Pelindung |
: |
Santo Fransiskus Assisi |
Buku Paroki |
: |
Sejak 1 Maret 1938. Sebelumnya bergabung dengan Pematangsiantar. |
Alamat |
: |
Pastoran Katolik, Jl. Sutomo No. 16, Saribudolok, Kec. Silimakuta, |
Telp./HP. |
: |
|
|
: |
|
Jumlah Umat |
: |
4.758 KK/ 18.043 jiwa (data Biduk per 05/02/2024) |
Jumlah Stasi |
: |
41 |
01. Bagot Raja04. Banua07. Gaol10. Gunung Panribuan13. Huta Raja16. Jandi Mariah19. Naga Panei22. Pancur Batu25. Pertibi Lama28. Perasmian31. Purba Tongah34. Saran Padang37. Sindar Dolok40. Soping |
02. Baluhut05. Bulu Maganjang08. Garingging11. Halaotan14. Huta Saing17. Mardinding20. Nagara23. Panribuan26. Pertibi Tembe29. Purba Hinalang32. Purba Tua35. Saribu Jandi38. Sipolin41. Tiga Raja |
03. Bandar Hinalang06. Dolok Mariah09. Gunung Meriah12. Haranggaol15. Huta Tinggir18. Marjandi Pematang21. Nagori Purba24. Panribuan Jahean27. Pematang Purba30. Purba Saribu33. Salbe36. Silau Merawan39. Situnggaling |
RP. Cut Noris Purba OFMCap |
27.01.’87 |
Parochus |
RP. Robin Situmorang OFMCap |
23.03.'91 |
Vikaris Parokial |
Sejarah Paroki St. Fransiskus Asisi - Saribudolok
Paroki St. Fransiskus Assisi Saribudolog dirintis dan dimulai oleh Misionaris Kapusin Belanda. Pada tanggal 3 Juli 1931 Pastor Aurelius Kerkers OFMCap tiba di tanoh Simalungun yakni di Pematang Siantar. Pada tahun itu dibukalah stasi pertama di Tanoh Habonaron do Bona ini yakni stasi Laras. Namun pada saat itu pelayanan Misionaris lebih diutamakan kepada kalangan kolonial yang bekerja di perkebunan.
Pada Tanggal 16 Februari 1934 tibalah juga Pastor Elpidius van Duijhoven, OFMCap di Belawan dan langsung ke jalan Sibolga Pematang Siantar. Di Siantar tepatnya di jalan Sibolga beliau tinggal bersama dengan Pastor Aurelius Kerkers. Satu tahun kemudian, yakni tahun 1935, Pastor Elpidius ditugaskan oleh Mgr. Matthias Brans untuk bermisi ke daerah Simalungun bagian atas (sebelah Utara dan Timur Danau Toba). Untuk itu Pastor Elpidius memilih tinggal di Sabah Dua, sekitar tujuh kilometer dari Pematang Siantar.
Pada tanggal 1 Januari 1936 bersama dengan Pastor Aurelius Kerkers didirikanlah stasi Sabah Dua. Stasi ini menjadi markas pewartaan Pastor Elpidius untuk menuju Simalungun bagian atas. Dengan demikian Pastor Elpidius meninggalkan markas di Jalan Sibolga Pematang Siantar.
Pembabtisan pertama di Simalungun Atas (Saribudolog sekitarnya) dilaksanakan di Haranggaol pada tanggal 24 November 1935. Pada hari yang sama juga ada pembabtisan di Pamatang Purba. Di Haranggaol dibabtis 11 orang dan di Pamatang Purba sebanyak 7 orang. Pembabtisan tersebut dilaksanakan oleh Pastor Elpidius. Pembabtisan berikutnya dilaksanakan pada tanggal 23 Januari 1938 juga di Haranggaol dan 30 Januari 1938 di Purba Hinalang. Pembabtisan ini dicatat di Paroki St. Laurensius Jln Sibolga Pematang Siantar.
Pada awal misi ke Simalungun Atas para misionaris sering berpindah-pindah tempat tinggal. Misalnya begitu tiba di Indonesia (1934) Pastor Elpidius bertempat tinggal di Pematangsiantar (Jalan Sibolga). Pada tahun 1935 beliau pindah dari Siantar dan bertempat tinggal di Sabah Dua. Dari Sabah Dua pastor Elpidius pindah tempat tinggal ke Sirpang Haranggaol. Dari Sirpang Haranggol pindah ke Saribudolog demi alasan strategis dari segi lokasi. Saribudolog merupakan tempat yang strategis karena di Saribudolog ada pekan (tiga) sehingga mempermudah Pastor bertemu dengan umat.
Kalau dilihat dari Liber Babtis, pembabtisan pertama yang dicatat di Liber Babtis I Paroki Saribudolog dilaksanakan di Ranto Dior (Kotacane) pada tanggal 26 September 1938 oleh Pastor Nepomucenus Hamers OFMCap. Babtisan kedua dilaksanakan pada tanggal 27 September 1938 di Lau Bekung (Kotacane) juga oleh Pastor Nepomucenus Hamers OFMCap.Tanggal 12 Maret 1939 diadakan pembabtisan dua orang di Saribudolog oleh Pastor Nepomucenus Hamers OFMCap.
Dengan data ini berarti pada awalnya para pastor yang melayani di Simalungun Atas tidak terbatas melayani di Simalungun Atas (Saribudolog sekitarnya) saja tetapi juga bermisi sampai ke Aceh Tenggara. Di Aceh Tenggara (Lau Bekung) Pastor Elpidius van Duijhoven berhasil menemukan seseorang yang dapat diandalkan menjadi seorang Katekis yaitu Bapak Petrus Datubara (ayah dari Uskup A.G Pius Datubara). Katekis tersebut dibawa oleh Pastor Elpidius ke Simalungun Atas dan mereka memilih tinggal tetap di Sirpang Haranggaol.
