaksanakan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gereja jalan Mestika. Pada saat yang sama Gereja Jalan Mestika diberi nama pelindung Santo Yohanes Penginjil.
    Umat dari ketiga stasi berkontribusi untuk pembangunannya. Semua umat mengumpulkan dana partisipasi untuk pembangunan gereja ini. Sebanyak 250 kepala keluarga umat, bantuan dari Keuskupan Agung Medan, dan para donatur, maka karena tangan dingin Pastor P. Johan Kuttscheutter, O.Carm, pembangunnya rampung. Pada tanggal 30 November 1980 Gereja Santo Yohanes Penginjil diberkati oleh Uskup Agung Medan yang dihadiri oleh seluruh umat.
    Selanjutnya lonjakan jumlah umat di Stasi St. Yohanes Penginjil semakin terasa, menyusul diresmikan dan mulai ditempatinya Perumnas Medan II, di kawasan Mandala, sekitar tahun 83-an. Ada pertambahan sekitar 300 kepala keluarga menjadi umat Stasi St. Yohanes Penginjil. Artinya, umat Stasi St. Yohanes Penginjil pada tahun 1983 sudah berjumah 550 kepala keluarga.
    Mulai tahun 1983 pertumbuhan jumlah umat dan kepala keluarga di stasi Mandala terus berkembang. Oleh karena itu, demi efesiensi pelayanan pastoral kepada umat maka para pastor terus berupaya meningkatkan karya pelayanan stasi ini dengan berbagai cara. Salah satu uapaya yang dilakukan adalah dengan menempatkan atau menugaskan seorang pastor kapelan yang secara khsusus melayani umat Stasi St. Yohanes Penginjil Mandala. Diantaranya P. Siriakus Ndolu, O.Carm pada tahun 1998. Hal ini membuat semangat umat beriman semakin dalam kehidupan menggereja. Selain itu, umat juga terus membangun kerjasama dengan P. Siriakus Ndolu, O.Carm untuk membangun rumah tempat tinggal pastor di samping gereja dan sebuah aula untuk gereja tempat pembinaan umat dan pertemuan-pertemuan.
    Pembenaan dan penataan baik itu fasilitas-fasilitas gereja (pastoran dan aula) maupun struktur kepengurusan Gereja sebenarnya bertujuan pada harapan peningkatan status gereja dari stasi menjadi paroki. Sebagai tindaklanjutnya pastor Siriakus bersama dengan pengurus dewan stasi yang disetujui pastor paroki St. Paulus Pasar Merah mengajukan permohonan peningkatan status gereja dari Stasi menjadi Paroki kepada Uskup Agung Medan dengan surat No.20/GKSP/11/1999. Atas permohonan ini, tanggapan Uskup Agung Medan sangat positif.
    Hal ini dinyatakan oleh Uskup Agung Medan dalam surat keputusan No.172/GP/KA/2000 tanggal 25 April 2000 yang menyatakan bahwa peningkatan status Gereja Katolik St. Yohanes Penginjil, Jalan Mestika No. 24 Mandala menjadi Paroki merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan akan segera dipersiapkan. Sebagai tindak lanjut dari perencanaan pendirian paroki ini, umat, pastor dan pihak Keuskupan mengawalinya dengan membeli sebidang tanah di samping gereja yang adalah milik para suster Kongregasi St. Elisabet (FSE) dengan ukuran 20m x 46m = 920m² seharga Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) pada tahun 2003. Sumber dananya dari paroki, swadaya umat dan pihak keuskupan.
    Kegembiraan dan semangat umat semakin bertambah setelah mendengar berita dari Uskup Agung Medan bahwa perencanaan peningkatan status gereja dari stasi menjadi paroki sudah positif terlaksana setelah Bapak Uskup mendapat surat permohonan dari Kongregasi Claretian (CMF) tahun 2006 untuk diizinkan melayani salah satu paroki di kota Medan yang kelak menjadi tempat transit bagi para pastor Claretian yang telah berkarya di pulau Samosir. Tanggapan uskup Agung Medan atas permohonan Kongregasi Claretian (CMF) sangat positif dan langsung menawarkan gereja Katolik St. Yohanes Penginjil Mandala Medan. Dari pihak Kongregasi Claretian tetap menyanggupinya, tetapi tidak langsung pada tahun 2006 karena masih harus melengkapi tenaga imam yang melayani dua paroki di Samosir. Setelah itu baru memulai di Mandala. Pihak Keuskupan juga akhirnya memahami kebijakan ini.
    Sambil menanti kehadiran para imam Claretian (CMF) yang akan melayani Gereja Katolik St. Yohanes Penginjil, pihak Keuskupan Agung Medan, para pastor di Paroki St. Paulus Pasar Merah bersama umat berusaha untuk merenovasi gereja yang sudah ada berhubung jumlah umat sudah bertambah banyak kurang lebih 800 KK dan daya tampung gereja yang sudah terbatas. Pelaksanaan renovasi dan pengembangan gereja ini dilaksanakan pada tahun 2007.
    Demi pelayanan yang lebih efektif dan menjangkau umat, telah didirikan satu stasi di wilayah Perumnas Mandala, pada tanggal 8 April 2018 dan diberi nama pelindung Stasi Hati Tak Bernoda Maria. Ada 4 lingkungan yang masuk dalam stasi baru ini (132 KK). Dengan keberadaan stasi baru ini, maka Paroki St. Yohanes Penginjil Mandala sekarang sudah memiliki 2 stasi pelayanan.
    Setelah melewati berbagai proses, diskusi dan kesepakatan baik dari pihak Keuskupan, Kongregasi Misionaris Claretian, Pastor Paroki St. Paulus Pasar Merah, Pengurus stasi Mandala dan umat, maka pada tahun 2008, tepatnya tanggal 25 Juli 2008 Kongregasi Misionaris Claretian mengutus dua tenaga imamnya yakni P. Dominikus Kabosu, CMF sebagai Pastor Paroki dan P. Sebastisan Odakal, CMF sebagai pastor rekan untuk memulai berkarya dan melayani umat Katolik Stasi St. Yohanes Penginjil Mandala. Kedua pastor ini bekerja sama dengan Pastor Paroki St. Paulus Pasar Merah untuk mempersiapkan berbagai hal yang berhubungan dengan pendirian Paroki baru ini mulai dari hal-hal administrasi, persiapan acara peresmian paroki yang didahului dengan pemilihan Dewan Pastoral Paroki yang dipimpin oleh ketua Depwil (Dewan Pastoral Wilayah) Medan.
    Pada tanggal 26 Oktober 2008, Gereja Katolik Stasi St. Yohanes Penginjil Mandala - Medan diresmikan menjadi Paroki oleh Yang Mulia Uskup Agung Medan, Mgr A.G Pius Datubara, OFMCap. Dengan peresmian Paroki ini, maka bertambahlah jumlah Paroki Keuskupan Agung Medan menjadi 49 Paroki di masa itu. Pada bulan Januari 2014 Paroki St. Yohanes Penginjil Mandala mendapatkan tambahan satu stasi yang baru yakni Stasi St. Yoseph Freinademetz Bandar Setia dengan jumlah 32 KK dan 116 jiwa. Data BIDUK Paroki St. Yohanes Penginjil Mandala Per 1 Januari 2022 menunjukan bahwa Kepala Keluarga (KK) sejumlah 925, sama dengan 3.540 jumlah jiwa.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Medan Katedral

    0

    Pelindung

    :

    Santa Perawan Maria Yang Dikandung Tanpa Noda

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Januari 1879

    Alamat

    :

    Jl. Pemuda 1, Medan Maimun – 20151

    Telp.

    :

    061-4552753 / 0812-6923-4012 / 0813-9605-7856 (WA)

    Email

    :

    [email protected]

    Website

    :

    katedralmedan.or.id

    Jumlah Umat

    :

    743 KK / 2.609 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    -

    RD. Sesarius Petrus Mau
    10.02.’78
    Parochus
    RD. Jameslim Damanik
    04.03.’89
    Vikaris Parokial
         
         

    Sejarah Paroki Katedral Medan

    Buku Sejarah (klik untuk membaca)

    Misi Gereja Katolik di Medan tidak bisa dilepaskan dari misi di Bangka dan Borneo. Sejak timah ditemukan di Pulau Bangka sekitar tahun 1710, hubungan Batavia dan Palembang terjalin dengan baik. Teknologi baru didatangkan dan buruh-buruh diimpor dari Cina. Pada tahun 1849 diperkirakan ada 9000 orang Cina yang berdomisili di Pulau Bangka. Sebagian kecil menjadi pemeluk agama Islam. Di antara orang Cina itu, ada yang bernama Tsen On Njie yang dibaptis menjadi Katolik di Penang pada tahun 1827. Dia tinggal di Sungaiselan – Bangka. Di sana dia menjadi dokter seraya mempromosikan iman Katolik. Dia membangun sebuah tempat ibadat dan melengkapinya dengan benda-benda rohani yang didatangkan dari Penang dan Singapura.

    Sekitar tahun 1848 seorang Eropa yang beragama Katolik lewat dari depan rumah Tsen dan melihat sebuah kapel dengan atribut Katolik. Dia melaporkan keberadaan bangunan itu kepada Mgr. Vrancken di Batavia. Pada bulan Juli-Agustus 1849 Pastor Claesens, SJ mengunjungi Pulau Bangka. Dia tidak dapat berbahasa Cina ketika menemukan 60 orang calon baptis telah dipersiapkan oleh Tsen di rumahnya. Pastor Claesens, SJ menuliskan kenangan perjumpaan itu dalam sebuah laporan ke De Tijd/Noordhollandsche Courantdi Batavia. Akibatnya, Gubernur Jenderal Batavia F. van Olden menginterogasi Uskup Vrancken.

    Pastor Langenhoof menjadi imam pertama yang tinggal di Sungaiselan. Dia belajar bahasa Cina di Welleslau – Penang. Tak berapa lama dia kembali ke Batavia dan pada bulan Desember 1853 dia diberi ijin untuk tinggal sebagai imam tanpa upah di Bangka untuk melayani orang-orang Cina Katolik. Pada tahun 1854 Langenhoof melaporkan statistik orang Katolik di Bangka berjumlah 156 orang. Jumlah bertambah dari tahun ke tahun. Akhirnya, pada tahun 1867 dia meninggalkan Pulau Bangka. Akibatnya, orang Katolik semakin menurun jumlahnya.

    Pada tahun 1871-1876 Pastor J. de Vries diutus ke Bangka dan masih menemukan 286 orang Katolik dan bertambah hingga sebanyak 420 orang pada tahun 1879. Tak berapa lama kemudian Kortenhorst dan Jan Kusters datang ke Bangka dan berkarya di Sungaiselan. Para misionaris di Sungaiselan melayani wilayah yang sangat luas dari pantai Barat Borneo hingga Sumatera (Deli dan Palembang) dan Kepulauan Riau. Jaraknya ada sekitar 2500 km.

