Pelindung |
: |
Santo Fidelis |
Buku Paroki |
: |
Sejak 1951. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Balige/Lintongnihuta. |
Alamat |
: |
Jl. Merdeka 47, Kel. Pasar Dolok Sanggul, Kec. Dolok Sanggul, Kab. Humbang Hasundutan - 22457 |
Telp/WA |
: |
|
|
: |
|
Jumlah Umat |
: |
2.807 KK/ 12.386 jiwa (data Biduk per 05/02/2024) |
Jumlah Stasi |
: |
27 |
01. Bonan Dolok04. Huta Paung07. Marbun10. Pansur Batu13. Parsaoran16. Saitnihuta19. Sibuluan22. Simamora25. Sipituhuta |
02. Buhit05. Huta Raja08. Matiti11. Parbotihan14. Pollung17. Sampetua20. Sihikkit23. Simarigung26. Sitapongan |
03. Huta Julu06. Janji09. Onan Ganjang12. Pardomuan Nauli15. Riaria18. Siatas21. Simangulampe24. Sionggang27. Tipang |
RP. Mansuetus Dominikus Demon, SVD |
13.04.'77 |
Parochus |
RP. Yanuarius Fransiskus Berek, SVD |
12.01.'88 |
Vikep Dolok Sanggul & Pangururan |
Sejarah Paroki St. Fidelis Dolok Sanggul
Sejarah berdirinya paroki Santo Fidelis Doloksanggul tidak terlepas dari para misionaris terahulu dari Eropa yakni saudara-saudara Kapusin. Pada Tahun 1934, setelah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda resmi mengizinkan misionaris Katolik bekerja di wilayah Tapanuli, maka misi Katolik mulai bergerak ke berbagai tempat di tanah Batak. Pertama-tama para misionaris menetap di Balige. Dari Balige mereka mulai mengunjungi dan mendirikan stasi-stasi, termasuk Doloksanggul. Seorang misionaris yang pertama kali mengunjungi Doloksanggul dan sekitarnya adalah RP. Sybrandus van Rossum, OFMCap. Ia berjumpa dengan orang-orang yang umumnya sudah menjadi protestan. Dari perjumpaan itu tumbuh dalam hati orang-orang Doloksanggul keinginan untuk menjadi Katolik. Maka beberapa saat kemudian, Doloksanggul menjadi stasi ketiga, setelah Lintongnihuta dan Hutaraja di wilayah ini.
Pada 1942-1945, dimana Indonesia berada di bawah penjajahan Jepang, semua Imam, Bruder, dan Suster asal Belanda di bawah ke pengasingan. Mereka meninggalkan umat Katolik yang masih sangat muda. Pada masa itu, para katekis dan pemimpin umatlah yang menjadi pengajar dan penjaga iman umat.
Pada tahun 1950, para imam yang berkarya di wilayah Tapanuli dibebaskan dari pengasingan. Mereka bertemu kembali dengan komunitas katolik yang jumlahnya semakin berkurang. Di samping itu, ucapan terima kasih atas kegiatan yang dilakukan para katekis dan para pemuka umat layak mendapat apresiasi. Sebab dalam kurun waktu tanpa imam, mereka tetap setia mengajar dan mendampingi umat.
Masa-masa setelah pengasingan itulah Doloksanggul mulai sering mendapat kunjungan dari para misionaris. Pastor Van Strallen bahkan mulai menetap di Doloksanggul. Ia mengajar dan menguatkan iman umat Katolik yang masih bertahan selama masa perang dan membaptis mereka yang mau menjadi Katolik.
Pada tahun 1951 Paroki St. Fidelis Doloksanggul berdiri. Paroki asalnya adalah Paroki Lintongnihuta. Imam yang melayani paroki ini sejak awal adalah saudara-saudara Fransiskan dari OFMCap yakni RP. Van Strallen, OFMCap. Beberapa saat kemudian para imam makin bertambah dengan hadirnya RP. Adjut Mathis, OFMCap, RP. Meinrad Manser, OFMCap, dan RP. Joshua Steiner, OFMCap.
Kehadiran banyak imam ini membawa perubahan yang baik, yang nampak dalam penambahan jumlah stasi dan umat. Kesaksian hidup mereka menarik minat banyak orang untuk menjadi Katolik. Karena itu mereka sering kali dikunjungi oleh orang-orang dari pelbagai kampung untuk meminta para misonaris mendirikan gereja di kampung mereka masing-masing. Hasilnya, lebih dari 30 gereja stasi dibangun di banyak kampung. Tidak lama kemudian para suster dari kongregasi KSFL datang dan membuka rumah komunitas di Doloksanggul dan memulai pelayanan mereka di bidang pendidikan dan kesehatan (poliklinik). Hal ini membuat misi semakin mudah menyebar.
Seiring dengan perjalanan waktu, para misionaris perintis semakin tua. Namun karya mereka telah berbuah yang tampak dalam diri imam-imam pribumi yang sudah mulai ada dan berkembang. Pelayanan terhadap umat pun perlahan-lahan mulai digantikan oleh imam-imam pribumi yakni imam Kapusin kelahiran tanah Batak.