Di Sirpang Haranggaol mereka tinggal di lokasi bangunan gereja pertama di Sirpang Haranggaol dengan bangunan rumah tempat tinggal yang sangat sederhana. Lokasi tersebut berada di sebelah kanan bila kita datang dari Saribudolog, kira-kira 100 meter sebelum simpang tiga. Sekarang lokasi tersebut milik keluarga Samuel Sipayung. Alih kepemilikan tanah tersebut terjadi karena dinilai bahwa lokasi gereja pertama kurang strategis karena berada di bawah jalan raya (struktur tanah). Maka diadakan tukar guling kepemilikan tanah antara gereja Katolik dengan keluarga Samuel Sipayung. Tanah yang dulu tempat gereja dan tempat tinggal pastor dan katekis menjadi milik keluarga Samuel Sipayung dan keluarga Samuel Sipayung menyerahkan lokasi gereja sekarang kepada pihak katolik.
Misi di Simalungun Atas juga sempat sebentar masuk ke Tanah Karo. Di Tanah Karo Pastor Elpidius membabtis di stasi Berastagi, Sukajulu, Berastepu dan Kabanjahe. Tanggal 20 Agustus 1940 pembabtisan pertama di Berastagi atas nama Petrus Saragih tercatat di Liber Babtis I Halaman 47 Nomor 423. Pembabtisan kedua di Berastagi tanggal 26 Januari 1941 sebanyak 7 orang tercatat di LB I Halaman 66-67 No. 596-602. Tanggal 29 Desember 1940 pembabtisan di Sukajulu sebanyak 24 orang tercatat di LB I Halaman 63-65 Nomor 567-590. Tanggal 28 November 1941 pembabtisan di Berastepu atas nama Esteria br Meliala tercatat pada Liber Babtis I Halaman 86 Nomor 773. Tanggal 20 Januari 1943 pembabtisan di Kabanjahe atas nama Ndela br Sembiring, tercatat pada Liber Babtis I Halaman 112 Nomor 1006. Pembabtisan di Berastagi yang dicatat di Liber Babtis I Saribudolog yakni pembabtisan tahun 1940, 1941, 1943, 1944, 1945, 1946, 1947 dan 1948.
Pembabtisan di Sukajulu hanya sekali saja yang di catat di Liber Babtis Saribudolog yakni pada tahun 1940. Pembabtisan di Berastepu juga hanya sekali saja yang di catat di Liber Babtis Saribudolog yakni pada tahun 1941. Pembabtisan di Kabanjahe juga hanya sekali saja di catat di liber Babtis Saribudolog dan itu pun hanya satu orang saja yakni pada tahun 1943. Dengan data ini kami tidak dapat menyimpulkan bahwa ke-empat stasi tersebut bagian dari Paroki Saribudolog karena yang dicatat di Liber Babtis Saribudolog hanya sedikit saja dan pencatatannya tidak berurut. Sesuai dengan katalog Keuskupan Agung Medan Paroki Kabanjahe sebelumnya telah bergabung dengan Paroki Katedral.
Kapan Saribudolog menjadi Paroki? Kami tidak menemukan SK pendirian Paroki dari Keuskupan. Di catalog Keuskupan dituliskan bahwa Paroki St. Fransiskus Assisi Saribudolog berdiri sejak 1 Maret 1938. Pembabtisan pertama yang dicatat di Liber Babtis I Paroki Saribudolog terlaksana pada 26 September 1938 di Ranto Dior (Kotacane). Sedangkan pembabtisan di Saribudolog sendiri dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 1939 diadakan pembabtisan dua orang di Saribudolog oleh Pastor Nepomucenus Hamers OFMCap.
Buku Kenangan 75 tahun Karya Gereja Katolik Paroki St. Fransiskus Assisi Saribudolog (1935-2010) menuliskan bahwa Paroki ini berdiri sejak 24 November 1935 dengan adanya pembabtisan pertama di Haranggaol sebanyak 11 orang dan dihari yang sama pembabtisan di Pamatang Purba 7 orang oleh Pastor Elpidius van Duijhoven. Tetapi pembabtisan tersebut masih dicatat di Paroki St. Laurensius Pamatang Siantar.