    Pada tahun 1863 Sultan Deli menganggap seluruh tanah wilayah kekuasannya sebagai milik pribadi dan menjualnya kepada pengusaha Belanda. Seluruh tanah di daerah kesultanan Deli pelan-pelan dikuasai orang asing untuk membuka perkebunan-perkebunan kelapa sawit, tembakau, dan karet. Ribuan orang Cina didatangkan sebagai buruh di onderneming-onderneming yang terbentang antara Bukit Barisan dan Selat Malaka. Beberapa daerah mempunyai kekhasan masing-masing. Sekitar Asahan Labuhan Batu hingga Pematangsiantar ditanami pohon karet dan kelapa sawit. Daerah Deli Serdang dikenal sebagai penghasil tembakau. Itulah sebabnya pada masa itu terkenal istilah Deli Dekblad (daun pembalut Deli). Pada tahun 1863 didirikan Deli-Maatschappijyang semakin mempercepat perkembangan perkebunan tembakau. Perdagangan karet, tembakau, dan kelapa sawit yang semakin ramai membuat pelabuhan Belawan menjadi semakin terkenal. Hal ini menciptakan lapangan kerja sehingga tidak mengherankan banyak orang yang datang dan didatangkan untuk mencari kerja ke Medan termasuk kuli-kuli dari berbagai negara seperti India dan Eropa.

    Kota Medan menjadi dikenal dan semakin berkembang. Pada tahun 1905 statistik menunjukkan bahwa penduduk kota Medan mencapai 15.000 jiwa. Pada tahun 1905 telah meningkat menjadi 45.000 jiwa. Pada tahun 1928 penduduknya bertambah menjadi 40.000 jiwa orang pribumi, 27.000 jiwa orang Cina, dan 4.200 jiwa orang Eropa. Pertumbuhan penduduk ini membuat kota Medan semakin diperhitungkan dalam perdagangan internasional dan misi. Pater Vries, seorang pastor di Sungaiselan, ditugaskan ke Sumatera untuk mendampingi orang-orang Eropa yang semakin banyak. Dalam tahun 1873, 1874, dan tahun 1876 dia mengunjungi orang-orang Katolik di kota Medan dan daerah-daerah perkebunan sekitarnya.

    Pada tahun 1876 ada sekitar 300 orang Katolik di kota Medan termasuk tentara-tentara berkebangsaan Belanda, Inggris, dan Perancis. Keberadaan mereka ini membuat Gereja memberi perhatian khusus. Ada beberapa keluarga Katolik yang memiliki mutu religius yang tinggi seperti keluarga McIntyre dan famili de Guigne. Mereka mempunyai pegawai dan buruh yang beragama Katolik. Tidak sedikit orang-orang Cina dan Keling yang didatangkan menjadi buruh. Akan tetapi, tidak banyak yang beragama Katolik. Perjalanan Pater Vries ke lokasi penampungan para buruh membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun demikian, keadaan kualitas dan kuantitas orang Katolik di Medan belum menuntut kedatangan misionaris pada masa itu. Ditambah lagi dengan kematian Pastor de Hesselle tahun 1854 di daerah barat daya. Maka, misi Katolik belum ditujukan ke Medan.

    Pada tanggal 20 Maret 1878 Pastor Claesens, SJ mengajukan permohonan untuk mendirikan satu stasi yang meliputi wilayah Sumatera’s Oostkust. Pemerintah Belanda mengijinkannya. Maka, pada tahun yang sama pemimpin Gereja Katolik di Batavia mengutus Pastor Carolus Wenneker, SJ ke Medan. Dia menjadi pastor pertama yang menginjakkan kaki di Medan. Huub Boellaars mencatat bahwa pada tahun 1878 pertama kali didirikan paroki. Sekitar tiga ratus anggota paroki terdiri dari orang-orang Belanda, Inggris, dan Prancis.

    Pastor Wenneker, SJ datang ke Medan dan menemukan kota yang sudah berkembang cukup pesat. Di beberapa tempat gedung-gedung terus dibangun. Pertama-tama yang dia lakukan adalah mencari tempat atau lokasi yang paling tepat untuk memulai karya misi di Medan. Dia memilih Jalan Pemuda yang waktu itu bernama Paleisweg (Jalan Istana) sebagai titik awal. Di sana dia mendirikan bangunan yang kemudian dijadikan gereja Katolik Medan. Kemudian dia belajar bahasa yang dipakai oleh orang-orang India dan bahasa Batak. Dia memberi perhatian khusus kepada orang India seraya menyelidiki kemungkinan misi di antara orang-orang Batak.

    Oleh karena Jesuit harus melayani banyak tempat di seluruh Indonesia, maka Pastor Wenneker, SJ dibiarkan sendiri melayani. Pimpinan Jesuit tidak mengirimkan teman baginya. Namun demikian, Pastor Wenneker, SJ tidak berkecil hati. Dia memberi perhatian kepada orang-orang Hokkian yang ada di Medan. Dia juga sesekali mengunjungi kuil-kuil Cina di daerah Pulau Bangka. Karya yang sedemikian luas membutuhkan tenaga ekstra.Ternyata, banyak juga orang Eropa yang datang ke Medan untuk mencari dan menemukan harta. Ada yang dengan sengaja diutus oleh Pemerintah Hinda Belanda dan perusahaan-perusahaan. Ada juga yang datang sendiri dengan tujuan bertualang. Karena mereka mempunyai beragam motivasi, kehadiran orang-orang Eropa memunculkan satu tantangan di bidang misi. Pastor Wenneker, SJ berusaha mengadakan pendekatan dengan orang-orang Eropa yang beragama Katolik. Dia mengumpulkan mereka. Memang tidak banyak jumlahnya. Di tengah kenikmatan yang dirasakan di daerah kolonial, Pastor Wenneker, SJ mengajak mereka ke gereja. Akan tetapi, tidaklah mudah untuk mentobatkan mereka.

    Pada tanggal 20 Desember 1880 Pastor Claesens, SJ mengajukan permohonan baru untuk bermisi di sebelah timur Danau Toba dengan berangkat dari Bandar Pulau, Asahan. Namun, situasi saat itu cukup genting terutama karena Sultan Deli menyewakan tanah-tanah di daerah Deli dan Serdang tetapi sesungguhnya milik Batak. Perusahaan Belanda tentu saja senang dengan keputusan Sultan Deli. Tak berapa lama kemudian bulan Oktober 1881 pemerintah Belanda mengijinkan pendirian stasi di Bandar Pulau di bawah pemerintah residen Medan dan dengan catatan tidak boleh bekerja di daerah orang-orang Kristen Protestan. Pastor Wenneker, SJ menghadapi semua itu dengan gigih sampai akhirnya dipindahkan ke Jawa pada tahun 1884.

    Setelah Pastor Wenneker, SJ pergi, selama 8 tahun tidak ada pastor di Medan. Sejak tahun 1892-1898, 3 orang pastor berturut-turut mengurus umat Katolik di Medan. Tahun 1898-1903 stasi di Medan kosong lagi. Pada tahun 1903 Pastor Jos Frencken, SJ diangkat menajdi pastor di Medan. Dia bertugas di Medan sampai tahun 1909. Tak berapa lama kemudian dia harus kembali ke Negeri Belanda karena sakit. Namun demikian, Pastor Frencken sempat membangun pastoran dan gereja di Medan. Sesudah itu, stasi Medan kosong lagi tanpa dilayani pastor karena kekurangan tenaga misionaris. Akhirnya, misi diserahkan dari Serikat Yesus kepada Ordo Kapusin pada tahun 1912.

    Sekalipun sudah tinggal di Batavia, Pastor Wenneker, SJ tidak memutus kontak dengan orang-orang Katolik di kota Medan. Tahun 1913 pastor ini masih terus mempelajari bahasa Batak dan memberi pelajaran Katolik kepada dua belas orang Batak yang ada di Jakarta. Dia menjalin hubungan dengan para perantau dari Medan. Semasa berada di Medan, ternyata Pastor Wenneker, SJ mempunyai sahabat yang bersedia membantunya untuk menerjemahkan Katekismus Agama Katolik ke dalam Bahasa Batak. Dia bukan orang Katolik tetapi mau diajak bekerjasama. Pengetahuannya tentang Katolik masih sangat terbatas. Akibatnya, hasil terjemahan itu memiliki banyak kesalahan sehingga segera ditarik dari peredaran.

    Pada masa itu sudah ada 5 stasi di Sumatera meliputi: Padang, Kota Raja, Medan, Sungai Selan, dan Tanjung Sakti.Tahun 1911 umat di lima stasi sudah berjumlah sekitar 5.000 jiwa. Dari tahun 1912-1921 ada sebanyak 20 orang Kapusin yang diutus ke Sumatera. Pucuk pimpinan Gereja di Sumatera diserahkan kepada Mgr. Liberatus Cluts yang sudah berusia 57 tahun. Perang Dunia I sedang berkecamuk pada masa itu. Akibatnya, keadaaan ekonomi sangat buruk dan banyak bangunan yang rusak parah. Orang-orang Eropa yang masih ada di perkebunan, kantor dan tangsi militer mempunyai kehidupan keagamaan yang tidak jelas. Para misionaris menjadi kikuk karena harus berhadapan dengan mereka di tanah misi. Selain itu, misionaris-misionaris tidak dipersiapkan secara khusus untuk melayani orang-orang pribumi dengan segala budaya dan adat istiadat mereka. Dengan keterbatasan tenaga yang ada, akhirnya Mgr. Liberatus Cluts mengutus pastor ke Medan.

    Pastor Kapusin pertama yang berkarya di Medan adalah Pastor Camillus A. Buil. Dia lahir tahun 1877 dan ditahbiskan pada tahun 1903. Sebelum masuk ke Sumatera, dia aktif melayani di Kalimantan, tepatnya di Laham antara tahun 1903 dan 1912. Dia tiba di Medan pada bulan Juni 1912. Pada waktu itu dia mengubah kebiasaan Kapusin dengan gaya imam diosesan karena dia berpikir bahwa lebih tepatlah mengikuti trend pada zaman itu dalam penggembalaan. Pastoran dilengkapinya dengan kebutuhan-kebutuhan yang paling penting bagi orang kaya. Dia juga menyediakan minuman beralkohol di pastoran. Dia menjalani hidup dengan penuh kenikamtan dan bergaul dengan orang-orang kolonial. Beberapa saudara Kapusin menegur cara hidupnya dan akhirnya dia meninggalkan misi pada tahun 1915 serta keluar dari imamat setelah pulang ke Belanda.

