Gambaran umum rencana tata ruang dan wilayah pengembangan Kabupaten Serdang Berdagai dan menjadikan Sei Rampah sebagai Pusat Kota Kabupaten dan Pengembangan. Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan Mgr. Anicetus B. Sinaga bersama dengan Dewan Imam Keuskupan Agung Medan memutuskan bahwa kota Sei Rampah menjadi tujuan utama pemekaran Paroki St. Joseph Tebing Tinggi. Disamping alasan tersebut di atas, faktor yang tidak kalah penting adalah mayoritas umat Paroki St. Joseph Tebing Tinggi memiliki domisili di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai bertempat tinggal di Stasi – Stasi kecil dan besar. Jika dilihat data statistik Paroki St. Joseph Tebing tinggi tahun 2017, umat Katolik yang berdomisili di wilayah Sei Rampah sebagai ibukota Kabupaten Serdang Bedagai berada dalam kisaran 933 KK ( 3391 jiwa )yang tinggal di 18 Stasi. Hal ini akan memudahkan petugas Pastoral menjangkau umat, sehingga umat Katolik dapat terlayani secara efektif dan berdaya guna.
Pada tahun 2014 di Bulan April akta diosesan yang dikeluarkan oleh Bapa Uskup Keuskupan Agung Medan menetapkan Sei Rampah sebagai tempat pemekaran Paroki baru dan Paroki St. Joseph Tebing Tinggi sebagai Pihak yang bertanggungjawab dalam proses pemekaran Paroki baru ini.
Keuskupan Agung Medan dalam hal ini diwakili romo Vikjen RP. Elias Sembiring OFM. Cap, bersama dengan Pastor Freddy, OSC (Pastor Paroki saat itu) dibantu oleh beberapa orang umat menentukan dan membeli lahan Gereja yang akan dibangun di Dusun 2, Desa Firdaus, Kecamatan Sei Rampah.
Mengingat Kabupaten Serdang Bedagai untuk pengembangan pembangunan tata ruang kota. Desa Firdaus masuk pengembangan pembangunan tata ruang kota. Desa Firdaus masuk dalam pengembangan tata ruang kota. Setelah Proses jual beli tanah.
Selesai, Pastor Paroki mencanangkan agar PPG (Panitia Pembngunan Gereja) dibentuk secepat mungkin dengan melibatkan sebanyak mungkin umat beriman yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Berdagai, tempat dimana Gereja akan dibangun.
Pada Bulan September tepatnya Tgl 21 September 2014, panitia pembangunan gereja dilantik dalam Misa oleh Uskup Keuskupan Agung Medan Mgr. Anicetus B. Sinaga dan mengangkat Pastor Donatus Manalu OSC sebagai penanggungjawab pemekaran.
Rencana disusun secara bersama, rapat – rapat dilakukan, proses Persyaratan untuk mendapatkan IMB Gereja dengan ragam cara dilakukan. Penggalangan dana dengan mengedepankan swadaya umat separoki St. Joseph Tebing Tinggi dilakukan . Di tengah keterbatasan ekonomi umat yang sederhana ini, sejumlah dana dapat terkumpul dengan harapan bisa mendirikan gedung Gereja Paroki yang baru. Benturan ditemukan dan penolakan dihadapi dan tak lupa panjatkan Doa mohon pertolungan kepada sang Khalik penuntun kehidupan agar tetap kuat bertahan ditengah penolakan dan kemiskinan. Benturan dan penolakan itu berpuncak pada penemuan jalan buntu untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat Desa Firdaus. Jalan buntu ini berimbas pada keraguan umat beriman, mampu tidaknya panitia mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB).
Perjuangan selama 2,5 tahun oleh PPG menemuio jalan buntu. Tanah terjal hareus didadaki oleh umat beriman di wilayah pemekaran ( PPG ) bersama Pastor penanggung jawab berjuang menemukan solusi terbaik, meskipun keyakinan sudah berada di titik terendah. Namun kami tetap meyakini ungkapan Nabi Yesaya, “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya” ( Yesaya 42 : 3 ).
