Jumat, Oktober 4, 2024
BerandaParokiParoki Pangkalan Brandan

Paroki Pangkalan Brandan

Pelindung
:
Santo Paulus
Buku Paroki
:
Sejak 1 Juli 2003. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Binjai
Alamat
:
Jl. Sutomo No. 7, Kec. Babalan, Kab. Langkat, Pangkalan Brandan – 20857
Telp.
:
0620 – 21479
Email
:
stpaulbrandan@gmail.com
Jumlah Umat
:
741 KK / 2.873 jiwa 
(data Biduk per 05/02/2024)
Jumlah Stasi
:
19
01. Air Hitam
04. Bukit Mas Pasar
07. Kampung Sawah
10. Pardomuan Nauli
13. Securai
16. Tanjungpura
19. Tungkam Jaya
02. Aras Napal
05. Bukit Selamat
08. Pangkalan Susu
11. Petani Jaya
14. Sendayan
17. Titi Lepan

03. Bengkel
06. Gebang
09. Pantai Buaya
12. Rantau Kuala Simpang
15. Tangkahan Batak
18. Translok
 
RD. Silvester Asan Marlin 
13.12.'79
Parochus
RD. Desman Marisi Marbun 
25.12.'86
Vikaris Parokial

Sejarah Paroki St. Paulus - Pangkalan Brandan

Sejarah Awal (klik untuk membaca)
Sejarah gereja katolik masing-masing stasi di Paroki St. Paulus Pangkalan Brandan tidak bisa kami sajikan dengan lengkap, baik dalam hal data umat, maupun dalam hal suka-duka perjuangan umat, karena kurang adanya dokumentasi yang baik di masing-masing stasi. Maka penyusun berusaha mengumpulkan tulisan seadanya dari para penulis dari stasi masing-masing.
Stasi Cinta Kasih Pangkalan Berandan berjarak sekitar 80 km dari kota Medan dan 60 km kearah utara dari Gereja Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai, terletak didaerah strategis untuk pengembangan karya gereja, karena berada dijalur utama jurusan Medan – Banda Aceh.
Sebagai gambaran sejarah gereja katolik Pangkalan Berandan dapat di bagi didalam empat bagian yakni :
I. Sejarah Umat Katolik Pangkalan Berandan
II. Sejarah Tanah Pertapakan Gereja Katolik pangkalan berandan
III. Sejarah berdirinya Gereja Katolik Stasi “Cinta Kasih “
IV. Sejarah berdirinya Paroki Santo Paulus dan Pastoran
I. Sejarah Umat Katolik di Pangkalan Brandan
Pada awalnya umat katolik Pangkalan Berandan mengadakan ibadat setiap hari Minggu tidak menentu, ada yang menumpang ke gereja tetangga dan ada berpindah pindah. Pada tgl 17 Agustus 1963 bapak Y.J.Sitanggang bertemu dengan bapak Togaraja Sinabutar (mensponsori agar bergereja ) mahasiswa IKIP Medan yang PKL di SMA Negeri Babalan, Lalu bertemu kembali tgl 20 Agustus 1963 membicarakan dimana umat Katolik bergereja, kemudian mereka berdua bersama mencari dan mengajak umat katolik untuk mengadakan doa bersama. Atas usaha ini mereka berhasil menemui bp.A.R Situmorang, bp. M.Nainggolan, dan bp. P.Panjaitan.Dari pertemuan itu disepakati mengadakan doa bersama pada Minggu itu dirumah bp.A.R.Situmorang dengan jumlah anggota 8 Orang dewasa dan 6 orang anak – anak, yaitu:
a. bp. A.R. Situmorang dan ibu beserta 2 orang anaknya
b. bp. M.Nainggolan dan ibu beserta 4 orang anaknya
c. bp. Panjaitan dan ibu
d. bp. T.Sinabutar
e. bp. J.Y.Sitanggang sebagai pembawa acara doa.
Acara hanya berdoa dan rosario karena buku tata ibadah saat itu belum ada. Kemudian Jumlah umat bertambah lagi, yaitu kel.M.M.Purba, kel L.Simbolon , kel.J.S.M.Situmorang, dan kel. Tampubolon.
Pada acara doa bersama, sambil berbincang- bincang, maka atas informasi bp.M.Nainggolan diketahuilah bahwa di kompleks Permina ada umat yang beragama katolik, yang aktif menggereja yaitu bp.Yanistoran, bp.Yosep Belangor,dan yg lain (ada 11 orang) dan pada bulan September 1963 diadakanlah ibadah Minggu dirumah bp.AR.Situmorang yang dipimpin bp,Yohanes Toran Lahera dan Josep Belangor . Karena Rumah bp. A.R. Situmorang berjualan, (kedai kopi dan tuak) dan beribadah agak terganggu, maka pada bulan Oktober 1963 sampai Februari 1964 tempat beribadat pindah kerumah Bapak M. Nainggolan, berjumlah 19 orangtua dan 6 muda mudi.