Para Pastor yang pernah bertugas di Paroki Saribudolog yaitu:
1. Pastor Elpidius van Duijhoven (Februari 1934 – 1985)
2. Pastor Nepomucenus Hamers (Maret 1939 – Oktober 1939)
3. Pastor Lukas Renders (Maret 1949 – Oktober 1949)
4. Pastor Evaristus Albers (Februari 1966 – Agustus 1974)
5. Pastor Fidelis Sihotang (1 Juli 1970 – Juni 1973)
6. Pastor Rafael Hutabarat (Juli 1973 – Desember 1973)
7. Pastor Yustinus Tinambunan (7 Agustus 1974 – April 1980)
8. Pastor Venansius Sinaga (Juli 1974 – Desember 1975)
9. Pastor Kosmas Tumanggor (23 Juli 1976 – 23 Juni 1978)
10. Pastor Marianus Simanullang ( 27 juni 1978 – 15 Agustus 1983 dan 13 Agustus 1985 – 22 Juni 1988)
11. Pastor Antonius Siregar (30 April 1980 – 13 Agustus 1985)
12. Pastor Raymond Simanjorang (15 Agustus 1983 – 25 Desember 1991)
13. Pastor Redemptus Simamora (16 Juni 1987 – 22 Juni 1988)
14. Pastor Harold Harianja (27 Juli 1988 –25 April 1993)
15. Pastor Donatus Marbun (27 Juli 1991 – 11 Juli 1995)
16. Pastor Exuperius Sihaloho (28 Juni 1992 – 26 November 1995)
17. Pastor Sirilus Manalu (29 Agustus 1993 – 06 Juni 1995)
18. Pastor Thomas Sinabariba (29 Januari 1995 – 25 Desember 1995)
19. Pastor Theodorus Sitinjak (13 Agustus 1995 – 21 Juni 1998)
20. Pastor Frans P Situmorang (19 Agustus 1995 – 11 April 1999)
21. Pastor Alfonsus Simatupang (28 April 1996 – 03 Januari 1999)
22. Pastor Hugolinus Malau (September 1998 – Agustus 2000)
23. Pastor Hiasintus Sinaga (Agustus 2000 – Agustus 2004)
24. Pastor Selestinus Manalu (07 September 2003 – 07 Juli 2007)
25. Pastor Albertus Pandiangan (18 Agustus 2003 – 10 Agustus 2008)
26. Pastor Mario Sihombing (13 Agustus 2006 – 2011)
27. Pastor Damianus Gultom (20 Agustus 2007 – Agustus 2011)
28. Pastor Ambrosius Nainggolan (10 Agustus 2008 – 2014)
29. Pastor Simon Sinaga (Agustus 2009 – April 2010)
30. Pastor Ivan Simamora (27 Juli 2010 – April 2012)
31. Pastor Jhon Paul Saragih (Agustus 2011 – April 2014)
32. Pastor Hilarius Kemit (Maret 2014 – Oktober 2015)
33. Pastor Giovanno Sinaga (Agustus 2012 – Maret 2019)
34. Pastor Karolus Sembiring (Juli 2014 – Juli 2016)
35. Pastor Trimenro Sinaga (2016 – 2019)
36. Pastor Veuster Tamba (Juli 2020 – Juli 2021 )
37. Pastor Angelo Pk Purba (06 Agustus 2012 – 12 September 2016 sebagai pastor rekan di Saribudolog dan pastor Paroki Pamatang Raya dan 12 September 2016 sampai sekarang sebagai pastor Paroki Saribudolog).
38. Pastor Ignasius Simbolon (November 2016 – 05 September 2022)
39. Pastor Roy Stepanus Nababan ( 01 Agustus 2018 – 01 Mei 2022)
40. Pastor Noris Purba (21 September 2022 sampai sekarang)
41. Diakon Robin Situmorang ( 01 Juli 2022 ditahbisan diakon pada tanggal 14 Juli 2022 sampai sekarang).
Sejak tahun 1990 dibentuklah Dewan Pastoral Paroki (DPP). Salah satu tugasnya adalah menetapkan visi dan misi paroki sebagai panduan, pedoman arah dan tujuan kita menggereja. Berikut mereka yang pernah mengabdi sebagai ketua DPP (Dewan Pastoral Paroki) di Paroki Saribudolog:
1. Jan Naman Sipayung (periode 1991– 1993 dan periode 1994 – 1996)
2. Jahotni Philipus Manihuruk (periode 1997 – 1999)
3. Mangasi Manik (periode 2000 – 2002)
4. Alexander Haloho (Periode 2003 – 2005)
5. Albert Sinaga (periode 2006 – 2008)
6. Jahotni Philippus Manihuruk (periode 2009 – 2011)
7. Fransiskus Xaverius Purba (periode 2012 – 2014)
8. Elpidius Saragih (periode 2015 sampai sekarang).
Sejak Februari 2020 paroki Saribudolog sudah memiliki seorang Katekis Generasi Muda bernama Fernando Don Bosco Saragih yang sudah mendapat SK dari keuskupan. Dengan adanya katekis ini maka pelayanan terhadap kaum generasi muda semakin dimaksimalkan.
PANGGILAN RELIGIUS
Paroki ini adalah lahan yang subur untuk panggilan imam. Sampai saat ini, ada 1 orang Uskup, 30 orang Pastor, 3 orang Diakon, 1 orang pradiakon dan 4 orang frater calon imam yang sudah berkaul kekal. Mereka adalah Mgr. Kornelius Sipayung (Bandar Hinalang - Uskup Keuskupan Agung Medan), Pastor Thomas Saragih OFMCap (Purba Saribu), Pastor Anselmus Haloho OFMCap (Haranggaol), Pastor Jhon Rufinus Saragih OFMCap (Pamatang Purba), Pastor Chrisanctus Saragih OFMCap (Purba Hinalang), Pastor Laurensius Haloho OFMConv (Paropo), Pastor Leopold Purba OFMCap (Purba Saribu), Pastor Agustinus Saragih OFMCap (Haranggaol), Pastor Angelo Pk Purba OFMCap (Purba Saribu), Pastor Josavat Ivo Sinaga OFMCap (Purba Saribu), Pastor Marselinus Damanik OFMConv (Jandi Mariah), Pastor Fridolinus Simanjorang OFMCap (Sibolangit), Pastor Julius Lingga OFMCap (Purba Hinalang), Pastor Gindo Saragih OFMConv (Sirpang Sigodang), Pastor Frans Purba OFMConv (Sirpang Sigodang), Pastor Gundo Saragih Pr (Sirpang Sigodang), Pastor Rinardo Saragih OFMCap (Dolog Huluan), Pastor Andreas Turnip OFMCap (Halaotan), Pastor Taucen Hotlan Girsang OFM (Purba Tua), Pastor Dionisius Purba OFMCap (Purba Saribu), Pastor Fiorensius Sipayung OFMCap (Hutatinggir), Pastor Juvensius Saragih OFMCap (Bandar Hinalang), Pastor Jonam Sipayung (Bandar Hinalang), Pastor Alfred F Karo-Karo OFMCap (Saribudolog), Pastor Jameslin Damanik Pr (Saribujandi), Pastor Hotraja Purba, OFMCap (Hutatinggir), Pastor Jumperdinan Manik OFMCap (Purba Tua), Pastor Selestinus Sinaga OFMCap (Tigaraja) Pastor Tuppal Vandenhoven Sipayung OFMCap (Halaotan), Pastor Petrus Gingging Saragih OMI (Purba Saribu), Pastor Vincent Purba Pr (Purba Hinalang), Diakon Agustinus Naibaho OFMCap (Situnggaling), Diakon Ariando Saputra Manihuruk OFMCap (Saribudolog), Diakon Ucok Dani Manik OFMCap (Purba Tua), Pradiakon Marsen Damanik Diosesan (Pamatang Purba), Frater Angelo Purba OFMCap (Saribudolog), Frater Alam Saragih OFMCap (Purba Saribu), Frater Evander Purba OFMCap (Purba Tua), Frater Wilfrido Damanik OFMCap (Pamatang Purba).