Ditengah keragu – raguan, semangat yang mulai retak dn harapan yang hampir padam, suara Kenabian Yesaya masih bersinar meski cahayanya meredup. Hali itu tampak jelas dari keputuisan – keputusan yang diambiloleh Pastor penanggung jawab dengan menghentikan pengumpulan dana koin Rp. 500, sampai sumbu nyala api itu berkobar kembali baru diaktifkan. Namun kolekte ketiga, tetap berjalan di seluruh Stasi yang berada dalam wilayah reksa pastoral St. Joseph Tebing Tinggi setiap hari minggu.
Berita mengenai situasi rencana pembangunan gereja Sei Rampah sampai kepada Bapa Uskup disertai dengan alasan- alasan penolakan masyarakat Desa Firdaus akan kehadiiran gereja Katolik di tempat dimana keuskupan menyediakan tanah untuk pembangunan gereja. Juga kesulitan – kesulitan yang oleh PPG dalam proses mendapat IMB telah menemui jalan buntu. Pemecahan masalah atas persoalan ini disamapikan oleh bapak Uskup kepada Pastor penanggungjawab. Solusi yang diberikan oleh Bapak Uskup sungguh berat. Berat karena pertanggung jawabannya kepada umat, terlebih kepada Keuskupan. Kata – kata ” Oppung ” jelas dan tegas di telinga dan sekaligus menjadi bentuk kepercayaan penuh Uskup untuk PPG dan Pastor penanggung jawab dalam mewujudkan nasihat ini, “ jika memungkinkan relokasi, lakukanlah. Tetapi ingat, Keuskupan tidak lagi memiliki uang untuk pembelian tanah di daerah pemekaran Rampah, tetapi jika ditemukan tanah yang lebih layak dan memungkinkan dibsngun gereja, lakukanlah tukar guling dengan tanah keuskupan yang sudah dibeli di desa Firdaus”. Solusi dari bapak uskup ini menggembirakan, tetapi sekaligus bernada “khawatir “ bagi kami untuk mewujudkannya. Beragam resiko hinggap di kepala, “jika dilakukan tukar guling, tidak akan mungkin mendapatkan untung, pasti butuh biaya tambahan yang tidak sedikit. Lalu dari mana uang diambil untuk membayar kekurangannya jika tukar guling terjadi?”
Selama 2 tahun lebih PPG bersama umat telah mengumpulkan receh dan memohon izin dari Bapak Uskup untuk menggunakan uang yang selama ini dikumpulkan untuk menutupi biaya pembelian tanah yang baru. Dan Bapa Uskup menyetujuinya, dan dengan pesan agar tetap memberikan laporan keuangan secara tertulis kepada DPP St. Joseph Tebing Tinggi dan kepada ekonom keuskupan. Rasa khawatir akan kegagalan tetap ada dalam proses yang kedua ini.
Pertemuan bersama Bapak Uskup Agung Medan disampaikan dalam rapat PPG dan mencoba mengurai setiap tindakan dan metode – metode pencarian lahan baru dan pendekatan – pendekatan humanis debgan masyarakat sekitar. Rapat kecil di tubuh PPG tetap diaktifkan dengan saling bertukar informasi dan berita. Melibatkan beberapa tokoh – tokoh penting di tengah masyarakat yang didominasi golongan tertentu. Menjalin silaturahmi lintas agama, suku dan golongan. Energi positif dikuras habis, daya nalar kritis kadang dipinggirkan dan idealisme diumbar demi temukan jalan terbaik. Benar kata injil Matius,
“Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah – tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti Merpati. “( Matius 10 :16 ).