Pada bulan maret 1964 tempat beribadat berpindah ke SD 7 Jl. Dempo P. Berandan, tetapi hal ini tidak berlangsung lama hanya sampai Juni 1964. Maka Dari bulan Juli 1964 sampai dengan Oktober 1964 Beribadat diadakan di SD Tionghoa jl.Mesjid Hal ini juga tidak lama, karena akan dipakai oleh GPTP setiap minggunya. Kemudian Nopember 1964 sampai bulan April tahun 1967 tempat beribadat dilaksanakan di Balai Karyawan Pertamina Pangkalan Berandan. Dalam hal ini sejak 1966 pimpinan Jemaat adalah bp.Bernardus Balanato, dan bp.Yohanes Toran Lahera yang kemudian diganti bp.Yosep Belangor.
Sejak bulan Mei 1967 sampai 1970 Tempat peribadatan kemudian dipindahkan ke gedung SD no 1 YKPP Pertamina. Karena kurangnya tenaga pengajar agama katolik, maka pada tanggal 2 Januari 1969 Pastor A.G.Pius Datubara mengirim ibu R.br. Sinaga ke Pangkalan Berandan untuk mengajari (pengajar) umat beragama Katolik.
Setelah pembangunan Gedung Gereja Oikoumene Pertamina yang terletak di Tangka lagan selesai maka pada tahun 1971, Umat katolik mengadakan ibadat setiap Minggu di gereja Oikoumene Pertamina Tangka Lagan tersebut sampai tahun 1973. Tetapi karena tempat tersebut dirasa umat sangat jauh, menyebabkan umat banyak yang tidak dapat pergi ke gereja. Dan atas Musyawarah Dewan gereja dan pengurus, maka tahun 1973- 1974 peribadatan dibagi menjadi dua, yakni sebagian umat beribadat di Gedung Gereja Oikoumene,yang dipimpin oleh bapak Josep Belangor, dan sebagian umat yang tinggal dikota Pangkalan Berandan beribadat dirumah bapak J.W.Situmorang, di jalan Dempo yang dipimpin bapak J.Y.Sitanggang.dan Pengkhotbah Bpk.Sihombing (Katekis dari Medan). dengan Jumlah Umat 26 KK, termasuk umat Katolik ber etnis Tionghoa.
Pada tanggal 17 Februari tahun 1974 Bpk. Yustin Jakamar Sitanggang (J.Y.Sitanggang) diangkat menjadi Vorhanger, (SK Bapak Uskup Agung Medan A.G.Pius Datubara OFM Cap), yang bertugas memimpin peribadatan setiap minggu dengan dibantu bpk J.S.M.Situmorang. dan Ketua Pembangunan bp.JW.Situmorang.
Pada tahun 1975 -1976 Umat katolik mengadakan ibadat setiap minggu secara bergilir dirumah bp. J.Y.Sitanggang di Jl. Dempo, dirumah bp.J.W. Situmorang di jl. Dempo dan dirumah bp. J.P.E.Situmorang di jl. Dempo Pangkalan Berandan.
Pada tahun 1977 – 1978 Umat katolik mengadakan ibadat dirumah bp. J.P.E. Situmorang Jl. Dempo Pangkalan Brandan sampai gedung serbaguna selesai di bangun, Sejak Bulan Mei 1978 Umat katolik pangkalan berandan beribadat di gedung Serbaguna atau yang sekarang dikenal dengan nama Gereja katolik Cinta Kasih Pangkalan Berandan sampai saat ini.
II. Sejarah Tanah Pertapakan Gereja Katolik Pangkalan Brandan
Karena kerinduan untuk mempunyai pertapakan gereja sendiri, maka atas swadaya umat pada tahun 1971 membeli tanah di desa alur dua Tangkahan Lagan Pangkalan Brandan yang berukuran 125m x 32 m = 4000 m2. atas nama J. Mutimran. Dan Pada tahun 1973 atas swadaya umat dibeli kembali tanah di desa Alur dua Tangkahan lagan Pangkalan Berandan (tempat yang sama) yang berukuran 90m x 65 m = 6000 matas nama J. Mutimran. Kedua tanah ini sekarang sudah ditanami kelapa sawit dan menjadi asset Gereja dan Paroki.
Pada tahun 1973 atas swadaya umat , membeli tanah di Gang Jamil Pangkalan Brandan yang berukuran 16m x 18m = 288 matas nama J.S.M. Situmorang. Sampai sekarang tanah ini masih kosong dan tidak dikelola.
Pada tahun 1974 dengan swadaya umat serta bantuan dari Keuskupan Agung Medan membeli tanah dijalan Sutomo Pangkalan Brandan dengan ukuran 69m x 23 m = 1600 m2.dengan atas nama H. Sijabat. Tanah inilah yang kemudian dijadikan tempat mendirikan Gereja Katolik Cinta Kasih Pangkalan Brandan.
Pada tahun 2000 Atas swadaya umat dan bantuan Keuskupan Agung Medan membeli tanah beserta rumah yang terletak dijalan Sutomo, tepatnya disamping gereja yang sekarang menjadi rumah Pastoran.
Pada tahun 2004 atas swadaya umat dan Stasi stasi serta bantuan Keuskupan Agung Medan dibeli Tanah di jalan Sutomo disebelah kiri Gereja. demi untuk pengembangan Gereja dikemudian hari. saat ini tanah tersebut masih kosong.