Sekarang, karena pemekaran paroki Saribudolog, maka 6 dari pastor diatas berpindah paroki. 4 Pastor yang menjadi bagian dari Pamatang Raya yaitu, Pastor Gindo Saragih, Pastor Frans Purba, Pastor Rinardo Saragih dan Pastor Gundo Saragih. Kemudian pada September 2022, 2 orang pastor yakni pastor Laurensius Haloho dan Pastor Fridolinus Simanjorang menjadi bagian dari kuasi Paroki Silalahi.
Paroki ini juga menjadi lahan yang subur untuk panggilan menjadi suster. Jumlah suster dari Paroki ini yang sudah berkaul kekal sampai pada saat ini sebanyak 106 orang yang tersebar di berbagai kongregasi yakni: SFD 44 orang, KYM 17 orang, FSE 12 orang, KSSY 11 orang, KSFL 7 orang, FCJM 5 orang, CB 3 orang, OSF 2 orang, Pasionis 1 orang, SPM 1 orang, OSFX 1 orang, FCh 1 orang, RMICM 1 orang.
Suster pertama yang berasal dari Paroki ini ada 3 orang, yakni Suster Bernadetta Saragih KSSY (Haranggaol), Suster Marietha Purba KSSY (Purba Saribu), Suster Yosefina Batubara KSSY (Purba Saribu). Ketiga suster ini masuk postulan tanggal 01 Agustus 1950 dan kaul kekal 24 Juli 1958.
Bruder yang berasal dari paroki ini ada 4 orang, yakni: Bruder Ferdinan Peranginangin BM (Panribuan), Bruder Egidius Lingga OFMCap (Purba Hinalang), Bruder Darwin Sinaga OFMConv (Nagapanei), Bruder Wilfrid Gino Sipayung OFMCap (Purba Hinalang).
GAYA PASTORAL
Paroki ini tergolong tua karena dirintis oleh Misionaris Kapusin Belanda. Metode dan gaya pastoral pun pasti berbeda dari zaman ke zaman. Kami mencoba membagi metode pelayanan di paroki ini menjadi 3 zaman.
Zaman pertama kami sebut zaman Pastor Elpidius van Duijhoven cs, yakni terhitung sejak awal berdiri, yakni 1935 sampai ke pertengahan tahun 1980-an, atau zaman Pastor Elpidius cs, metode dan fokus pastoral lebih disemangati oleh Lopen en Dopen (berjalan dan membaptis). Pada zaman inilah banyak umat yang dibaptis dan stasi yang didirikan. Panggilan menjadi suster sangat pesat. Banyak umat yang masuk ke Seminari Menengah tetapi banyak yang tidak terpanggil. Maka sering kedengaran anekdot “masuk satu bis tetapi keluar dua bis”. Banyak stasi yang mayoritas penduduknya adalah Katolik. Pengaruh Pastor Elpidius sangat dominan di zaman pertama ini.
Zaman kedua dapat kita sebut sebagai zaman Pastor Raymond Simanjorang cs, yakni antara pertengahan tahun 1980-an sampai akhir awal tahun 2000-an. Pada periode ini fokus dan metode pastoral lebih menekankan paroki mandiri. Pastor yang melayani adalah pastor pribumi. Di zaman ini kualitas iman sudah lebih mendapat perhatian. Sering kedengaran istilah “bukan kuantitas tetapi kualitas’. Pembinaan-pembinaan mulai dihidupkan dan peraturan serta “anggaran dasar paroki” mulai dituliskan. Pesta-pesta setiap tahun terhutang banyak. Maka sering juga disebut paroki ini sebagai “paroki pesta”. Disiplin ditingkatkan. Maka tidak heran bahwa sejak saat itu istilah “Katolik Disiplin” sering kedengaran.
Banyak kemajuan yang dialami paroki pada zaman Pastor Raymond Simanjorang cs ini, tetapi dari sisi lain ada beberapa stasi, yang jauh dari pusat paroki, yang sebelumnya 100% masyarakat di desa itu beragama katolik berpindah ke agama lain, misalnya stasi Gaol dan Soping. Sejauh kami dengar perpindahan ini dapat terjadi akibat dari penanaman aturan dan disiplin demi kualitas umat. Misalnya ada aturan yang mengatakan bahwa sebelum anak dibabtis, orangtuanya harus terlebih dahulu mengikuti pembinaan dan rajin ke gereja setiap hari Minggu. Istilah “testing” pada saat persiapan terakhir sebelum baptis sering membuat umat ketakutan. Tentu hal ini berat bagi orang yang kurang rajin ke gereja, sehingga bisa saja mereka menjauh dari Katolik dan lebih memilih dibaptis di gereja yang lebih ‘’mudah’’ aturannya.
Pada zaman Pastor Raymond Simanjorang cs aturan kursus sebelum menikah juga sudah mulai diwajibkan. Hal ini juga sering dianggap mengejutkan dan memberatkan bagi orang yang akan menikah. Gaya dan metode zaman Pastor Raymond Simanjorang cs bisa saja berat bagi umat yang hanya terlena dan menginginkan pelayanan gaya zaman Pastor Elpidius van Duijhoven cs yang lebih menekankan Lopen en Dopen, sehingga ada umat yang kurang rajin ke gereja semakin menjauh dari Katolik, walaupun sebagian besar dari umat menginginkan perubahan sebagaimana gaya dan metode pastoral yang dibuat oleh Pastor Raymond Simanjorang cs.