    Pengganti dari Pastor Camillus adalah Pastor Dionysius Pessers. Dia lahir di Tilburg pada tahun 1861 dan menjadi misionaris di Sumatera tahun 1913-1931. Sepeninggal Pastor Camillus, situasi pastoral di Medan sangat mengecewakan. Komunikasi antara pastor dengan para kolonialis sangat sulit. Dia sampai ke Medan lalu menggunakan pendekatan yang berbeda dengan pendahulunya. Dia menjalani gaya hidup orang Katolik ortodoks. Dia berpendapat bahwa aturan-aturan moral harus dipertahankan secara ketat. Dia berkotbah dengan tajam dan keras, kemudian mengambil jarak dengan “pendosa”. Dalam masalah peribadatan dia tidak kenal kompromi. Setiap orang yang tidak setuju dengan ajaran ortodoksnya dicela dan diberi label sebagai orang kafir atau bidat. Akibatnya, orang-orang tidak datang lagi ke gereja. Dia juga menulis surat kepada Superiornya di Belanda agar orang-orang Katolik tidak pergi ke pantai Timur Sumatera karena bahaya akan kehilangan iman.

    Sikapnya yang keras dan tidak memahami konteks Sumatera Timur, membuat dia tidak menghasilkan apa-apa. Dia menjadi frustrasi dan meminta agar dipindahkan dari Medan. Permohonannya dikabulkan. Dia dikembalikan ke Padang dan digantikan oleh Pastor Mattheus.

    Pastor ketiga yang ditugaskan ke Medan adalah Pastor Mattheus de Wolf. Dia lahir tahun 1865. Pengalaman pertama di Indonesia adalah misi di Sejiram (Kalimantan) dari tahun 1908-1917. Dia tiba di Medan pada bulan September 1917. Dia mempunyai gaya pastoral yang berbeda dengan pendahulunya. Dia tidak fokus pada moralitas individu tetapi menekankan perubahan sosial dalam misi. Dia membela hak setiap orang untuk menikah, termasuk antara pegawai pemerintah Belanda dengan orang-orang Indonesia dan Cina. Dia juga menggagas ide tentang Hari Minggu sebagai Hari Libur, di samping praktek-praktek umum dalam misi untuk memutuskan bahwa hanya hari pertama dan hari keenambelas setiap bulan dijadikan sebagai hari libur. Pada tahun 1926 dia dipindahkan ke Sawah Lunto dan bertugas di sana sampai tahun 1929. Dia pernah bertugas di Berastagi sekitar tahun 1941 pada masa Perang Dunia II dan mengalami masa-masa sulit penjajahan Jepang. Dia meninggal pada1950. Menurut catatan sejarah, Pastor Mattheus pernah sama-sama melayani umat di stasi Medan bersama dengan Pastor Rupertus Verbrugge, OFMCap. Memang, tidak banyak cerita tentang Pastor Rupertus karena dia hanya empat tahun bertugas di Medan (1924-1928).

    Pada tanggal 11 April 1921 Mathias Brans diangkat menjadi Superior Regularis Kapusin Sumatera dan pada tanggal 20 Juli 1921 diangkat menjadi Prefek Apostolik Sumatera untuk menggantikan Mgr. Liberatus Cluts. Dia baru 8 bulan di daerah misi. Namun demikian, tugas baru menuntut dia untuk segera beradaptasi dan mengadakan kunjungan ke beberapa stasi. Pekerjaan pertama yang dilakukannya alah pembagian daerah misi di Sumatera. Prefektur Padang diserahkan kepada Kapusin. Prefektur Bangka dan Belitung diserahkan kepada SSCC, Prefektur Bengkulu (kemudian menjadi Palembang) diserahkan kepada SCJ. Masing-masing prefektur dikelola oleh ordo. Prefektur Padang dibagi atas tiga stasi: Padang, Medan, dan Kota Raja (Aceh).

    Sampai tahun 1918 orang-orang Katolik di Medan hanya mempunyai satu gereja dan rumah pastor. Tidak ada sekolah. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa tempat yang menunjukkan identitas kekatolikan. Gereja dibangun di atas tanah yang ditempatkan secara terpusat. Tahun 1918 otoritas setempat ingin menggunakan sebagian dari tanah itu untuk beragam kegiatan dalam rencana pengembangan tata kota. Ancaman eksternal ini mendorong para misionaris untuk memulai sekolah berbahasa Belanda yang cukup prestisius di lokasi yang sangat strategis. Sekitar tahun 1923, berdirilah sekolah Katolik pertama di Medan yaitu sekolah yang dirintis oleh Kongregasi Suster Dongen (SFD). Pada awalnya sekolah ini hanya mempunyai 32 orang murid. Lama-kelamaan jumlah semakin bertambah hingga 250 orang.

    Pada tahun yang sama, sekolah itu harus menghadapi persaingan dengan sekolah-sekolah serupa yang dikelola gereja Protestan dan oleh Freemasons. Tetapi pada akhirnya sekolah itu mempunyai siswa-siswi dari kalangan orang Eropa dan orang Eurasia. Pada tahun 1926 suster-suster (SFD) mendirikan asrama yang membuka kesempatan kepada orang-orang Batak untuk masuk. Namun, pendirian asrama itu ternyata kurang mendapat dukungan sehingga tidak berkembang.

    Selain di bidang pendidikan, Mgr Brans meminta tenaga Suster-suster Fransiskanes Santa Elisabeth datang dari Breda (Belanda) untuk berkarya di Indonesia. Mereka tiba di Medan dan untuk sementara tinggal di Jalan Wasir (Jl. Sugiyono sekarang). Kemudian, mereka membeli sebuah rumah di Jalan Padang Bulan (Jl. S. Parman sekarang). Rumah baru itu digunakan sebagai biara dan tempat penampungan bagi orang-orang sakit. Inilah cikal bakal pendirian Rumah Sakit St. Elisabeth di daerah Polonia. Daerah itu dilihat sangat strategis dan memiliki lahan yang sangat luas. Peletakan batu pertama diadakan pada tanggal 11 Februari 1929 dan selesai pada bulan November 1930. Sejak saat itu para suster tinggal di komplek rumah sakit dan menjadikan susteran di sana sebagai biara induk.

    Komunitas Katolik perlahan-lahan dibagi-bagi. Tidak ada maksud untuk membuat pemisahan warna kulit, tetapi demi kepentingan pelayanan pastoral. Selain gereja untuk “orang Eropa” yang didirikan di Paleisweg, ada gereja Tamil yang didirikan untuk orang-oranta Tamil yang bekerja sebagai buruh di perkebunan milik keluarga orang Perancis. Keluarga yang paling terkenal adalah keluarga De Guigne (di Sungai Sikambing). Mereka meninggalkan Sumatera pada tahun 1898. Ada juga sekolah Katolik khusus untuk orang Tamil. Sekolah ini ditutup pada bulan Maret 1924 karena menurunnya populasi orang Tamil di Medan.

    Pelayanan kepada orang-orang Cina yang ada di Medan terus ditingkatkan. Pusat kegiatan religius dan pendidikan juga difokuskan kepada orang-orang Cina Katolik. Untuk itu, didirikan sebagai gereja Katolik di Hakkastraat pada tahun 1934 (sekarang Gereja Kristus Raja di Jalan Merapi). Gereja itu sangat dekat dengan pasar Cina dan dikelilingi oleh sekolah-sekolah dasar dan menengah yang menjadi awal dari paroki orang Cina. Pada awal tahun 1920-an sekolah itu menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dengan menggunakan kurikulum Malaysia. Di samping itu, kemudian didirikan sekolah-sekolah berbahasa Belanda yang dikelola oleh para bruder dan suster. Pastor parokinya adalah Pastor Marcellinus Simons. Dia lahir di Nijmegen pada tahun 1889. Dia menjadi misionaris di Sumatera selama 29 tahun (1918-1947). Dia pernah belajar bahasa Cina di Amoy dan menjadi pastor paroki sejak tahun 1924-1942.

    Sepulang dari Cina, Pastor Marcellinus mulai mengumpulkan orang-orang Cina Katolik. Awalnya dia hanya mendapatkan 30 orang. Setelah orang-orang Cina mengetahui bahwa dia bisa berbahasa Cina, akhirnya semakin banyak orang Cina yang mau dibaptis. Pada tahun 1936 ada sekitar 300 orang Cina di Medan. Mereka ikut bergabung dengan orang-orang Eropa pada hari Minggu di gereja Paleisweg. Akhirnya, pada tahun 1934 gereja Katolik Cina di Jl. Nusantara selesai dibangun.

    Selain itu, Mgr. Brans memperluas karya pelayanan hingga Kota Raja (Banda Aceh), Tanjung Balai, dan Bagan Siapiapi. Gereja di Kota Raja didirikan pada tahun 1928. Pastor Marinus Spanjers diutus ke Tanjung Balai pada tahun 1926 untuk membuka stasi dan sekolah. Tak berapa lama kemudian Pastor Marinus ditarik kembali ke Medan untuk bekerja di tengah-tengah orang Batak. Pada tahun 1943 Pastor Marinus meninggal dunia di kamp Jepang.

    Pada tahun 1941 Roma memutuskan untuk memindahkan tahkta Vikariat Apostolik dari Padang ke Medan. Keputusan itu baru dapat diumumkan dan dilaksanakan sesudah perang dunia II selesai. Mgr. Brans pindah dari Padang ke Medan pada tanggal 3 Januari 1946. Pada tahun 1955 Ferrerius van den Hurk diangkat menjadi pimpinan Vikariat Apostolik menggantikan Mgr. Mathias Brans. Mgr. Brans kembali ke Propinsi Belanda setelah memimpin misi Sumatera selama 35 tahun.

    Pada tahun 1961 Hirarki Indonesia resmi didirikan. Vikariat Apostolik medan menjadi Keuskupan Agung Medan. Harapannya adalah Gereja Indonesia menjadi dewasa dan mandiri. Bagi KAM keputusan ini sungguh merupakan langkah yang berani dan menantang. Pada waktu itu umat di KAM berjumlah 94.433 orang. Semua imam yang berkarya berasal dari Ordo Kapusin: 52 orang Belanda dan 1 orang Indonesia. Waktu itu belum ada satu pun imam diosesan atau pun calon-calon imam diosesan. Peralihan dari ius commisionis ke ius mandati tidak berjalan dengan mulus. Dalam bidang finasinsial pun KAM bergantung kepada Propinsi Kapusin Belanda. Pembangunan gereja, aula dan pastoran didanai oleh luar negeri. Bahkan, biaya penghidupan para tenaga pastoral diminta kepada Propinsi Kapusin Belanda. Dengan kata lain, kehidupan imam dan umat di KAM masih memprihatinkan pada masa itu.