III. Sejarah Berdirinya Gereja Katolik ”Stasi Cinta Kasih” Pangkalan Brandan
Melihat bahwa umat Katolik di Pangkalan Berandan belum mempunyai gereja yang permanen, maka para umat Katolik yang bekerja di Perusahaan Pertamina Pangkalan Berandan yaitu bapak Mangapul Simarmata dan Bapak Darmo mengusulkan agar para karyawan Pertamina harus menyumbang setiap bulan dengan cara gaji dipotong, untuk membeli tanah pertapakan gereja, dan atas kesadaran umat, mereka setuju tiap bulan gaji dipotong. Uang inilah yang digunakan untuk membeli pertapakan seperti disebut diatas.
Dan pada tahun 1975 Diangkatlah Pengurus Dewan Gereja Katolik sbb: Ketua Pembangunan bp.Waroka (manejer angkutan), Wakil Ketua bp. Nurdin Patihajo (Manejer Pengolahan), Sekretaris Pembangunan bp.Suhadi S.H, (bagian Pertanahan) dan Saparya.
Pada awal tahun 1976 Bapak Pastor Julius Martin PME ( sekarang menjadi USKUP Peru ) mulai merintis persatuan umat di Pangkalan Berandan sebagai satu syarat mutlak berdirinya gereja Katolik, yakni persatuan umat katolik karyawan Pertamina dengan umat katolik non karyawan Pertamina.Dan karena seluruh umat setuju dengan usulan tersebut, maka ijin mulai diurus langsung oleh Uskup. Dansurat ijin pun segera diperoleh dari pemerintah dengan status: Surat Ijin membangun Gedung Serba Guna, yang berfungsi sebagai tempat kegiatan kerohanian, dan sosial.
Pada bulan Juli 1977 dimulailah Upacara Peletakan Batu Pertama pembangunan Gedung Serba Guna dengan acara makan bersama (dengan memotong Kambing) yang dihadiri para tetangga yang beragama Muslim, dan mereka juga sekaligus menjadi tenaga kerja (tukang) dalam pembangunan Gedung Serba Guna tersebut. Adapun Arsitek pembangunan Gedung Serba Guna / Gereja Cinta Kasih adalah Bruder Terang Kelinus bersama dengan 4 orang temannya. Pembangunan Gedung Serba Guna selesai pada bulan Mei 1978.
Pembangunan Gedung Serba Guna yang lebih dikenal dengan nama Gereja Katolik Cinta Kasih Pangkalan Berandan, dapat selesai dengan cepat adalah atas berkat Rahmat Allah, dan juga peran serta dari umat yang bekerja menjadi staf di Pertamina yang telah bersedia memberikan pemikiran, tenaga bahkan materi untuk berdirinya gereja, seperti : Bapak Mutimran ( Ka.Lab Pengolahan), bp.Waroka (Ka.Angkutan), bp.Sriono (Ka.UPS Logistik), bp.Purnomo (Ka.Personalia), bp.R. Sumarji (Ka Anggaran Logistik), bp.D.Kristanto (Ka.Material /Logistik), bp.Pudyasmara (Manajer Pengolahan), bp.Endarto (Ka Anggaran), bp. J.Buari (Ka. Logistik), bp.A.W.Budi Santoso. Bp.Ermaji (dr.Pertamina), bp.Ernawan (dr. Pertamina), bp. Nurdin Patihajo (Manejer Pengolahan), bp.Suhadi S.H, bp.Saparya, serta bp. H. Sijabat. Dan juga masih banyak umat yang turut serta membantu dan namanya tidak kami sebut satu persatu.
Pada Bulan Juni 1978 Gedung Serba Guna diresmikan oleh Yang Mulia Uskup Agung Medan, dengan dihadiri oleh : Bupati Langkat, DanDim, Kapolsek, Danramil. Dan sebelum acara peresmian dimulai, acara terlebih dahulu dimeriahkan oleh Drum Band SMA St. Thomas jl. S.Parman Medan dengan berpawai kesekeliling kota Pangkalan Berandan. Setela acara peresmian terlaksana dilanjutkan dengan acara makan bersama, kata kata sambutan, dan dilanjutkan dengan Gondang Batak selama satu hari satu malam.
Dalam perjalanan waktu selam 14 tahun, Gedung Serba Guna yang disebut sebagai Gereja Katolik Cinta Kasih mengalami kerusakan dan pelapukan di bagian Panti Altar dan atas bagian depan.
Pada tahun 1991 Bapak Pastor Frietz R. Tambunan yang bertugas di Pangkalan Berandan mulai merintis merenovasi Gedung Serba Guna (Gereja Cinta Kasih).
Pada tahun 1992 dimulailah merenovasi Gedung Serba Guna dengan dana Rp.16.000.000,- sumber dana berasal dari umat setempat dan bantuan umat yang telah pindah dari Pangkalan Berandan. Setelah selesai Renovasi diadakan acara Syukuran yang di hadiri oleh Yang Mulia Uskup Agung Medan.
Namun pada tanggal 2 Nopember 1992 tepat pada pukul 15.15 wib. Gereja Cinta Kasih mengalami kerusakan karena di obrak abrik oleh oknum orang – orang yang tidak bertanggung jawab. Dengan menyaksikan peristiwa yang sangat tragis itu, maka umat Katolik Pangkalan Berandan langsung datang berkumpul di gereja Cinta Kasih dengan ratap tangis yang memilukan siang malam.