Zaman ketiga kita sebut Zaman Pastor Albertus Pandiangan cs, yakni awal tahun 2000 sampai sekarang. Pada zaman ini gaya dan metode pastoral sedikit banyak masih melanjutkan gaya dan metode zaman Pastor Raymond Simanjorang cs. Pesta-pesta masih banyak, kursus-kursus dan pembinan-pembinaan semakin ditingkatkan, aula dan penginapan modern dibangun untuk tempat pembinaan atau kursus-kursus demi membangun kualitas pelayanan pengurus gereja dan iman umat Katolik. Media sosial berkembang pesat, era digital di segala bidang. Satu hal yang sangat membanggakan di zaman Pastor Albertus Pandiangan cs adalah banyaknya umat yang terpanggil dan ditahbiskan menjadi imam. Sejak tahun tahun 1999 hampir setiap tahun dari paroki ini ada yang ditahbiskan menjadi imam. Panggilan menjadi suster masih tetap subur dari dulu sampai sekarang.
Sejak tahun 2017 metode dan fokus pastoral di paroki ini lebih berpedoman kepada fokus pastoral yang ditetapkon oleh Keuskupan Agung Medan dengan tetap mempertahankan kegiatan rutin tahunan yang sudah mentradisi di paroki ini.
PEMEKARAN PAROKI DAN STASI
Sejak 11 Agustus 2011 Paroki Pamatang Raya dimekarkan dari Paroki Saribudolog. Pemekran paroki ini adalah buah dari pesta Yubileum 75 tahun paroki Santo Fransiskus Assisi Saribudolog tahun 2010 dan perpindahan ibukota kabupaten Simalungun dari Pematang Siantar ke Pamatang Raya. Stasi-stasi yang masuk ke Paroki Pamatang Raya adalah stasi yang pada saat itu masuk ke Rayon Pamatang Raya yaitu: Pamatang Raya, Kampung Baru, Tumbukan Dalig, Bongguron, Dolog Manahan, Kariahan Usang, Dolog Huluan, Pulian Baru, Bangun Mariah, Bintang Mariah, Tanjung Mariah, Dolog Marimbun, Kampung Tempel, Sirpang Sigodang, Gunung Mariah Panei dan Mappu.
Kemudian per 01 September 2022 diresmikan kuasi paroki Silalahi, dimana stasi Silalahi sebelumnya merupakan salah satu stasi dari paroki Dyonisius Sumbul. Empat stasi dari Paroki Saribudolog bergabung dalam Kuasi Paroki Silalahi yaitu: stasi Sibolangit, stasi Tongging, stasi Kodon-kodon dan Stasi Paropo, dengan jumlah 295 kepala keluarga degan jumlah 1.157 jiwa dari ke 4 stasi tersebut.
Mengingat jumlah umat yang semakin hari semakin bertambah, maka diperlukan pemekaran stasi. Pada tahun 1973 stasi Purba Saribu Mekar dari stasi Haranggaol, pada tahun 1985 stasi Bandar Hinalang mekar dari Saribudolog, dan pada tahun 1985 juga stasi Bulu Maganjang mekar dari stasi Sipolin, pada tahun 1997 Stasi Perasmian mekar dari stasi Saranpadang, pada tahun 1995 stasi Nagara mekar dari stasi Garingging, pada tahun 2008 stasi Panribuan Jahean mekar dari stasi Panribuan, pada tahun 2012 stasi Bagod Raja mekar dari stasi Pamatang Purba, pada tahun 2019 stasi Mardinding mekar dari gereja paroki Saribudolog.
Untuk rencana di kemudian hari, kami melihat bahwa ada 4 stasi yang akan dimekarkan yakni, stasi Dusun (Bintang Mariah) akan dimekarkan dari gereja paroki, stasi Bangun Saribu akan dimekarkan dari Jandi Mariah, stasi Gajapokki akan dimekarkan dari stasi Purba Hinalang dan stasi Nagalingga akan dimekarkan dari stasi Pancur Batu.
KEADAAN FISIK PAROKI
Dalam tulisan ini kami ingin juga menceritakan bagaimana sejarah pembangunan fisik paroki ini. Mengenai tahap pembangunan dan pengembangan fisik Paroki tidak banyak kami ketahui, tetapi tanah yang dibeli Pastor Elpidius untuk dijadikan tempat mendirikan gereja dan pastoran sederhana disampingnya dibeli dengan harga yang relatif mahal. Tanah yang sekarang diatasnya berdiri bangunan Gereja, Pastoran, Aula, Susteran dan Sekolah merupakan gabungan dari tanah yang dibeli oleh Pastor Elpidius dari beberapa orang pemilik tanah.
Pada awalnya di tanah tersebut dibangunlah gereja kecil dan pastoran sederhana di dekatnya. Gereja kecil dengan plankat besar yang berdiri di pinggir jalan Nasional Saribudolok - Kabanjahe tersebut mengundang pertanyaan bagi orang yang melihatnya dan bertanya “mengapa gerejanya kecil tetapi plankatnya begitu besar?”. Pastor Elpidius menjawab ”gerejanya memang kecil, tetapi gereja inilah gereja yang benar”. Setelah beberapa tahun gereja kecil dan pastoran kecil itu diganti menjadi gereja yang besar dan pastoran yang relatif luas pada zamannya dan aula yang kemudian digunakan sebagai asrama putri. Pada tahun 1991 Pastoran diperbarui dan diresmikan pada tanggal 29 September 1991. Pada tahun 1997 Aula yang dulu dipakai sebagai Asrama Putri kembali difungsikan menjadi aula paroki. Pada tahun 2013 Gereja Paroki direhab dan diresmikan pada tanggal 26 Januari 2014 oleh Uskup Agung Medan Mgr. Anicetus Sinaga.