Bulan Mei 2017 seorang sahabat yang sebenarnya sehari – hari sering tampk di gereja St. Joseph Tebing Tinggi ( kurang etis menyebut nama atau marganya) karena beliau adalah umat katolik di paroki St. Joseph Tebing Tinggi. Datang bukan karena disuruh tetapi karena panggilan hati. Dalam obrolan singkat dan santai, kedatangannya bertanya dan memberi sedikit informasi untuk mengurai satu helai benang kusut perbaiki kondisi. Dan kelak menjadi jawaban yang mengubah salib menjadi energi baru di tubuh PPG dan umat beriman katolikdi wilayah pemekaran yang kelak menjadi paroki.
PPG yang diwakili Pastor penanggungjawab dipertemukan dengan seorang sahabat yang berpikir nasionalis untuk kemudian bertemu dengan seorang bapak bernama Bambang Suharto (Chun Huat) yang berdomisili di pusat ibukota Kabupaten, Sei Rampah dan memiliki sebidang tanah dengan luas 18. 180 M² yang bertempat di dusun I Desa Sei Rampah, Kecamatan Sei Rampah. Pertemuan dijembatani proses tukar guling dibicarakan bersama, terlebih biaya yang harus ditambah dalam proses tukar guling itu. Sebuah keberanian ’gila ’ ketika keputuisan ditetapkan dalam proses jual beli dan tukar guling. Lahan tanh di Desa Firdaus milik keuskupan dan tanah milik SFD di desa yang sama dengan milik keuskupan ditukar dengan tanah milik bapak Bambang Suharto dengan konpensasi, gereja Katolik dan Suster SFD harus menambah dana 2 miliar agar proses itu terjadi.
Perlu juga diketahui bahwa rencana pembangunan gereja paroki di Sei Rampah, dibarengi dengan pembangunan gedung sekolah. Suster – suster Fransiskan Dina (SFD) yang berpusat di Yogyakarta ditunjuk oleh Bapak Uskup Agung Medan untuk membeli tanah di dekat tanah keuskupan di Desa Firdaus. Lahan sekolah jkuga sudah dibeli oleh suster – suster SFD di Desa Firdaus seluas 11.000 m². Sesuai dengan pesan Uskup melalu Pastor penanggungjawab pemekaran, jika gereja relokasi , maka suster – suster Fransiskan Dina juga diajak ikut serta. Maka dibutuhkan tanah kurang lebih 2 Ha, jika melakukan relokasi. PPG atas nama Pastor penanggungjawab membuat kesepakatan dengan Bapak Bambang Suharto tanpa sepengetahuan Bapak Uskup Agung Medan dan pimpinan Suster SFD mengenai biaya yang harus dibayarkan untuk proses tukar guling. Inilah keputusan berani dan bisa disebut keputuan “gila“ yang diambil pastor penanggungjawab. Satu hal yang menggembirakan dalam proses negoisasi ini adalah adanya kesepakatan bersama, “jika IMB gereja katolik dan sekolah katolik gagal maka proses tukar guling dan kesepakatan dibatalkan”. Proses tukar guling selesai, Pak Bambang Suharto (Chun Huat) dengan setia mendampingi tim kecil di luar struktur kepanitiaan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan IMB Gereja Katolik di Dusun I, Desa Sei Rampah, Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai terutama pendekatan dengan tokoh masyarakat dan pemerintah agar mendukung pendirian Gereja Katolik di Sei Rampah.