Pada awal Desember 1992 dimulailah Renovasi tahap kedua dengan biaya swadaya dari umat secara spontanitas, dan selesai pada saat sebelum perayaan Natal 1992. Sehingga umat dapat merayakan natal di gereja. Sejak saat itu umat sudah tenang bergereja di Cinta kasih, dan tidak ada lagi gangguan. Bahkan ketika Banjir Bandang pada Bulan desember tahun 2006 Gereja Cinta Kasih menjadi Posko Bantuan Kemanusiaan, bahkan kita membantu para warga yang kebanjiran terutama umat Muslim yang berada disekitar kita.
Dalam perjalanan waktu, keadaan Umat di Stasi Cinta Kasih mengalami pasang surut sehubungan dengan banyaknya pekerja Pegawai Pertamina Yang beragama Katolik Pensiun dan kembali ke daerah asalnya, dan juga karena Pertamina tutup sehingga banyak umat kita yang turut dipindah tugaskan ke daerah lain.
Saat ini umat di Gereja Katolik Cinta Kasih berjumlah : 91 KK, terdiri atas 382 Jiwa, yang terbagi menjadi 4 Lingkungan yakni:
1. Lingkungan St. Iqnatius berjumlah : 47 KK terdiri atas 190 jiwa
2. Lingkungan St. Fransiskus berjumlah : 15 KK terdiri atas 65 jiwa
3. Lingkungan St. Ana berjumlah : 16 KK terdiri atas 69 jiwa
4. Lingkungan St. Yosep berjumlah : 13 KK terdiri atas 58 jiwa
Berikut ini kami lampirkan para gembala – gembala setempat yang pernah menjadi Vorhanger ataupun Ketua Dewan Stasi adalah :
1. Bapak .J.Y Sitanggang
2. Bapak Josep Belangor
3. Bapak Bernardus
4. Bapak M.M.Purba
5. Bapak J.P.E. Situmorang
6. Bapak A. P. Sidabutar
Dan berikut ini nama – nama Kepengurusan Gereja Stasi Cinta Kasih Pangkalan Berandan, masa Bhakti 2011- 2016 sebagai berikut:
1. KETUA DEWAN STASI L.SIMANJUNTAK,S.Pd
2. WAKIL KETUA M. DUHA, S.Pd
3. SEKRETARIS I MONIKA Br.PARDEDE
4. SEKRETARIS II L. HARIANJA, S.T
5. BENDAHARA I A.P. SIDABUTAR
6. BENDAHARA II R. Br. SINAGA, S.Pd
IV. Sejarah Paroki Dan Pastoran
Pada tahun 2000 umat gereja Katolik Cinta Kasih dengan dukungan P. Agustinus giyono D.Pr dari Keuskupan Agung Semarang berhasil mendapatkan tanah dan rumah yang terletak disamping halaman gereja. Rumah ini direncanakan untuk rumah Pastoran. Tetapi masih didiami orang yang mengkontrak karena masa kontraknya belum habis. Setelah yang mendiami meninggalkannya, maka rumah segera direhab. Rehap tahap pertama selesai pada bulan september 2002, namun masih kosong dan belum ada perabot apapun didalamnya. Lingkungan sekitar rumah juga belum tertata rapi, sehingga pastor dan pengurus gereja Cinta Kasih harus bekerja keras menatanya.
Dengan adanya Pastoran ini maka semakin terwujudlah harapan umat, bahwa wilayah Pangkalan Berandan dan 20 stasi disekitarnya memiliki Paroki sendiri agar pelayanan terhadap umat semakin Maksimal, dan juga untuk mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan gereja tidak terlalu jauh harus ke Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai. Keinginan untuk mendirikan Paroki sendiri semakin gencar pada saat menjelang Peringatan Pesta Perak (25 tahun) Gereja Cinta Kasih Pangkalan Berandan.
Pada tanggal 29 Juni 2003 diadakan pesta Perak Gereja Katolik Cinta Kasih sekaligus Peresmian Pendirian Paroki Pangkalan Berandan yang bernaung pada perlindungan tokoh besar gereja perdana yaitu Santo Paulus, sekaligus diadakan pengumpulan dana untuk rehab gereja dan pagar.
Pada tanggal 31 Agustus 2003, Yang Mulia Uskup Agung Medan Mgr.A.G.Pius Datubara OFM Cap. berkenan hadir untuk meresmikan dan memberkati Paroki baru yaitu “ Paroki Santo Paulus Pangkalan Berandan”. Setelah pemberkatan maka pastoran segera dilengkapi dengan Garasi mobil, Kamar penjaga dan dan ruang kamar mandi luar. Hati umat terasa legah telah memiliki Paroki yang baru walaupun pada saat itu Pastor belum langsung ditempatkan tetapi masih dari Binjai. Kemudian Bapak Uskup menempatkan Pastor Aloysius Martoyoto Pr. dari Keuskupan Semarang di Paroki Santo Paulus Pangkalan Berandan.