Menurut kami, aula paroki yang dulu sempat dijadikan asrama putri sampai tahun 1997 sudah tidak layak lagi sebagai tempat berkumpul dan pembinaan umat karena sudah termakan usia. Padahal, paroki sangat membutuhkan tempat untuk berkumpul dan pembinaan yang layak dan mendukung. Perlu juga kami informasikan bahwa pembangunan aula baru sangat mendesak karena kebutuhan pastoral, misalnya tempat ibadat sekolah minggu sekali seminggu, tempat kursus persiapan perkawinan selama 3 hari 2 malam setiap bulan, rapat-rapat dewan pastoral paroki, rapat paripurna, kursus/pembinaan untuk pengurus gereja dan umat. Pada tanggal 27 Mei 2018 telah diadakan peletakan batu pertama oleh Mgr A.G Pius Datubara.
Pembangunan dimulai pada tanggal 15 Juli 2019. Aula tersebut diberi nama Sopou Bolon Oppung Dolog. “Oppung Dolog” adalah nama atau gelar yang diberi masyarakat Saribudolog kepada Pastor Elpidius van Duijhoven ketika beliau merayakan pesta Yubileum 50 tahun imamat di Saribudolog. Aula ini diberi nama Sopou Bolon Oppung Dolog untuk mengingat jasa Pastor yang memulai Paroki ini, serta mengingat Pastor tersebut sudah menjadi “orang Kudus” di paroki Saribudolog dan sekitarnya. Menurut Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung komunitas pastoran akan dipindahkan ke lantai II sopou Bolon Oppung Dolog. Sekarang Kantor Paroki, Pastoran, Aula sudah menyatu menjadi satu bangunan. Kantor paroki akan direhab sehingga menjadi lebih luas lengkap dengan ruang kanonik/bicara pribadi, perluasan kamar arsip/brankas/kamar tahan api dan kamar para Pastor yang selama ini akan dijadikan menjadi penginapan tamu dan peserta kursus pembinaan. Sopou Bolon Oppung Dolog telah diresmikan pada tanggal 1 Mei 2022 yang diresmikan oleh Mgr. Kornelius Sipayung.
BATAS WILAYAH
Batas Wilayah Paroki Saribudolog sebelah Timur adalah stasi Tigarunggu, Kecamatan Purba yang berbatas dengan Kecamatan Dolog Masagal, Kabupaten Simalungun (Paroki Pamatang Raya), dan stasi Salbe di Kecamatan Dolog Pardamean, Kabupaten Simalungun yang berbatasan dengan Paroki St. Josep Jl. Bali Pematang Siantar. Batas Paroki sebelah Utara adalah stasi Marjandi Pamatang, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan dengan Paroki Lubuk Pakam. Batas sebelah Barat adalah Stasi Pansur Batu Kecamatan Merek, Kabupaten Karo. Batas bagian Selatan adalah Stasi Baluhut dan Soping Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun yang berbatas dengan Danau Toba dan Stasi Nagori Purba dan Gaol Kecamatan Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun yang berbatas dengan Danau Toba. Data Umat berdasarkan BIDUK sebanyak 17.085 jiwa, Mayoritas pekerjaan umat adalah petani, dengan jumlah stasi sebanyak 42 ditambah dengan gereja paroki dan lingkungan sebanyak 141 lingkungan.
KEKHASAN PAROKI
Dalam konteks teritorial, Paroki Saribudolog berada di pusat Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun yang pelayanannya meliputi 34 stasi di Kabupaten Simalungun, 6 stasi di Kabupaten Karo, 3 stasi di Kabupaten Deli Serdang.
Dalam konteks kategorial, umat paroki ini hidup melalui pertanian, ada juga pedagang dan Pegawai Negeri Sipil. Lahan pertanian di Paroki ini umumnya lahan yang suburdan luas serta cuaca yang dingin, sementara di pesisir pantai Danau Toba tanahnya kurang subur dan lahan pertanian sempit. Tentu perbedaan diatas membuat perbedaan tingkat ekonomi juga terasa antara kedua daerah tersebut. Mayoritas umat di Paroki ini sudah sadar akan pentingnya pendidikan dan banyak umat yang sudah menimba ilmu di perguruan tinggi memilih untuk tinggal dan mengolah lahan pertanian mereka serta berwiraswasta di daerahnya.
Dalam Konteks Kemasyarakatan. Mayoritas umat paroki ini adalah etnis Simalungun, banyak juga etnis Karo dan Toba, sebahagian kecil ada suku Nias dan khususnya di pusat paroki dan stasi Haranggaol ada etnis Tionghoa yang sudah lama tinggal di Saribudolog dan Haranggaol yang telah memilih bermarga Purba, Girsang, Sipayung dan Haloho. Bahasa Liturgi di Paroki ini ada tiga bahasa yakni, Bahasa Simalungun, Bahasa Karo, Bahasa Toba. Yang menggunakan bahasa Simalungun sebanyak 32 stasi, berbahasa Toba sebanyak 5 stasi, dan Bahasa Karo sebanyak 6 stasi. Dengan demikian mau tidak mau petugas pastoral di Paroki Saribudolog ini harus menguasai ketiga bahasa tersebut dan berkenan mempelajari ketiga budaya yang ada karena pendekatan pastoral kepada ketiga etnis tersebut juga pasti berbeda. Demikian juga pendekatan pastoral terhadap umat yang berada di dataran tinggi berbeda dengan umat yang berada di pesisir pantai. Umat yang berada di dataran tinggi ini tutur katanya lebih halus sedangkan umat yang berada di Pesisir Pantai tutur-katanya lebih keras.