    Mgr. van den Hurk berusaha mencari tenaga-tenaga imam selain imam Kapusin. Tahun 1963 imam-imam dari Swiss didatangkan. Propinsi Kapusin Belanda masih mengirim tenaga imam sebanyak 12 orang dari 1963-1972. Pada tahun 1965 imam-imam Karmelit masuk ke Medan. Pada tahun 1966 imam-imam Konventual dari Italia ikut berkontribusi. Pada tahun 1974 imam-imam PME Canada hadir di Medan dan tahun 1974 imam-imam Serikat Xaverian terlibat. Inilah menjadi cikal bakal keragaman tarekat yang melayani di KAM. Berbagai cara ditempuh untuk membangun kemandirian di tengah umat termasuk memberlakukan dana mandiri Gereja (damang).

    Tahun 1964 imam pribumi pertama ditahbiskan yaitu Pastor Pius Datubara, OFMCap. Tak berapa lama kemudian pada tahun 1975 pucuk pimpinan Keuskupan Agung Medan diserahkan kepada Mgr. A.G. Pius Datubara, OFMCap. untuk menggantikan Mgr. Ferrerius van den Hurk, OFMCap. Kala itu, jumlah umat Katolik sudah mencapai 235.451 orang, dengan 94 orang imam dan 36 orang calon imam. Para imam itu terdiri dari berbagai tarekat: Kapusin, Karmelit, Konventual, PME, Jesuit.

    Perkembangan jumlah umat Katolik di KAM tergolong sangat pesat. Demikian juga umat di Paroki Katedral. Ada sejumlah imam pribumi yang pernah berkarya di Paroki Katedral hingga sekarang: Pastor Pius Datubara, OFMCap. (1968-1974), Pastor Hubertus Tamba, OFMCap. (1974-1975), Pastor Gabriel Lumbantobing, OFMCap. (1980-1987), Pastor Johannes Simamora, OFMCap. (1981-1985), Pastor Marcelinus Manalu, OFMCap. (1982-1986), Pastor Timotheus Sinaga, OFMCap. (1984-1986), Pastor Hubertus Tamba, OFMCap. (1986-1990), Pastor Joseph Rajagukguk, OFMCap. (1990-1998), Pastor Frietz R. Tambunan, Pr. (1997-1998), Pastor Murdi Susanto, Pr. (1999-2002), Pastor Sebastianus Eka BS., Pr (2002-2004), Pastor Benno Ola Tage, Pr. (2005-2011), Pastor Sebastianus Eka BS., Pr. (2012-2016), Pastor Sesarius Petrus Mau, Pr. (2016- sampai sekarang).

    Reksa pastoral di Paroki Katedral yang awalnya dipercayakan kepada imam-imam Kapusin akhirnya diserahkan kepada imam-imam diosesan pada tahun 1997. Selama kurun waktu 22 tahun penggembalaan telah dijalankan imam-imam diosesan hingga sekarang. Beberapa perubahan telah dilakukan dari waktu ke waktu untuk pelayanan yang lebih baik. Di usia yang ke-140 tahun, usia yang sudah sangat tua, umat bersama dengan pastor paroki dan vikaris paroki tetap berupaya untuk menghadirkan wajah Gereja Katedral sebagai Mater et Magistra (Induk dan Guru) bagi semua gereja paroki yang ada di Keuskupan Agung Medan.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Medan Helvetia

    0

    Pelindung

    :

    Santo Padre Pio dari Pietrelcina

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Januari 1988. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan dan Paroki Hayam Wuruk Medan

    Alamat

    :

    Jl. Beringin III No. 9, Helvetia, Medan – 20124

    Telp.

    :

    (+62) 822-4250-7469

    Email

    :

    [email protected]

    Website

    :

    paroki-padrepio.org

    Jumlah Umat

    :

    2.251 KK / 8.192 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    7

    01. St. Maria Ratu Rosario, Cinta Damai
    04. St. Clara Asisi, Karya
    07. St. Yakobus, Sukadono
    02. St. Paulus, Helvetia