Pengalaman di Periode awal menghantar kami untuk lebih bijak menyikapi segala bentuk situasi. Juga mengajar kami untuk berani menundukkan kepala. Menundukkan kepala bukan sebagi simbol ketakutan, tetapi berpikir bijak dan cerdas akan aksi –aksi nyata yang akan dilakukan untuk wujudkan mimpi dan harapan. Peran Pak Bambang Suharto (Chun Huat) sangat esensial dalam proses mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat. Beliau mempertemukan PPG dengan beberapa tokoh masyarakat dan organisasi kemasyarakatan yang ada di lingkungan tempat gereja yang akan dibangun. Mereka dilibatkan secara langsung untuk turun ke tengah masyarakat dalam proses pemenuhan persyaratan yang digariskan pemerintah untuk mendapatkan IMB rumah ibadah katolik. Mereka dengan kepala tegak tetapi tidak sombong bersedia membantu dan berada di garda terdepan untuk wujudkan harapan umat katolik. Kegembiraan kami bertambah, tatkala camat kecamatan Sei Rampah dan Kepala Desa Sei Rampah, juga kepala dusun I Sei Rampah ikut serta melancarkan proses mendapatkan IMB. Tanda tangan masyarakat yang mendukung ( non-Katolik ) pendirian gereja katolik Sei Rampah pun didapat. Dukungan besar juga kami dapatkan dari FKUB ( Forum Kerukunan Umat Beragama ) dalam proses mendapatkan IMB Gereja Katolik di Sei Rampah. Seluruh persyaratan itu telah terpenuhi dalam waktu 5 ( lima ) bulan. Maka pada bulan November 2017 kami mengajukannya ke Dinas Perijinan Kabupaten Serdang Bedagai.
Selama lima bulan berproses, tampaknya tanpa kendala, harapan diwartakan kepada umat di stasi – stasi bahkan di Paroki. Semua bergembira dan panjatkan syukur kepada Tuhan atas berkat dan penyertaanNya. Buluh yang sempat patah, tidak dipatahkanNya dan sumbu api harapan yang pernah redup, kini menampakkan cahaya. Hal itu tampak dari antusiasme PPG ( Panitia Pembangunan Gereja ) yang mulai kembali sibuk lalang di kantor sekretariat PPG. Rapat kembali diintensifkan, penggalangan dana coba dihidupkan lagi dengan menemukan metode – metode baru.
Dengan semangat kerja PPG yang tidak pudar mengadakan pendekatan ke berbagai pihak; tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah. Mulailah terdapat angin segar dari pemerintah setempat, dalam hal ini Bupati, Wakil Bupati, Kapolres, FKUB dan beberapa tokoh masyarakat yang dianggap netral dengan cepat bereaksi akan keresahan ditengah masyarakat Sei Rampah dan menjembatani pertemuan antara organisasi kemasyarakatan yang menolak pendirian Gereja Katolik di Sei Rampah dengan PPG (Panitia Pembangunan Gereja). Pertemuan berjalan sesuai harapan dan tuntutan mereka mengenai adanya keraguan akan keabsahan persyaratan pendirian Gereja Katolik di Sei Rampah adalah legal. Maka pada Tgl 13 Desember 2017 IMB (Izin Mendirikan Bangunan) gereja katolik di Dusun I Desa Sei Rampah kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai secara resmi dikeluarkan oleh Dinas Perizinan Kabupaten Serdang Bedagai. Dengan keluarnya IMB Gereja, menjadi hadiah terindah di tahun 2018 bagi umat katolik Paroki St. Joseph Tebing Tinggi dan Gereja Katolik Keuskupan Agung Medan.
Setelah IMB diterbitkan oleh Dinas Perizinan, PPG mulai bekerja untuk merencanakan tahapan – tahapan proses pembangunan sekaligus menggiatkan penggalangan dana, baik internal maupun eksternal. Beberapa kali rapat rutin antara Pastor Paroki, DPP St. Joseph Tebing Tinggi dengan PPG, Pengurus rayon dan stasi pemekaran dilaksanakan. Isi pembicaraan masih seputar perencanaan pembangunan dan teknis pelaksanaan pembangunan. Hingga kemudian muncul kesepakatan untuk membentuk panitia peletakan batu pertama yang ditandatangani oleh Pastor Paroki St. Joseph Tebing Tinggi pada Tgl 25 maret 2018. Persiapan menuju peletakan batu pertama, panitia bersana dengan PPG dan seluruh pengurus stasi dan didampingi DPP Paroki St. Joseph Tebing Tinggi melakukan beberapa kali rapat. Melalui persiapan pesta pelaksanaan peletakan batu pertama, panitia mendorong umat agar saling bahu – membahu , kerja keras berkorban secara materil maupun moril didorong oleh semangat kesatuan dalam gereja kudus, Gereja Katolik dibawah penggembalaan kaum hirarki terutama lewat doa – doa mewujudkan impian pembangunan Gereja berjalan dengan baik dan lancar.
