Pelindung |
: |
Maria Bunda Pertolongan Abadi |
||
Buku Paroki |
: |
Sejak 1 Januari 1980. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan |
||
Alamat |
: |
Jl. Sukarno Hatta 178, Binjai – 201731 |
||
Telp/WA |
: |
|||
|
: |
|||
Jumlah Umat |
: |
1.731 KK / 6.104 jiwa |
||
Jumlah Stasi |
: |
28 |
||
01. Air Tenang |
02. Bahorok |
03. Batu Katak |
04. Batu Mandi |
05. Belilir |
06. Buah Raja |
07. Bunga Tanjung |
08. Janji Matogu |
09. Kuala Sawit |
10. Kendit |
11. Kuta Parik |
12. Manggusta |
13. Namu Terasi |
14. Namu Ukur |
15. Nauli Selayang |
16. Pekan Sawah |
17. Percihen |
18. Rumah Galuh |
19. Sangga Pura |
20. Sapta Marga |
21. Sawit Hulu |
22. Sawit Seberang |
23. Stabat |
24. Simpang Empat |
25. Tanjung Langkat |
26. Telagah |
27. Tanjung Beringin |
28. Unit Perkebunan Langkat |
RP. Hironimus Radjutuga, OCD |
27.07.'72 |
Parochus |
RP. Thedorus Goli Ruing OCD RP. Winfried Watu Nono, OCD |
05.07.‘79 05.06.'85 |
Vikaris Parokial Vikaris Parokial |
Sejarah Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai
Kota Binjai merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, serta berada pada jalur transportasi utama yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Di daerah yang hanya berjarak kurang lebih 22 Km dari Kota Medan inilah, tepatnya di Jalan Soekarno Hatta Km 21 Kelurahan Tanah Tinggi Binjai, terlihat berdiri dengan megahnya sebuah bangunan gereja bernama Gereja Katolik Maria Bunda Pertolongan Abadi (MBPA). Rumah tempat ibadat bagi umat Gereka Katolik tersebut dibangun di atas tanah berukuran 22 M x 60 M lengkap dengan menara loncengnya, dengan model bangunan permanen berlantai keramik.
Tonggak awal berdirinya Paroki Binjai masih terdapat kesimpangsiuran. Dasar penentuan kapan berdirinya Paroki Binjai menjadi penting dalam menentukan berdirinya Paroki Binjai. Berikut fakta sejarah yang dapat digunakan sebagai pertimbangan penentuan kapan tonggak awal berdirinya Paroki Binjai.
Sekitar tahun 1950-an, telah ada umat Katolik pendatang dari Tapanuli Utara yang bermukim di sekitar Kota Binjai dan Kabupaten Langkat. Sekitar tahun 1954-an, telah berkumpul dan melakukan peribadatan Katolik, kurang lebih 8 orang Kepala Keluarga (KK). Mereka berkumpul dan beribadah di rumah salah satu dari mereka. Pada awalnya, perkumpulan tersebut dilakukan tidak secara rutin namun sekali-sekali sesuai dengan acara atau undangan yang mereka buat. Pada masa ini, mereka sempat mengundang seorang Imam (Pastor Dieggo Biggelar OFM Cap) untuk mendampingi mereka dalam perkumpulan dan peribadatan. Namun karena perkumpulan dan peribadatan dilakukan tidak secara rutin dan tidak dianggap sebagai suatu kebutuhan maka pada masa itu, perkumpulan dan peribadatan sempat terhenti.
Beberapa waktu setelah perkumpulan dan peribadatan terhenti, kerinduan berkumpul dan beribadat sesuai dengan iman mereka kembali muncul. Kerinduan tersebut mengarahkan mereka akan kesepakatan bersama memanggil Pastor Dieggo Biiggelar OFM Cap (lebih akrab dikenal sebagai Op. Bornok Simbolon) dan menjadikan beliau sebagai Pemimpin dan pembimbing mereka. Semenjak saat itu, perkumpulan dan peribadatan yang semula dilakukan hanya sesekali dan di rumah salah satu dari mereka, berubah menjadi rutin dan dilakukan secara bergantian dari satu rumah ke rumah yang lain. Perkumpulan dan peribadatan dengan model demikian, menarik bagi orang-orang di sekitar mereka sehingga tidak beberapa lama, perkumpulan mereka berkempang secara pesat.