Di paroki ini sosok Pastor Elpidius van Duijhoven masih tetap dikenang. Nama Pastor ini lebih dikenal sebagai Oppung Dolog. Makamnya ada di simpang Haranggaol dan banyak umat Paroki ini dan juga banyak yang merantau ke laur daerah dan bahkan orang dari luar paroki ini baik Katolik maupun yang tidak Katolik berziarah kemakam tersebut. Untuk umat paroki ini Oppung Dolog sudah dianggap ‘orang kudus’. SMA Katolik yang didirikan disini diberi nama SMA CR van Duynhoven dan 2 lingkungan di Gereja Paroki mengambil nama beliau menjadi nama pelindungnya. Setiap tahun ada pesta OMK dengan nama Duijhoven Cup. Aula paroki diberi nama Sopou Bolon Oppung Dolog. Intinya jikalau berbicara mengenai Oppung Dolog umat di paroki ini sepertinya tidak pernah bosan. Ada juga sekelompok umat yang dinamai Siminik ni Oppung Dolog. Mereka tinggal di perantauan dan bangga sebagai Putera dan Puteri Paroki Saribudolog ini. Mereka sangat hormat kepada Oppung Dolog dan senantiasa berusaha supaya Oppung Dolog tetap dikenang. Mereka telah menerbitkan biografi Oppung Dolog dan sudah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris. Selain memberi perhatian kepada Oppung Dolog, mereka juga selalu memberi perhatian atau sumbangan demi kemajuan Paroki ini.
Pada tanggal 5 Februari 2022 yang lalu, kami Pastor Paroki bersama dengan Dewan Pastoral Paroki, wakil umat serta Siminik ni Oppung Dolog telah menghadap Minister Provinsial Kapusin Medan, RP. Selestinus Manalu, OFMCap, bermohon supaya Provinsial berkenan mengusulkan kepada Minister General Kapusin di Roma supaya Pastor Elpidius van Duijhoven diajukan menjadi Orang Kudus dalam gereja Katolik.
KOMUNITAS RELIGIUS
Di paroki ini ada tiga komunitas religious yaitu, Komunitas Ordo Kapusin Saribudolog, Komunitas Suster SFD Saribudolog dan komunitas Suster SFD Haranggaol.
Komunitas Kapusin Saribudolog sudah dimulai sejak pastor Elpidius dan misionaris Kapusin tinggal di Saribudolog. Menurut katalog keuskupan, paroki/komunitas Saribudolog berdiri sejak 1 Maret 1938. Tujuannya adalah misi Katolik dan pelayanan pastoral parokial.
Komunitas Suster Fransiskan Dina (SFD) ikut serta bermisi di Saribudolog sekitarnya. Mereka berasal dari Dongen (Belanda). Misi Suster SFD ini lebih memprioritaskan bidang sosial; pendidikan dan kesehatan. Awalnya mereka melayani paroki Saribudolog dari komunitas Kabanjahe. Suster pertama yang hadir dan berkarya di Paroki Saribudolog adalah Suster Antonetha SFD dan Suster Bibiana SFD. Pada tanggal 01 Agustus 1958 Suster SFD mendirikan Sekolah Keterampilan Khusus Perempuan (SKKP) di Saribudolog dan sejak itulah mereka tinggal menetap (berkomunitas) di Saribudolog. Kemudian pada tahun 1976 SKKP tersebut berubah menjadi SMP Bunda Mulia Saribudolog.
Pada tahun 1988 Suster SFD membuka karya di Haranggaol. Misi/karya mereka di Haranggaol bergerak di bidang kesehatan dan pendidikan. Awalnya mereka tinggal di rumah milik paroki yang sebelumnya digunakan sebagai asrama putri yang bersekolah di SMP St. Agustinus Haranggaol. Sekarang rumah itu sudah direhab dan digunakan untuk kebutuhan stasi dan paroki. Ada rencana bahwa pada tahun ajaran 2022 ini akan difungsikan kembali menjadi asrama putri dengan tujuan mendukung SMP St. Agustinus Haranggaol.Pada tahun 1989 Suster SFD membangun susteran yang diresmikan oleh Mgr. Pius Datubara pada tanggal 4 Maret 1990. Suster yang pertama tinggal di komunitas Haranggaol adalah suster Bernadetta SFD dan suster Albertha SFD.
PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN
Karya bidang Pendidikan ada enam yaitu, TK Harapan Saribudolog, TK St. Fransiskus Haranggaol, SD Don Bosco Saribudolog, SMP St. Agustinus Haranggaol, SMP Bunda Mulia Saribudolog, SMA van Duynhoven Saribudolog.
Taman Kanak - kanak (TK) Harapan Saribudolog adalah milik suster SFD yang didirikan pada tanggal 06 September 1976 dan sekaligus menjadi tempat penitipan bayi. Sesudah keluar izin operasional sekolah dari pemerintah pada tanggal 28 Februari 1989 penitipan bayi ditutup dan hanya menerima murid TK.
Taman Kanak - kanak (TK) St. Fransiskus Haranggaol adalah milik suster SFD, TK ini berdiri sejak tahun 1988 dengan menggunakan gedung milik paroki yang sebelumnya digunakan sebagai asrama putri yang berada di pinggir Danau Toba berseberangan jalan dengan gedung SMP St. Agustinus Haranggaol.Izin operasional dari dinas pendidikan baru keluar pada tanggal 31 Desember 2003. TK tersebut pindah lokasi ke tempat yang sekarang pada tahun 1991 yang berada di samping susteran Haranggaol.