Sesuai dengan tanggal yang telah disepakati, maka pelaksanaan peletakan batu pertama terselenggara pada Minggu 06 Mei 2018 di lokasi pembangunan Gedung gereja di Dusun I Desa Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Acara dipimpin oleh Uskup Agung Medan Mgr. Anicetus B. Sinaga.
Sebelum dilakukan peletakan batu pertama, lokasi pembangunan Gereja, Pastoran dan Susteran sudah selesai ditimbun sesuai dengan ketinggian yang dibutuhkan. Setelah peletakan batu pertama, proses pembangunan pun dilaksanakan dengan terlebih dahulu mengerjakan bagian pagar yang berbatasan dengan perkuburan Tionghoa dan jalan Sei Rejo dusun I. Lalu dilanjutkan dengan pembangunan gedung pastoran meliputi barak, menara air dan gedung Pastoran itu sendiri. Lalu di bulan Agustus 2019 pembangunan gedung Pastoran sudah selesai. Lalu dilanjutkan dengan pembangunan pondasi gedung gereja.
Sementara dalam proses pembangunan, Pastor paroki dan DPP St. Joseph Tebing Tinggi dibantu oleh PPG membentuk kepanitiaan dalam rangka peresmian Kuasi Paroki St. Agustinus Sei Rampah. Juga berkonsultasi dengan pihak keuskupan berkaitan dengan waktu Uskup untuk memimpin pelaksanaan peresmian Kuasi Paroki St. Agustinus Sei Rampah. Pada Tgl 01 September 2019 dilaksanakanlah peresmian Kuasi Paroki St. Agustinus Sei Rampah sekaliguis dengan sakramen Krisma dan pelantikan DPP Kuasi Paroki St. Agustinus Sei Rampah.
Paroki St. Agustinus Sei Rampah sebagai pemekaran dari Paroki St. Joseph Tebing Tinggi terdiri dari 3 Rayon (18 Stasi) antara lain: Stasi Kelapa tinggi, Stasi Gempolan, Stasi Potean, Stasi Sei putih, Stasi Sei Buluh, Stasi Pardomuan Avros, Stasi Martebing (Rayon Kelapa Tinggi). Stasi Kampung Pon, Stasi Sei Rampah, Stasi Sialang buah, Stasi Belidaan, Stasi Sei Barudua (Rayon Kampung Pon), Stasi Pematang terang, Stasi Penampungan, stasi Sei Serimah, Stasi Bedagai, Stasi Pematang Buluh, Stasi Pematang Senter (Rayon Pematang Terang). Enam Lingkungan berada di pusat Paroki St. Agustinus Sei Rampah yang merupakan gabungan dari Stasi Kampung Pon, Stasi Sei Rampah dan Stasi Bedagai.
Terimakasih yang besar dipanjatkan seluruh umat kepada Tuhan Sang pemberi segala kebaikan. Usaha dan kerja keras yang cukup panjang akhirnya menghasilkan buah – buah manis yang bisa dinikmati dan dirasakan bersama. Umat Paroki St. Agustinus Sei Rampah masih membutuhkan donasi dan doa – doa dari umat Allah agar proses pembangunan Gereja Paroki St. Agustinus Sei Rampah segera selesai. Demikianlah Pemaparan Sejarah Paroki St. Agustinus Sei Rampah. Semoga Tuhan Memberkati.