Selama setahun berjalannya waktu dengan model perkumpulan dan peribadatan yang rutin dan bergilir, perkumpulan umat katolik yang awalnya hanya 8 orang Kepala Keluarga (KK) meningkat menjadi 50 orang Kepala Keluarga (KK). Dengan perkembangan tersebut, rumah-rumah yang dikunjungi tidak mampu menampung seluruh dari mereka dalam perkumpulan dan peribadatan. Demi dapat menampung seluruh umat saat itu dalam perkumpulan dan peribadatan, mereka menyepakati untuk mencari areal pertapakan untuk pembangunan gereja.
Sekitar tahun 1955-an, salah satu dari mereka, merelakan tanah rumahnya untuk dibebaskan dan diganti rugi guna dijadikan pertapaan gereja. Lokasi tanah tersebut sangat strategis, tanah seluas 10 m x 60 m berada di Jalan Lintas Sumatera Utara Medan-Aceh Jl. Soekarno-Hatta Km 21. Pada Tahun 1959, mulai berdiri Gereja Katolik Binjai dengan nama pelindung Maria Immaculata yang diikuti dengan pendirian Gereja Katolik Paskalis Diski di Jalan Medan- Aceh Km 14,5. Pelayanan bagi umat pada masa ini, dilayani oleh para Pastor dari Paroki Katedral Medan.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan umat Katolik semakin bertumbuh. Di tahun-tahun awal setelah berdirinya Gereja Katolik Maria Immaculata Binjai (sekitar 1959 – 1970), beberapa Pastor dari Ordo Kapusin ikut serta dalam penggembalaan umat Katolik Binjai. Selanjutnya, sejak tahun 1970, sejumlah Pastor Missionaris dari Kanada seperti Pastor Magela PME, Pastor Josue Steidner OFMCap dan Pastor Gregori PME mulai menggembalakan dan memberikan pelayanan bagi Umat Binjai. Melalui penggembalaan para missionaris inilah, muncullah beberapa stasi yang berada di sekitar daerah Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai dan Kabupaten Langkat yang secara teritorial menjadi bagian penggembalaan Gereja Paroki Immaculata Binjai. Pada missionaris dari Kanada inilah yang memiliki andil besar dalam terbentukanya Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai.
Pada masa penggembalaan para misionaris Kanada, pada tahun 1978, di Jl. Soekarno-Hata, dibangunlah sekretariat paroki dan juga pastoran. Dilanjutkan, pada tahun 1979, dilakukan renovasi bangunan gereja dari semi permanen menjadi permanen. Setahun setelah itu, pada tahun 1980, lahan gereja diperluas hingga 22m x 60 m. Di tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 1 Januari 1980 diresmikanlah Binjai – Langkat sebagai Paroki Baru di bawah Keuskupan Agung Medan dengan nama pelindung Maria Bunda Pertolongan Abadi.
Meskipun dari sejarah awal tonggak berdirinya Paroki Binjai pada sekitar tahun 1950-an, terdapat fakta sejarah bahwa berdasarkan Liber Baptis Katedral Medan, terdapat peristiwa pembaptisan atas warga Binjai yang berlangsung pada tahun 1927. Dari hal tersebut, bila dasar tonggak sejarah Paroki pada Baptisan awal, maka tonggak berdirinya paroki Binjai adalah pada tahun 1927.
Sejak tahun 1983 penggembalaan paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai diserahkan kepada imam diosesan Keuskupan Agung Semarang. Selama kurang lebih 40 tahun paroki MBPA Binjai digembalakan oleh imam-imam diosesan Keuskupan Agung Semarang, yang bekerja sama dengan imam diosesan Keuskupan Agung Medan hingga sampai perkembangan paroki pada saat ini.
Pada tanggal 24 juni tahun 2022, penggembalaan paroki MBPA Binjai diserahkan kepada Biarawan Ordo Karmelit Tak berkasut (OCD). Uskup Agung Semarang secara resmi menarik seluruh imam diosesan KAS yang berkarya di KAM. Pada saat itu juga, Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung secara resmi memberikan penggembalaan Paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai kepada OCD. Adapun pastor yang melayani di paroki MBPA Binjai saat ini yaitu RP. Ibrahim Riberu, OCD sebagai pastor paroki dan RP. Theodorus Goli Ruing, OCD sebagai vikaris parokial.
Perkembangan umat di paroki Maria Bunda Pertolongan Abadi Binjai terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini bisa dilihat dari pemekaran Paroki St. Paulus Pangkal Brandan pada tahun 2003 dan pemekaran kuasi paroki St. Paskalis Diski pada tahun 2018.