Dengan melihat sejarah singkat berdirinya Gereja Katolik Stasi Cinta Kasih Paroki Santo Paulus Pangkalan Berandan, dimana umat menghadapi berbagai macam tantangan, dan kesulitan yang berat, sudah sepatutnyalah kita selalu bekerja sama serta membangun kesatuan dan persatuan, demi untuk berkembangnya iman umat Katolik di daerah Pangkalan Berandan dan sekitarnya.
Para umat yang pernah menjabat sebagai Ketua Pelaksana Paroki Santo Paulus Pangkalan Berandan adalah sbb :
1. bp. JPE.Situmorang dan
2. bp. A.S. Sihotang
Para Pastor Yang pernah berkarya di Stasi Cinta Kasih Sesuai dengan ingatan para umat, disini kami beritahukan sebagai berikut :
1. Pastor A.G.Pius Datubara.
2. Pastor Vennox
3. Pastor Gregori ( Kanada )
4. Pastor Josua ( Swiss )
5. Pastor Magela
6. Pastor Julius Martin PME
7. Pastor Betran
8. Pastor Pidelis Sihotang
9. Pastor Frietz Tambunan
10. Para Pastor Diosesan yang datang dari Keuskupan Agung Semarang (Rm. Sukardi, Rm.Winarto, Rm.Suyadi, Rm. Supriyanto, Rm.Suharyono, Rm. Agustinus Giyono, Rm. Aloysius Martoyoto Pr., Rm.Johanes Conrad Heru Purnomo Wiryoatmojo Pr. Dan Rm. Yohanes Sari Jatmiko Pr).
11. Pastor Gundo Saragih
12. Pastor Marsellinus Sitanggang
Dan para Pastor yang pernah berkarya setelah di resmikannya Paroki Santo Paulus Pangkalan Berandan adalah sbb;
1. Pastor Agustinus Giyono (sebagai perintis berdirinya Paroki)
2. Pastor Aloysius Martoyoto Pr
3. Pastor Johanes Conrad Heru Purnomo Wiryoatmojo Pr
4. Pastor Gundo Saragih
5. Pastor Marsellinus Sitanggang (Pastor Rekan)
6. Pastor Yohanes Sari Jatmiko Pr
Demikianlah sejarah Gereja Katolik Cinta Kasih Pangkalan Berandan ini yang dapat kami uraikan. Terima kasih atas bantuan dari para pengurus terdahulu bp. J.Y.Sitanggag dan juga para orang tua saksi hidup bp.L.Simbolon, ibu R.br.Sinaga,bp.B.Samosir yang mengetahui sejarah umat dan juga penyusun terdahulu bp.JPE. Situmorang,dan juga semua orang-orang yang turut serta dalam penyusunan sejarah Gereja Katolik Pangkalan Berandan ini. Sejarah ini mungkin masih banyak kekurangan disana sini, dan juga tanggal serta bulan dan tahun tidak begitu persis dan ada yang silap , maka kami mohon maaf yang sebesar besarnya kepada bapak /ibu saudara sekalian. (Direvisi kembali : L.Simanjuntak.S.Pd).
Sejarah Stasi Tanjung Pura
Stasi Tanjungpura yang terletak sekitar 25 km ke arah selatan dari Paroki St. Paulus, Pangkalan Brandan adalah stasi paling selatan, yang menjadi pembatas dengan Paroki Bunda Pertolongan Abadi. Terjadinya stasi ini diceritakan oleh Bp. Financius Sinaga, selaku vorganger di stasi ini. ”Saya, Financius Sinaga, yang sejak tanggal 1 Maret 1954 telah diangkat menjadi Pegawai Negeri, khususnya sebagai Pegawai Penjara, tinggal menetap di kota Tanjungpura, walau pada waktu itu keluarga saya belum pindah ke Tanjungpura. Perpindahan keluarga saya ke Tanjungpura baru terlaksana pada bulan Mei 1954 dan kami bertempat tinggal di kampung Karantina. Waktu itu belum ada perkumpulan umat Katolik, karena belum ada satu pun orang katolik di situ. Sejak sekitar tahun 1960 sampai tahun 1973 kami bergereja di Air Hitam, yang letak gerejanya di dekat Kilang Bersama. Berhubung gereja Air Hitam dipindah ke Bukit Delapan, kami merasa begitu jauh untuk bergereja kesana. Maka sesuai dengan petunjuk Pastor, kami pindah berminggu ke Martoba Gebang.
Berhubung ke Gebang pun juga cukup jauh perjalanan kami (bersama-sama anak-anak) terpaksa kami tidak bias mengikuti peribadatan setiap minggu. Pada waktu itu, Pastor Pius Datubara, selaku pastor paroki menunjuk rumah kami sebagai tempat diadakannya ibadat atau doa lingkungan, supaya anak-anak dapat beribadat dan berdoa lingkungan setiap minggunya. Kami yang berjumlah 3 (tiga) keluarga bisa berminggu/beribadat dengan teratur. Pada tanggal 7 April 1975, Pastor A.G Pius Datubara, selaku pastor Paroki gereja Katedral Medan, mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Muspida Kecamatan Tanjungpura, yang memberitahukan bahwa Perkumpulan Jemaat Katolik di Tanjung Pura setiap Minggu dan setiap hari Besar Kristiani mengadakan ibadat/doa lingkungan. Setiap malam minggu umat Katolik Tanjungpura mengadakan doa-doa secara bergiliran dari rumah ke rumah. Maka pada tanggal 8 April 1975, kami melapor kepada Muspida kecamatan Tanjungpura (sebagai bukti-bukti dari keterangan ini, ada photocopy pertinggal yang disimpan dengan baik oleh vorhanger).