Adapun para pastor Kapusin yang pernah berkarya di paroki Santo Fidelis Dolok Sanggul yakni:
P. Brandus Van Rossum
- P. Pruopius Handgraaf
- P. Ludas Renders
- P. Oskar Neuyten
- P. Wendelinus Willems
- P. Marianus V. D Acker
- P. Werenfridus Joosen
- P. Asterius V. Reen
- P. Raymundus Rompa
- P. J. J. Van Rossem
- P. Nilus Wiegmans
- P. Ansfridus Liefrink
- P. Stephanus Krol
- P. Remigius Pennock
- P. Leontius V. D Henvel
- P. Donatus Boss
- P. Terentius Scepens
- P. Guido De Vet
- P. Wiro
- P. Diego V. D. Biggeleaar
- P. Jsaias Krol
- P. Aloysius Wijnen
- P. Djowensis
- P. Rochus Roessens
- P. Jidefonsus Van Straalen
- P. Isidorus Woolembang
- P. Hinarius
- P. Jsidorus Woestenberg
- P. Adjut Mathis
- P. Ferdinand Manser
- P. Ferdinand Manser
- P. Meinrad Manser
- P. Repert
- P. Yosue
- P. Michael Hutabarat
- P. Alfonss,
- P. Anthonius Brevoot
- P. Albertus Pandiangan
- P. Thomas Heuvel
- P. Antonius Siregar
- P. Richard Sinaga.
- P. Yosep Rajagukguk
- P. Petrus Sianipar
- P. Emmanuel Sembiring
- P. Arnold B. Sinaga
- P. Aloysius Uran
- P. Octavianus Situngkir
- P. Nestor Manalu
Paroki Santo Fidelis Doloksanggul dilayani oleh para imam Kapusin sampai pertengahan tahun 1995.
Pada tanggal 30 Juli 1995 Paroki Santo Fidelis Doloksanggul yang terus berkembang ini diserahkan kepada pelayanan Para Imam, Bruder Misionaris Serikat Sabda Allah (SVD). Peralihan ini terjadi pada masa kepemimpinan Mgr. Pius A. G. Datubara, OFMCap, sebagai Uskup Keuskupan Agung Medan. RP. Remigius Sene, SVD (sebagai pastor paroki), RP. Yosef Jaga Dawan, SVD dan RP. Yosef Buku Bala, SVD adalah orang-orang pertama dari Serikat Sabda Allah (SVD) yang berkarya di Paroki St. Fidelis Doloksanggul. Sebelum berkarya mereka juga mengikuti kursus bahasa Batak Toba di Pulau Samosir. Setelah belajar bahasa mereka mulai melayani umat secara penuh.
Meneruskan karya saudara-kaudara Kapusin, para imam dan biarawan SVD tidak hanya fokus pada pelayanan sakramental, tetapi mereka memanfaatkan aula yang telah ada untuk kegiatan retret umat dan pelatihan-pelatihan. Karya kategorial lainnya pun digalakkan yaitu pembentukan kelompok-kelompok tani. Pastor Yosef Jaga Dawan, menjadi penyuluh pertanian secara alamiah. Ia mengunjungi umat dari kebun ke kebun untuk mendengar keluh kesah mereka sebagai petani dan ia juga memberi arahan tentang pertanian. Kelompok-kelompok tani yang dibentuk ini juga berkumpul bersama untuk berdoa dan sharing kitab suci serta sharing pengalaman bertani.
Seiring perjalanan waktu para imam dan biarawan SVD silih berganti datang untuk melayani umat di paroki ini. Para imam yang pernah berkarya di paroki ini, selain ketiga imam pertama itu adalah
RP. Joko Wayan, SVD
RP. Kris Kia Anen, SVD
RP. Esra Susanto, SVD
RP. Yosef Waryadi, SVD
RP. Flavianus Levi Lidi, SVD
RP. Gabriel Madja, SVD
RP. Mansuetus Dominikus Demon, SVD
RP. Gregorius Sasar Harapan, SVD
RP. Levi Mateus Supriyadi, SVD
RP. Siprianus Wagung, SVD.
RP. Joko Wayan, SVD
RP. Kris Kia Anen, SVD
RP. Esra Susanto, SVD
RP. Yosef Waryadi, SVD
RP. Flavianus Levi Lidi, SVD
RP. Gabriel Madja, SVD
RP. Mansuetus Dominikus Demon, SVD
RP. Gregorius Sasar Harapan, SVD
RP. Levi Mateus Supriyadi, SVD
RP. Siprianus Wagung, SVD.
Sampai tahun 2022 paroki St. Fidelis Dolok Sanggul dilayani oleh RP. Mansuetus Dominikus Demon, SVD sebagai parochus dan dan RP. Yanuarius Fransiskus Berek, SVD sebagai Vikaris parokial.
Paroki St. Fidelis Doloksanggul memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara : Desa Hutagalung Kec. Harian-Samosir;
Barat : Desa Pancuragatan dan Simataniari Kec. Parlilitan
Timur : Desa Silaban dan Hutasoit Kec. Lintongnihuta
Selatan : Desa Sihopong dan Hutatua, Kec. Parmonangan-Taput.
Wilayah pelayanan paroki St. Fidelis Doloksanggul meliputi lima kecamatan (lima rayon), yang terdiri dari 27 stasi dan 98 lingkungan dengan jumlah umat sampai September 2022 sebanyak 12.207 jiwa dan 2.780 KK.