    05. St. Petrus, Purwodadi
    03. St. Krispinus Viterbo, Jatiyoso

    06. St. Yoseph, Sei Sikambing
    RP. Hilarius Kemit OFMCap
    Parochus
    RP. Agustian Ganda P. Sihombing OFMCap

    Vikaris Parokial



    Sejarah Paroki St. Padre Pio dari Pietrelcina - Medan Helvetia

    Cikal Bakal Terbentuknya Paroki Tri Stasi (klik untuk membuka)
    Pembentukan Paroki Tri Stasi diawali dengan berdirinya gereja Sei Sikambing dan juga Cinta Damai. Gereja Helvetia berdiri setelah memisahkan diri dari Gereja Sei Sikambing sekitar tahun 1970-an.
    Berdirinya gereja Sei Sikambing secara singkat dikisahkan sebagai berikut:
    Pastor Van Dam, OFM Cap yang terkenal dengan goni bototnya melayani orang miskin di Sei Sikambing. Dia memasuki orang-orang miskin tanpa membeda-bedakan agama dan suku. Pastor mendirikan panti jompo di Sei Sikambing B. Jl. Mistar tahun 1960-an. Sebelum tahun 1960 umat beribadah di rumah-rumah. Inilah awal mula berdirinya Stasi Sei Sikambing. Ada pun umat pada waktu itu kebanyakan dari suku batak Toba walau juga ada dari suku lain: George Washington Sitohang, L. Pintubatu, M. Situmeang, Bapak Sinurat dan Bapak Simanjorang, A. Saragih, Bpk. Gultom, dan U. Silalahi yang menjadi voorhanger pertama. Dari etnis Cina ada Bapak Cia Guan Lai. Dari Suku Karo yakni Bapak Ng. Tarigan yang ikut bergabung kemudian, dari Manado Bapak F. Karen dan dari Suku Jawa adalah keluarga Pastor Tadeus serta dari Suku Flores Bapak Atok Arnoldus Serang.
    Sekitar tahun 1960-an Pastor Van Dam, OFMCap bersama umat tersebut mengumpulkan uang untuk membeli setapak tanah di Sei Sikambing menjadi tempat pendirian Gereja. Tahun 1962 gereja dibangun di gang pertama. Lokasi itu sekarang menjadi tempat aula. SD St. Thomas belum ada. Gereja yang dibangun semi permanen. Yang menjadi voorhanger masih Bpk. U. Silalahi, dan Dewan Jasmaninya adalah Bpk. George Washington Sitohang. Sekitar tahun 1964 ada serombongan umat Katolik dari arah Purwodadi tepatnya yang bekerja di pabrik tekstil milik Bpk. Pardede datang ke Sei Sikambing untuk bergabung. Mereka dibawa oleh Bpk. Hutauruk pada waktu itu. Umat bertambah mulailah dibeli tapak tanah untuk pembangunan sekolah SD dengan swadaya umat. SD ini dibangun sekitar tahun 1974/1975. Pada waktu itu hadirlah Bpk. W. Purba, Bpk. Paulus Sihombing, Bpk. Rudiyan, dan Bpk. Harianja yang kemudian menjadi voorhanger. Kira-kira 2 tahun kemudian dibeli tanah untuk tempat tinggal para Pastor PME dari Kanada yang merupakan lokasi gereja sekarang.
    Gereja yang dibangun tersebut sudah mengalami rehap sekitar beberapa kali setelah dibangun. Rehap pertama adalah membuat semakin baik panti imamnya. Rehab kedua memperbaiki lantai. Rehab ketiga adalah menaikkan lantainya.
    Karena gereja lama sudah terasa terlalu kecil maka diupayakan pembangunan gereja baru. Pastor PME sudah mulai mengumpulkan dana dari umat, tetapi hasilnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dan standard keuskupan. Bisa dipahami bahwa pembangunan gereja baru macet. Namun pengurus Stasi St. Yosef Sei Sikambing pada bulan Oktober 1985 nekat meletakkan batu pertama gereja baru, untuk merangsang mengalirnya dana dari umat. Hasilnya, dana yang pada kesempatan peletakan batu pertama itu lumayan besar, hingga pembangunan gereja langsung dapat dilanjutkan di bawah pimpinan Br. Victricius van den Berg. Pada hari Kenaikan 1986, umat mulai beribadat di situ dan diberkati pada tgl 26 Juli 1987 oleh Mgr. AG Pius Datubara. Menurut prasasti yang ditempelkan di gereja ini dijelaskan bahwa gereja ini adalah gereja dedikasi. Dalam perjalanan kemudian, gereja juga mengalami perehapan. Sekitar tahun 2014 panti imam gereja tersebut digeser dari arah Tenggara ke Barat Laut. Renovasi ini diresmikan pada tgl 23 Nopember 2014 oleh P. Ambrosius Nainggolan, OFMCap yang menjadi pastor paroki pada waktu itu. Rehab ini ditangani langsung oleh P. Benyamin Purba, OFMCap sebagai pelaksana. Gereja pun menjadi lebih luas.
    Pada tanggal 21 Februari 2021 P. Fiorentius Sipayung, OFMCap meresmikan gua Maria Bunda Gereja di samping belakang kiri gereja. Dana pengadaan gua Maria ini berasal dari bantuan biro sosial propinsi Sumatera Utara dan donatur dari umat. Pula diletakkan patung St. Yosef di atas pendopo gereja pada tahun dan bulan yang sama. Patung tersebut adalah donasi dari umat sendiri. Data statistik stasi per 31 Oktober 2021 mencatatkan bahwa umat katolik di stasi ini berjumlah 380 KK dengan jumlah jiwa sebanyak 1.323 orang. Umat terbagi dalam 14 lingkungan.
    Saat ini untuk menampung umat yang hadir beribadah pada hari Minggu, aula pun dipakai dengan dipasangi televisi. Bahkan pintu sayap di kiri dan kanan altar juga ikut dibuka. Tiga orang pelayan luar biasa Komuni Suci -bahkan terkadang sampai orang- turut membantu imam untuk melayankan Komuni Suci.
    Berdirinya gereja Cinta Damai dikisahkan sebagai berikut:
    Pada tahun 1961 ada 10 keluarga mengawali persekutuan umat beriman yang tinggal di sekitar jalan pasar V Cinta Damai yang dikoordinir oleh Bapak Ingan Karo Surbakti dan kawan-kawan. Pada awalnya mereka beribadah di rumah umat secara bergantian. Kemudian Pastor Opung Bornok bersama dengan Bapak Sembiring (Pemilik RSU Sembiring Delitua) membeli bangunan berdinding tepas beratap rumbia yang dijadikan menjadi Gereja dengan jumlah umat saat itu 15 KK.
    Pada tahun 1965 gereja pindah ke pasar II Cinta Damai (sekarang Jalan Pantai Timur No. 9) setelah berhasil membeli lahan berupa gedung eks pabrik kaca. Umat beribadah di tempat darurat di salah satu ruangan pabrik tersebut. Pada tahun 1970 eks pabrik dibongkar lalu dibangun gereja baru. Gereja baru ini dibangun dan diresmikan oleh Yang Mulia Uskup Agung Medan Mgr. AGP Datubara pada tahun 1973 dengan nama pelindung Santa Maria Ratu Pencinta Damai.
    Kemudian tahun 2011 dibangun Gedung Serba Guna untuk menjawab kebutuhan ruang pembinaan umat serta ruang Sekretariat Stasi. Pada tanggal 25 Desember 2011 saat Pastor Agustinus Saragih OFMCap sebagai pastor paroki St. Padre Pio, gedung serba guna tersebut diresmikan oleh Yang Mulia Uskup Agung Medan Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap dan sejak itu nama pelindung stasi berubah menjadi Stasi Santa Maria Ratu Rosario Cinta Damai.
    Seiring dengan pertambahan umat yang sangat pesat, telah dilakukan pemekaran 2 gereja baru yaitu Stasi Santo Petrus Purwodadi pada bulan Nopember tahun 1993 dan Stasi Santo Krispinus Viterbo Jatiyoso pada tanggal 19 September Tahun 2008.
    Menjawab tantangan pertumbuhan umat yang pesat serta tuntutan kebutuhan umat akan lahan parkir kenderaan, maka pada tahun 2014 paroki memutuskan pelayanan 2 kali misa setiap hari minggu yakni Misa I pada pukul 07.00 dan Misa II pada pukul 09.00. Namun umat yang mengikuti setiap perayaan misa semakin bertambah banyak. Akhirnya direncanakan memperbesar bangunan gereja dengan lahan parkir yang memadai. Tetapi melihat lahan dan bangunan gereja yang ada sangat terbatas tidak mungkin memperbesar bangunan gereja. Maka mulailah direncanakan relokasi gereja di lahan yang lebih luas dan bangunan gereja yang mampu menampung umat dalam setiap perayaan misa. Akan tetapi rencana tersebut tidak berjalan mulus.
    Program relokasi pertama kali dimunculkan pada tahun 2012 oleh P. Agustinus Saragih, OFMCap sebagai Pastor Paroki dan Bpk. Darwin Manalu S.Pd selaku voorhanger saat itu. Tetapi dalam rapat besar, program tersebut ditolak oleh beberapa tokoh gereja karena alasan kenangan sejarah, dan akhirnya program itu dibatalkan. Selama kurang lebih 3 tahun program relokasi berhenti. Baru pada tahun 2015 ketika P. Ambrosius Nainggolan OFMCap menjabat Pastor Paroki program itu dimunculkan kembali. Kemudian bapak Darwin Manalu, S.Pd kembali mengadakan rapat bersama yang dihadiri DPS, DPL, tokoh-tokoh umat. Dalam rapat ini disetujuilah Program Relokasi Gereja. Maka dibelilah lahan pertapakan gereja seluas 3360 m2 beralamat di Jl. Mesjid Lingkungan I Kelurahan Cinta Damai. Di lahan inilah dibangun gereja baru dengan luas bangunan; lebar 24 meter dan panjang 40 meter. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2016 oleh Uskup Agung Medan Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap dan P. Ambrosius Nainggolan, OFMCap. Pelaksanaan pembangunan itu sendiri dipimpin Bpk. Besly Silaen SE selaku Ketua Panitia dan bapak Ir. Toni Tarigan sebagai penanggungjawab utama pembangunan fisik serta Bpk. A. Simanungkalit sebagai penaggungjawab interior dan eksterior gereja bersama seluruh panitia pembangunan lainnya. Diperhitungkan gereja mampu menampung 1.000 umat dalam satu perayaan misa. Pembangunan fisik gereja ini berbiaya lebih dari 5 milyar tidak termasuk pembelian lahan sebesar 3.360.000.000. Ini sungguh merupakan swadaya umat. Kesatuan umat dan semangat gotong royong menjadi modal utama dalam pembangunan gereja ini. Pembangunan berlangsung lebih dari 2 tahun.
    Per 01 September 2018 P. Ambrosius Nainggolan, OFMCap digantikan oleh P. Fiorentius Sipayung, OFMCap sebagai pastor paroki. Pastor paroki yang baru ini dengan giat melanjutkan proses pembangunan gereja ini bersama panitia pembangunan. Pada akhirnya pada tanggal 02 Juni 2019, gereja baru didedikasikan oleh Yang Mulia Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung OFM Cap. Sejak pendedikasian ini gereja stasi Cinta Damai resmi pindah lokasi dari Jln. Pantai Timur No. 9 ke Jl. Mesjid lingkungan I kelurahan Cinta Damai. Umat stasi ini benar-benar memberi hati dan berjuang untuk pembangunan gereja ini.