Demikian sejarah awal perkumpulan kami, umat katolik di Kecamatan Tanjungpura dan Tanah untuk mendirikan gereja telah kami beli dengan pinjam uang dari Paroki Binjai Langkat, melalui Rm. Sukardi dan tanah tersebut diatasnamakan Rm. Sukardi. Surat tersebut ditinggal di Paroki Binjai Langkat. Menurut perjanjian kami dengan Pastor Paroki, pengembalian uang pinjaman itu kami tempuh dengan cara mengansur. Tanah tersebut masih kosong sampai sekarang, karena lingkungan kurang mendukung.
Demikianlah sejarah perkumpulan kami, selaku umat katolik di Tanjungpura, Langkat yang mulai sejak 8 April 1973 dengan jumlah 3 KK sampai sekarang 28 Juli 2012 (39 tahun) mencapai jumlah warga katolik 28 KK dengan jumlah umat 128 orang. Adapun pengurus gereja stasi Tanjungpura sebagai berikut:
1. Vorganger Pengata Surbakti
2. Wakil vorganger Tapianna br. Silalahi
3. Sekretaris Edi Susanto Saragih
4. Wakil Sekretaris Bohler Silalahi
5. Bendahara Antonius Nandang Mulyadi
6. Wakil Bendahara Kasanova Saragih
Sejarah Stasi Air Hitam
Stasi Santo Paulus Bukit Mengkirai terletak ± 25 KM sebelah Tenggara Kota Pangkalan Berandan. Gereja ini berada di Dusun IV (empat) Desa Bukit Mengkirai, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat. Jarak antara gereja dengan Kantor Camat Gebang, ± 15 KM ke arah Selatan.
Pada tahun 1964 berdirilah gereja katolik St. Paulus Stasi Air Hitam dengan jumlah 30 KK dan terdiri dari 140 jiwa, di bawah naungan Paroki Binjai Langkat dan di pimpin oleh Pastor Vennok. Pada waktu itu sudah dipilih pengurus gereja katolik Stasi Air Hitam, yakni: Kalimuda Situmorang dan Alfred Simamora. Kemudian, sejak tahun 1971 umat katolik semakin bertambah jumlahnya, karena umat sering dikunjungi oleh Pastor AG Pius Datubara OFM Cap, sehingga dapat diperkirakan bahwa pada tahun 1974 jumlah umat mencapai 42 KK atau 200 jiwa. Pada waktu itu kepengurusan gereja dipegang oleh bapak Martinus Tamba dan bapak Dominikus Lumban Gaol. Perkembangan jumlah umat katolik pada tahun 1984 mencapai 220 jiwa atau 48 KK dan pada tahun 2006 umat katolik sudah berjumlah 265 jiwa atau 52 KK. Adapun pengurus gereja pada masa bakti ini adalah: B. Manik, T. Sianturi, S. Situmorang, J. Tambunan, B.E Manalu, O. Malango, P. Situmorang (yang sekarang menjadi kepala Desa Bukit Mengkirai) dan pada tahun 2008 menjabat sebagai Ketua Dewan Stasi adalah bapak J. Manik.
Melihat perkembangan umat yang semakin hari semakin bertambah dari tahun ke tahun, sekalipun dalam presentase kecil, namun perkembangan jumlah umat ini merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti dibanding dengan jumlah umat dari gereja lain (gereja tetangga).
Sebelum dipindahkan ke Bukit Mengkirai, awalnya gereja Katolik St. Paulus berdiri di Desa Air Hitam, persisnya di Kilang Bersama (± 6 KM sebelum Desa Bukit Mengkirai). Selama 5 (lima) tahun (1963-1968), gereja tetap berada di Desa Air Hitam.
Akhir tahun 1968, gereja dipindahkan ke Bukit Mengkirai. Alasan perpindahan adalah umat Katolik jauh lebih banyak di Desa Bukit Mengkirai dari pada di Desa Air Hitam. Selain itu, seorang umat menghibahkan tanahnya untuk pertapakan gereja di Bukit Delapan, Desa Bukit Mengkirai. Mencermati dua hal itu dan mengingat bahwa di Desa Air Hitam umat begitu sedikit dan gedung gereja juga masih menumpang di sebuah kilang padi, maka atas kesepakatan bersama, gedung gereja darurat dibangun di Bukit Mengkirai. Ide pemindahan dan pembangunan gedung gereja digagas dan dilaksanakan oleh Bapak almarhum Kalimuda Situmorang. Ia bersama kelompok perantau dari Samosir bahu-membahu mendirikan dan menggiatkan hidup menggereja di Bukit Mengkirai.