Sekolah Dasar (SD) Don Bosco Saribudolog. Sekolah ini didirikan pada tahun 1967 oleh Pastor Elpidius Van Duijhoven bersama suster SFD dan beberapa tokoh umat. Awalnya sekolah ini didirikan untuk pemberantasan buta huruf alias belum sekolah formal. Pada tanggal 01 Juli 1968 gedung semi permanen dibangun dan sejak itu sekolah ini menjadi sekolah formal. Kepala sekolah yang pertama ialah suster Antonetta SFD. Sekolah ini sekarang dibawah Yayasan Pendidikan Katolik Don Bosco KAM.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bunda Mulia Saribudolog. Sebelumnya sekolah ini adalah Sekolah Keterampilan Khusus Perempuan (SKKP) yang berdiri pada tanggal 01 Agustus 1956. Kemudian pada tahun 1976 SKKP tersebut berubah menjadi SMP Bunda Mulia Saribudolog. Kepala sekolah yang pertama ialah Agnes Saragih. Sekolah ini sekarang dibawah Yayasan Pendidikan Katolik Don Bosco KAM.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) St. Agustinus Haranggaol. Sekolah ini didirikan oleh misionaris sekitar awal tahun 30an. Tanah tempat bangunan tersebut dihibahkan oleh Raja Purba kepada Katolik. Pada awalnya sekolah ini berfungsi ganda; tempat Sekolah Rakyat (SR) Katolik dan sekaligus juga sebagai tempat ibadah (Gereja). Pada tahun 1954 pemerintah membangun Sekolah Rakyat di Haranggaol, akibatnya SR Katolik tersebut ditutup dan beralih menjadi Sekolah Guru Bawah (SGB) pada tanggal 01 Agustus 1954. SGB hanya bertahan 3 tahun. Pada tahun 1957 SGB tersebut beralih menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kepala sekolah yang pertama adalah A. Situmorang. Kini sekolah ini dibawah Yayasan Pendidikan Katolik Don Bosco KAM.
Sekolah Menengah Atas (SMA) van Duynhoven Saribudolog. Sekolah ini berdiri sejak 1986 diprakarsai oleh Pastor Raymond Simanjorang,OFMCap bersama Dewan Pastoral Paroki Saribudolog. Ide mendirikan sekolah ini lahir dari latar belakang pesta emas imamat Pastor Elpidius.“Kado apa gerangan yang cocok diberikan kepada Pastor Elpidius atas pesta Jubileum imamatnya?” lalu muncul ide mendirikan monumen berupa patung Pastor Elpidius (Oppung Dolog), namun pastor Elpidius keberatan. Pastor Elpidius lebih senang bila Paroki lebih memperhatikan pendidikan supaya anak-anak paroki bisa di didik dengan baik. Akhirnya paroki mendirikan SMA yang diberi nama SMA van Duynhoven Saribudolog yang sekarang berdiri teguh di Jl. Kabanjahe Saribudolog. Pembangunan sekolah ini dibiayai oleh umat paroki dan di dukung oleh para donator. Kepala sekolah yang pertama adalah Pastor Raymond Simanjorang,OFMCap. Kini sekolah ini dibawah Yayasan Pendidikan Katolik Don Bosco KAM.
Untuk mendukung karya pendidikan di atas di paroki ini juga didirikan 2 asrama yaitu, Asrama Putra Kapusin St. Fransiskus Assisi Saribudolog dan Asrama Putri Suster SFD Sta. Theresia Saribudolog.
Asrama putri didirikan pada tahun 1954 untuk menampung siswa SKKP yang ditangani oleh suster SFD, akan tetapi pada tahun 1967 pengelolaannya diserahkan kepada paroki. Maka sejak tahun itu aula paroki dialihfungsikan dan disekat menjadi asrama putra dan putri. Seiring dengan adanya usaha untuk memajukan kualitas asrama maka paroki mengusulkan pengelolaan asrama putra diserahkan kepada ordo Kapusin dan asrama putri kepada kongregasi SFD. Ordo Kapusin dan kongregasi suster SFD menerimanya dengan senang hati. Akhirnya pada tahun 1999 Kapusin membangun asrama putra di tanah milik Kapusin Medan dan diresmikan pada tanggal 17 Februari 2001yang diberi nama Asrama Putra Kapusin St. Fransiskus Assisi Saribudolog. Asrama putri juga dibangun di lahan milik suster SFD yang diberi nama asrama Sta. Theresia Saribudolog. Yang diresmikan oleh pastor Theodorus Sitinjak,OFMCap pada tanggal 27 Februari 1997.
PELAYANAN BIDANG KESEHATAN
Bidang Kesehatan ada dua yaitu, Klinik Suster SFD St. Fransiskus Saribudolog dan Klinik Suster SFD Haranggaol.
Klinik St. Fransiskus Assisi Saribudolog adalah milik suster SFD. Klinik ini didirikan pada tahun 1987 yang pelayanannya dimulai oleh suster Bernadetta SFD. Tetapi pada awalnya pelayanan hanya dilaksanakan setiap hari Rabu di tempat yang sangat sederhana dekat dengan susteran Alverna Saribudolog. Hari Rabu dipilih karena Rabu adalah hari pekan di Saribudolog. Pada tahun 1989 pelayanan ini semakin diseriusi dengan memberi tenaga yang khusus di bidang kesehatan yakni suster Venantia SFD. Sejak saat itu pelayanan tidak hanya sebatas hari rabu tetapi menjadi setiap hari. Pada tahun 1994 izin operasional klinik kesehatan resmi keluar dari Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun. Karena jumlah pasien yang datang semakin hari semakin banyak maka pada tahun 1997 dibangunlah poliklinik yang baru dengan fasilitas rawat inap di tempat yang sekarang. Bangunan tersebut diresmikan tanggal 22 Februari 1998 oleh pastor Emmanuel Sembiring,OFMCap.
Klinik pengobatan St. Fransiskus Haranggaol adalah milik suster SFD. Pelayanan kesehatan oleh suster SFD di Haranggaol dimulai sejak 1989 dengan menyewa satu rumah milik masyarakat. Pelayanan hanya sekali seminggu yakni di hari Senin mengingat bahwa hari Senin adalah Pekan di Haranggaol. Suster yang pertama melayani adalah suster Bernadetha SFD. Klinik yang sekarang didirikan dan diresmikan pada tahun 2001 dan pelayanan sudah beroperasi setiap hari dengan fasilitas rawat jalan dan rawat inap.