    Gereja baru dibangun karena sudah merupakan kebutuhan. Gereja baru ini adalah gereja dedikasi. Itu artinya bahwa gereja ini dipakai hanya untuk kegiatan doa dan ibadah. Stasi dianimasi untuk mengkoordinir agar ada kegiatan doa setiap hari di gereja. Kelompok-kelompok kategorial ditegaskan untuk menyusun jadwal doa masing-masing pada hari tertentu setiap minggu secara bergantian. Ini juga yang melatarbelakangi agar pada hari Kamis pagi pada pukul 05.45 Wib, dirayakan misa pagi di stasi ini. Kolektenya pada awalnya dikumpulkan untuk bantuan bedah rumah beberapa keluarga umat stasi. Pada akhir tahun 2019 dimulai bedah rumah atas empat rumah keluarga. Rumah-rumah tersebut lebih dahulu diassesmen. Keempat rumah tersebut berada di pinggir rel kereta api dan benar sudah kurang layak. Gereja membantu memperbaiki rumah mereka: atap, dinding, lantai, kamar mandi, atau dapur. Program ini selesai pada awal tahun 2020 dan ditangani oleh Bpk. Tony Tarigan.
    Pada tgl 31 Mei 2019 dilakukan doa desakralisasi di gereja yang lama sesuai dengan arahan Ketua Komisi Liturgi KAM, yakni P. Emmanuel Sembiring, OFMCap. Doa ini mau menegaskan bahwa gereja lama itu tidak lagi dipakai sebagai tempat beribadah umat. Diucapkan syukur pada Tuhan atas bangunan itu yang dipakai selama ini sebagai tempat beribadah kepada Tuhan. Karena sudah ada tempat ibadah yang baru, maka tempat ibadah lama ini tidak dipakai lagi dan dapat difungsikan sebagai tempat kegiatan-kegiatan profan. Per 31 Oktober 2021 jumlah umat di stasi ini sebanyak 459 KK dengan jiwa sebanyak 1.701 orang yang tersebar dalam 17 lingkungan.
    Sejarah Stasi St. Paulus Helvetia
    Sejarah gereja Stasi St. Paulus Helvetia adalah sebagai berikut:
    Sejarah yang tertulis di sini bersumber pada sejarah singkat Stasi Santo Paulus Helvetia yang ditulis dalam rangka perayaan pesta pelindung St. Paulus pada tgl 29 Juni 2016 yang puncaknya dirayakan pada tgl 03 Juli 2016. Pada waktu itu adalah perayaan pesta pelindung pertama kali sejak berdiri stasi St. Paulus ini.
    Sekitar tahun 1970-an di daerah Helvetia sudah ada kira-kira 30 keluarga umat Katolik yang terpencar di berbagai titik. Secara administratif Helvetia pada saat itu masih tergabung ke dalam Kabupaten Deli Serdang. Untuk mengikuti ibadat atau perayaan Ekaristi, umat Katolik tersebut setiap Minggu terpaksa harus pergi jauh-jauh ke Gereja terdekat. Waktu itu gereja terdekat adalah gereja St. Yosef Sei Sikambing atau kadang ke gereja paroki, yakni Hayam Wuruk.
    Seiring dengan pertumbuhan umat yang semakin banyak dan jarak antara tempat tinggal beberapa umat orang umat, tercetuslah keinginan untuk membangun tempat ibadat atau gereja agar umat Katolik yang berdomisili di daerah Helvetia dapat beribadat dan merayakan Ekaristi setiap Minggu.
    Sebagai penggagas pertama untuk pendirian rumah ibadat ini adalah antara lain Bpk. GW. Sitohang dan Bpk. G. Simanjorang (keduanya telah almarhum). Bersama dengan beberapa umat, mereka bergotong royong mendirikan sebuah rumah ibadat. Puji Tuhan salah seorang umat, Bpk. Atok Serang, dengan ikhlas menghibahkan sebidang tanah berukuran 12 m x 20 m yang terletak di Pasar 2 (Jalan Karya), di pinggir Jalan Ringroad yang sekarang.
    Ketika itu pastor yang melayani umat di Gereja Helvetia datang dari Hayam Wuruk. Namun sejak tahun 1976, seiring dengan makin pesatnya jumlah pertumbuhan umat, maka pelayanan kepada umat di Gereja Helvetia diserahkan kepada pastor-pastor dari Tarekat PME (yang berasal dari Kanada), yang ketika itu berdomisili di Sei Sikambing, antara lain Pastor Martin, Pastor Marchel, Pastor Gregory, Pastor Bertrand, Pastor Jhon, Pastor Raymond, dan Pastor Colombus.
    Melihat jumlah umat yang sudah semakin banyak, maka pada tahun 1980, Pastor Bertrand dan Pastor Marschel berencana membangun gereja baru. Ketika itu Perum Perumnas menyediakan lahan (pertapakan) untuk lokasi gereja. Lahan untuk lokasi gereja ini sebenarnya cukup luas, karena waktu itu Bpk. Cosmas Batubara menjabat sebagai Menteri Perumahan Rakyat. Namun umat kita tidak segera memanfaatkan kesempatan itu. Akibatnya, sebagian lokasi itu ada denominasi (sekte) lain terlebih dahulu membangun tempat ibadat. Baru sesudah itu umat Katolik tergerak untuk membangun gereja di lokasi yang sekarang Jl. Kemuning Raya No. 1 Helvetia.
    Panitia pembangunan gereja di Jl. Kemuning Raya dimotori oleh 3 orang tokoh, yakni Bpk. BL. Samosir sebagai ketua, kemudian Bpk. AJ. Sihotang sebagai sekretaris, dan Bpk. G. Simanjorang sebagai bendahara. Pada tahun 1982 akhirnya gereja ini pun selesai dibangun. Yang Mulia Uskup Agung Medan, ketika itu Mgr. AG. Pius Datubara, didampingi oleh Pastor Bertrand PME, berkenan memberkati dan meresmikan gereja Katolik di Perumnas Helvetia dengan pelindung Santo Paulus Rasul.
    Pada awalnya gereja Stasi St. Paulus (dan stasi-stasi lain) menginduk ke paroki Hayam Wuruk Medan, kemudian menjadi bagian dari Paroki Tristasi yang terdiri dari Stasi St. Yosef Sei Sikambing, Stasi St. Paulus Helvetia dan Stasi Cinta Damai.
    Per bulan Juni 2019 di stasi ini dimulai misa harian pada setiap hari Rabu. Keputusan ini diambil atas permohonan stasi kepada pastor paroki yang per 01 September 2018 dipegang oleh P. Fiorentius Sipayung, OFMCap. Selanjutnya pada tgl 07 Maret 2021 pastor paroki yang sama meresmikan gua Maria Bunda Allah di stasi ini dengan harapan agar umat lebih berdevosi kepada Bunda Maria.
    Saat ini ada 15 lingkungan di Stasi St. Paulus Helvetia ini. Menurut data statistik per 31 Oktober 2021 yang dilaporkan dalam rapat paripurna paroki pada Desember 2021, jumlah umat di stasi ini sebanyak 480 KK dengan jumlah jiwa sebanyak 1.634 orang.
    Tiga stasi tersebut di atas sangat melekat para proses berdirinya paroki baru di pinggiran kota Medan, yakni Paroki Tristasi. Kisah perjalanannya demikian:
    Pada suatu waktu dibentuklah Paroki Luar Kota yang mencakup Sei Sikambing, Cinta Damai, Binjai, Aceh, Lubuk Pakam, Delitua, dan Belawan. Yang melayani adalah Pastor Oppung Bornok seorang Pastor Kapusin. Kemudian Paroki ini diserahterimakan kepada Pastor PME yang tinggal di Sei Sikambing dengan Pastor Kepala Paroki adalah Pastor Martin PME. Pelayanan Pastor PME menitikberatkan pada pembinaan para pengurus dengan mengadakan sermon dengan lokasi yang berpindah-pindah. Setelah Pastor PME kembali ke Kanada kemudian digantikan oleh Pastor Vinansius Deo, OFM Cap. Saat itulah diprakarsai pembangunan gereja di Helvetia. Pastor Vinansius Deo memprakarsai pembangunan gereja baru di Sei Sikambing pada tahun 1984. Pembangunannya diselesaikan oleh Pastor Johanes Veldkamp pada tahun 1987. Di saat yang bersamaan gereja Helvetia juga sedang dibangun oleh Perumnas.
    Pada tanggal 1 Januari 1985, P. Johanes Veldkamp memulai pelayanannya, walaupun beliau juga menjabat Ekonom KAM. Menurut penuturannya, ketiga stasi cukup berbeda satu sama lain. Stasi St. Yosef, Sei Sikambing merupakan stasi paling tua, persatuan dan kesatuan antara umat perintis dan umat yang datang kemudian masih terus diperjuangkan.
    Setelah gereja baru di Jln. Kemuning Raya, Perumnas Helvetia dibangun, jumlah umat bertambah pesat. Mereka datang dari segala penjuru dan dari segala suku serta pekerjaan. Rasa kesatuan dan kebersamaan umat masih rendah. Stasi St. Maria Cinta Damai terdiri dari pelbagai suku, yang kadangkala menjadi pemicu keretakan relasi antar pribadi. Lagi, masa bakti para petugas belumlah diatur dengan periodisasi. Para pengurus memang menjalankan tugas dengan kehendak baik (dengan keterbatasan pengetahuan agama dan keterampilan pastoral ala kadarnya). Otomatis, kalau orang terlalu lama dalam posisi tertentu, bisa tidak berubah baik dalam pelayanan dan dalam pembaharuan.
    Maka pertama-tama Pastor Veldkamp mulai menjajaki dan melaksanakan periodisasi pengurus. Syukurlah, pemilihan itu tidak menimbulkan masalah dan pengurus baru didukung oleh pengurus lama dan umat.
    Walaupun ketiga stasi ini (St. Yosef Sei Sikambing, St. Maria Cinta Damai dan St. Paulus Helvetia) semakin menyatu dan membentuk satu paroki, tetapi secara administratif masih tercatat di dua paroki. Data Permandian dan perkawinan masih dicatat di dua paroki Induk (Katedral dan St. Antonius Hayam Wuruk). Maka, Pastor Paroki memohon kepada Keuskupan agar ketiga stasi itu dimekarkan menjadi paroki tersendiri. Hal itu dikabulkan tahun 1988. Karena mudika sudah dua kali mengadakan Tristasi-Cup, maka nama paroki baru itu pun ditabalkan menjadi “Tristasi”. “Saya tidak ingin satu gereja disebut gereja induk dan kedua yang lain gereja stasi”, dalih Pastor Veldkamp waktu itu. Dengan semangat itu dibentuklah Dewan Paroki, dimana ketiga stasi terwakili. Pada bulan Oktober 1988, Paroki Tristasi disahkan dan Dewan Paroki pun dilantik.
    Paroki Tristasi ini berada di pinggiran kota Medan. Dengan bertambahnya penduduk, bertambah juga jumlah umat Katolik. Tahun 1985 jumlah umat Katolik berkisar 3.500 orang, tahun 1994 sudah sekitar 6.500 orang. Pada Tahun 1993 satu stasi lagi bertambah yakni St. Petrus, Purwodadi yang merupakan pemekaran dari Stasi St. Maria Cinta Damai. Pada waktu itu sudah dibeli juga tanah di Sukadono, untuk persiapan pembangunan Gereja St. Yakobus, Sukadono, yang merupakan pemekaran dari Stasi St. Paulus Helvetia.
    Pastor Veldkamp melayani paroki hanya hari Sabtu sore dan Hari Minggu. Selain untuk merayakan sakramen, beliau memberikan banyak perhatian kepada Dewan Paroki dan pengurus stasi: di tangan merekalah kehidupan paroki. Selain itu juga diberi perhatian khusus kepada Mudika, di antaranya mendukung Tristasi Cup, Rawil Cup, piknik rohani ke Berastagi, dll.
    Walau beliau dengan senang hati melayani umat Paroki Tristasi, semua tugas di Keuskupan mulai mengatasi kemampuannya. Lagi pula rasanya perlu seorang pastor yang purnawaktu melayani paroki yang begitu pesat berkembang. Karena itu beliau memohonkan ke Bapa Uskup agar melepaskannya dari tugas sebagai pastor yang purnawaktu di paroki Tristasi. Maka, mulai bulan Juli 1994 beliau digantikan oleh P. Jan Van Maurik.
    Dari tahun 1995 sampai dengan 1998, P. Jan van Maurik tinggal di luar wilayah paroki (di pastoran Hayam Wuruk). Pada waktu itu pula diserahkan tugas kepadanya untuk mengawasi pembangunan baru biara Kapusin dengan fasilitas/kantor dan aula yang dapat dipakai oleh Paroki Tristasi. Pembangunan kantor paroki dan aula merupakan ‘kemurahan hati’ Ordo Kapusin Propinsi Medan untuk mendukung perkembangan Paroki Tristasi.