Karena jumlah umat bertambah dari tahun ke tahun, gereja tak mampu lagi menampung umat. Selain itu gereja juga sudah bocor dan keropos. Melihat situasi itu pada tahun 2006 oleh para pengurus gereja di Bukit Mengkirai merencanakan pembangunan gereja yang lebih besar dan permanent. Rencana itu disampaikan kepada umat dan umat menyetujuinya. Sejak tahun itu setiap kepala keluarga umat dikenakan biaya pembangunan gereja yang dibayarkan pada masa panen padi. Demikianlah umat selama 3 tahun berusaha mengumpulkan dana awal pembangunan gereja. Pada awal tahun 2009 pembangunan gereja dimulai. Pekerjaan mulai dari penggalian fondasi sampai pengatapan masih tergolong lancar. Pembangunan selanjutnya terpaksa dihentikan karena dana telah habis. Umat masih tetap mengumpulkan dana, namun jumlahnya sudah sangat sedikit. Hal itu dikarenakan harga kelapa sawit yang tidak stabil dan juga karena selama ± 10 bulan (pertengahan 2009-pertengahan 2010) musim kemarau melanda Langkat (terlebih wilayah Teluk Aru).
Tahun 2011 jumlah umat 52 KK dan 207 jiwa; tahun 2012 bertambah menjadi 54 KK dan 221 jiwa.
Bangunan Gereja baru:
- Dimulai tanggal 01 Februari 2009 direncanakan selesai bulan September 2012, inilah atas karya Tuhan pada setiap Donatur. Dan tak luput kami umat katolik Stasi Air Hitam mengucapkan terimakasih atas kerja keras dan partisipasi Romo Aloysius Martoyoto,Pr sebagai perintis, Pastor Gundo F Saragih Pr; Pastor Marselinus Sitanggang Pr yang memulai dalam peletakan batu pertama.
- Dalam penyelesaian bangunan kami sangat berterimakasih atas kerja kerasnya, baik bantuan moral dan pendanaan pada Romo Yohanes Sari Jatmiko Pr, Sekretaris Paroki Maria Dede dan juga yang sangat kami banggakan pada Sr. Vincentine Nainggolan KSSY dan Sr. Deswita Sinaga KSSY yang sangat perhatian sekali untuk gereja Air Hitam, sehingga bantuan sudah hampir rampung. Terimakasih bagiMu Tuhan Engkau tunjukkan malaikat-malaikat penolong untuk umat Stasi Air Hitam.
Susunan Pengurus Stasi Masa bakti 2011-2016:
1.Vorganger : Jonner Tambunan
2.Wakil Vorganger : Jakaria Manik
3.Sekretaris : Pacifikus Situmorang
4.Wakil Sekretaris : Mangihut Sitanggang
5.Bendahara : Umar Manik
6.Wakil Bendahara : Edumanto Sinaga
Sejarah Stasi Tangkahan Batak
Pada tahun 1961, umat Tangkahan Batak berkumpul untuk musyawarah dan mengadakan sembahyang di rumah Bapak Arifin Situmorang. Pada tahun itu juga Pastor Op. Bornok Simbolon bersama Ny. Hutabarat dan ibu Situmorang (Pangkalan Brandan) dan sekaligus Bapak Jaspes Sinaga selaku pengajar, memberi pembekalan dan pembinaan kepada umat katolik yang berada di daerah Pangkalan Brandan termasuk Tangkahan Batak. Mereka menjumpai keluarga-keluarga Katolik yang ada di Tangkahan Batak, yaitu:
1. Arifin Simbolon
2. Jaintan Simbolon (alm)
3. Osman Simbolon
4. Ama Espe Simbolon
5. Jabakti Hutabalian
6. Huta Malau (alm)
Keenam keluarga ini mengadakan sembahyang dirumah bapak Arifin Situmorang.
Kemudian pada bulan April 1962 bapak Arifin Situmorang menerima mandat dari Pastor Bornok menjadi Pengurus atau Ketua Stasi Tangkahan Batak. Sejak tahun 1963 Pastor Bornok merayakan Ekaristi di rumah keluarga Arifin Situmorang dan selama kurang lebih 3 tahun mereka sepakat untuk mencari / membeli pertapakan untuk mendirikan bangunan Gereja. Dengan landasan keinginan yang besar, umat membeli pertapakan tanah dari salah satu umat Katolik yaitu Bapak Huta Malau, dengan harga 6 kaleng padi sawah yang kering.
Pada tahun 1966 mulai dibangun Gereja yang berukuran 5m x7m, berpondasikan batu bata, dinding papan dan atap nipah. Sesudah pembangunan gereja selesai, umatpun bertambah jumlahnya, yakni:
1. Kasmin Gultom (Op. Candra) alm.
2. A. Kele Simamora
3. Sahat Nainggolan
4. A. Niben Nainggolan
5. A. Holong Nainggolan
6. A. Eli Pandiangan
7. Mangantar Pandiangan
8. Op. Patuan Sibaran.
//Penyusun : Birman Agustinus Simanungkalit.
Sejarah Stasi Martoba Gebang
Pada tahun 1962 kampung Martoba masih didiami oleh beberapa suku Batak dan yang beragama Kristen (terutama Katolik). Umat yang pertama dahulu sulit bertatap muka dengan yang lain sebagai saudara seiman, karena lebih sering bertempat tinggal di ladang masing-masing.