    Sebelum pembangunan biara tersebut, beberapa saudara kapusin menyewa sebuah rumah di Jln. Pembangunan, gang Dame Helvetia. Di sana pastor paroki ditemani oleh P. Benyamin A.C. Purba (direktur utama PT. Bina Media Perintis pada waktu itu), dan P. Augustinus Yew. Mereka tinggal di tengah umat, tidak terasing dari masyarakat.
    Waktu P. Veldkamp menyerahkan reksa pastoral paroki Tristasi (1994) kepada P. Jan van Maurik, stasi baru St. Petrus Purwodadi (1990) sudah ada. Stasi ini merupakan pemekaran dari Stasi Santa Maria Cinta Damai. Walaupun stasinya sudah empat, namun nama paroki tetap masih dipertahankan, karena nama itu menyatakan suatu pandangan. Waktu gereja Stasi St. Jakobus didirikan (nomor 5), nama paroki juga tetap masih Tristasi. Menurut informasi stasi ini pemekaran dari Stasi St. Paulus Helvetia. Gereja stasi ini diresmikan pada tgl 03 Nopember 2002 oleh Vikjen KAM, P. Paulinus M. Simbolon, OFMCap.
    Salah satu segi yang menarik dari Paroki Tristasi pada waktu itu ialah tersedianya SDM yang kaya. Itu terasa di segala bidang, mulai dari personalia Dewan Paroki. Selalu ada tukar-menukar pikiran di antara pastor dan para anggota Dewan Paroki. Pastor sangat dihormati dalam pendapatnya, tetapi untunglah, para Dewan Paroki juga tidak tinggal diam. Dan beberapa anggota bahkan memberikan sumbangsihnya dalam pengembangan pikiran Dewan Paroki di tingkat KAM.
    Kekayaan SDM ini bukan hanya nampak di Dewan Paroki. Pimpinan stasi-stasi masing-masing tetap cukup mantap sehingga sangat meringankan beban kerja pastor paroki. Berkat SDM yang kaya itu juga tidak terlalu sulit untuk mendirikan suatu Perkumpulan Simpan Pinjam dengan sisipan kata “Mandiri”. Karena itu dengan harapan umat tidak perlu lagi pinjam uang kepada pastor atau paroki. Umat sendiri sanggup menyediakannya melalui koperasi. Alangkah baik jika pastornya tetap ikut serta di dalamnya untuk mendampingi karya teman-teman pengurus.
    Walaupun dari tahun ke tahun jumlah umat berkembang (dan dengan itu juga jumlah stasi), namun pastor paroki masih menyisihkan waktu untuk tugas-tugas non-parokial, seperti menjadi anggota Yayasan St. Thomas, moderator dari Kumpulan Warakawuri St. Monika KAM. Ada juga waktu untuk mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan, mengunjungi orang-orang sakit, dan menemani organisasi Pasukris. Pastor Hubert Tamba memulai kegiatan itu ketika untuk sementara waktu beliau menggantikan Pastor Veldkamp (Juli 1994-Februari 1995) yang menjalani cuti ke Belanda.
    Sejarah St. Yakobus Rasul - Sukadono
    Selanjutnya adalah Sejarah Gereja Santo Yakobus Rasul-Sukadono
    Perasaan mencintai imannya dalam gereja Katolik dari tempat kampung halamannya telah terpatri kuat di lubuk hati yang paling dalam dari umat yang merantau di sekitaran penduduk yang berdomisili di Helvetia Medan sampai ke Sukadono. Umat mencari gereja katolik yang lebih dekat dengan tempat domisili umat, sehingga umat yang tinggal di daerah Sukadono pada saat ini memilih gereja Katolik di stasi St.Paulus Helvetia Medan. Dan hal ini berlangsung setelah sekian tahun yang mengakibatkan terjadinya pertambahan umat di stasi tersebut. Pelaksanaan peribadatan dan perayaan Ekristi tidak tertampung lagi.Hal ini mengakibatkan Para pimpinan gereja, dan perwakilan umat di stasi bersama Pastor paroki (pada saat itu P.Yan van Maurik,OFMCap sebagai pastor paroki) melalui rapat-rapat memutuskan pendirian gereja baru di daerah Sukadono.
    Jumlah umat yang sudah terdaftar pada saat itu di stasi St.Paulus Helvetia Medan yang bertempat tinggal di daerah Sukadono adalah 120 kepala keluarga, dengan latar belakang petani, ternak, tukang bangunan, tukang becak dan pegawai negeri. Inilah dasar pemikiran pendirian gereja yang baru sekitar tahun 2001.
    Berkat kerjasa sama yang baik dari panitia pembangunan gereja yang terbentuk pada saat itu dengan umat, ditambah lagi kegigihan dari Pastor Yan van Maurik mencari dana ke negeri Belanda akhirnya gereja ini selesai dibangun di tempat yang lumayan luas ditempat yang sekarang, Jl. Gereja Jaitun ujung, Sukadono desa Tanjung Gusta Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. 20351
    Adapun hari yang bersejarah pemberkatan gereja Stasi yang baru adalah Minggu, 3 Nopember 2002 oleh Yang Mulia Keuskupan Agung Medan (pada saat itu Uskup Agung di KAM adalah Mgr.A.G.P. Datubara, OFM.Cap) yang diwakilkan kepada Vikjen KAM, P. Paulinus Simbolon,OFMCap. Dengan nama Stasi St.Yakobus Rasul Sukadono.
    Peralihan pastor paroki dari P.Yan van Maurik (yang lama) ke P.Ignasius Simbolon,OFMCap (yang baru) telah terjadi saat itu. Maka tugas pastor yang baru adalah menyusun para pengurus Badan Pengurus Harian yang baru periode 2002 – 2004. Jumlah lingkungan yang ada pada saat itu hanya ada 2 lingkungan yaitu lingkungan St.Yakobus dan lingkungan St. Mikael.
    Pada tahun 2005 berdiri Biara Susteran SCMM di Sukadono. Hadirnya biara ini membuat umat semakin semangat dalam menggereja.
    Pertambahan umat juga terjadi pada saat itu menjadi 172 Kepala Keluarga (sesuai Laporan Stasi St.Yakobus Sukadono 23 Januari 2004 kepada Dewan Paroki Tri Stasi), maka pemekaran lingkungan akhirnya harus dilakukan menjadi 4 lingkungan yaitu:
    1. Lingkungan St.Mikael
    2. Lingkungan St.Antonius
    3. Lingkungan St.Petrus
    4. Lingkungan St.Karolus
    Di tingkat paroki terjadi perubahan nama Paroki dari Tri Stasi menjadi Paroki Helvetia dengan nama Pelindung Santo Padre Pio dari Pietrelcina sesuai Surat Keputusan Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan (Mgr. Anicetus Bongsu A.Sinaga sebagai Uskup Agung Koajutor Medan) No.329/GP/KA/2004 Tentang perubahan nama Paroki, tanggal 6 Juli 2004.
    Dalam perjalanan waktu, masa pelayanan kepengurusan Badan Pengurus Harian yang lama akhirnya berakhir dan pada saat Paripurna Stasi terpilih kepengurusan yang baru di stasi St.Yakobus Rasul untuk Periode 2007 – 2010. Adapun pastor Paroki masih P. Ignasius Simbolon, OFMCap.
    Seiring dengan perjalanan waktu terjadi pertambahan umat, sehingga perlu dilakukan pemekaran demi efektifnya pelayanan di lingkungan dan terjadilah pertambahan lingkungan menjadi 8 lingkungan antara lain:
    1. Lingkungan St.Mikael
    2. Lingkungan St.Antonius
    3. Lingkungan St.Karolus
    4. Lingkungan St.Petrus
    5. Lingkungan St. Yosep (pemekaran dari lingkungan St.Mikael)
    6. Lingkungan St.Andreas (pemekaran dari lingkungan St.Antonius)
    7. Lingkungan St.Yohanes (pemekaran dari lingkungan St.Karolus)
    8. Lingkungan St.Fransiskus (pemekaran dari lingkungan St.Petrus)
    Sesuai Kebijakan Sistem Menejemen Keuskupan Agung Medan terjadi perubahan nomen klatur dari Dewan Stasi menjadi Dewan Pastoral Stasi (DPS) dimana diharapkan penekanannya kepada pelayanan umat. Keadaan jumlah umat sesuai hasil Rapat Paripurna Stasi pada saat itu sudah ada 233 kepala keluarga jumlah umat 1177 orang.
    Ditengah perjalanan waktu tahun 2013 Bpk.wakil Ketua Dewan Pastoral Stasi: Bpk.Drs.Lasman Manurung meninggal dunia dalam perjalanan ke Pematang siantar. Maka untuk mengisi kekosongan jabatan oleh Pastor Paroki yang baru P.Harold Harianja, OFMCap memutuskan pergantian susunan pengurus pada tingkat Dewan Pastoral Stasi sesuai Surat Keputusan DPP Padre Pio No. 10/DPP-PP/III/013. Bpk Drs.Suwardi Munthe,M.Si bergeser menjadi Wakil Ketua DPS sedangkan Sekretaris Stasi adalah Bpk. Sutrisno Perangin-angin (merangkap Ketua Lingkungan St. Antonius) untuk menambah sekretaris yang sudah ada.
    Untuk pelayanan umum khususnya sosial dalam tingkat stasi telah terbentuk Serikat Tolong Menolong (STM) Maria Bunda Berbelas kasih pada tanggal 9 Mei 2010. Pada awalnya tidak semua umat yang masuk jadi anggota.
    Sesuai kebijakan dari team Seksi Liturgi Paroki Padre Pio yang diketuai oleh P.Benyamin Purba, OFMCap (pada saat itu Pastor Paroki P.Harold Harianja, OFM.Cap) telah ditetapkan tentang nama dan tanggal pelindung di stasi St.Yakobus Rasul.
    Dari tahun 2010 sampai dengan 2015 jumlah lingkungan di stasi ini sudah menjadi 9 lingkungan. Yaitu pada saat lingkungan St.Mikael mengadakan perayaan pesta pelindung lingkungan pada tanggal 17 Maret 2014 sudah dimulai pembicaraan untuk melakukan pemekaran lingkungan yang baru di daerah garapan Germania, hal ini mengingat jumlah umat yang datang dari luar yang ingin bertempat tinggal di tempat tersebut. Maka pada tanggal 26 Maret 2014 resmi berdiri lingkungan yang baru yaitu Lingkungan St.Patrick di Germania.
    Setelah habis kepengurusan yang lama, maka DPP Paroki menetapkan Kepengurusan yang Baru di stasi St.Yakobus Rasul untuk masa periode 2015 – 2019 dengan susunan sebagai berikut:
    Ketua Dewan Pastoral Stasi : Drs. Gaudency Mega Tony Ganda Rajagukguk
    Wakil Ketua : Drs. Suwardi Munthe,M.Si,
                            Raja jembang Ujung, S.H
    Sekretaris : Kloster Nainggolan, S.P,
                         Fransiskus Sitorus, S.T
    Bendahara : Philemon Lumban Siantar,
                          Edison Gultom
    Pastor Paroki : P. Ambrosius Nainggolan, OFMCap
    Mengingat jumlah umat di lingkungan St. Antonius yang semakin banyak, terlebih-lebih karena umat yang tinggal di tanah garapan di sekitar Sedawu yang jaraknya agak jauh dari umat yang tinggal di sekitar Jalan Lembaga Pemasyarakatan maka oleh P. Ambrosius Nainggolan,OFM.Cap dengan DPP dan DPS memikirkan perlu pemekaran lingkungan. Maka pada tanggal 7 Februari 2018 diresmikanlah Lingkungan St. Maria.
    Pertambahan umat di daerah garapan Germania semakin hari makin banyak, maka oleh pastor Paroki saat itu menyuruh umat mencari tanah yang cocok dibangun Gedung Bina Iman. Oleh salah satu umat dari Stasi St.Paulus Helvetia (Bpk Gurning atas nama istrinya Sartika Pane)di berikanlah tanah pertapakan dengan cuma-cuma. Maka oleh semangat umat disana dan dukungan pastor paroki terjadilah peletakan batu pertamanya tanggal 4 Desember 2018. Dan setelah selesai dibangun barulah diresmikan Gedung Bina Iman yang baru disana tanggal 7 September 2019 oleh pastor paroki yang baru P. Fiorentius Sipayung dan pastor rekan P. Anselmus Mahulae, OFMCap dan P. Albinus Ginting, OFMCap.