Pada suatu hari mereka bertemu di tempat Bapak K. Manurung (†) dan teman-temannya antara lain:
1. Bapak K. Sihombing (†)
2. Bapak Arifin Situmorang (†) (sekarang tinggal di Stasi Tangkahan Batak)
3. Bapak M. Sianipar (†)
4. Bapak A. Sinaga
5. Bapak A. Manurung (†)
Setelah itu mereka mengadakan kesepakatan mengadakan Partamiangan (Ibadat) agar semua usaha mereka diberkati oleh Tuhan, karena mereka umumnya orang perantau yang bermodalkan Iman Kristiani (Katolik/RK) dari Pulau Samosir.
Pada tahun 1965 mereka membuat suatu kesepakatan dengan teman-temannya yaitu: mereka mengadakan peribadatan bersama antara saudara yang di Martoba dan Tangkahan Batak yang relatif jauh jaraknya. Maka bapak Arifin Situmorang dari Tangkahan Batak mengajak umat Martoba untuk bergereja di Tangkahan Batak.
Dalam perjalanan selanjutnya, jumlah umat semakin berkurang, sampai tinggal beberapa KK, namun mereka tetap bertekun untuk beribadat. Lalu mereka tetap mengadakan ibadat dari rumah ke rumah umat terutama di rumah bapak M. Sianipar (†).
Meskipun pada masa itu Negara kita dalam keadaan gawat karena terjadi gerekan G30S PKI. Tetapi umat Katolik tetap bertahan pada Iman dan kepercayaan mereka. Banyak cobaan telah mereka lalui dengan selamat, karena mereka tetap kompak, walau jumlah mereka tinggal sedikit.
Pada tahun 1969 datanglah Pastor AG. Pius Datubara, Ofm Cap yang memberikan dukungan kepada umat katolik di Martoba Gebang, dengan membelikan tapak gereja seluas 20m x 60m (3 rante). Maka segera dibangun gereja sebesar 4m x 6m dengan kondisi berdinding tepas / atap.
Pada tahun 1970 pertambahan jumlah umat makin nampak, karena datang bapak M. Situmorang dari Padang Langkat dan bapak Finantius Sipayung dari Tanjungpura yang bergereja di Stasi Air Hitam. Oleh karena jarak tempuh jauh lagipula jalannya terputus oleh banjir, sehingga mereka pindah bergereja di Martoba.
Pada tahun 1973 gereja diperbesar menjadi 5m x 7m dengan konsisi berdinding papan / atap seng, oleh karena jumlah umat bertambah menajdi 10 KK.
Pada tahun 1979 datang juga Bapak Pastor Gregory PME, yang memberi gagasan untuk memperbesar gereja tersebut menjadi 6m x 8m dengan kondisi bangunan gereja Batu-separuh dinding papan bekas, 8 buah seng bekas, lantai tanah. Pada masa itu yang menjadi Vorhanger Bapak Timbul Simbing (†) menjalani pelayanan iman umat sejak 1970 s/d 1992. Dan digantikan oleh bapak Mister Nainggolan yang bertugas sampai tahun 2008 dengan jumlah umat 11 KK.
Pada awal Desember 2006 Romo Aloysius Martoyoto Pr selaku Pastor Paroki St. Paulus Pangkalan Brandan bersama Dewan Paroki mengajukan permohonan bantuan kepada Keuskupan Agung Medan, karena adanya keprihatinan umat yang merasakan kurang nyaman lagi menggunakan gedung gereja yang sudah rusak dan tempatnya tidak representatif (kumuh).
Maka datanglah bantuan dana dari Keuskupan Agung Medan, sehingga umat bisa mendapatkan pertapakan gereja yang terletak di jalan lintas Sumatera seluas 26m x 100m (6,5 rante) dengan 50% bantuan dana dari Keuskupan, sedangkan sisanya ditanggung oleh Paroki sebagai hutang yang perlu diangsur. Selain itu, bapak Uskup Agung Pius Datubara juga memberikan sebagian uangnya untuk membantu angsuran ke Keuskupan. Demikian juga, stasi Cinta kasih ikut meringankan beban stasi Gebang dengan memberikan bantuan dana, tenaga bersama-sama umat stasi Gebang.
Pada tahun 2007 dibangunlah gereja stasi Martoba Gebang dengan luas 8m x12m (sebagian bahan bekas dari gereja lama di pakai) Model bangunan permanen yang mana biayanya diupayakan dengan swadaya umat dan para donatur. Semuanya ini bisa berjalan dengan baik berkat uluran tangan / bantuan umat katolik di Stasi-stasi Paroki St. Paulus Pangkalan Brandan. Dan pada awal April 2008 telah diadakan pemilihan Pengurus Stasi yang baru dengan masa bakti 2008 s/d 2011 Pengurus masa bakti 2011-2016 adalah:
1.Vorganger Parluhutan Situmorang
2.Wakil vorganger M. Nainggolan
3.Sekretaris J. Silalahi
4.Wakil Sekretaris M. Tarihoran
5.Bendahara R. br. Nababan
6.Wakil Bendahara D. br. Sagala
Saat ini kepengurusan P. Situmorang berjalan dengan baik berkat ijin dari Tuhan.
Video Profil :
Lokasi Paroki :
Sebelumnya
Setelahnya
RELATED ARTICLES

Most Popular