    Di akhir masa jabatan kepengurusan, telah terjadi periodisasi Dewan Pastoral Stasi demi pelayanan yang lebih efektif dan efisien serta memenuhi secara bersama-sama dan terkoordinasi kepentingan dan kebutuhan serta kebijaksanaan dala melayani dan penggembalaan yang aktif dan merata bagi seluruh umat maka DPP Paroki Padre Pio membuat surat Keputusan No.0077/P-012/MH/II/2020, tanggal 16 Februari 2020, masa periode 2020 – 2025 dengan susunan sebagai berikut:
    Ketua Dewan Pastoral Stasi : Sutrisno Perangin-angin
    Wakil ketua : Jonter Sihombing, SKM
    Sekretaris : Drs.Suwardi Munthe, M.Si
                         Riston Hasugian
    Bendahara : Lentina br Karo, S.Pd
    Pastor Paroki : P.Fiorentius Sipayung,OFMCap
    Lingkungan St.Paulus adalah pemekaran dari lingkungan St. Patrick yang berada di tanah garapan Germania. Inilah nanti pemikiran dari P. Ambrosius Nainggolan,OFMCap mendirikan Gedung Bina Iman disana. Lingkungan St. Paulus berdiri tanggal 19 Februari 2020.
    Cikal Bakal Pembangunan Gereja yang Baru di Sukadono
    Seiring dengan pertambahan umat yang terus terjadi di stasi ini, memerlukan pelayanan yang lebih banyak lagi seperti sekolah Minggu buat anak-anak, rapat-rapat, perayaan natal dan paskah bagi anak remaja dan muda-mudi serta kegiatan lain yang tak mungkin lagi dilakukan di gereja, maka terpikir oleh pengurus gereja dan Pastor Paroki P. Ambrosius Nainggolan, OFM.Cap melalui rapat-rapat di stasi dan di paroki diputuskan bersama bahwa perlu dibuat Kepanitian Pembangunan Gedung Bina Iman dan akhirnya sampai kepada pelantikan kepanitiaan di stasi. Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2017. Namun di tengah berjalannya waktu dalam tahap pembangunannya terjadi pengalihan, dari Pembangunan Gedung Bina Iman menjadi Gedung Gereja Baru.
    Hal ini terjadi berdasarkan Statistik umat pada tahun 2019 pada Rapat Paripurna Stasi St.Yakobus telah mencapai 335 Kepala Keluarga dengan jumlah total umat sebanyak 1.447 orang. Perkembangan umat yang sedemikian pesat di stasi ini dibandingkan dengan daya tampung gereja pada saat itu yang hanya dapat menampung 500 orang umat sudah tidak memadai lagi. Maka sesuai Keputusan Dewan Pengurus Stasi dan Dewan Pengurus Paroki St.Padre Pio bahwa perlu diadakan Pembangunan Gereja yang lebih besar lagi sehingga dapat menampung umat lebih banyak pada saat ibadah.
    Atas dasar inilah, maka pada tanggal 21 Februari 2020 Dewan Pastoral Stasi (DPS) St.Yakobus Rasul dan Dewan Pastoral Paroki mengadakan rapat pembentukan Panitia Pembangunan Gereja di stasi Sukadono, dan pada tanggal 20 september 2020 oleh Pastor Paroki yang baru P.Fiorentius Sipayung, OFM.Cap telah dilantik Panitia Pembangunan Gereja St.Yakobus Rasul disaksikan oleh semua umat.
    Sampai saat ini tahun 2022, gereja masih dalam tahap pembangunan dan masih tahap pencarian dana baik dari umat stasi sendiri, paroki, antar paroki yang dilayani Pastor Kapusin seperti Paroki St. Petrus Medan Timur dan Paroki St.Antonius Hyam Wuruk Medan, para donatur, termasuk instansi swasta dan pemerintahan, bahkan dari umat di luar Gereja Katolik (umat gereja HKBP).
    Sejarah pertumbuhan dan perkembangan umat di stasi St. Yakobus Sukadono akan bertambah lagi dari apa yang ditulis ini kedepan untuk menyempurnakan karya Allah di daerah ini. Oleh karena keterbatasan waktu dan sumber hanya inilah yan bisa saya tuliskan semoga berkenan. Demikian dituliskan oleh Sekretaris Stasi St. Yakobus Rasul Sukadono, 10 Mei 2022.
    Data Umat Berdasarkan BIDUK
    Sejauh ini jumlah umat di paroki Padre Pio berdasarkan data pada paripurna pada bulan Desember 2021 adalah 2218 KK dengan jumlah jiwa 8266. Itu adalah data faktual umat berdasarkan laporan dari setiap lingkungan. Menurut data BIDUK pencapaian pendataan untuk jumlah Kepala keluarga sampai saat ini adalah 98 persen dan pendataan jiwa adalah 99 persen. Masih ada 2 dan 1 persen lagi yang belum beres. Hal seperti ini terjadi karena ada umat yang memang tidak lengkap data-data atau dokumen-dokumen kegerejaannya. Sudah berulangkali diminta dan disampaikan namun belum beres. Dari jumlah umat yang disebutkan di atas pasti tidak semua lagi berada di wilayah paroki ini sekarang ini.
    Dari sekian jiwa umat, generasi muda sangat mayoritas. Demikian pada umumnya menurut data dari stasi-stasi. Usia anak-anak, remaja, sampai OMK cukup mendominasi. Persentasinya bahkan mencapai 40 persen. Dan jika ditambahkan dengan jumlah orang dewasa yang masih muda, maka umat di paroki ini didominasi oleh kaum muda dari generasi X sampai Z dengan persentase lebih dari 60 persen. Dengan demikian dirasa sangat penting untuk mengembangkan aspek pewartaan iman.
    Nama Stasi dan Lingkungan
    1. Stasi St. Yosef Sei Sikambing
      Stasi ini beralamat di Jalan Gatot Subroto Gg. Harapan No. 6 Kelurahan Sei Sikambing C. Medan dengan pelindung Santo Yosef yang dirayakan setiap tanggal 19 Maret. Dengan jumlah umat tahun 2021 sebanyak 1323 orang terdiri dari 380 KK. Stasi ini terdiri dari 14 Lingkungan yakni Lingkungan St. Agustinus, St. Stefanus, St. Paulus, St. Yohanes, St Yakobus, St. Markus, Sta. Maria, Sta. Theresia, St. Antonius, Sta. Elisabeth, St. Fransiskus, St. Andreas, St. Thomas dan St. Matius. 
    2. Stasi Sta. Maria Ratu Rosario Cinta Damai
      Stasi ini beralamat di Jalan Mesjid Lingkungan I Kelurahan Cinta Damai Medan dengan Pelindung Santa Maria Ratu Rosario yang dirayakan setiap tanggal 7 Oktober. Pada tahun 2021 jumlah umat: 1701 orang dengan 459 KK.
      Stasi ini terdiri dari 17 Lingkungan yakni: Lingkungan St. Andrea Rasul, Sta. Anna, Sta Elisabeth, St. Gregorius, St. Ignatius, St. Yakobus, St. Yohanes Pembaptis, St. Katarina, Sta. Lusia, Sta. Maria, St. Mikael, St. Paulus, St. Petrus, Sta. Theresia, St. Thomas, St. Yosef, dan Sta. Veronika. 
    3. Stasi St. Paulus Helvetia
      Stasi ini beralamat di jalan Matahari Raya no 47 Helvetia Medan. Nama pelindung Santo Paulus yang dirayakan setiap tanggal 29 Juni. Pada tahun 2021 jumlah umat: 1634 orang dengan 480 KK.
      Stasi ini terdiri dari 15 Lingkungan yakni: Lingkungan St. Agustinus, Sta Anna, Sta Agatha, Sta Agnes, St Bonaventura, Sta Elisabeth, Sta Fransiska, St Fransiskus, St Ignatius, St Gregorius, St Mikael, Sta Maria, St Paulus, St Petrus, St Rafael. 
    4. Stasi St. Petrus Purwodadi
      Stasi ini beralamat di Jalan Gereja No. 1 Kelurahan Purwodadi. Nama Pelindung Santo Petrus yang dirayakan setiap tanggal 29 Juni. Jumlah umat pada tahun 2021: 959 orang dengan 236 KK. Stasi ini terdiri dari 9 Lingkungan yakni: Lingkungan St. Ignatius, St. Agustinus, St. Yosef, Sta. Lusia, St. Yohanes Pembabtis, Sta. Cecilia, St. Fransiskus Asisi, Sta. Maria, St. Philippus Neri. 
    5. Stasi St Yakobus Rasul Sukadono Stasi ini beralamat di Jalan Gereja Zaitun desa Tanjung Gusta. Nama pelindung stasi ini Santo Yakobus Rasul yang dirayakan setiap tanggal 3 Mei. Pada tahun 2021 jumlah umat sebanyak 1372 orang dengan 330 KK.
      Stasi ini terdiri dari 11 Lingkungan yakni: Lingkungan St. Andreas Rasul, St. Antonius Padua, St. Karolus, Sta. Maria, St. Mikael, St. Fransiskus Asisi, St. Paulus, St. Petrik, St. Petrus, St. Yohanes Rasul, dan St. Yosef. 
    6. Stasi Santo Krispinus Viterbo Jatiyoso
      Stasi ini beralamat di Jalan Puskesmas lingkungan 11 Kelurahan Jatiyoso Kecamatan Sunggal. Nama pelindung Stasi adalah Santo Krispinus Viterbo yang dirayakan setiap tanggal 19 Mei. Pada tahun 2021 jumlah umat sebanyak 385 orang dengan 112 KK.
      Stasi ini sekarang terdiri atas 5 Lingkungan yakni: Lingkungan St. Antonius, Sta. Maria Bunda Pertolongan Abadi, St. Stefanus, St. Yosef, dan Santo Yohanes Paulus II. 
    7. Stasi Santa Clara Asisi
      Stasi ini beralamat di jalan Pringgan Desa Helvetia. Nama Pelindung adalah Santa Clara Asisi yang dirayakan setiap tanggal 11 Agustus. Pada tahun 2021 jumlah umat sebanyak 892 orang dengan 221 KK.
      Stasi ini terdiri dari 8 Lingkungan yakni: Lingkungan St. Andreas Rasul, St. Antonius Padua, Sta. Theresia dari Kanak-Kanak Yesus, St. Philippus Rasul, St. Yohanes Don Bosco, Sta. Maria, Sta. Elisabeth Hungaria, dan St Yosef. 
    Kehadiran Komunitas Religius
    Di wilayah paroki Padre Pio ini terdapat empat komunitas religius, yakni: Komunitas Ordo Kapusin Propinsi Medan di Helvetia, Dua komunitas Kongregasi SCMM (Sukadono dan Sei Sikambing), dan satu komunitas Kongregasi DSA di Stasi Santo Petrus Purwodadi.
    Komunitas-komunitas ini mempunyai bentuk-bentuk kehadiran di tengah umat stasi dan lingkungan. Mereka terlibat dalam kegiatan menjemaat.
    Komunitas Pendidikan di Sekitar Paroki
    Pendidikan katolik di wilayah paroki ini tidak banyak namun ada, yakni TK, SD Santo Thomas di Sei Sikambing dan SMP serta SMA Santo Thomas yang terletak di Jl. Banteng Sei Sikambing. Selain itu ada juga sekolah swasta pribadi namun memakai ciri khas Katolik, yakni Sekolah Mariana dan Sekolah St. Ignatius yang terletak di wilayah Stasi Santa Maria-Cinta Damai. Jumlah anak-anak dari paroki ini yang bersekolah di sekolah-sekolah itu banyak namun jika dibandingkan dengan anak-anak katolik yang bersekolah di sekolah-sekolah non katolik jauh lebih banyak. Dan mereka tidak mempunyai guru agama Katolik yang mengajarkan iman Katolik kepada mereka.
    PENUTUP
    Demikian sejarah paroki Santo Padre Pio Helvetia Medan. Sejarah ini tentu jauh dari sempurna dalam arti tidak menuliskan semua data historis yang terjadi karena belum menjadi kebiasaan dulunya untuk menuliskan suatu peristiwa dengan baik. Kesulitan itu dirasakan pada saat mengumpulkan data-data ini. Namun demikian, sejarah ini sudah cukup mewakili dan menjelaskan secara historis terbentuknya Paroki Santo Padre Pio.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :