loader image
Sabtu, Mei 10, 2025
Lainnya
    Beranda Blog Halaman 17

    Paroki Bandar Baru

    Pelindung

    :

    Sang Penebus

    Buku Paroki

    :

    Sejak tahun 1975. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Delitua

    Alamat

    :

    Jl. Medan-Berastagi Km. 47, Bandar Baru - 20357

    Telp/WA

    :

    081440026801

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    939 KK/ 2.904 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    22

    01. Basukum
    02. Batu Mbelin
    03. Bengkurung
    04. Bukum
    05. Bingkawan
    06. Bintang Meriah
    07. Durin Serugun
    08. Ketangkuhen
    09. Namo Pakam
    10. Negeri Gugung
    11. Pagar Batu
    12. Permandian
    13. Rambung Baru
    14. Rumah Kinangkung
    15. Rumah Sumbul
    16. Sayum Sabah
    17. Sembahe
    18. Sikeben
    19. Suka Maju
    20. Suka Sama
    21. Tambunen
    22. Tanjung Beringin
     
     

    RP. Fransiskus R. Purba OFMConv

    09.08.'76

    Parochus

    RP. Justianus Bayu Aprianto OFMConv

    14.04.'75

    Vikaris Parokial

     

    Sejarah Paroki Sang Penebus | Bandar Baru

    A. Pendahuluan (klik untuk membaca)

    Stasi induk di Bandar Baru dibuka pada tahun 1969 dan dilayani oleh P. Ferdinando Severi. Gedung gereja dibangun pada tahun 1970. Biara Bandar Baru didirikan secara kanonik pada tahun 1970 diawali dengan kehadiran 2 orang saudara, yaitu P. Ferdinando Severi dan P. Antonio Carigi. Stasi ini diangkat statusnya menjadi paroki pada tahun 1975 oleh Uskup Mgr. Fererius van den Hurk, OFMCap. dengan nama Paroki Sang Penebus.

     

    Pada tahun 1968 seorang dari tiga imam misionaris OFMConv (Ordo Saudara Dina Konventual) dari Provinsi Bologna – ltalia yaitu P. Ferdinando Severi, OFM Conv., diminta tinggal di Kabanjahe untuk belajar bahasa Karo. Di Kabanjahe beliau hidup bersama dengan para imam Kapusin dari negeri Belanda.

     

    Pada suatu hari pastor Kapusin mengajak P. Ferdinando untuk ikut dalam suatu pertemuan di Sibolangit, di mana ada sekelompok kecil umat yang ingin belajar agama Katolik. Pada waktu itu Sibolangit sudah menjadi pusat pewartaan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), tepatnya di desa Bulu Hawar. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di desa itu sudah berkembang kurang lebih 60 tahun silam. Hal ini dapat diketahui dari tulisan-tulisan yang terdapat pada batu nisan para misionaris Protestan yang dikumpulkan di Sibolangit. Oleh karena itu kecil sekali kemungkinannya agama lain masuk dan cepat berkembang di daerah tersebut. Bahkan ada anggapan bahwa kalau ada orang lain yang berani menyebarkan agama selain agama Protestan di daerah ini dianggap kurang waras.

     

    Namun demikian P. Ferdinando merasa tertarik sekaligus ditantang untuk memasuki daerah ini. Tuhan membuka jalan bagi beliau. Pada suatu hari ia menemukan suatu lokasi yang sangat strategis untuk bangunan Gereja tepatnya di desa Bandar Baru. Mulai saat itu ia dengan tekun mengusahakan dan meminta ijin kepada pemerintah agar diberi kesempatan melayani dan mendirikan Gereja Katolik di wilayah itu. Maka pada tahun 1969 mulailah di bangun gereja darurat. Pastoran pun dibangun dengan jumlah kamar dua buah. Dari tempat inilah juga pewartaan Sabda Allah mulai disebarkan ke kampung-kampung yang ada di sekitar desa Bandar Baru.

    Selama 4-5 tahun pertama pewartaan Sabda Allah dirasa kurang memuaskan. Hal ini dilihat dari jumlah umat yang masih sangat sedikit. Di samping itu kampung-kampung yang menjadi sasaran pewartaannya pun sulit sekali dijangkau. Semua kampung tidak dapat dijangkau dengan kendaraan. Satu-satunya jalan yang ditempuh yakni dengan berjalan kaki. Berkat ketekunan dan kerja keras beberapa tahun kemudian terbentuklah suatu kelompok umat yang cukup banyak. Melihat jumlah umat yang banyak itu, P. Ferdinando mulai gembira. Namun rencana pengembangan menjadi stasi tidak terealisasi sebab pada tahun 1975, ia ditempatkan di Lawe Disky. P. Ferdinando digantikan oleh P. Salvatore Sabato OFMConv.

    Pada waktu peralihan tugas jumlah umat Katolik sudah mencapai lebih kurang 2000 jiwa (termasuk Pancur Batu) dengan 15 stasi yang tersebar di daerah Bandar Baru. Walaupun jumlah umat yang demikian, pada saat itu Paroki Bandar Baru masih terhitung sebagai salah satu stasi dari Paroki Deli Tua.

    Pada tahun 1975, stasi Bandar Baru menjadi suatu Paroki tersendiri dan P. Salvatore Sabato OFMConv., diangkat menjadi pastor paroki pertama. Pada akhir tahun 1975, P. Salvatore digantikan oleh P. Carmelo Comina OFMConv., sebagai pastor paroki kedua. Bersama P. Carmelo ikut seorang imam muda yakni P. Antonio Razzoli OFMConv., yang baru menyelesaikan studinya di Jln. Medan Pematangsiantar. Semangat imam muda ini sungguh memberi angin segar dan semangat baru bagi umat sehingga jumlah stasi bertambah menjadi 18 stasi.

    Pada tahun 1979, rumah Paroki Bandar Baru ditetapkan sebagai salah satu rumah biara bagi Ordo Saudara Dina Konventual dan P. Antonio Carigi, OFM Conv., diangkat sebagai guardian sekaligus menjadi pastor paroki ketiga menggantikan P. Carmelo.

    Pada tahun 1981 P. Ferdinando ditugaskan kembali ke Bandar Baru sebagai guardian dan pastor paroki. Pada tahun 1982 P. Giuseppe Brentazoli ditugaskan di Bandar Baru untuk menggantikan P. Antonio Razzoli yang melaksanakan tahun sabatik di Italia. Pada tahun yang sama suster-suster KYM tiba di Bandar Baru untuk membantu di panti Asuhan dan asrama putera. Pada tahun 1982 biara direnovasi dengan menambah beberapa lokal. Pada tahun 1983 biara di Bandar Baru juga dijadikan novisiat dengan jumlah novis 3 orang dengan P. Giuseppe Brentazzoli bertindak sebagai magister novis. Pada tahun 1984 novis hanya 1 orang dan pada tahun 1985 novis berjumlah 2 orang.

    Pada tahun 1985, kontrak kerjasama antara Ordo Konventual dengan Kongregasi KYM ditandatangani. Pada tahun 1988 postulan OFMConv mulai dibuka di Bandar Baru.

    Pada tahun 1988 P. Giuseppe pindah ke Pematangsiantar dan digantikan oleh P. Fabrizio Bonelli OFMConv., dengan tugas utama sebagai rektor postulan. Pada tahun 1991 P. Ferdinando pindah ke Jakarta. P. Fabrizio ditugaskan sebagai pastor paroki, guardian dan rektor postulan untuk sementara waktu. Pada tanggal 3 Januari 1992, P. Corrado Cassadei OFMConv., menjabat sebagai pastor paroki dan guardian Bandar Baru. Selama menjalani masa tugas beberapa tahun pertama, ia melihat perkembangan dan kemajuan jaman, maka dibutuhkan rumah pastoran permanen. Pada tahun 1993 dimulailah pembangunan rumah bagi para postulan dan gedung pastoran. Setahun kemudian dibangun gedung pastoran lantai dua bersamaan dengan gedung aula dan gereja paroki, dan kantor paroki. Perkembangan jumlah umat pun mulai bertambah dan saat itu sudah mencapai kira-kira 4000 jiwa.

    Hingga pada saat ini proses penggembalaan umat masih tetap berjalan dengan semestinya, walaupun stasi stasi itu hanya dapat mengikuti perayaan Ekaristi sebulan sekali (kecuali Stasi Induk).

     
    B. Wilayah Pastoral & Pastor/Frater yang Pernah Berkarya

    No

    Nama Rayon dan Stasi

    Nama Pelindung

    Dibuka menjadi stasi tahun

    1

    Bandar Baru

    Sang Penebus

    1968 (tahun 1975 menjadi paroki)

    2

    Basukum

    Santa Maria

    1974

    3

    Bengkurung

    Santo Fransiskus Assisi

    1984

    4

    Bukum

    Santo Antonius

    1970

    5

    Durin Sirugun

    Santo Petrus

    1969

    6

    Ketangkuhen

    Hati Kudus Yesus

    1984

    7

    Namo Pakam

    Santo Yosef

    1970

    8

    Negeri Gugung

    Santo Fransiskus

    1968

    9

    Pagar Batu

    Santo Antonius dari Padua

    1970

    10

    Permandin

    Santa Elisabet

    1969

    11

    Rambung

    Santo Maximilianus Kolbe

    1969

    12

    Rumah Kinangkung

    Santo Paulus

    1969

    13

    Sayum

    Santo Petrus

    1969

    14

    Sembahe

    St. Fransiskus Antonius Fasani

    1978

    15

    Sibolangit

    Santo Yosef

    1968

    16

    Sikeben

    Santa Maria

    1975

    17

    Suka Maju

    Santa Maria

    1967

    18

    Suka Sama

    Santa Angela

    1983

    19

    Tambunan

    Santo Fransiskus Xaverius

    1974

    20

    Bintang Meriah

    SANTO LAURENTIUS

    1996

    21

    Batu Mbelin

    Santa Rita

    1971

    22

    Tanjung Beringin

    SANTO THOMAS

    1999

    23

    Bingkawan

    TAHTA ST. PETRUS

    1994

    24

    Lau Bengklewan

    Santa Klara

    1981

    Pastor dan Frater yang Pernah Berkarya di Paroki Sang Penebus Bandar Baru sejak 1975 – 2015:
    • 1970 – 1975
      P. Ferdinando Severi
      P. Antonio Carigi 
      Catatan pada periode ini: pada tahun 1975 P. Ferdinando Severi digantikan oleh P. Salvatore Sabato, P. Ferdinando Severi pindah ke Lawe Diski untuk melayani orang kusta.
    • 1975 – 1978
      P. Carmelo Comina (guardian dan parokus)
      P. Antonio Carigi (ekonom rumah)
      P. Antonio Razzoli 
    • 1978 – 1981
      P. Antonio Carigi
      P. Antonio Razzoli
    • 1981 – 1985
      P. Ferdinando Severi (guardian, parokus)
      P. Giuseppe Brentazzoli 
    • 1985 – 1988
      P. Antonio Carigi (guardian)
      P. Ferdinando Severi (parokus) 
    • 1988 – 1991
      P. Corrado Casadei (guardian)
      P. Ferdinando Severi
      P. Fabrizio Bonelli
      P. Carmelo Comina
    • 1991 – 1994
      P. Corrado Casadei (guardian)
      P. Fabrizio Bonelli (rektor postulan)
    • 1994 – 1997
      P. Antonio Carigi (guardian)
      P. Corrado Casadei (parokus)
      Fr. Laurentius Sihaloho (rektor postulan) 
    • 1997 -2001
      P. Simson Sitepu (guardian)
      P. Corrado Casadei 
    • 2001 – 2005
      P. Gilberto Casadei (guardian)
      P. Corrado Casadei (parokus)
      P. Lukas Genesius Nurak (rektor postulan I)
      Fr. Salmon Barus 
    • 2005 – 2009
      P. Paskalis Surbakti (guardian, parokus)
      P. Fransiskus Radiaman Purba
      P. Antonius Siswido Swy
      P. Yakub Janami Barus
      Fr. Norbertus Lasdriantoro (keluar dari ordo)
    • 2009 – 2012
      P. Mario Benediktus Lumban Gaol (guardian, rektor poatulan I)
      P. Marselinus Salem Damanik (parokus)
      P. Cornelius Adi Parditya (vikaris)
      P. Sebastianus Tawar Antoni Ginting (ekonom, eksaktor, panti asuhan, asrama)
      Fr. Darwin Sinaga (sekolah, Yayasan Betlehem) 
    • 2012 – 2017
      P. Marselinus Salem Damanik (guardian, parokus)
      P. Hieronimus Edisukisno (direktur panti asuhan, vikaris biara)
      P. David Barus (pastor rekan)
      P. Yanuarius Tasik Berek (guru)
      Fr. Bonevacio Ezequiel da Costa Esousa (penanggungjawab asrama)
      Fr. Atanasius Edianus Ndarung (socius seminari menengah, guru)
      Fr. Bernardinus Abnur Nainggolan (penanggungjawab yayasan Betlehem)
      Fr. Ambrosius Tapatab (guru)
      Fr. Nikolas Sukana (penanggungjawab pertukangan)

     

     
    Beberapa catatan pada periode ini:
    1. Sejak Seminari Menengah pindah ke Biara Sang Penebus Bandar Baru juli 2013, bertindak sebagai rektor adalah P. Yohanes Kapistrano Sensianus Djebarus. Sejak 4 Maret 2015 yang menjadi rektor adalah P. Eligius Benny Bernardi. 
    2. Pada bulan Juni 2015, P. Hieronimus Edisukisno diutus untuk membantu P. Laurentius Sihaloho di Lampung. Jabatan yang ditinggalkannya digantikan oleh P. Marselinus Salem Damanik. 
    3. Jabatan parokus yang ditinggalkan P. Marselinus Salem Damanik, diisi oleh P. David Barus. 
    4. Sejak bulan Juli 2015, P. Josep Ari Wibowo Djaka berkomunitas di biara ini dan menjadi pastor rekan.

     

    • 2017 – 2021
      P. Robert Zon Piter Sihotang (Guardian, Ketua Yayasan Betlehem)
      P. David Barus (Parokus)
      P. Antonius Arifintus Tpoi (Rektor Seminari Menengah, Ekonom Paroki)
      P. Sebastianus Tawar Ginting (Direktur panti Asuhan)
      Fr. Nikolas Fr. Ambrosius Tapatab
      Fr. Maxilianus Satya Ginting

     

     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tebing Tinggi

    0
     
    Pelindung
    :
    Santo Joseph
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Juli 1951. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan.
    Alamat
    :
    Jl. Pahlawan 13, Tebing Tinggi - 20633
    Telpn.
    :
    0621 – 21396, 0821 6519 1468
    Website
    :
    www.parokitebingtinggi.blogspot.com
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    2.078 KK / 7.942 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    26
    Tebing Tinggi
    Rayon Bah Tonang
    01. Bah Tonang
    02.   Gunung Pamela
    03.   Nagaraja Rimbun
    Rayon Bandar Pamah
    01. Bandar Pamah
    04. Kampung Toba
    02.   Batu Hobot
     
    03.   Buho
     
    Rayon Bangun Bandar
    01. Bakaran Batu
    02.   Bandar Bejambu
    03.   Bangun Bandar
    04. Blok Sepuluh
    05.   Kampung Jati
    06.   Desa Dame/Kbn Kopi
    07. Pertapaan
    08.   Silau Bawang
    09.   Sukaramai
    Rayon Kampung Juhar
     
     
    01. Kampung Juhar
    02.   Kayu Besar
    03.   Sidomulio
    04. Pagurawan
    Rayon Penggalangan
    01. Mangga Dua
    02.   Hutabagasan
    03.   Kampung Manggis
    04. Penggalangan
    05.   Toba I
    06.   Sei Periuk
    RP. Eduard Daeli OSC
    19.07.'76
    Parochus
    RP. Romaldus Rumlus OSC
    24.12.'59
    Vikaris Parokial
    RP. Adi Putra Panjaitan OSC
    11.01.'92
    Vikaris Parokial
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :
    Rute

    Paroki Tarutung

    0
    Pelindung
    :
    Santa Maria
     
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Agustus 1958. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Balige.
     
    Alamat
    :
    Jl. D.I. Panjaitan No. 39, Tarutung - 22416
     
    Telp.
    :
    0813 7031 1509
     
    Email
    :
    [email protected]
     
    Jumlah Umat
    :
    1.946 KK/ 8.800 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
     
    Jumlah Stasi
    :
    44
     
    01. Adian koting
    04. Bonan Dolok
    07. Garoga
    10. Julu Balik
    13. Janji Angkola
    16. Lumban Julu
    19. Lumban Sormin
    22. Parmonangan
    25. Peasipon
    28. Sandaran
    31. Sibalanga
    34. Sidondamon
    37. Silima Bahal
    40. Sipoholon
    43. Sitorngom
    02. Aekraja
    05. Dalan Natigor
    08. Gonting Pege
    11. Hutaraja
    14. Lobu Singkam
    17. Lumban Garaga
    20. Panjaitan
    23. Parsibarungan
    26. Rahut Bosi
    29. Sarulla
    32. Sibingke
    35. Sigotom
    38. Silitonga
    41. Sitarindak
    44. Tornauli
    03. Banuaji
    06. Dano Horbo
    09. Huta Julu
    12. Huta Tua
    15. Lobutolong
    18. Lumbansoit
    21. Parinsoran
    24. Parsorminan
    27. Sampinur
    30. Siantar Naipospos
    33. Sidagal
    36. Silangkitang
    39. Sipahutar
    42. Sitonggi-tonggi
     
               
    RD. Merdin M. Sitanggang
    15.10.’79
    Parochus
    RD. Ronal Sitanggang 
     06.03.'87
    Vikaris Parokial
     
     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Sidikalang

    0
    Pelindung
    :
    Santa Maria Pertolongan Orang Kristen
    Buku Paroki
    :
    Sejak 26 September 1938. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan
    Alamat
    :
    Jl. Merga Silima 1, P.O. Box 19, Sidikalang – 22211
    Telp.
    :
    -
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    2.217 KK / 9.462 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    24
    01. Bakal Julu
    04. Borno
    07. Juma Teguh
    10. Karing
    13. Panji Dabutar
    16. Sidiangkat
    19. Silumboyah
    22. Tambunan
    02. Bangun
    05. Buntu Raja
    08. Jumantuang
    11. KM 11
    14. Rajangampu
    17. Sigalingging
    20. Sitinjo
    23. Tangga Rube
    03. Binjara
    06. Jumatakar
    09. Kaban Julu
    12. Panji Bako
    15. Saluksuk
    18. Sikarahung
    21. Sungai Raya
    24. Temba
    RP. Alfonsus Arpol Manik, O.Carm
    23.03.'83
    Parochus
    RP. Eligius Ipong Suponidi, O.Carm
    02.02.’59
    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Maria Pertolongan Orang Kristen | Sidikalang

    Sejarah Paroki (klik untuk membaca)
    A. Sejarah Paroki
    Paroki Sidikalang adalah bagian yang tak terpisahkan dari Perjalanan Sejarah Gereja di Wilayah Dairi-Pakpak, karena Sidikalang merupakan pusat Pengembangan Misi Katolik awal di Tanah Dairi-Pakpak. Rentang waktu perjalanan sejarah gereja katolik dimulai sejak tahun 1936 sampai saat ini. Perjalanan yang panjang itu sarat dengan pengorbanan, perjuangan sekaligus harapan.
    Menyusul keluarnya izin penyebaran Misi Katolik di daerah batak Simalungun pada tahun 1933, maka misi gereja Katolik mulai mengembangkan sayapnya ke arah barat Pematangsiantar yang ditandai dengan berdirinya stasi Laras dan Tanah Jawa pada tahun 1934-1935. Dan setahun kemudian berdirilah stasi Sawah Dua-Panei. Dan dari tempat ini misi Katolik memasuki wilayah Seribudolok sehingga pada tahun 1938 berdirilah stasi Seribudolok. Selanjutnya, misi Katolik mulai mengembangkan sayap Ke Tanah Dairi.
    Tepatnya pada bulan Januari 1938, Bapak Johanes Sihombing, seorang Katekis dari Pematangsiantar datang ke Sidikalang. Tujuan utama adalah memberikan Pelajaran Agama Katolik kepada umat Katolik yang ada di Dairi. Menyusul kemudian, hadirlah Pastor Nepomucenus Clemens Hamers OFMCap pada tanggal 28 Februari 1938, di Dairi, yang disambut umat di Sitinjo yang juga akan menjadi sebuah Stasi di bawah Pelayanan Paroki Sidikalang. Peristiwa ini, menjadi awal yang yang menentukan sejarah perjalanan Paroki Sidikalang.
    Umat mulai mengadakan pertemuan doa dan mendapatkan pembinaan. Pastor Hamers untuk sementara waktu bertempat tinggal di sebuah rumah kecil yang disebut HOOFD SCHOOLOP. Tidak lama kemudian, Pastor Hammers memperoleh sebuah gedung sekolah yang belum selesai dibangun sebanyak 4 lokal di Jl. Lae Parera (sekarang Jl Pakpak, Sidikalang). Bangunan Sekolah yang belum selesai ini harus dijadikan sebagai bangunan multi fungsi: Gereja dan tempat tinggal Pastor Hamers.
    Penyelenggaraan Allah sungguh dirasakan ketika Pastor Hammers mendapatkan tanah (lokasi Gereja Sidikalang Sekarang) dari Marga Ujung sebagai raja tanah di Sidikalang. Pastor Hammers memandang ini sebagai sebuah awal yang baik dalam merencanakan pembangunan Gereja yang layak. Perlahan tapi pasti, stasi Sidikalang menunjukkan perkembangan pesat yang pada gilirannya akan menjadi Paroki dan Pastor Hammers juga menjadi pastor Paroki pertama di wilayah Dairi. Tercatat Permandian pertama di Dairi terjadi tanggal 26 September 1938. Hal ini sejalan dengan informasi di Website Keuskupan Agung Medan bahwa Buku Paroki Sidikalang dimulai tahun 1938 yang sebelumnya semua catatan paroki berikut administrasi ditangani Gereja Katedral Medan. Dari sini juga, kita mendapat informasi bahwa pendirian Paroki Sidikalang terjadi pada tahun 1938.
    Perkembangan Gereja di Sidikalang berjalan cepat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah katekumen. Menurut sumber Kroniek Missie Sumatera O.F.M.Cap. antara tahun 1938-1939, Sidikalang menempati urutan ketiga dalam jumlah Katekumen (2.500) orang setelah Simbolon dan Lintongnihuta. Pertumbuhan ini tergolong cepat mengingat Gereja Katolik di Sidikalang baru saja berdiri. Sejalan dengan Pertambahan Umat, bangunan Gereja yang masih sangat darurat ini kemudian ditingkatkan menjadi sebuah tempat Ibadah yang layak bagi umat Katolik pada saat itu. Sekitar tahun 1940 gereja pertama Paroki Sidikalang dibangun dengan ukuran 6 x 9 m. dan tempat ibadat yang lama dialihfungsikan menjadi Pastoran.
    Pada tahun 1942, di bawah bayang-bayang Perang Dunia II dan ancaman pendudukan Jepang, peran para Katekis menjadi sangat penting, karena hampir semua misionaris berkebangsaan Belanda diinternir oleh tentara Jepang. Pastor Hammers harus mendekam di Camp konsentrasi Jepang di Tarutung. Karya misi Katolik yang baru saja melangkah, sekarang harus ditinggal gembalanya. Untuk melanjutkan karya kegembalaan, Bapak SMA Sihombing diangkat menjadi pemimpin. Tugas utama beliau adalah memelihara dan menjaga segala inventaris gereja dan menggalang persatuan umat. Katekis ini untuk sementara menempati rumah Pastor. Enam bulan kemudian, Jepang mengadakan pemeriksaan atas segala inventaris Gereja. Bapak SMA Sihombing tidak diperkenankan tinggal di rumah Pastor. Beliau lalu pindah ke Botik Horbo walaupun tetap menjalankan tugas sebagai katekis.
    Sebagai pengganti Bapak SMA Sihombing, maka atas mufakat anggota Gereja, ditunjuklah Bapak H. Lumbantobing sebagai pemimpin di Sidikalang kota. Sejak tanggal 1 Januari 1943 rumah ibadat dipindahkan dan kegiatan hari Minggu –untuk sementara waktu- diadakan di rumah H. Lumbantobing.
    Tantangan baru datang lagi, Jepang yang mengadakan pemeriksaan atas inventaris Gereja akhirnya menangkap juga Bapak SMA Sihombing untuk dimintai pertanggung jawaban, kemudian ditahan pada tahun 1943-1944. Konsekuensinya adalah banyak umat yang meninggalkan gereja dan beberapa stasi juga terpaksa tutup. Bapak H. Lumbantobing sebagai pemimpin di Gereja Sidikalang kota, berhasil mencari tenaga Katekis. Antara lain Bapak K. Hutabarat dari Pematang Siantar, Bapak Daniel Kudadiri, Bapak JB Panggabean dari Balige, Bapak H Siburian, Bapak Liberti Sianturi.
    Fajar harapan kembali merekah bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Para misionaris dibebaskan kendati masih dalam pengawasan. Tetapi Gereja sudah mulai mengalami kebangkitan. Rencana untuk masa depan Gereja pun ditempa lebih serius. Para pastor yang telah meninggalkan kamp konsentrasi masih harus memulihkan kesehatan. Gereja masih tetap mengandalkan tenaga awam yang bertindak sebagai Katekis. Salah satu di antaranya adalah bapak Petrus Datubara (ayah Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara) yang berasal dari Kutacane (Kab. Karo) untuk membantu kegiatan umat Katolik Dairi.
    Menyikapi situasi yang kurang kondusif ini, Mgr. Mathias Brans, O.F.M.Cap meminta bantuan tenaga Pastor dari Mgr Albertus Soegijapranata, S.J (1896-1963) Keuskupan Semarang. Pastor Sutopanito, S.J. diutus untuk memberikan pelayanan gerejani di Sumatera Utara. Pelayanan beliau sampai juga ke Dairi (Sidikalang dan Silalahi). Pastor Hammers setelah mengalami pemulihan kesehatan tahun 1950 kembali ke Sidikalang. Pada Bulan Agustus 1952 Pastor Hammers mengakhiri masa Baktinya di Paroki Sidikalang. Pada bulan Mei 1952 Pastor Septinius Kamphof, OFM Cap. juga hadir di Sidikalang, menyusul Pastor Stefanus J.Krol, OFM Cap. tahun 1953. Mulai tahun ini gereja Dairi dipersiapkan untuk dimekarkan ke Parongil sebagai Paroki baru yang direalisasikan pada tanggal 1 Mei 1954, dengan pastor Paroki pertama adalah Pastor A. Kamphof. Sumber Vikariat Medan tahun 1955-1956 menunjukkan bahwa paroki Sidikalang memiliki jumlah umat 2.812 dan jumlah stasi sebanyak 24 stasi. Sedangkan jumlah umat Parongil sebanyak 2.000, dan jumlah stasi sebanyak 23 stasi. Pertumbuhan umat yang semakin pesat mendorong Pastor dan umat merencanakan Pembangunan gereja baru, maka pada Tagun 1956 mulai dibangun Gereja Paroki Sidikalang dengan ukuran 12 x 24m. Pada Tahun 1959 pembangunan gereja paroki Sidikalang selesai dan langsung diberkati oleh Mgr. Ferrerius van den Hurk.
    Pada tanggal 2 – 12 Februari 1965 Komisaris Jenderal Ordo Karmel Indonesia, Pastor Martinus Sarko Dipojudo bersama Pastor Quirinus Kramer bertemu dengan Mgr. Ferrerius van den Hurk terkait Pengembangan Misi Karmel di Sumatera Utara. Sebuah Tanggung jawab yang berat namun mulia, ketika Bapak Uskup menyerahkan wilayah kabupaten Dairi kepada Ordo Karmel. Ketika itu, Dairi telah memiliki dua Paroki yakni Sidiklang dan Parongil. Maka, pada tahun 1965, terjadi serah terima dari Ordo Kapusin kepada Ordo Karmel. Serah terima dari Pastor Krol, OFM. Cap kepada Pastor Q. Kramer O.Carm (Paroki Sidikalang). Serah terima juga dari dan Pastor R. Ressens OFMCap kepada Pastor van Wanroij O.Carm (Parongil).
    Karena beratnya medan pelayanan maka Ordo Karmel berusaha untuk menambah barisan tenaga imam di Dairi. Segera diutus Pastor Joseph Kachmadi (Mei 1965), Pastor Arnoldus Hutten (1966). Berkat Tuhan melimpah untuk Tanah Dairi melalui Tahbisan imam Baru Karmelit di Pematangsiantar pada tahun 1967. Tenaga muda dan energik ini diutus ke Dairi antara lain : Pastor Ignatius Widodo Kartoutomo (membantu di Parongil sampai 1969), Johanes Tan Kian Bie Indrakusuma dan Pastor Anastasius Soestijarso Subdibjio.
    Pada tahun 1968, hadir juga Frater Otto Flapper di Sdikalang untuk menagani pembangunan Gereja-gereja di Dairi. Perkembangan umat yang tidak dapat dibendung maka Paroki Parongil dimekarkan, maka lahirlah Paroki Tigalingga pada tahun 1967 setelah menjadi kuasi Paroki pada 14 November 1965. Segera sesudah itu, Paroki Sidikalang juga dimekarkan lagi, sehingga lahirlah Paroki Sumbul pada tahun 1968.
    Gaung Konsili Vatikan II membawa pembaharuan di dalam Gereja. Wajah Gereja makin dekat dan menjemaat. Karya pendidikan melengkapi karya misi Katolik di Dairi yang telah dirintis sejak kehadiran Misi Katolik di Dairi. Tahun 1985 dibuka SMA Cahaya yang dikelola Yayasan Seri Amal. SD St.Yosef dan SMP St. Paulus yang dulunya dikelola Yayasan Bhakti Mengabdi dialihkan kepada Yayasan Seri Amal mulai tahun 1970. Taman Kanak-kanak St. Maria yang sebelumnya menempati bangunan SD St. Yosef menempati bangunan sendiri sejak tanggal 4 Agustus 1968.
    Karya pelayanan kepada umat juga meningkat dengan dibukanya karya pertukangan. Karya pertukangan ini dimulai oleh Br. Otto Flapper O.Carm yang membantu penggantian bangunan gereja-gereja darurat menjadi bangunan permanen atau semi-permanen. Karya pertukangan mendorong umat menyadari arti pembangunan Gereja di stasi-stasi, yang tidak mungkin hanya mengandalkan bantuan keuskupan saja. Umat juga harus ikut serta membangun. Peran serta pemuka umat makin tampak seiring gerak Keuskupan Agung Medan: GEREJA MENJEMAAT.
    Karya pertukangan ini membantu juga pembangunan gereja-gereja lain di wilayah Dairi, yang dinilai cukup memadai dengan situasi sosial-ekonomi umat Dairi. Arah pendewasaan iman umat dibina juga melalui kursus-kursus dan pelatihan serta sermon yang dilakukan melalui peran pemuka jemaat baik dingkat Rayon maupun Paroki. Pembinaan ini tidak bisa diabaikan seiring dengan laju derap kemajuan dan perkembangan masyarakat. Gereja mempunyai misi utama yaitu mendewasakan iman umat serta mengamalkannya demi pembangunan manusia seutuhnya.
    Seiring dengan perjalanan waktu, Bangunan Gereja yang di bangun dan diresmikan tahun 1959 tidak dapat menampung jumlah umat yang bertambah banyak. Oleh karena itulah, pastor dan umat sudah sejak tahun 1995 mencoba memikirkan untuk merehap dan memperluas bangunan Gereja agar dapat menampung umat.
    Pada tahun 2002 Pastor Ignatius Joko Purnomo O.Carm bersama Dewan Pastoral Paroki mencoba hendak mewujudkan harapan yang sudah direncanakan selama 5 tahun. Melalui berbagai pertimbangan, Pastor Ignatius Joko O.Carm bersama Para Pengurus Gereja memutuskan bahwa paroki bukan lagi merehap bangunan tetapi membangun Gereja yang lebih besar. Maka pada pertengahan bulan Desember 2002 diadakan peletakan batu pertama pembangunan Gereja.
    Sejak peletakan batu pertama, pembangunan berjalan dengan sistem swakelola. Umat paroki bahu membahu dalam upaya pembangunan. Selama pembangunan berlangsung, umat beribadah di ‘Gereja darurat’ selama 2 tahun dan selama 2 tahun lebih beribadah di bangunan baru yang belum selesai.
    Pada Desember 2004, Pastor Ignatius Joko O.Carm ditarik oleh Ordo Karmel. Pembangunan Gereja dipercayakan kepada Pastor Antonius Manik O.Carm sebagai pastor Paroki yang baru. Berkat rahmat Tuhan, kerja keras paroki dan dukungan para donator, pembangunan Gereja berjalan terus.
    Akhirnya diberkati oleh Uskup Agung Medan Mgr. A.G. Pius Datubara OFM Cap. pada hari Raya Kristus Raja 26 November 2006. Setelah pemberkatan Gereja, pembangunan tetap berlangsung, menyempurnakan bagian-bagian yang belum selesai.
    Peristiwa penuh syukur atas Rahmat Tuhan bagi Paroki Sidikalang pada khususnya, dan Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat pada umumnya bahwa pada tanggal 23 Oktober 2013, Gereja Dairi merayakan 75 Tahun Misi Katolik di Tanah Dairi. Misa Kudus yang dipimpin oleh Bapak Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga itu dihadiri kurang lebih 17 ribu umat.
    Tiga Tahun kemudian yakni tahun 2016, Pastor Matias Simarmata, O.Carm sebagai Pastor Paroki bersama Dewan Pastoral dan panitia bangunan membangun Menara Gereja, pagar Gereja dan Penataan Halaman Gereja. Demikianlah sekilas sejarah gereja Maria Pertolongan Orang Kristen, Paroki Sidikalang.
    Selengkapnya
    B. Wilayah Pelayanan
    Paroki Santa Maria Pertolongan Orang Kristen berada di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Secara gerejawi, Paroki Sidikalang, Gereja Santa Maria Pertolongan Orang Kristen merupakan bagian dari Keuskupan Agung Medan yang mempunyai reksa pastoral meliputi sebagian wilayah di Kabupaten Dairi dengan batas-batas sebagai berikut:
     - Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Paroki Sumbul
    - Sebelah Barat berbatasan dengan Paroki Parongil - Sebelah Utara berbatasan dengan Paroki Tigalingga
    - Sebelah Selatan berbatasan dengan Paroki Santa Lusia Salak Kabupaten Pakpak Bharat.
    C. Pemekaran
    Tahun 1953, gereja Dairi dipersiapkan untuk dimekarkan ke DAERAH Parongil sebagai Paroki baru. Akhirnya, paroki Parongil berdiri pada tanggal 1 Mei 1954, dengan pastor Paroki pertama adalah Pastor A. Kamphof.
    Pada tahun 1968, paroki Sidikalang dimekarkan lagi karena jumlah umat yang terus bertambah dan wilayah pelayanan umat yang semakin luas. Sehingga lahirlah Paroki Sumbul secara resmi pada tahun 1968.
    Pada 28 Juli 2003 Kabupaten Dairi dimekarkan, maka lahirlah Kabupaten Pakpak Bharat. Situasi Pemerintahan seperti ini membawa angin segar bagi Paroki Sidikalang. Maka pada 11 Agustus 2011 melalui Keputusan Bapak Uskup Agung Medan Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, Gereja Stasi Lae Terondi-Salak dijadikan sebagai Kuasi Paroki dan Pastor Mandius M. Siringoringo ditugaskan untuk mempersiapkannya menjadi Paroki. Pada 22 Juli 2018 Salak resmi menjadi Paroki dengan Pelindung Santa Lusia, dengan Pastor Mandius M. Siringoringo sebagai Pastor paroki pertama.
    D. Definitif Paroki
    Paroki Sidikalang definitif menjadi paroki pada tahun 1938. Hal ini sejalan dengan informasi di Website Keuskupan Agung Medan bahwa Buku Paroki Sidikalang dimulai tahun 1938 yang sebelumnya semua catatan paroki berikut administrasi ditangani Gereja Katedral Medan. Dari sini juga, kita mendapat informasi bahwa pendirian Paroki Sidikalang terjadi pada tahun 1938.
    E. Momen Penting
    Januari 1938 : Bapak Johanes Sihombing, Katekis dari Pematangsiantar datang ke Sidikalang.
    28 Februari 1938 : Pastor Nepomucenus Clemens Hamers OFM Cap hadir di Dairi
    26 September 1938 : Permandian pertama di Dairi
    1938 : Paroki Sidikalang berdiri
    24 Mei 1963 : Gereja Paroki yang baru dipersembahkan kepada Bunda Maria. Maria Bunda Pertolongan Orang Kristen sebagai pelindung paroki.
    F. Pergantian Penggembalaan
    Pada tanggal 2 – 12 Februari 1965 Komisaris Jenderal Ordo Karmel Indonesia, Pastor Martinus Sarko Dipojudo bersama Pastor Quirinus Kramer bertemu dengan Mgr. Ferrerius van den Hurk terkait Pengembangan Misi Karmel di Sumatera Utara. Sebuah Tanggung jawab yang berat namun mulia, ketika Bapak Uskup menyerahkan wilayah kabupaten Dairi kepada Ordo Karmel. Ketika itu, Dairi telah memiliki dua Paroki yakni Sidiklang dan Parongil.
    Maka, pada tahun 1965, terjadi serah terima dari Ordo Kapusin kepada Ordo Karmel. Serah terima dari Pastor Krol, OFM. Cap kepada Pastor Q. Kramer O.Carm (Paroki Sidikalang). Serah terima juga dari dan Pastor R. Ressens OFMCap kepada Pastor van Wanroij O.Carm (Parongil).
    G. Perkembangan Jumlah Umat dan Stasi
    Paroki Sidikalang sudah mengalami pemekaran dua kali: Sumbul dan Phakphak Barat. Hal ini menunjukkan perkembangan gereja ini sangat dinamis. Paroki ini pernah memiliki 43 stasi sampai tahun 2018. Sesudah pemekaran Paroki Pakpak Barat, Sidikalang kini memiliki 5 rayon, 26 stasi, dan 14 lingkungan di wilayah Gereja Paroki.
    Gereja Paroki Sidikalang
    1. Lingkungan St. Agustinus
    2. Lingkungan St. Antonius
    3. Lingkungan St. Elisabeth
    4. Lingkungan St. Juan de la Cruz
    5. Lingkungan St. Fransiskus
    6. Lingkungan St. Maria Ratu damai
    7. Lingkungan St. Markus
    8. Lingkungan St. Mikhael
    9. Lingkungan St. Paulus
    10. Lingkungan St. Petrus
    11. Lingkungan St. Theresia
    12. Lingkungan St. Thomas
    13. Lingkungan St. Yohanes
    14. Lingkungan St. Yosef

    I. Rayon Sitinjo meliputi:
    1. Stasi St. Louis Martin Panji Bako
    2. Stasi St. Petrus Sitinjo
    3. Stasi St. Yosef Bangun
    4. Stasi St. Maria Sigalingging
    5. Stasi St. Theresia Lisieux Pangiringan
    6. Stasi St. Juan de la Cruz Simallopuk

    II. Rayon Santa Theresia, meliputi:
    7. Stasi St. Edith Stein Juma Takar
    8. Stasi St. Theresia Avilla Tambunan
    9. Stasi St. Tadeus Sidiangkat
    10. Stasi St. Elias Panji Dabutar
    11. Stasi St. Fidelis Karing

    III. Rayon Maria Bunda Karmel meliputi:
    12. Stasi St. Titus Brandsma Kaban Julu
    13. Stasi St. Redemptus Buntu Raja
    14. Stasi St. Hironimus Juman Tuang
    15. Stasi St. Maria Magdalena de Pazzi Juma Teguh

    IV. Rayon Sungai Raya meliputi:
    16. Stasi St. Paulus Sungai Raya
    17. Stasi St. Dionysius Borno
    18. Stasi St. Anselmus Sikarahung
    19. Stasi St. Michael KM 11
    20. Stasi St. Thomas Aquinas Silumboyah
    21. Stasi St. Bartolomeus Fanti Bakal Julu

    V. Rayon St Yohanes Paulus II meliputi:
    22. Stasi St. Andreas Tangga Rube
    23. Stasi St. Yoakim Raja Ngampu
    24. Stasi St. Rafael Kalinowski Binjara
    25. Stasi St. Yohanes Soreth Temba
    26. Stasi St. Thomas Saluksuk
    Jumlah umat paroki Sidikalang (14 lingkungan, 26 stasi) adalah 11.162 jiwa/2570 KK
    H. Model Kerasulan Khas
    Paroki Sidikalang masih bercorak pelayanan sakramental. Model kerasulan yang khas ialah adanya pelayanan kerasulan doa. Adanya kelompok karmelit awam yang sejak lama dirintis oleh romo-romo karmel terdahulu sampai saat ini masih berdiri dan berjalan dengan baik.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Perdagangan

    0
     
    Pelindung
    :
    Kristus Raja
    Buku Paroki
    :
    Sejak 5 Juli 1970. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Pematangsiantar I Jl. Sibolga dan Kisaran
    Alamat
    :
    Jl. Jend. Sudirman No. 3, Kec. Bandar, Perdagangan - 21184
    Telp.
    :
    0822 7214 0596
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.232 KK / 4.591 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    23
     
    01. Bandar Rakyat
    04. Habatu
    07. Kerasaan Pekan
    10. Mayang Emplasmen
    13. Pematang Bandar
    16. Raja Maligas III
    19. Sungai Langge
    22. Simpang Dosin
     
    02. Bosar Majawa
    05. Kampung Lalang
    08. Mariah Bandar
    11. Panduman
    14. Pematang Kerasaan
    17. Sahkuda
    20. Silakkidir
    23. Sugaran
     
    03. Bukit Lima
    06. Kampung Teladan
    09. Marihat Mayang
    12. Pardomuan Nauli
    15. Raja Maligas I
    18. Sampe Mauli
    21. Simangonai
     

     
    RP. Danrisman R.Sitanggang, O.Carm
    15.11.’72
    Parochus
    RP. Ignatius Imam Sukarno O.Carm
    10.01.'76
    Vikaris Parokial
         

    Sejarah Paroki Kristus Raja - Perdagangan

    Sejarah Paroki (klik untuk membaca)
    1. Sejarah
    Sejarah panjang Paroki Kristus Raja Perdagangan dimulai sebelum era tahun 1970-an. Paroki St. Laurentius Brindisi yang terletak di Jalan Sibolga - Pematang Siantar, menjadi induk bagi stasi-stasi di wilayah kabupaten Asahan dan Simalungun. Pada masa itu, Pastor-pastor Ordo Capusin melayani umat Katolik yang berada di wilayah Timur kabupaten Simalungun. Tidak semua stasi memiliki Gereja sebagai sarana penggembalaan umat Katolik, termasuk stasi Perdagangan sebagai cikal bakal Paroki. MISA masih dilaksanakan di rumah-rumah umat yang berlokasi di Pasar I, Perdagangan.
    Pada tahun 1967 dilakukan pembentukan stasi Bandar Buntu (Bandar Rakyat sekarang ini) melalui musyawarah mufakat antara stasi Pajak Nagori dan stasi Perdagangan yang masing-masing dipimpin oleh Vorhanger Simon Pasaribu dan Vorhanger Albert Palentinus Gultom. Musyawarah mufakat kedua stasi menghasilkan kesepakatan untuk mengalihkan sebanyak 20 dari total 59 kepala keluarga umat stasi Pajak Nagori yang wilayahnya berdekatan dengan Bandar Buntu berpindah keanggotaannya ke stasi Bandar Buntu. Sementara 39 kepala keluarga umat stasi Pajak Nagori yang lain bergabung dengan stasi Perdagangan sehingga umat stasi Perdagangan bertambah menjadi 79 kepala keluarga.
    Setahun kemudian, tahun 1968 pemerintah kecamatan Bandar merencanakan perluasan kota Perdagangan. Setiap gereja diberi kebebasan untuk memilih lokasi pendirian gereja. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pengurus dan tokoh-tokoh Gereja Katolik - Walter Napitupulu, Evraim Gultom, Simarmata (Toko Famili), Salomo Pasaribu, Simon Pasaribu, dan Albert Palentinus Gultom untuk mendirikan gereja Katolik stasi Perdagangan. Area seluas ± 4 rante di jalan Sudirman yang diajukan, mendapatkan persetujuan dari Camat Bandar sebagai lokasi Pastoran dan Gereja Katolik Induk Stasi Perdagangan sekarang ini.
    Pembangunan Gereja dan Pastoran dimulai pada tahun 1969 dipimpin oleh Pastor Lambertus Woestenberg OFM.Cap yang bertugas di Paroki St. Laurentius Brindisi dan melayani umat stasi-stasi di wilayah Perdagangan. Pembangunan ini mendapatkan dukungan dana dari upaya umat dan sebagian besar donatur dari negeri Belanda atas usaha Pastor Lambertus Woestenberg.
    Semangat umat Katolik Perdagangan terus berlanjut. Setelah bangunan Gereja dan Pastoran selesai, para pengurus dan tokoh Gereja Katolik di bawah bimbingan pastor Lambertus Woestenberg menyampaikan usulan ke Keuskupan Agung Medan perihal pembentukan Paroki. Ada 2 pilihan lokasi rencana Paroki pada waktu itu yaitu Cinta Damai atau di Perdagangan. Berdasarkan berbagai pertimbangan pengembangan di masa mendatang, salah satunya adalah pengembangan pendidikan (sekolah) maka disepakati dan diputuskan oleh Uskup Agung Medan – Mgr. A. H. van de Hurk OFM.Cap., Paroki dipusatkan di Perdagangan.
    Pada tahun 1970 dilaksanakan peresmian Paroki Perdagangan dengan Pastor Paroki Lambertus Woestenberg, OFM.Cap, Vorhanger Albert Palentinus Gultom yang dibantu oleh para pengurus dan pengetua-pengetua gereja antara lain: Walter Napitupulu, Evraim Gultom, Simarmata (Toko Family), Salomo Pasaribu, Martogi Situmorang, Oberlin Sinaga, Simon Siboro, Lostan Sitanggang, dan Sahat Situngkir.
    Pastor Esdras Tarigan, Pr. yang bertugas sebagai pastor Paroki Perdagangan tahun 1988-1992 mengetahui perlunya keberadaan Aula serba guna di Perdagangan. Dewan Paroki merespon melalui pembelian area tanah sawah seluas ± 3,5 rantedi depan rumah Susteran untuk rencana pembangunan aula tersebut. Kepanitiaan dibentuk dengan panitia inti adalah Drs. Lindung Samosir, Berman Purba, Kapingan Situngkir masing-masing sebagai ketua, sekretaris dan bendahara.
    Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tahun 1989 dan kekurangan dana membuat pembangunan aula ini sempat terhenti. Pada tahun 1992 Pastor Carolus Tribeno Yuwono O.Carm yang menggantikan Pastor Esdras Tarigan Pr, melanjutkan pembangunan aula dengan dukungan sebagian besar dana dari sumbangan Ordo Karmel. Aula serba guna paroki Perdagangan berdiri dengan megah hingga kini. Aula tidak hanya diperuntukkan bagi penggunaan internal (sekolah, gereja) tetapi juga dapat digunakan oleh masyarakat sekitar untuk berbagai acara penduduk Perdagangan (eksternal) sebagai bagian dari kemandirian Paroki.
    Dalam menjalankan tugas pelayanan Pastor Lambertus Woestenberg, OFM.Cap dibantu oleh pastor pembantu yaitu Pastor Cosmas Peter, O.Carm. Dari sejak terbentuknya, Paroki Perdagangan mendapatkan pelayanan dari berbagai Tarekat yang diawali oleh Ordo Capusin (Pastor Lambertus Woestenberg), Serikat Xaverian (Pastor Gianfranco Cruder), Imam Projo (Pastor Esdras Tarigan) dan kemudian Ordo Carmelit (Pastor Carolus Tribeno Yuwono, OCarm.) yang berlangsung hingga saat ini. Pergantian Tarekat yang bertugas memperkaya pengetahuan umat akan kehidupan spiritual dan karya-karya Gereja Katolik yang beragam. Alih tugas para-Pastor juga menjadikan umat mengenal sosok gembala gereja dengan beragam kepemimpinan dan kepribadian. Setiap Pastor menghadirkan pembaharuan ke arah perkembangan yang lebih baik, menjadikan kehidupan menggereja umat lebih dinamis dan selalu bergerak maju.
    Adapun Pastor yang pernah bertugas di Paroki Perdagangan adalah sebagai berikut:

    No

    Pastor

    Tahun bertugas

    Status

    1

    P. Lambertus Woestenberg OFM.Cap

    1970-1980

    Pastor Paroki

    2

    P. Cosmas Peter O.Carm

    1970-1980

     

    3

    P. Gianfranco Cruder, SX

    1980-1986

    Pastor Paroki

    4

    P. Germano Fremarin SX

    1980-1986

     

    5

    P. Luigi Mefuerco SX

    1983-1984

     

    6

    P. Angelo Geremia SX

    1985-1987

     

    7

    P. Arie Vandiemen OFM.Cap

    1987-1988

    Pastor Paroki

    8

    P. Joseph Rajagukguk OFM.Cap

    1987-1988

     

    9

    P. Ignatius Simbolon OFM.Cap

    1987-1988

     

    10

    P. Esdras Persadaan Tarigan, Pr

    1988-1992

    Pastor Paroki

    11

    P. Carolus Tribeno Yuwono, O.Carm

    1992-1996

    Pastor Paroki

    12

    P. Servus Emanuel Nuwa, O.Carm

    1992-1999

    Pastor Paroki

    13

    P. Krisna Aji Nugroho O.Carm

    1996-1998

     

    14

    P. Frans Borta Rumapea O.Carm

    1998-2000

     

    15

    P. Ignatius Joko Purnomo O.Carm

    1998-2001

     

    16

    P. Petrus Suu O.Carm

    2000-2002

    Pastor Paroki

    17

    P. Danrisman Sitanggang O.Carm

    2000-2005

     

    18

    P. Bernard Teguh Kusdarmanto O.Carm

    2002-2003

    Pastor Paroki

    19

    P. Damian Parngadi O.Carm

    2003-2008

    Pastor Paroki

    20

    P. Lukas Jokoprasetyo O.Carm

    2005-2006

     

    21

    P. Tinto Hasugian O.Carm

    2006-2012

    Pastor Paroki

    22

    P. Paschalis Tumarno O.Carm

    2008-2009

     

    23

    P. Robi Setiawan O.Carm

    2009-2010

     

    24

    P. Samuel Situmorang O.Carm

    2010-2012

     

    25

    P. Vinsensius Mbiru O.Carm

    2012-2017

    Pastor Paroki

    26

    P. Nampak Wijaya, O.Carm

    2016-2017

     

    27

    P. Mathias M. Simarmata, O. Carm

    2017-2020

    Pastor Paroki

    28

    P. Andreas Novem O.Carm

    2017-2020

     

    29

    P. Bernardinus Tamrin Berutu O.Carm

    2020 – sekarang

    Pastor Paroki

    30

    P. Adytia Permana Perangin-Angin O.Carm

    2022 – sekarang

     

    Stasi yang menjadi wilayah paroki Perdagangan pada saat itu berjumlah 40 stasi. Dalam perjalanannya, paroki Perdagangan mengalami dinamika pertumbuhan umat. Pertambahan umat diikuti dengan pembangunan gereja di stasi-stasi dan juga pemekaran stasi. 4 stasi baru terbentuk selama periode 50 tahun yaitu Kampung Kelapa, Indrapura, Panduman dan Cahaya Pardomuan.
    Penggabungan umat ke stasi terdekat juga terjadi sebagai akibat penurunan jumlah umat di stasi tertentu (stasi Dolok Parmonangan, Dolok Sinumbah, dan Kampung Onom). Hal ini berakibat pada penutupan gereja di stasi tersebut. Selain itu, pengalihan status stasi terjadi ketika berpindah wilayah ke Paroki lain seturut ketetapan yang dikeluarkan oleh Keuskupan (Paroki Tebing Tinggi, Tanah Jawa dan Cinta Damai). Saat ini jumlah wilayah Reksa Pastoral Paroki Kristus Raja meliputi 23 Stasi dan 7 Wilayah.

    No

    Stasi

    Pelindung Santo/Santa

    1970

    Berdiri dan status

    2022

    1

    Bandar Buntu/ Bandar Rakyat

    St. Mateus

    V

    1968 ibadat di Simpang Pajak Nagori, 1972 ibadat di Stasi Bandar Rakyat

    V

    2

    Bosar Majawa

    St. Alfonsus

    V

    1954

    V

    3

    Bukit Lima

    St. Bartolomeus

    V

    1954

    V

    4

    Cinta Damai

    St. Petrus

    V

    1955, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    5

    Cinta Maju

    St. Thomas

    V

    1967, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    6

    Dolok Parmonangan

     

    V

    1985 gabung ke Pematang Bandar

     

    7

    Dolok Sinumbah

    St. Pius

    V

    1978, 2010 gabung ke Marihat Bandar

     

    8

    Emplasmen Mayang

    St. Mikael

    V

    1978

    V

    9

    Gunung Rante

    St. Lukas

    V

    1959, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    10

    Habatu

    St. Benedictus

    V

    1971

    V

    11

    Kampung Lalang

    St. Fransiskus

    V

    1983

    V

    12

    Kampung Onom

     

    V

    1972, 2020 tutup

     

    13

    Kampung Teladan

    St. Bernardus

    V

    1980

    V

    14

    Kerasaan Pekan

    St. Carolus

    V

    1951

    V

    15

    Lima Puluh

    St. Magdalena

    V

    1970, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    16

    Mariah Bandar

    St. Hieronimus

    V

    1958

    V

    17

    Marihat Bandar/

    Simpang Dosin

    St. Antonius

    V

    1968

    V

    18

    Marihat Mayang

    St. Agustinus

    V

     

    V

    19

    Pandomayu

    St. Cornelius

    V

    1966, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    20

    Panurunan

    St. Yohanes

    V

    1965, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    21

    Pardomuan Nauli

    St. Petrus Andreas

    V

    1953

    V

    22

    Pematang Bandar

    St. Lusia

    V

    1957

    V

    23

    Pematang Kerasaan

    St. Gregorius

    V

    1952

    V

    24

    Pematang Tengah

    St. Agustinus

    V

    1962, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    25

    Perdagangan Induk

    Kristus Raja

    V

    1970, 2022 ditiadakan

     

    26

    Raja Maligas I

    St. Germanus

    V

    1952

    V

    27

    Raja Maligas III

    St. Dominikus

    V

    1970

    V

    28

    Sahkuda

    St. Maria

    V

    1979

    V

    29

    Sampe Mauli

    St. Laurensius

    V

    1970

    V

    30

    Silakkidir

    St. Paulus

    V

    1962

    V

    31

    Simangonai

    St. Aloysius

    V

    1968

    V

    32

    Simpang Dolok

    St. Anna

    V

    1957, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    33

    Sugaran

    St. Phillipus

    V

    1964

    V

    34

    Suka Mulia

    St. Atanasius

    V

    1967, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    35

    Suka Raja

    St. Katharina

    V

    1952, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    36

    Suka Ramai

    St. Canisius

    V

    1969, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    37

    Sungai Langge

    St. Titus

    V

    1957

    V

    38

    Sungai Tenang

     

    V

    1985 pindah ke Paroki Tebing Tinggi

     

    39

    Tanjung Muda

    St. Canisius

    V

    1950, 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    40

    Tanjungan

     

    V

    1994 pindah ke Paroki Tanah Jawa

     

    41

    Kampung Kelapa

    St. Yosep

     

    1985 (pemekaran stasi Cinta Damai), 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    42

    Indrapura

    St. Albertus

     

    1997 (pemekaran stasi Suka Raja), 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     

    43

    Panduman

    St. Maria Goretti

     

    2004 pemekaran stasi Pematang Kerasaan

    V

    44

    Cahaya Pardomuan

    St. Fidelis

     

    1963 (pemekaran stasi Simpang Dolok), 2020 pindah ke Paroki Cinta Damai

     
     

    Total Stasi

     

    40

     

    23

    Setelah 37 tahun penggembalaan umat Katolik di Perdagangan, tahun 2007 Pastor Tinto Tiopan Hasugian O.Carm, memimpin umat Paroki Kristus Raja Perdagangan melaksanakan pembangunan gereja yang baru. Lindung Samosir, P. Sihombing, Malem Jenda Tarigan masing-masing ditetapkan sebagai Ketua Panitia, Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II. Bahu membahu umat mengosongkan gereja lama, meruntuhkan dan membangun gereja baru. “CINTA UNTUK RUMAHMU MENGHANGUSKAN AKU” (Yohanes 2:17) menjadi semangat bagi umat Paroki Kristus Raja Perdagangan untuk segera menyelesaikan pembangunan gereja yang lebih besar dan megah. Peresmian gereja baru dilakukan pada tanggal 21 Desember 2008 oleh Uskup Agung Medan - Mgr Alfred Gonti Pius Datubara dan Bupati Simalungun – Drs. T. Zulkarnain Damanik, MM.
    Peresmian gereja baru dilakukan pada tanggal 21 Desember 2008 oleh Uskup Agung Medan - Mgr Alfred Gonti Pius Datubara dan Bupati Simalungun – Drs. T. Zulkarnain Damanik, MM. Pada acara Peresmian Gereja ini Bupati Simalungun menyumbangkan dana sebesar Rp. 50.000.000, - (lima puluh juta rupiah) untuk Gereja Paroki Kristus Raja Perdagangan.
    Demi meningkatkan pelayanan intensif bagi umat dan pengembangan Gereja di Keuskupan Agung Medan maka Uskup Agung Medan – Mgr. Dr. Anicetus Bonsu Sinaga mendirikan Kuasi Paroki Santo Petrus Rasul, Cinta Damai sebagai pemekaran dari Paroki Santo Yoseph, Tebing Tinggi dan Paroki Kristus Raja, Perdagangan sejak 21 Agustus 2018 yang tertuang dalam Surat Keputusan Uskup Agung Medan no: 396/PAR/CD/KA/VIII/’18.
    Pastor Paroki Kristus Raja Perdagangan Mathias Mangapul Simarmata, O.Carm. memimpin persiapan Kuasi Paroki Santo Petrus Rasul, Cinta Damai, dibantu oleh Pastor Andreas Novem, O.Carm. Di akhir tahun 2020 dilakukan serah terima oleh Paroki Perdagangan dari Pastor Mathias Mangapul Simarmata, O.Carm (berkarya ke Paroki Santo Petrus Rasul, Cinta Damai) ke Pastor Bernardinus Tamrin Berutu, O.Carm selaku Pastor Paroki Kristus Raja Perdagangan yang baru. Bersamaan dengan serah terima tersebut pelayanan Pastoral Paroki Kristus Raja Perdagangan sudah tidak meliputi Kuasi Cinta Damai.
    Devosi Bunda Maria Paroki Kristus Raja Perdagangan dimulai pada bulan Mei tahun 2018. Pastor Mathias Mangapul Simarmata, O.Carm menggalakkan umat se-Paroki untuk bersama-sama meningkatkan penghormatan dan doa kepada Bunda Maria. Area kosong di belakang Gereja Pastoran dipersiapkan untuk memulai Devosi Maria. Bersama-sama Pengurus Gereja dan Orang Muda Katolik, Pastor Mathias Mangapul Simarmata, O.Carm menyulap area kosong menjadi cikal bakal lokasi Devosi Maria umat paroki Kristus Raja Perdagangan.
    Menilik semangat umat Paroki Kristus Raja dalam melaksanakan Devosi Maria, Pastor Mathias Mangapul Simarmata, O.Carm lebih bersemangat untuk mewujudkan lokasi Devosi Maria di Paroki Kristus Raja. Setelah melalui berbagai persiapan perihal desain dan dana, pada tahun 2018, Albert Marbun ditetapkan sebagai penanggung jawab pembangunan lokasi Devosi Bunda Maria. Tanggal 1 Oktober 2018, Pondok Maria - demikian nama yang diberikan – resmi digunakan melalui pembukaan bulan Rosario.
    Pastor Bernardinus Tamrin Berutu, O.Carm selaku Pastor Paroki Kristus Raja Perdagangan melayani umat Paroki Kristus Raja Perdagangan didampingi Pastor Damian Parngadi O.Carm yang melalui masa pension dengan tetap melakukan pelayanan untuk umat di Perdagangan. Diusianya yang lebih dari 70 tahun, Pastor Damian tetap setia melayani Kristus dengan segala daya upaya yang ada dan keterbatasannya. Contoh nyata bahwa pelayanan kepada Kristus tidak memandang usia.
    Di masa Pandemi ini, umat memberikan perhatian terhadap kondisi kesehatan Pastor Damian. Bersama-sama umat menjaga Pastor agar terhindar dari Covid-19 yang sudah menyebar di seputaran Perdagangan. Usaha keluarga Pastoran dan umat membuahkan hasil yang nyata. Pastor Damian masih dalam kondisi sehat dan terus membina iman umat melalui pelayanan Misa dan pendalaman alkitab dalam berbagai kegiatan doa hingga berpulangnya pada tahun 2022.
    Kehadiran Pastor Bernardinus Tamrin Berutu, O.Carm membawa pembaharuan bagi Paroki Kristus Raja Perdagangan. Paroki sudah jauh lebih ASRI dengan perhatian terhadap pertumbuhan tanaman. Setelah 3 tahun melaksanakan Devosi Maria dan di tengah-tengah kondisi pandemi, pada tahun 2021 Pastor Bernardinus Tamrin Berutu merenovasi Pondok Maria dengan menambahkan perlindungan terhadap bangunan Pondok Maria seperti tampak sekarang ini. Kembali Albert Marbun bertanggung jawab terhadap pelaksanaan renovasi bersama Harry Ericson Iswandar selaku pembuat desain renovasi Pondok Maria.
    Pembangunan Paroki Kristus Raja terus berlanjut. Pembangunan Asrama Putra dipercayakan kepada Albert Marbun sebagai pelaksana pembangunan dan Harry Ericson Iswandar selaku pembuat desain Asrama Putra. Asrama Putra dibangun di belakang area Aula Paroki. Asrama Putra dan Gereja stasi Kampung Teladan dibangun dan selesai pada tahun 2021. Pada tahun tahun 2022, pembangunan gereja stasi Kampung Lalang dan Simangonai telah dimulai sedangkan pembangunan Pastoran dan Gereja stasi Sahkuda masih dalam perencanaan.
    Wilayah Pelayanan
    2. Wilayah Pelayanan
    Paroki Kristus Raja Perdagangan terletak di Kelurahan Perdagangan III, Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. Lokasi ini dipandang sebagai ‘Lumbung Umat’ yang terbesar dengan peluang untuk pengembangan bidang pendidikan serta pertumbuhan umat sehubungan dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus - Sei Mangkei. Letak paroki di jalan protokol Jenderal Sudirman merupakan posisi yang strategis dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Jarak paroki ke semua stasi dapat ditempuh dalam 1 hari perjalanan pulang pergi.
    Wilayah Reksa Pastoral Paroki Perdagangan meliputi 23 Stasi dan 7 Wilayah yang terbentang di 6 kecamatan di kabupaten Simalungun yaitu kecamatan Bandar Masilam, kecamatan Bandar, kecamatan Pematang Bandar, kecamatan Hutabayu Raja, kecamatan Gunung Malela dan kecamatan Bosar Maligas. Seluruh Stasi dan Wilayah tersebut dikelompokan menjadi 4 Rayon dan 2 Wilayah, sebagai berikut:
    a. Wilayah I (Satu)

    No

    Nama Lingkngan

    Nama Pelindung

    Desa/Kelurahan

    Kecamatan

    1

    Lingkungan Pasar 1

    St.Theresia Lisieux

    Perdagangan 3

    Bandar

    2

    Lingkungan Pajak Negeri

    St.Pransiskus

    Pajak Negeri

    Bandar

    3

    Lingkungan Kota

    St.Maria

    Perdagangan1

    Bandar

    4

    Lingkungan Perluasan

    St.Paulus

    Perdagangan 1

    Bandar

    b. Wilayah II

     

    No

    Nama Lingkungan

    Nama Pelindung

    Desa/Kelurahan

    Kecamatan

    1

    Lingkungan Manahul

    St.Yohannes Pembaptis

    Perdagangan 3

    Bandar

    2

    Lingkungan Pasar 1

    St.Petrus

    Perdagangan 3

    Bandar

    3

    Lingkungan Kuala Tanjung

    St.Lusia

    Perdagangan 3

    Bandar

     

    c. Wilayah Sermon Bandar

     

    No

    Nama Stasi

    Nama Pelindung

    Desa/Kelurahan

    Kecamatan

    1

    Stasi Sungai Langgei

    St.Titus

    Bandar Gunung

    Bandar Masilam

    2

    Stasi Simpang Dosin

    St.Antonius

    Marihat Bandar

    Bandar

    3

    Stasi Bandar Rakyat

    St.Mateus

    Bandar Rakyat

    Bandar

    4

    Stasi Sugaran

    St.Philipus

    Sugaran

    Bandar

     

    d. Wilayah Sermon Kerasaan Pekan

     

     

     

    No

    Nama Stasi

    Nama Pelindung

    Desa/Kelurahan

    Kecamatan

    1

    Stasi Sahkuda

    St.Maria Diangkat ke Surga

    Sahkuda Bayu

    Gunung Malela

    2

    Stasi Kerasaan Pekan

    St.Carolus

    Kerasaan  I

    Pematang Bandar

    3

    Stasi Pematang Kerasaan

    St.Gregorius

    Pematang Kerasaan

    Bandar

    4

    Stasi Panduman

    St.Maria Goretti

    Pematang Kerasaan

    Bandar

    5

    Stasi Mariah Bandar

    St.Hieronimus

    Mariah Bandar

    Pematang Bandar

    6

    Stasi Pardomuan Nauli

    St.Petrus

    Pardomuan Nauli

    Pematang Bandar

    7

    Stasi Pematang Bandar

    St.Lusia

    Pematang Bandar

    Pematang Bandar

    8

    Stasi Habatu

    St.Benedictus

    Habatu

    Bandar

    e. Wilayah Sermon Silakkidir

     

    No

    Nama Stasi

    Nama Pelindung

    Desa/Kelurahan

    Kecamatan

    1

    Stasi Bosar Majawa

    St.Alfonsus

    Bosar Bayu

    Hutabayu Raja

    2

    Stasi Marihat Mayang

    St.Agustinus

    Huta Sada

    Hutabayu Raja

    3

    Stasi Mayang Emplasmen

    St.Mikael

    Nagori Mayang

    Bosar Maligas

    4

    Stasi Silakkidir

    St.Paulus

    Silakkidir

    Hutabayu Raja

    5

    Stasi Raja Malias  1

    St.Germanus

    Raja Maligas I

    Hutabayu Raja

    6

    Stasi Sampemauli

    St.Laurensius

    Talam Bayu

    Hutabayu Raja

    7

    Stasi Raja Maligas 3

    St.Dominikis

    Bahal Batu

    Hutabayu Raja

     

    f. Wilayah Sermon Bukit Lima
    1. Stasi Bukit Lima (St. Bartolomeus) : Desa/Kel. Marihat Tanjung, Kec. Bosar Maligas
    2. Stasi Kampung Lalang (St. Stefanus) : Desa/Kel. Marihat Mayang, Kec. Hutabayu Raja
    3. Stasi Simangonai (St. Aloysius) : Jawa Baru, Kec. Hutabayu Raja
    4. Stasi Kampung Teladan (St. Clara) : Kampung Teladan, Kec. Bosar Maligas
    Infrastruktur transportasi darat di 6 wilayah kecamatan ini sudah termasuk lumayan baik meskipun jalan ke beberapa stasi masih kurang bagus karena mereka terletak di pelosok dan di kelilingi hamparan kebun sawit. Pengerasan jalan tanah masih dilakukan menggunakan batu pasir yang pada kondisi hujan akan menjadi licin dan sering berlubang besar akibat tanah yang tidak padat. Namun demikian secara umum semua stasi sudah bisa dilalui dengan kendaraan sepeda motor dan mobil.
    Visi Misi dan Kekhasan Paroki
    3. Kekhasan Paroki
    Mayoritas umat Paroki Kristus Raja Perdagangan adalah suku Batak selain itu adalah Simalungun, Karo, Jawa, Nias dan Cina. Pelayanan liturgi di Paroki Kristus Raja Perdagangan menggunakan 2 bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Batak. Keberagaman umat dari berbagai segi ini telah menjadi salah satu dasar pemilihan nama Pelindung Gereja yaitu Kristus Raja. Sang Pencipta alam raya dengan segala keberagamannya.
    Umat paroki Kristus Raja Perdagangan umumnya adalah pendatang. Mereka yang pindah pada awal tahun lima puluhan biasanya mendapat tanah yang subur dan strategis yang digunakan untuk lahan pertanian. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani dan profesi lainnya adalah pedagang, pegawai negeri sipil dan karyawan. Untuk pengembangan perekonomian dan kesejahteraan umat, paroki Kristus Raja Perdagangan memiliki suatu wadah yang disebut Pengembangan Kesejahteraan Umat Paroki Perdagangan (PASARDA). Pasarda ini merupakan wadah semacam ‘arisan’ bagi umat Katolik Paroki Kristus Raja Perdagangan yang bernaung di bawah Gereja Katolik dengan tetap memakai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Credit Union (CU).
    Pada tahap awal, CU ini beranggotakan para Vorhanger dan Pengurus Gereja Paroki Perdagangan yang berjumlah 28 orang dan sekarang anggotanya telah berjumlah lebih dari 5800 orang. Kegiatan simpan pinjam yang dikelolanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup para anggotanya dengan ikatan pemersatu adalah Paroki Perdagangan. Kiprah PASARDA telah menunjukkan dampak positif bagi kehidupan umat Paroki Perdagangan terkhusus para anggotanya. Selain itu, Pasarda juga terlibat aktif dalam pembangunan infrastruktur, kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan yang diselenggarakan oleh Paroki. Pada tahun 2022, kepengurusan di bawah pimpinan L. Situmorang, telah berhasil membangun gedung milik PASARDA.
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki P.Siantar Jalan Bali

    0
     
    Pelindung
    :
    Santo Joseph
    Buku Paroki
    :
    Sejak tahun 1966. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Jl. Sibolga.
    Alamat
    :
    Jl. Bali - Kain Batik, Kec. Siantar Utara, Pematang Siantar - 21142
    HP.
    :
    0853 6056 7969
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    2.672 KK / 10.258 jiwa
    (data Biduk per 27/03/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    18
     
    01. Bah Kapul
    04. Marjandi
    07. Pargampualan
    10. Sibaganding
    13. Simbou Baru
    16. SKI
    19. Manik Rejo
    02. Bukit Hataran
    05. Martoba
    08. Parjalangan
    11. Sibisa
    14. Simpang Dua 
    17. Tiga Bolon

    03. Kampung Baru
    06. Panombean
    09. Sawah Dua
    12. Simbolon
    15. Sipoldas
    18. Jl. Kain Batik

    RD. Marianus Gilo A. Kedang
    17.02.’75
    Parochus
    RD. John Paul Tri Siboro
    11.01.’92
    Vikaris Parokial
         

    Sejarah Paroki St. Joseph - Jl. Bali, Pematang Siantar

    Perjalanan Singkat Paroki (klik untuk membaca)
    Pematangsiantar merupakan pusat Daerah Simalungun yang menjadi bagian dari Gouvernement van de Ookust (Gubernemen Pantai Timur). Karya Zending Protestan di kalangan Orang Batak Simalungun sudah dimulai sejak tahun 1901. Akan tetapi masih banyak di daerah Simalungun ini belum menjadi Kristen. Alasannya adalah mereka sudah menjadi Islam dan pewartaannya tidak sampai ke pedalaman. Misi Katolik memperoleh kesulitan larangan Pemerintah Hindia Belanda dalam Buku Hukum pasal 123 (sesudah tahun 1952 tahun 177) yang mengatakan : “Guru-guru Kristen, imam-imam dan pendeta-pendeta” bila hendak masuk suatu daerah untuk melaksanakan tugas harus lebih dahulu mendapat izin dari Gubernur Jendral. Kalau tugas mereka dianggap dapat menggangu keamanan suatu daerah, maka izin masuk mereka dapat dicabut oleh Gubernur Jendral.Terumata “dobel-zending” dilarang (sekaligus Misi Katolik dan zending protestan)”.
    Misi di Pematangsiantar dan sekitarnya sudah mulai sebenarnya sejak Juli 1929 oleh permintaan yang diajukan oleh 120 orang Katolik di sekitar Pematangsiantar. Kerohanian umat di sini dilayani oleh Pastor Aemilius Van Der Zanden dari Medan. Pada waktu itu timbul usaha untuk mengajukan usul kepada Mgr. Mathias Brams agar di Pematangsiantar dibangun sebuah gereja dan ditempatkan seorang Pastor untuk memimpin umat di daerah ini. Pada bulan Juni 1931 diperoleh izin seorang imam Katolik menetap di Pematangsiantar. Akan tetapi, izin tersebut disertai dengan larangan memperluas ajaran agama di luar tempat kedudukan. Stasi Batak pertama didirikan di dekat Pematangsiantar yaitu Laras di wilayah perkebunan, pada tahun 1931.
    Pada tanggal 3 Juli 1931, P. Aurelius Kerkers memulai karyanya di Pematangsiantar. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata disadari tidak mungkin mentaati larangan pengajaran agama Katolik di daerah lain. Ketidakmungkinan tersebut bukan terutama dari pihak pastornya, tetapi juga oleh karena semakin banyak permintaan dari pihak orang Batak agar Katolik diperkenalkan. Di Pematangsiantar, pada 1 Januari 1932 umat Katolik sudah ada sebanyak 203 orang: 174 orang Eropa, 19 orang Batak (yang dipermandikan di Medan), 5 orang Cina, 5 orang Jawa. Pada 1 Juni 1932, dibukalah sebuah Hollands Inlandse School. Pada akhir 1932 diajukan permohonan izin bagi karya misi di daerah Simalungun dengan bertolak Pematangsiantar. Tanggal 17 Februari 1933, datanglah jawaban positif. Pada tahun yang sama, yakni melalui surat tertanggal 12 Agustus 1933, akhirnya keluarlah izin umum yang memperbolehkan penyebaran pengajaran keagamaan. Maka dibentuklah beberapa Stasi-Stasi bantuan pertama yakni, Laras, Pantoan, Tanah Djawa, dan Panei.
    Penyebaran misi Katolik di Pematangsiantar semakin mantap dengan diangkatnya seorang Katekis yang membantu penyebaran ke- Katolikan-an, yakni Kenan Hutabarat. Bersama Katekis ini, karya misi semakin mantap. Pastor Aurelius Kerkers melihat jumlah umat semakin banyak. Pada saat itu dilihat bahwa sudah saatnya membangun fasilitas yang sungguh berguna. Pembangunan gereja, sekolah, pastoran dan susteran (seperti sekarang ini) mulai dilakukan. Gereja tersebut diberkatinya tahun 1934.
    Beberapa catatan tentang perkembangan misi di Pematangsiantar ini perlu ditambahkan. Pastor Aurelius Kerkers kemudian hari dibantu oleh Pastor Elpidius Van Duinhoven yang tiba di Pematangsiantar pada tanggal 16 Februari 1934. P. Elpidius Van Duinhoven dengan sangat gigih mendirikan beberapa Stasi baru. Dia mendirikan Stasi baru di Sawah Dua-Panei tanggal 1 Januari 1936. Stasi ini menjadi pusat kegiatan untuk daerah Panei dan sekitarnya: Tigadolok, Sidamanik, dan sampai ke Saribudolok yang berdiri sejak 30 Agustus 1938.
    Pada masa pendudukan Jepang, kegiatan misi lumpuh. Hanya para Suster berkebangsaan Jerman di Balige yang boleh tinggal. Akan tetapi, masih ada keuntungan besar lain yakni karena P. Marianus van den Acker selaku pemelihara rohani para Suster tersebut tidak ikut ditawan. Pada kesempatan itulah dia membentuk Badan Pimpinan Gereja selama masa sulit itu dengan mengangkat beberapa katekis. Yang menjadi Ketua Badan Pimpinan Gereja tersebut adalah Y. B. Panggabean sekaligus katekis kepala di Balige. Di Wilayah Simalungun, K. Hutabarat menjadi katekis kepala di Pematangsiantar, P. Datubara (Saribudolok).
    Pada tahun 1965, karmelit membangun biara di Pematangsiantar yakni Seminari Agung (Fakultas Teologi Karmel). Alasan perpindahan pusat pendidikan Karmel dari Malang ke Pematangsiantar adalah alasan keamanan, yakni terjadinya ketegangan pasca peristiwa “G30S/PKI” di Jawa. Pimpinan Karmel saat itu melihat bahwa Sumatera merupakan tempat yang aman sekaligus tepat, untuk kelanjutan pendidikan para fraternya.
    Wacana kehadiran para Karmelit di Pematangsiantar disambut dengan baik. Umat dan lembaga-lembaga Gereja memberikan dukungan. Yayasan Cinta Rakyat turut memberi dukungannya yang sangat berharga, karena mereka memperboleh Seminari Agung Karmelit tersebut didirikan di atas tanah mereka. Dalam surat keterangan dukungan Yayasan Cinta Rakyat, dituliskan demikian. “Ketua Pengurus Jajasan Tjinta Rakjat Pematangsiantar, menjatakan, tidak berkeberatan bahwa Badan Pengurus Geredja Katolik dan Amal di Pematangsiantar akan mendirikan Geredja dan Seminari Agung di tanah kami yang terletak disebelah Kebun Siantar State didekat Djalan Bali dan Djalan Sisingamangaradja”. Berdasarkan kutipan di atas, bisa dikatakan bahwa sejak awal telah direncanakan juga sekaligus pembangunan Gereja untuk umat. Bangunan Karmel inilah yang digunakan umat.
    Di sekitar bangunan ini sudah ada beberapa umat Katolik. Mereka beribadat di rumah-rumah umat. Berdasarkan Buku Baptis (LB) paroki, kita ketahui lebih terang bahwa sudah ada pembaptisan pertama di tiga titik daerah: Jl. Bali (20 Februari 1958), Martoba (1 November 1964), Bah Kapul (31 Mei 1958). Maka dengan kehadiran Karmel ini umat disekitarnya juga mengikuti kebaktian di gereja biara (sejak Juni 1966). Stasi St. Yusup Jalan Balipun berdiri. Pembaptisan pertama di Gereja ini sesudah kehadiran para Karmelit pada tanggal 16 Oktober 1966. Gereja ini seringkali dituliskan (dikenal) dengan nama Gereja Karmel atau Gereja St. Jusup Karmel.
    Karmel juga sekaligus mendirikan Sekolah Dasar, yang diberi nama Sekolah Dasar Karmel 1. Tidak banyak informasi yang diperoleh tentang hal ini. Misalnya, apakah SD Karmel 1 ini yang kemudian menjadi SD Cinta Rakyat saat ini (cikal bakal?). Keterangan keberadaan SD Karmel ini sangat terang dari Surat Permohonan kepada Walikota Pematangsiantar tentang memohon pembuatan Jalan Karmel, untuk jalan yang menghubungkan Jalan Bali dengan Kompleks biara, gereja dan sekolah. Pada no. 2 dikatakan demikian, “ S.D jang terletak di udjung jalan itu adalah S.D Karmel 1 yang diurus oleh pastor-pastor karmel”.
    Sesudah Stasi baru St. Yusup-Jl. Bali berdiri (1966), Badan Pengurus Gereja dan Amal Katolik mulai memikirkan pemekaran paroki Jl. Sibolga tahun 1967 Paroki St. Laurensius-Jl. Sibolga dimekarkan. Pada tahun 1968, Paroki Jl. Sibolga dimekarkan kemudian dengan mendirikan Paroki St. Fransiskus-Jl. Medan. Demi efektivitas pelayanan, Paroki Jl. Sibolga terus dimekarkan dengan membentuk paroki-paroki baru: Paroki Kristus Raja-Perdagangan (1970), Paroki Kristus Raja Tanah Jawa (1976), Paroki Saribudolok, Paroki Parapat. Selain Stasi Jl. Bali sendiri, Stasi Bah Kapul diserahkan pada pelayanan Karmelit. Dengan diserahkan kepada pelayanan Karmelit, akhirnya muncul gagasan baru, yakni mendirikan gereja permanen. Maka, pada tahun 1968, pembangunan gereja di Bah Kapul- Sibatubatu mulai digagas. Pastor Paroki saat itu, Pastor Koning, O.Carm, segera mengajukan permohonan pembangunan gereja baru kepada Bupati Simalungun.
    Pada tahun 1969, Stasi Martoba kemudian diserahkan kepada pelayanan para Pastor Karmelit. Baptisan di Stasi ini dicatat di Paroki St. Laurensius terakhir pada tanggal 29 juni 1969. Sesudah tanggal ini, segala yang berhubungan dengan Stasi ini dicatatkan di Paroki St. Jusu-Jl. Bali. Maka, disimpulkan bahwa sampai tahun 1969, Paroki St. Jusup memiliki tiga Stasi: Jl: Bali (Stasi Induk), Bah Kapul, dan Martoba. Pada tahun 1970, Para Karmelit segera meninggalkan pematangsiantar pimpinan Karmel melihat bahwa pemberontakan PKI tidak lagi merupakan ancaman serius. Alasan keamanan dirasa tidak tepat lagi menjadi alasan membagi dua tempat pendidikan frater. Disisi lain, perpindahan ini juga dipengaruhi kerumitan internal tentang program pendidikan para frater mereka. Misalnya, bagaimana menyesuaikan program kuliah dengan Seminari Agung di Pematangsiantar.
    Bagaimana dengan keberadaan gedung biara yang besar tersebut? Setelah theologicum Karmelit pindah kembali ke Malang pada akhir tahun 1970, Ordo Karmel ingin menjual gedung mereka. Gabungan kongregasi suster-suter berpendapat bahwa gedung tersebut cocok untuk pusat pendidikan dan rumah retret. Namun, karena gedung itu terlalu besar untuk hal dimaksud, para suster mengusulkan agar pihak keuskupan membeli gedung tersebut dan menyewakannya kepada suster. Akan tetapi, akhirnya sebagian besar gedung tersebut dibeli oleh gabungan suster-suster. Maka pada tanggal 6 juli 1970, mulailah para suster tinggal disana. Gedung besar tersebut akhirnya digunakan sebagai Pusat Pembinaan Para Biarawan/wati, sampai akhirnya mereka membangun pusat yang baru di Sinaksak, Pematangsiantar tahun 1993.
    Maka sejak saat itu, gedung tersebut difungsikan untuk dua hal sekaligus, yakni sebagai kantor paroki (Sekaligus Pastoran), dan tempat pembinaan para suster (Bina Samadi). Maka segala hal yang menyangkut tentang gedung tersebut, perbaikan, batas tanggungjawab masing-masing pihak, senantiasa diperbaharui dalam dan dengan surat perjanjian antara pihak P3B (Pusat Pembinaan Para Biarawan/wati). Hanya beberapa kamar saja yang digunakan untuk paroki, terlebih sebagai kantor paroki.
    Bagaimana pelayanan Paroki? Sejak para Karmelit meninggalkan Paroki St. Joseph, dan kehadiran P3B disana, paroki ini dilayani oleh Pastor Kapusin P. Marianus van den Acker, yang diangkat menjadi rektor pembimbing para suster, beliau sekaligus juga menjadi pastor paroki. Pada tahun 1973, Pastor Clemens Hamers, diangkat menjadi pastor paroki. Akan tetapi, beliau baru pindah pada bulan Maret 1974 ke Pastoran St. Joseph, sesudah gedung tersebut ditata kembali penggunaannya. Gereja tersebut dibuat dinding baru, sehingga sebagian menjadi kapel para suster, dan sebagian lagi menjadi gereja paroki.
    Dari beberapa arsip surat menyurat yang masih tertinggal, diketahui adanya perkembangan jumlah umat yang pada akhirnya gereja yang ada pada saat itu tidak cukup untuk menampung umat. Ketika P. Gonzalvus Snijders sebagai Pastor Paroki (1976-1984), dia beberapa kali mohon kepada pihak Keuskupan untuk segera memperbesar gereja atau memperbesar/membangun gereja baru (tahun 1977, 30 Jan 1980, 27 Maret 1980 ). Dalam surat-surat permohonan tersebut P. H Snijders menyebutkan beberapa alasan pengajuan permohonan tersebut: Perpindahan SPG tahun 1977 sehingga gereja tidak cukup untuk menampung umat, perluasan kota dan pertambahan jumlah penduduk. Pembangunan Gereja tersebut baru bisa dimulai pada tahun 1983. Pada tahun 2005, digagas juga didirikan gereja baru di depan gedung paroki/gereja saat ini. Gedung gereja baru tersebut telah berdiri besar, gagah dan unik dan sudah diresmikan April 2012 dan sejak itu sampai sekarang umat beribadah di dalamnya dan gedung gereja lama dipakai sebagai aula paroki.
    Paroki Jl. Bali kemudian menjadi paroki besar. Pada tahun 1987, stasi-stasi ke arah sisi kanan parapat sampai ke arah Tigaras, menjadi bagian (stasi) Paroki Jl. Bali. Mengapa paroki Jl. Bali menjadi paroki “raksasa” ?. Dugaan P. Ari van Diemen adalah karena semua stasi tersebut dari segi wilayah (secara praktis) lebih cocok dimasukkan menjadi bagian dari Paroki St. Joseph-Jl. Bali. Dugaan lain menurutnya adalah karena paroki sendiri memiliki gedung yang sangat luas, dan sangat cocok untuk tempat pembinaan. Paroki Jl. Sibolga menjadi paroki tanpa Stasi lebih merupakan karena pertimbangan jumlah umat. Pada tanggal 11 juli 2010, Paroki “raksasa” ini dimekarkan dengan mendirikan Paroki Tiga Dolok meliputi Tiga Balata dan Tiga Dolok. Penggembalaan paroki ini diserahkan kepada para Saudara Dina Konventual.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki P. Siantar Jalan Asahan

    0
    Pelindung
    :
    Santo Petrus dan Paulus
    Buku Paroki
    :
    Sejak tahun 1968. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Jl. Sibolga Pematang Siantar
    Alamat
    :
    Jl. Asahan Km. 5 No. 238, Nagori Pantoan Maju, Kec. Siantar, Kab. Simalungun, Pematang Siantar – 21151
    Telp.
    :
    0852 7097 9007
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.467 KK / 5.732 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    18
    01. Bah Jambi
    04. Laras
    07. Naga Raja
    10. Perumnas
    13. Serbelawan
    16. Sosor Samosir
    02. Bah Gunung
    05. Laras Dua
    08. Nagur Usang
    11. Rambung Merah
    14. Silau Malela
    17. Sordang Raya
    03. Bintang Mariah
    06. Naga Jaya
    09. Pardamean
    12. Semangat Baris
    15. Sinaksak
    18. Timuran
    RP. Emmanuel Sembiring OFMCap

    Parochus
    RP. Leopold Purba OFMCap

    Vikaris Parokial
     

    Sejarah Paroki St. Petrus & Paulus - Jl. Asahan, Pematang Siantar

    Perjalanan Paroki SPP Siantar (klik untuk membaca)
    1. Letak Geografis
    Paroki St. Petrus dan Paulus memiliki tiga wilayah pelayanan yakni Kota Pematangsiantar, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai. Di Kabupaten Simalungun ada 18 stasi, Serdang Bedagai satu stasi dan di kota Pematangsiantar satu stasi.
    2. Keadaan Umat
    Umat paroki St. Petrus dan Paulus pada umumnya terdiri dari beragam suku, adat dan bahasa, yaitu Simalungun, Toba, Karo, Pakpak, Nias, Flores, Toraja, Jawa, Tionghoa dan suku lainnya. Keberagaman tersebut merupakan kekayaan paroki ini. Pada saat beribadat ada delapan stasi memakai bahasa Indonesia dan 12 stasi memakai bahasa Batak Toba.
    Seiring dengan perjalanan waktu, umat Paroki St. Petrus dan Paulus mengalami perkembangan dan pertambahan yang amat pesat. Paroki ini berjumlah 20 Stasi, yang dibagi dalam lima rayon, yakni; Rayon I (Stasi St. Petrus dan Paulus, Termin), Rayon II ada lima stasi (St. Markus, Sinaksak; St. Elisabeth, Nagur Usang; St. Maria, Bintang Mariah; St. Fransiskus Asisi, Sordang Raya; St. Maria, Nagaraja), Rayon III ada empat stasi (St. Yosep, Serbelawan; St. Yosep, Naga Jaya; St. Thomas, Bah Gunung; St. Maria, Laras), Rayon IV ada enam stasi (St. Perawan Maria, Perumnas; St. Yosep Laras II; St. Maria, Silau Malela; St. Benediktus, Bah Jambi; St. Paulus, Timuran; St. Maria, Sosor Samosir) dan Rayon V, empat Stasi (St. Yosep, Batu Lima; St. Elisabeth, Pardamean; St. Ambrosius, Semangat Baris; St. Yosep, Rambung Merah).
    3. Perjalanan Paroki St. Petrus dan Paulus
    Paroki yang pertama hadir di kota Pematangsiantar, adalah Paroki St. Laurentius Brindisi Jl. Sibolga. Paroki St.Petrus dan Paulus mekar dari Paroki St. Laurentius Jl. Sibolga.
    Tahun 1967, Seminari Tinggi di Jalan Medan didirikan. Pada tahun 1968, didirikan juga satu gereja baru di Jalan Medan Pematangsiantar. Para pastor dari Seminari ini melayani beberapa stasi di sekitarnya seperti Stasi Bah Gunung, Stasi Nagajaya, Stasi Serbelawan, Stasi Nagaraja, Stasi Bintang Mariah, Stasi Martoba, Stasi Rambung Merah dan Stasi Batulima. Gereja baru ini, walaupun secara administratif tidak menjadi paroki, tetapi de facto dalam pelayanan sudah berbentuk paroki, yang dinamai Paroki Pastor Bonus. Dan ini menjadi titik awal berdirinya Paroki St. Petrus dan Paulus. Paroki ini langsung dipimpin oleh Rektor Seminari Tinggi, RP. Gonzalvus Snijders, OFMCap. Awalnya paroki ini terdiri dari sembilan stasi dengan jumlah umat kurang lebih 535 keluarga yang terdiri dari berbagai jenis profesi seperti pegawai negeri, ABRI, buruh dan petani. Kurang lebih 20 tahun, paroki ini selalu dipimpin oleh rektor Seminari Tinggi Jl. Medan, antara lain RP. Gonzalvus Snijders, OFMCap, RP. Ferdinand Knoops, OFMCap, RP. Martinus Situmorang, OFMCap. RP. Elias Sembiring, OFMCap.
    Jumlah umat dari tahun ke tahun semakin bertambah. Stasi juga semakin bertambah, khususnya di pinggiran kota Pematangsiantar. Maka, pada tahun 1987 diadakanlah restrukturisasi paroki di Pematangsiantar. Hasil dari restrukturisasi itu ialah 12 stasi yang sebelumnya masuk ke paroki St. Laurentius Brindisi Jl. Sibolga menjadi wilayah pelayanan paroki ini. Dan pada waktu itu pula, nama Paroki Pastor Bonus Jl. Medan menjadi Paroki St. Petrus dan Paulus Jl. Medan. Dengan adanya restrukturisasi tersebut, jumlah stasi paroki ini menjadi 21 stasi: Termin (Pusat Paroki), Jl. Medan, Sinaksak-Baringin, Bintang Mariah, Sordang Raya (sebelumnya Mariah Nagur), Nagur Usang, Naga Raja, Serbelawan, Laras, Bah Gunung, Naga Jaya (sebelumnya Bandar Betsy), Rambung Merah, Batulima, Pardamean, Perumnas, Laras II, Silau Malela, Bah Jambi, Sosor Samosir, Timuran dan Semangat Baris.
    Walaupun Termin sebagai pusat paroki, namun keberadaan kantor paroki masih tetap di Jl. Medan, karena di Termin belum ada pastoran dan belum ada pastor yang tinggal secara menetap di sana. Akan tetapi, pada waktu RP. Isidorus Lambertus Woestenberg, OFMCap sebagai pastor paroki, pernah tinggal menetap di Termin dengan menyewa rumah J. Manurung demi mempermudah pelayanan, namun hal ini tidak bertahan lama.
    Pada tahun 1997, RP. Hubertus Tamba, OFMCap menjadi pastor paroki. Ia bersama dewan pastoral paroki mewacanakan pembagian wilayah pelayanan yakni: wilayah Sinaksak (Sinaksak, Bintang Mariah, Sordang Raya, Naga Raja, Nagur Usang, Serbelawan, Laras, Bah Gunung, dan Naga Jaya), wilayah Jl. Medan (tersendiri) dan wilayah Batu Lima (Termin, Batulima, Rambung Merah, Pardamean, Laras II, Perumnas, Silau Malela, Timuran, Semangat Baris, dan Sosor Samosir).
    Pada tahun 2000, RP. Joseph Rajagukguk, OFMCap memindahkan Kantor Paroki dari Jl. Medan ke Termin. Namun pastor paroki masih tetap tinggal di Biara Kapusin Jl. Medan. Tahun 2003, segala arsip dan dokumen paroki resmi dipindahkan ke Termin. Pernah dijajaki untuk membeli tanah di belakang gereja untuk mendirikan pastoran, namun tidak jadi, karena terlalu banyak kesulitan.
    Pada tahun 2005, paroki ini dimekarkan menjadi dua paroki yakni Paroki St. Petrus dan Paulus dan Paroki St. Fransiskus Asisi, Jl. Medan. Maka, jumlah stasi di paroki St. Petrus dan Paulus menjadi 20 stasi. Pastor Paroki pada saat itu adalah RP. Markus Manurung, OFMCap. Dalam masa kepemimpinannya, sebagai pastor paroki, dibuatlah master plan paroki, yakni meneruskan salah satu rencana yang pernah diputuskan tahun 1997 tentang pusat paroki di Jalan Asahan-Batulima.
    Dengan segala kerja dan usaha keras, maka 16 September 2007 dilaksanakan peletakan batu pertama gereja paroki/ gereja induk oleh Uskup Koajutor Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap. Pembangunan gereja paroki ini berlangsung dua tahun. Pada 05 Juli 2009, Gereja Paroki diberkati oleh Mgr. A.G. Pius Datubara, OFMCap.
    Rabu, 8 Agustus 2012 Eks gereja lama dialihfungsikan menjadi rumah pastoran Batulima. Komunitas pastoran baru ini ditempati oleh 3 orang pastor, yaitu RP. Raymond Simanjorang, OFMCap (Pastor Paroki), RP. Yovinus Sibagariang, OFMCap (pastor rekan) dan RP. Elio Sihombing, OFMCap (anggota komunitas yang bertugas di Komisi Liturgi KAM).
    Tahun 2009 – 2013 Pastor Paroki dijabat oleh RP.Raymond Simanjorang, OFMCap. Pastor Raymond mengalami sakit secara tiba-tiba sehingga pelayanan pastoral ditanggung-jawabi oleh RP. Emmanuel Sembiring, OFMCap. (Desember 2012-Februari 2013) selaku administrator. Kemudian dilanjutkan oleh RP. Michael Manurung, OFMCap. (Februari 2013-Agustus 2013) yang adalah Vikep.St. Paulus Rasul, menjadi Administrator Paroki.
    Pada tanggal 1 September 2013 diadakan serah terima Pastor Paroki dari RP.Michael Manurung, OFMCap. kepada RP.Fridolinus Simanjorang, OFMCap sebagai Pastor Paroki definitif. Pada masa ini mulai dipikirkan secara matang dan intensif pembangunan pastoran dan kantor paroki. Peletakan batu pertama Pastoran dan Kantor Paroki dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2014 dan diberkati tanggal 5 Desember 2015 oleh Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap.
    Tokoh Pelindung Paroki : St. Petrus dan Paulus
    RASUL PETRUS
    Simon, yang disebut Petrus, dan saudaranya Andreas yang berasal dari kampung Betsaida (Yoh 1: 44) dipanggil Yesus untuk menjadi murid-murid-Nya (Mrk 1: 16-20). Simon dan Andreas, bersama dengan Yohanes dan Yakobus dipanggil di pantai danau Galilea. Mereka dipanggil dari penjala ikan dan dibimbing untuk menjadi penjala manusia.
    Bagaimana bisa terjadi? Yesus memanggil dan meminta mereka untuk “ada bersama dengan Dia” (Mrk 3: 13). Proses pembentukan menjadi murid terlaksana dengan “ada tinggal bersama dengan Sang Guru”. Mereka pelan-pelan mendengarkan pengajaran demi pengajaran Yesus, melihat tanda heran demi tanda heran. Mereka juga meyaksikan bahwa makin banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus. Untuk apa mereka semua datang kepada Yesus? Karena Yesus mengajar dengan baik, Yesus melakukan mukzijat penyembuhan berbagai macam penyakit, pengusiran setan, menenangkan danau/angin, memberi makan dan perbanyakan roti dan ikan. Yesus juga mampu berhadapan dengan para pemimpin Yahudi, ahli taurat, kaum Farisi, Zelot, Saduki, dll. Maka siapakah Yesus ini?
    Pertanyaan siapakah Dia disampaikan-Nya kepada para murid-Nya dengan melemparkan dua pertanyaan, pertama “kata orang siapakah Aku ini?” Yesus tidak puas kalau murid-murid mengenal-Nya sejauh dikatakan orang. Karena itu disampaikan pertanyaan kedua, “apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mrk 8: 27-30). Jawaban yang disampaikan Simon Petrus: bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah (Mat. 16: 13-20). Tapi segera dinyatakan bahwa Simon belum mengenal dengan kata: “...bukan manusia yang mengatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (Mat. 16: 17). Simon Petrus diingatkan bahwa manusia tidak dapat mengandalkan ilmu manusiawi untuk mengenal Yesus, harus mengandalkan “ilmu ilahi” yaitu kekuatan Roh Allah. Yesus berkata kepada Petrus: “enyahlah iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk. 8: 33).
    Dalam perjalannya menjadi murid Yesus, Simon Petrus beberapa kali bersandar pada tanggapan manusiawi dan pikiran manusiawi. Pada peristiwa di taman Getsemani Petrus gagal (tidak sanggup berjaga...(Mrk. 14: 37). Petrus gagal mengikuti Gurunya pada hal dia telah bersumpah bahwa sampai mati tidak akan menyangkal-Nya. Pada kenyataannya Petrus meniadakan panggilan, pengenalan, dan kebersamaannya dengan Yesus dengan menjawab pertanyaan seorang wanita dengan berkata: “aku tidak kenal dengan orang yang kamu sebut-sebut ini” (Mrk. 14: 71).
    Dengan semua kejadian atau kenyataan itu apakah kita bisa mengatakan bahwa Yesus gagal memilih Petrus? Petrus gagal menjadi murid Yesus? Dalam Mrk 16: 8 dituliskan: “dengan singkat mereka sampaikan pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-murid-Nya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu”.
    Kisah Rasul menunjukkan bahwa tahap demi tahap, dengan dibantu oleh bimbingan Roh Kudus, Petrus bersama rasul lain mewartakan Injil dari Yerusalem sampai ke ujung dunia.
    RASUL PAULUS
    Saulus, yang kemudian bernama Paulus, lahir dalam keluarga Yahudi di Tarsus (Kis 9: 11; 21:39; 22:3). Pada umumnya, setiap keluarga Yahudi sungguh berharap agar anak-anaknya menempuh pendidikan dan menjalankan pelatihan sesuai dengan minat dan bakatnya. Orang tua Saulus mengirimkannya ke Yerusalem demi mengecap pendidikan. Ia masuk sekolah yang didirikan oleh Gamaliel untuk mengecap pendidikan tentang taurat (Kis. 22: 3-4).
    Dengan latar belakang pendidikan ilmu taurat, Saulus menjadi seorang Farisi (Flp. 3: 5-6) dan menganiaya orang-orang yang mengikuti jalan Tuhan (Gal. 7: 13-14; Flp. 3: 6). Dalam perjalanan menuju Damaskus, Tuhan memanggil Saulus (1 Kor 9: 1). Melalui panggilan dan sentuhan Tuhan, seluruh hidup Saulus berubah dan ia harus membangun kembali kehidupannya di dalam Kristus. Saulus yang akhirnya disebut sebagai Paulus menjadi alat Tuhan untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia.
    Dalam pewartaannya, Paulus mengalami berbagai penderitaan (2Kor 12: 5.9-10). Ia menjadi tawanan karena mewartakan Injil dan akhirnya dibawa ke Roma. Akan tetapi, walaupun sebagai tawanan, Paulus tetap mewartakan Injil Tuhan di Roma (1 Kor 9: 16). Bagi Paulus, penderitaan tidak menjadi penghalang dalam pewartaannya. Pewartaan Paulus tetap berbuah dan buah dari pewartaannya itu adalah jemaat-jemaat yang didirikannya. Kepada mereka Paulus menulis surat-suratnya, yang memuat ajaran iman, nasihat-nasihat pastoral dan moral.
    Menurut tradisi, kedua rasul ini, Petrus dan Paulus dimartirkan di kota Roma.
    PASTOR PAROKI DARI MASA KE MASA
    RP. Sybrandus van Rossum, OFMCap
    P. Gonzalvus Snijders,OFMCap,
    RP. Ferdinand Knoops, OFMCap
    RP Martinus Situmorang, OFMCap
    RP. Martinus Situmorang, OFMCap (1976 – 1984) 
    RP. Elias Sembiring,OFMCap (1984 – 1987)
    RP. Isidorus Lambertus Woestenberg,OFMCap (1987 – 1994)
    RP. Albert Pandiangan,OFMCap (1994 –1995)
    RP. Hubertus Tamba, OFMCap (1995 – 1998) 
    P. Josep Rajagukguk, OFMCap (1998 – 2002)
    RP. Thomas Sinabariba,OFMCap (2002 – 2004) 
    RP. Markus Manurung, OFMCap (2004 - 2009)
    RP. Emmanuel Sembiring, OFMCap
    RP. Mikhael Manurung, OFMCap
    RP. Raymond Simanjorang,OFMCap
    RP. Fridolinus Simanjorang, OFMCap
    RP. Gokmenteo Sitinjak,OFMCap
    D. Masro Situmorang, OFMCap (Pastor Rekan)
    Pastor yang Pernah Berkomunitas di Pastoran Paroki St. Petrus & Paulus
    RP. Elio Sihombing, OFMCap (Komisi Liturgi KAM)
    RP. Kristinus C. Mahulae, OFMCap (Dosen Kitab Suci STFT-St. Yohanes Pematangsiantar)
    RP. Oktavianus Situngkir, OFMCap (Komisi Kateketik KAM)
    PARA PASTOR, BIARAWAN-BIARAWATI, ASAL PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS
    Para Pastor/ Biarawan
    RP. Hugolinus Malau, OFMCap
    RD. Joddy Morison Turnip
    RP. Derikson Alverius Turnip, CICM
    RP. Riston Situmorang, OSC
    RP Bonifasius Saragih, OFMCap
    Para Biarawati
    - Kongregasi FCJM
    Sr. Klementina Sinaga, FCJM
    Sr. Ludovika Sidauruk, FCJM
    Sr. Klemensia Sitanggang, FCJM
    Sr. Alfonsine Purba, FCJM
    Sr. Fabiola Pandiangan, FCJM
    Sr. Meriam Siagian, FCJM
    Sr. Ferdinanda Sitanggang FCJM
    Sr. Damiana Turnip, FCJM

    - Konggregasi KSSY
    Sr. Antonia Simarmata KSSY
    Sr. Theresia Sinaga KSSY

    - Konggregasi KYM
    Sr. M. Eleonora Silalahi, KYM
    Sr. M. Sebastiana Sinambela, KYM

    - Konggregasi Alma
    Sr. Franceline Silalahi, KYM
    Sr. Mastinora Marlina Silalahi, ALMA

    - Konggregasi FCh
    Sr. Dominica, FCh
    Sr. M. Maristella Tarigan, FCh.

    - Konggregasi FMM
    Sr. Meyly Jens Sibarani, FMM

    - Konggregasi OSCCap
    Sr. M. Veronika Ambarita, OSCCap

    - Konggregasi DLMC
    Sr. Maria Julita Sihaloho, DLMC

    - Konggregasi KSFL
    Sr. Rufina Simamora, KSFL
    Sr. Regina Sidabutar, KSFL
    Sr. Francine Hutabarat, KSFL
    Sr. Amandin Manurung, KSFL (RIP)
    Lokasi Paroki :

    Paroki Parsoburan

    0
    Pelindung
    :
    Santo Yoseph
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1952. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Balige.
    Alamat
    :
    Jl. Lumban Rau, Kec. Habinsaran, Kab. Toba, Parsoburan - 22383
    Telp.
    :
    0812 6158 7311
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.022 KK/ 4.165 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    26
    01. Aek Ulok
    04. Barbor
    07. Lumban Pinasa
    10. Lumban Ruhap
    13. Nassau
    16. Paridian
    19. Sibuntuon
    22. Simanalese
    25. Taon Marisi
    02. Ambata Lobuhole
    05. Janji
    08. Lumban Lintong
    11. Matio
    14. Pandumaan
    17. Paronggangan
    20. Sijomba
    23. Sipange
    26. Tornaganjang
    03. Bt. Manumpak
    06. Laverna
    09. Lumban Rau
    12. Napajoring
    15. Pararungan
    18. Sibaning
    21. Sijungkat
    24. Sitarak
     
             
    RD. Henri Johnson Simbolon
    07.09.'77
    Parochus
    RD. Fransiskus Ginting
    07.07.'88
    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Yoseph - Parsoburan

    Sejarah Paroki (klik untuk membaca)
    Pengantar
    Paroki St. Yoseph Parsoburan merupakan salah satu paroki yang berada di wilayah Keuskupan Agung Medan. Paroki yang saat ini dipimpin oleh RD. Henri Simbolon, beralamat di Kel. Parsoburan Tengah, Rt IV, Kec. Habinsaran, Kab Toba. Wilayahnya tersebar di 3 kecamatan yakni, Kec Habinsaran, Kec. Nassau dan Kec. Bor-bor. Paroki ini terdiri dari 26 stasi yang terbagi dalam 6 rayon dan 10 lingkungan di paroki.
    Menyemaikan Iman Kekatolikan di Parsoburan
    Gereja Katolik berdiri di Parsoburan tidak lepas dari hubungan kekerabatan antara Parsoburan dengan desa Lumban Pinasa. Awalnya, Raja Gompul Siagian berniat menjadi Katolik. Kedatangan para tokoh ini bertujuan agar mereka bisa keluar dari belenggu Kepercayaan Animisme (sipele begu). Raja Gompul Siagian bersama teman-temannya berangkat ke Balige menemui misionaris Belanda. Pada waktu itu, pusat misi di Balige. Mereka sangat berharap bahwa keluarga mereka, paling tidak keluarga dan teman sejalan ke Balige segera disahkan menjadi Katolik.
    Dengan segala perjuangan para umat perdana di Parsoburan, akhirnya misionaris berencana datang dan tinggal di Parsoburan. Dengan usaha keras dan kegigihan umat perdana, pada tahun 1952, Parsoburan disahkan oleh keuskupan menjadi paroki (pemekaran dari Paroki Balige). Satu tahun setelah disahkan menjadi paroki, para misionaris tinggal di Parsoburan. Pada waktu yang sama, umat berencana mendirikan gereja baru. Keinginan ini terjawab setelah kehadiran RP. Rocus Raessens, OFM Cap di Parsoburan pada tahun 1953. Sejak tahun 1959 hingga 1963, RP. Asterius van Reen, OFM Cap tinggal menetap di Parsoburan. Setelah bermisi selama empat tahun, beliau cuti ke Belanda.
    Pada tahun 1965, RP. Nepomucenus Hamers, OFM Cap tiba di Parsoburan dan tinggal sendirian sebagai misionaris di Parsoburan. Setelahnya, suster Kongregasi Suster Santo Yosef (KSSY) resmi membuka rumah. Hal ini tentu membuat misi semakin mudah menyebar. Mayoritas, stasi hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Oleh karena itu, RP. Nepomucenus Hamers, OFM Cap sering menghabiskan perjalanan selama satu hari agar sampai di stasi. Telah ada puluhan pastor kapusin yang membantu pelayanan di paroki ini.
    Estafet Penggembalaan Beralih ke Imam Diosesan
    Pada bulan Februari 2010, Paroki Parsoburan mendapat rahmat baru. Paroki tersebut akan digembalakan oleh dua orang imam diosesan, RD. Anggiat Sihotang dan RD. Wirman Matondang. Mereka tinggal di pastoran yang sudah lama menjadi tempat tinggal para pastor.
    Berselang beberapa bulan, tepatnya pada Rabu, 15 September 2010, pastoran dan kantor paroki terbakar. Dua hari kemudian, Dewan Paroki Parsoburan mengadakan rapat mendadak dan membentuk panitia pembangunan pastoran yang baru.
    Jenis Kerasulan di Paroki Parsoburan
    1. Karya Kerasulan KSSY di Parsoburan: Asrama Putera dan Puteri, Sekolah, dan Klinik.
    2. SD St. Pius X
    3. SMP Kartini dan Asrama Putera dan Puteri
    4. Klinik
    5. Credit Union (CU) Paroki
    - Punguan Ama
    - Punguan Ina
    6. Orang Muda Katolik (OMK)
    7. Mesdinar
    8. Taman Seminari
    Pastor dan suster atau biarawan-biarawati yang berasal dari paroki ini pun sudah banyak. Mereka berasal dari berbagai stasi.
    Sekilas Pandang Sejarah Pendirian Stasi-Stasi Berdasarkan Rayon
    Paroki St. Yoseph-Parsoburan dibagi menjadi beberapa rayon. Berikut penuturan sejarahnya.
    RAYON MATIO
    Stasi St. Anna Taon Marisi
    Stasi St. Clara Matio
    Stasi St. Gabriel Lumbanruhap
    RAYON BATUMANUMPAK
    Stasi St. Pius X Paronggangan
    Stasi St. Theresia Pandumaan
    Stasi St. Petrus Batumanumpak
    Stasi St. Agustinus Nassau
    RAYON LUMBAN LINTONG
    Stasi St. Maria Lumban Lintong
    Stasi St. Bartolomeus Sibuntuon
    Stasi St. Benedictus Pararungan
    Stasi St. Thomas Sijomba
    Stasi St. Yoseph Tornaganjang
    RAYON PARIDIAN
    Stasi St. Philipus Janji
    Stasi St. Fransiskus Laverna
    Stasi St. Yohannes Pembaptis, Napajoring
    Stasi St. Paulus Lumban Pinasa
    Stasi St. Stefanus Paridian
    RAYON SIJUNGKAT
    Stasi St. Carolus Sijungkat
    Stasi St. Martha Sibaning
    Stasi St. Paulus Sipange
    Stasi St. Maria Simanalese
    Stasi St. Maria Sitarak
    RAYON LUMBAN RAU
    Stasi St. Maria Lumban Rau
    Stasi St. Vincencius Ambatan Lobuhole
    Stasi St. Bernardinus Realino Aek Ulok
    Stasi St. Petrus Borbor
    Penutup
    Sesuai dengan data Biduk tahun 2022 , di Paroki St. Yoseph Parsoburan, terdapat 984 KK dengan jumlah umat 3936 jiwa. Demikianlah sejarah singkat berdirinya Paroki St. Yoseph Parsoburan. Terima kasih.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Parlilitan

    0
    Pelindung
    :
    Santa Lusia
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Agustus 1958. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Pakkat.
    Alamat
    :
    Pastoran Katolik, Jl. Sion No. 1, Desa Sihotang Hasugian, Kec. Parlilitan, Humbang Hasundutan – 22456
    Telp.
    :
    0822 9426 7239
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.723 KK/ 7.046 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    27
    01. Alahan
    04. Barati
    07. Hutagalung
    10. Hutari
    13. Mungkur
    16. Pusuk I
    19. Sihabong-habong
    22. Siringoringo
    25. Sitinjo
    02. Ambalo
    05. Baringin
    08. Hutagodung
    11. Janji Huta Nangka
    14. Parluasan
    17. Rumbia
    20. Simbara
    23. Sitapung
    26. Tangkorabi
    03. Amborgang
    06. Bungus
    09. Hutarea
    12. Lae Ardan
    15. Pearaja
    18. Siantar Sitanduk
    21. Sindias
    24. Sitataring Nambadia
    27. Tarabintang
    RP. Sebastian O. Siringoringo OFMCap
    08.12.'81
    Parochus
    RP. Romualdus Dolok Limbong OFMCap
    15.02.’77
    Vikaris Parokial
     
     
     

    Sejarah Paroki Sta. Lusia - Parlilitan

    Sejarah Singkat Paroki (klik untuk membaca)
    Perjalanan sejarah Paroki Santa Lusia Parlilitan tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah Paroki Santo Yohanes Pembaptis Pakkat – Keuskupan Agung Medan. Paroki Santa Lusia Parlilitan merupakan pemekaran dari Paroki Santo Yohanes Pembaptis Pakkat. Per jalanan sejarah paroki ini bermula pada tahun 1951 ketika Pastor Godhard Liebreks OFM Cap tiba di Indonesia. Pastor Liebreks dipersiapkan untuk mendampingi Pastor Oscar Nuyten OFM Cap yang sudah lama bekerja sendiri di Paroki Pakkat. Setelah selesai belajar bahasa Batak Toba di Balige, pada tahun 1952 Pastor Liebreks diutus ke Pakkat. Pada tahun yang sama, dari Pakkat, Pastor Liebreks memulai perjalanannya ke Hutari Pusuk II (sekarang masuk dalam wilayah pelayanan Paroki Parlilitan) yang sebelumnya telah dirintis oleh Pastor Marinus van den Acker OFM Cap pada tahun 1938. Pastor Liebreks juga mengunjungi Stasi Huta Pinang di Parlilitan. Ketika mengunjungi Stasi Huta Pinang ini, Pastor Liebreks melihat bahwa Huta Pinang sangat sentral sebagai pangkalan untuk melayani di wilayah Parlilitan sekitarnya. Dengan pertimbangan itu, maka pastor Liebreks memilih tinggal lebih lama di Huta Pinang Parlilitan.
    Dari Huta Pinang, Pastor Liebreks mengunjungi banyak Gereja pagaran (Gereja stasi) yang sebelumnya sudah dirintis oleh Pastor Oscar Nuyten. Kunjungan Pastor Liebreks ini menghidupkan kembali Gereja stasi yang sudah mati suri sebagai dampak dari masa interniran. Kunjungan Pastor Liebreks ini membangkitkan kembali semangat baru bagi umat yang sudah dibaptis. Sebelumnya mereka memiliki pemikiran bahwa Gereja Katolik tidak ada lagi. Selain mengunjungi Gereja stasi, Pastor Liebreks membuka sejumlah stasi seperti Stasi Karontang, Stasi Batu Simbolon, Stasi Sitataring, Stasi Ambalo, Stasi Baringin, Stasi Pusuk I dan Stasi Tangkorabi.
    Dalam perjalanan waktu, Pastor Liebreks melihat bahwa wilayah pelayanan Pakkat dan Parlilitan harus dipisahkan demi efektifitas pelayanan. Pastor Liebreks ingin Gereja Katolik berkembang dengan baik di wilayah Parlilitan. Pada tahun 1958, berdirilah paroki Parlilitan yang dimekarkan dari paroki Pakkat. Dengan berdirinya Paroki Parlilitan, maka Paroki Parlilitan mulai memakai Liber Baptis (Buku Baptis) dan buku-buku data umat lainnya secara tersendiri. Rumah pastor pun dibangun di Parlilitan (dekat Siboas). Pastor Liebreks memilih nama Santa Lusia sebagai pelindung paroki Parlilitan. Dengan nama Lusia, Pastor Liebreks memberi suatu penegasan yakni Cahaya Kristus telah hidup di Parlilitan melalui Gereja Katolik.
    Pada bulan November 1961, Pastor Liebreks pindah tugas ke Pematangsiantar dan digantikan oleh Pastor Septimus Kampoff OFM Cap. Sepuluh tahun kemudian, pada bulan Agustus 1971, Pastor Leo Joosten OFM Cap tiba di Pakkat untuk membantu di Paroki Pakkat dan Parlilitan. Pada tahun 1973, Pastor Septimus Rompa OFM Cap pindah ke Onan Runggu dan digantikan oleh Pastor Ambrosius Sihombing OFM Cap. Pada Tahun 1981 Pastor Ambrosius Sihombing pindah tugas dan digantikan oleh Pastor Philippus Manalu OFM Cap.
    Demikianlah dalam waktu yang sangat panjang, pelayanan paroki Santa Lusia Parlilitan selalu disatukan dengan paroki Santo Yohanes Pakkat. Pastor Paroki Pakkat sekaligus merangkap pastor paroki Parlilitan. Hal ini tentu saja memiliki efek yang kurang baik bagi perkembangan Paroki Parlilitan, sebab para pastor tinggal di Pakkat dan pada umumnya mereka berangkat hari Senin siang atau sore ke Parlilitan untuk melayani pada hari Selasa karena onan (pasar).
    Ketika para pastor kapusin mulai menekankan hidup bersama, sebagaimana dilanjutkan oleh pastor-pastor pribumi, mereka berkomunitas di Pakkat. Dari sana mereka datang melayani di Paroki Parlilitan sambil bermalam dua sampai tiga hari dalam seminggu. Karena itu perkembangan Paroki Parlilitan sering pula melekat erat dengan Paroki Pakkat. Kendati gembala tidak tinggal tetap di paroki ini, Gereja tetap berkembang berkat kerja sama dengan para pemuka jemaat awam.
    Perlahan-lahan satu dua orang pastor kapusin dicoba lebih menetap di Paroki Parlilitan kendati ia tetap anggota persaudaraan kapusin Pakkat. Selanjutnya Paroki Parlilitan memiliki pastor paroki sendiri. Ini terjadi tgl 02 Agustus 2009, ketika Pastor Andreas Win Turnip OFM Cap dihunjuk menjadi administrator paroki didampingi oleh Pastor Ivan Sialagan OFM Cap. Selanjutnya pada tgl 12 Desember 2012 secara resmi komunitas kapusin di Parlilitan didirikan dengan menghunjuk Pastor Masseo Sitepu OFM Cap sebagai kepala komunitas sekaligus sebagai pastor paroki pertama di Parlilitan didampingi oleh Pastor Ivan Sialagan OFM Cap dan Pastor Giovanno Sinaga OFM Cap. Dengan demikian, para pastor yang melayani paroki Parlilitan sudah menetap di pastoran Parlilitan. Hal ini tentu saja sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan paroki Parlilitan.
    Pada tahun 2016 Pastor Masseo pindah tugas ke Paroki Pangururan. Sejak Oktober 2016 tugas sebagai pastor paroki di Paroki Parlilitan selanjutnya diemban oleh Pastor Fransiskus Manullang OFM Cap. Sebelum menjadi pastor paroki Parlilitan, RP Fransiskus Manullang OFM Cap sudah berkarya di Paroki Parlilitan sebagai vikaris parokial. Pada Juli 2022 RP Fransiskus Manullang pindah tugas ke Paroki St Laurensius Jl Sibolga Pematangsiantar. Sejak tgl 03 Juli 2022 jabatan sebagai pastor paroki diserahkan kepada RP Maximilianus Yesuari Dolla OFM Cap. Pastor Maxi dibantu oleh RP Romualdus Limbong OFM Cap sebagai vikaris parokial. Kehadiran rumah pendidikan postulan I di Siantar Sitanduk (salah satu stasi di Paroki Parlilitan) sangat membantu karya pastoral di paroki ini. Para pastor yang merupakan staf pembina di postulat kapusin Medan itu ikut melayani di Paroki Parlilitan sebagai pastor assistensi. Para calon kapusin (postulan) pada Hari Minggu terjun ke stasi-stasi untuk membina Anak Sekolah Minggu Katolik atau BIA.
    Kehadiran para suster dari Kongregasi FCJM juga memberi warna pelayanan di Paroki Parlilitan. Selain berkarya di bidang kesehatan di Klinik St Theresia Parlilitan dan Klinik Dorkas di Siantar Sitanduk, para suster juga giat mengunjungi dan melayani umat ke stasi-stasi dan lingkungan-lingkungan.
    Pelayanan pastoral paroki Santa Lusia Parlilitan tidak pernah terlepas dari peran aktif Dewan Pastoral Paroki. Keterlibatan seluruh DPP menjadi kunci utama berjalannya pelayanan pastoral yang baik di paroki ini. Proses pelayanan yang meliputi proses pengambilan keputusan, perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dalam pelaksanaan, dan evaluasi kinerja dilakukan secara partisipatif dan transformatif. Partisipatif berarti melibatkan seluruh komponen DPP secara aktif dan dinamis atas dasar kepercayaan bahwa DPP dipanggil untuk mengambil bagian dalam kehidupan Gereja. Transformatif berarti selalu mengusahakan perbaikan terus menerus dalam kebersamaan menuju perubahan nyata yang dicita-citakan oleh Paroki maupun Keuskupan seperti tercantum dalam Nilai-nilai, Visi, Misi dan Fokus Pastoral KAM. DPP terlibat secara aktif dalam pengambilan beberapa keputusan.
    Susteran, Klinik dan Postulan I Kapusin
    1. Komunitas Susteran
    Nama Tarekat : FCJM
    Nama Komunitas : Rivotorto
    Jumlah Suster : 4
    Karya : Klinik, Koperasi, Pastoral
    2. Klinik St Theresia Parlilitan
    Dikelola oleh : Para Suster FCJM Komunitas Rivotorto Parlilitan
    Nama Pelindung : St Theresia
    Jumlah Tenaga Medis : 3
    3. Klinik DORKAS Siantar Sitanduk
    Dikelola oleh : Para Suster FCJM Komunitas Rivotorto Parlilitan
    Nama Pelindung : St Theresia Jumlah
    Tenaga Medis : 2
    4. Postulan I Ordo Kapusin Provinsi Medan
    Nama Pemilik : Ordo Kapusin Provinsi Medan
    Nama Komunitas : Parlilitan
    Jumlah Staf : 3
    Jumlah Postulan Tahun Ajaran 2022 – 2023 : 20
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Parapat

    0
    Pelindung
    :
    Santo Fidelis Sigmaringen
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Agustus 1952. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Onan Runggu dan Pematangsiantar
    Alamat
    :
    Jl. Sirikki No. 6, Parapat – 21174
    Telp.
    Ktr. Paroki
    Faks.
    :
    :
    :
    0625 – 41024
    Jl. Merdeka No. 53A
    0625 – 41932
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.818 KK / 7.469 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    20
     
    01. Aek Natolu
    04. Girsang
    07. Lumban Pea
    10. Pondok Bulu
    13. Sibisa
    16. Sipangan Bolon
    19. Tambun Rea
    02. Ajibata
    05. Horsik
    08. Motung
    11. Pulo-pulo
    14. Sigaolgaol
    17. Sipolha
    20. Ujung Mauli
    03. Dolok Parmonangan
    06. Lanting
    09. Onan Sampang
    12. Repa Sileutu
    15. Sigapiton
    18. Sirungkungon
     

     

    RP. Fransiskus Manullang OFMCap
    15.04.'68
    Parochus
         
         

     

    Sejarah Paroki St. Fidelis Sigmaringen - Parapat

    Awal Misi dan Perkembangan (klik untuk membaca)
    A. Pengantar
    Misi Gereja Katolik di wilayah Parapat merupakan sebagian kecil dari misi Gereja di Tano Batak. Tanah Batak, Tapanuli, sudah lama diimpikan oleh para missionaris Gereja Katolik. Pemikiran itu muncul sangat dilatarbelakangi oleh besarnya minat orang Batak sendiri yang sejak tahun 1922 meminta kehadiran Misi Katolik. Beberapa tokoh orang Batak menulis surat permohonan kepada pemimpin Gereja Katolik yang berpusat di Padang.
    Sejak tahun 1911, Padang dijadikan sebagai Prefektur Apostolik, yakni Prefektur Apostolik Sumatra. Atas permintaan tersebut, pemimpin misi Gereja membulatkan hati untuk mengarahkan karya misi ke daerah Tano Batak. Akan tetapi, hal itu tidak segera terwujud karena berbenturan dengan peraturan pemerintah Belanda yang melarang adanya misi ganda antara Katolik dan Protestan di suatu daerah, sebab karya zending Protestan di kalangan orang Batak Toba sudah dimulai sejak tahun 1860.
    Pemimpin Gereja Katolik di Padang, Mgr. Matias Brans, OFMCap berusaha meminta ijin dari pemerintah Belanda untuk masuk ke daerah Tapanuli mengingat bahwa masih banyak di daerah Tapanuli yang belum menjadi Kristen. Sementara menunggu ijin tersebut, Gereja Katolik sudah mulai berkontak dengan orang Batak di daerah Medan, Sibolga dan Pematangsiantar. Misi Gereja Katolik sebenarnya sudah mulai di Medan sejak tahun 1878 oleh anggota Serikat SJ, yaitu P. Wennecker, SJ., yang mengunjungi Medan secara berkala. Selanjutnya misi masuk ke daerah Sibolga pada tahun 1923 oleh P. Marinus Spinjers, OFMCap., dan ke daerah Laras (Pematangsiantar) pada tahun 1931 oleh P. Aurelius Kerkers, OFMCap.
    Pada tahun 1933, Mgr. Brans menerima kabar gembira bahwa pemerintah Belanda mengijinkan Gereja Katolik masuk ke Tanah Batak. Ijin itu diterbitkan sangat dilatarbelakangi juga oleh semakin banyaknya desakan orang Batak kepada Pemerintah Belanda agar Gereja Katolik diijinkan masuk ke daerah mereka. Momen tersebut tidak disiasiakan oleh karya misi. Dengan segera, Mgr. Brans mengutus para missionaris pergi ke segala penjuru Tanah Batak dengan pesan: “Pergilah, carilah kontak dengan masyarakat, entah waktu siang atau pun waktu malam”.
    Dengan ijin yang ada, para missionaris menjalankan tugas dengan semangat dan tanpa kenal lelah. Dan, dalam waktu yang relatif singkat, Gereja Katolik sudah memasuki daerah-daerah yang kemudian menjadi paroki-paroki penting yakni: Balige (1934), Sawah Dua (1934), Simbolon, Palipi, Pulo Samosir (1936), Lintong Nihuta (1937), Pematangsiantar (1938), Saribudolok (1938), Sidikalang (1938), Onanrunggu (1939), Pangururan (1942) dan Pakkat (1942). Dengan demikian, dalam kurun waktu kurang dari satu dekade, Misi Gereja Katolik sudah tersebar luas ke berbagai daerah.
    Permulaan misi Katolik tidak serta-merta mudah diterima masyarakat. Sebagaimana pengalaman P. Sybrandus OFMCap, yang telah tinggal di Balige sejak tanggal 5 Desember 1934, awal kehadirannya memperoleh kesulitan dan hambatan dari pemerintah kolonial Belanda. Hambatan lain beliau alami juga dari sebagian rakyat yang mendiami daerah Toba, Humbang dan Rura Silindung. Akan tetapi, beliau memiliki hati yang penuh cinta kasih dan tetap optimis untuk menyebarkan misi Katolik di wilayah Tapanuli. Sebagai langkah awal, P. Sybrandus mempelajari dan menguasai bahasa Batak Toba, sehingga beliau dapat berdialog dengan warga yang dijumpainya di jalan-jalan dan di “lapo-lapo” (kedai-kedai).
    Selain pelayanan rohani, Pastor juga memperhatikan kesehatan masyarakat, mengusahakan pendidikan, dan bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat. Dengan metode tersebut, perlahan-lahan beliau mendapat rasa simpati dari warga setempat. Beliau melayani kerohanian umat dan berkarya untuk menyebarkan ajaran dan misi Katolik dari kota Balige sampai ke Porsea, Lumban Julu, Sibisa, dan ke beberapa tempat sekitarnya. Daerah Parapat dan sekitarnya tidak ketinggalan menjadi sasaran Misi yang di kemudian hari menjadi Paroki Parapat.
    B. Awal Misi dan Perkembangan
    Gereja Katolik Paroki Parapat memulai sejarahnya pertama-tama dari wilayah luar Parapat. Wilayah Parapat sendiri berada di antara segitiga paroki yang telah ada yakni Paroki St. Laurensius Jl. Sibolga Pematang Siantar, Paroki Balige dan Paroki Onan Runggu. Posisi kota Parapat yang berada di wilayah pertigaan membuat proses pembentukan paroki datang dari tiga arah.
    Dari arah Pematang Siantar, karya misi Gereja Katolik masuk ke daerah Parapat terjadi pada awal tahun 1934 dengan kehadiran P. Aurelius Kerkers, OFMCap. Stasi yang pertama dibentuk adalah stasi Girsang dan komunitas Sualan pada tahun 1934. Pada tahun tersebut, gereja darurat sudah didirikan di Girsang dan Sualan. Pendirian gereja stasi Girsang dapat terlaksana setelah pastor berkomunikasi dengan Bpk. Anggarajim Sinaga yang sudah tertarik masuk menjadi Katolik. Satu tahun kemudian, rumah pastor (pastoran) dibangun di samping gereja Stasi Girsang. Para misionaris datang mengunjungi umat secara berkala dan bermalam di stasi ini. Selain para misionaris, Bpk. Kenan Hutabarat, seorang katekis dari Pematang Siantar, datang juga mengunjungi dan mengajari umat stasi.
    Dalam tahun yang hampir bersamaan, para misionaris para misionaris juga sudah mengunjungi Ajibata. Beberpa umat cukup antusias menjadi Katolik. Pada tahun-tahun awal itu umat Ajibata masih beribadat bersama umat stasi Girsang. Lambat laun mereka beribadat di rumah umat di daerah Sijambur sejak tahun 1938. Tahun itulah dijadikan sebagai tahun berdirinya Stasi Ajibata. Seterusnya, umat Stasi Ajibata mendirikan gereja darurat pada tahun 1966 yang direhab secara bertahap dan akhirnya menjadi gereja permanen.
    Selanjutnya, dari Girsang, bersama Bpk. Kenan Hutabarat, para misionaris perlahan-lahan memperkenalkan Gereja Katolik di Kota Parapat. Pada saat itu tekanan berat dialami oleh Gereja Katolik terutama dari pihak Gereja HKBP yang sudah terlebih dahulu berdiri di Kota Parapat. Atas dukungan P. Aurelius, sekitar tahun 1938, Bpk. Kenan berhasil membeli rumah kecil di daerah Dolok Pangulu, Jl Sirikki (di sekitar Wisma Biara Kapusin sekarang). Rumah itu dikenal juga dengan nama “rumah ijuk”. Perlahan-lahan Bpk. Kenan memperkenalkan Gereja Katolik. Akan tetapi, misi lebih intensif dilaksanakan sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia oleh usaha P. Diego van den Biggelaar.
    Misi dari arah Balige terjadi pada tahun 1934 di Sibisa oleh Bpk. Johannes Nadapdap. Bpk. Johannes mengenal Gereja Katolik dari P. Sybrandus van Rossum, OFMCap., misionaris di Balige. Kemudian beliau memperkenalkan ajaran Katolik kepada keluarganya yang menganut aliran kepercayaan parmalim. Atas dukungan P. Sybrandus, pada tahun 1935 gedung gereja Katolik bersifat darurat didirikan di Desa Sosor Pea Sibisa. Pada masa awal ini sudah ada umat 10 KK. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1936 jumlah umat bertambah menjadi 40 KK.
    Pada tahun-tahun berikunya Gereja Katolik memasuki daerah lain yakni Sirukkungon (1939). Kehadiran Gereja di Sirukkungon adalah atas inisiatif masyarakat dan mereka mengundang kehadiran P. Sybrandus. Awalnya mereka hanya 15 KK. Pada tahun yang sama P. Sybrandus mendirikan Stasi Aek Natolu. Mereka awalnya mengadakan peribadatan di rumah Bpk. Emmanuel Sitorus, yang juga kepala kampung di tempat itu.
    Arah misi ketiga yakni dari Samosir, yang dipelopori oleh P. Beatus Jennisken, OFMCap. Stasi Sirukkungon yang sebelumnya dilayani oleh P. Sybrandus selanjutnya mendapat pelayanan dari Paroki Onan Runggu. Pada tahun 1950 Gereja Katolik didirikan di Sigapiton, dengan jumlah umat 7 KK, dan mendapat pelayanan dari Onan Runggu.
    Kegemilangan misionaris Belanda di sekitar Tanah Batak secara khusus, dan secara umum di Nusantara, untuk sementara terhenti pada tahun 1942. Belanda yang telah berkuasa di nusantara selama kurang lebih 350 tahun digantikan oleh Jepang. Guna menegakkan kekuasaannya, pemerintah militer Jepang mengeluarkan undang-undang yang mengatur dan membatasi gerak lembaga agama. Pada April tahun 1942 para misionaris berdarah Belanda, baik imam, Frater dan suster, ditangkap dan dikirim ke kamp pengasingan selama masa penjajahan Jepang hingga tahun 1945.
    Penyerahan Jepang kepada sekutu pada 14 Agustus tahun 1945 ternyata belum mengakhiri kemandekan karya misi Katolik. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan agresi militer yang pertama atas negara Indonesia. Situasi tersebut mengakibatkan banyak umat meninggalkan Gereja. Sementara itu, para misionaris telah dibebaskan dari pengasingan, walaupun mereka masih ditahan di Medan karena ketidakstabilan dan ketidakamanan situasi karena konflik antara pejuang kemerdekaan Indonesia dan Belanda.
    Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 membuat kondisi politik dan keamanan lebih stabil. Namun penetapan garis demarkasi antara Parapat dan Ajibata mengakibatkan kesulitan tertentu bagi masyarakat. Ketika itu, wilayah Parapat-Tigaraja masuk daerah kekuasaan Belanda sementara Ajibata masuk daerah Republik. Penduduk dari kedua daerah ini tidak diperbolehkan melintas melewati garis demarkasi. Penetapan dan pelarangan itu menghambat misi Gereja.
    Sejarah Gereja yang tersakiti semasa penjajahan Jepang hingga masa perang kemerdekaan Indonesia (1942-1947) menjadi pengisi halaman kosong Periode Gereja Katolik Indonesia. Pada periode ini ditegaskan peranan kaum awam yang bukan biarawan-biarawati dalam jatuh-bangun eksistensi kehidupan Katolik. Para guru agama atau katekis yang telah mendapat pendidikan dari para misionaris menjadi tulang punggung pelayanan Gereja. Peranan mereka tidak dapat diremehkan. Di Tapanuli, terorganisasi dengan tokohnya Bonifasius Panggabean dari Balige. Mereka bekerja tanpa gaji. Hal yang sama juga terjadi di tempat-tempat dimana para misionaris telah mendirikan komunitas umat Katolik. Pada periode “awam” ini juga di beberapa tempat umat menjadi berkurang.
    Pelayanan para misionaris tampil kembali setelah masa internir berakhir. Mereka langsung bergerak cepat untuk mendapatkan kedudukan yang kuat di kota Parapat. Pada tahun 1948 P. Diego yang dibantu oleh Bpk. Kenan Hutabarat berhasil membeli tanah pertapakan untuk gereja yang terletak di daerah Lumban Gambiri, tepatnya Jl. Merdeka (lokasi PPU sekarang), dari Op. Gokman Sinaga, Op. Tunggul Sinaga, dan Padang Sinaga. Namun setelah dilaporkan kepada P. Biggelaar OFMCap, pastor tersebut kurang setuju dengan lokasi yang telah dibeli. Tanah tersebut tidak rata dan labil, maka sempat dibiarkan. Pastor kembali meminta Bpk. Kenan untuk mencari tanah yang lebih strategis. Kemudian tanah baru diperoleh di lokasi “rumah ijuk” (ala di belakang gereja sekarang) di sekitar Dolok Pangulu (Jl. Sirikki Parapat, dekat wisma biara kapusin sekarang). Bangunan yang ada di lokasi tanah tersebut berukuran 6x7 meter. Rumah ini difungsikan sebagai gereja darurat dan digunakan lebih kurang tiga tahun untuk kegiatan rohani yang dilayani oleh P. Diego. Ketika itu jumlah umat sudah ada 10 KK.
    Pendirian Paroki
    C. Definitif menjadi Paroki
    Pendirian Paroki Parapat yang definitif dimulai lebih serius oleh P. Beatus Jennisken, OFMCap. Beliau memulai misi itu sejak tahun 1952. Walaupun ada kesulitan dari pihak zending Protestan, P. Beatus bercita-cita bahwa misi Katolik harus berdiri kokoh di Kota Parapat. Misi dimulai dengan mendirikan rumah di daerah Tomok Siholing, Pulau Samosir. Dari sana beliau dengan semangat melaksanakan karya misi ke Parapat, termasuk menghidupkan kembali komunitas Sualan yang telah lama terlantar. Pada tanggal 5 September 1952 P. Jennisken mulai menggagas Stasi Parapat.
    Pada tahun itu, jumlah umat telah bertambah menjadi 60 KK. Dua tahun berikutnya (1954) secara resmi berdirilah Stasi Parapat, yang juga tempat bergabung umat komunitas Sualan. Perayaan tersebut dipimpin oleh Superior Regularis, P. Ferrerius v.d. Huurk, OFMCap, dan didampingi P. Beatus Jenniken sebagai parokus pertama. Umat dari Girsang, Ajibata, Motung, serta Onan Runggu ikut serta dalam pesta gembira tersebut. Ketua Dewan Stasi pada waktu itu adalah Bapak Pain Petrus Sinaga (A. Flora).
    Pendirian Stasi Parapat ditentang oleh pihak gereja HKBP dengan melayangkan surat keberatan kepada Asisten Wedana (struktur jabatan dalam pemerintahan Hindia Belanda yang kira-kira sama dengan camat sekarang) di Tanah Jawa. Surat itu dibatalkan karena ditengarai penuh dengan sentimen pribadi dan keagamaan.
    Sesudah perayaan pendirian gereja Stasi Parapat, P. Jennisken mulai menggagasi pembangunan gereja permanen. Keluarga P. Jennisken sangat banyak membantu biaya pembangunan. Dalam proses pembangunan itu, umat berperan aktif seperti bergotong-royong dan memberikan sumbangan berupa pasir dan batu padas sebanyak dua truck/KK. Pembangunan itu mulai terlaksana pada tanggal 17 Oktober 1955.
    Seiring dengan berdirinya Gereja Parapat, P. Jennisken memindahkan kedudukan paroki dari Tomok ke Parapat pada tanggal 1 April 1955. Keputusan itu dilihat sangat positif. Pelayanan pastoral dapat berjalan lebih mantap karena didukung fasilitas dan jalur transportasi yang lebih memadai.
    Pada tangggal 2 Januari 1956, ketika P. Marianus v.d. Acker, OFMCap, menjadi Superior Regularis Ordo Kapusin Medan, gereja baru dibangun dan menjadi Gereja Katolik Biara Kapusin dan sekaligus berfungsi sebagai gereja Stasi Parapat. Pada tahun itu juga dibangun gedung seminari untuk Novisiat Biara Kapusin serta gedung untuk pendidikan Filsafat dan Teologi bagi para calon imam. Dalam proses pembangunan itu, Superior Regularis Ordo Kapusin Medan menegaskan bahwa komunitas di Parapat bukan lagi Pastoran Katolik Parapat melainkan Biara Kapusin Parapat.
    D. Pergantian Penggembalaan dan Perkembangan Wilayah Pelayanan 
    Dengan berdirinya Paroki Parapat pada tahun 1952, pelayanan kerohanian terhadap umat semakin baik dan penyebaran misi Katolik semakin berkembang. Pada awalnya, Paroki Parapat melayani stasi-stasi yang menyebar di daerah sebagian Pulau Samosir, sebagian daerah Simalungun dan sebagian daerah Toba. Untuk pelayanan di daratan Pastor memakai sepeda motor dan untuk pelayanan di sekitar Danau Toba, beliau mempergunakan kapal.
    Beberapa catatan tentang perkembangan umat Gereja Katolik Paroki Parapat dapat dilihat dari jumlah stasi yang cukup banyak, ditambah lagi dengan wilayah pelayanan yang begitu luas. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, P. Jennisken mendirikan beberapa stasi a.l.: Sigapiton (1950), Stasi Tomok (1952), Stasi Motung (thn. 1953), Sosor Tolong (1954), Sipangan Bolon (1955), Sipolha (1958), Pulo-pulo (1959), Repasilautu (1961), Lumban Pea (1962), Tambun Rea (1963) dan Pondok Bulu (1964). Selain itu, P. Jennisken tetap mengunjungi beberapa stasi yang sudah didirikan sebelumnya dan masuk bagian wilayah Paroki Onanrunggu dan kemudian masuk bagian Paroaki Parapat, a.l: Stasi Sipinggan (1938), Stasi Pangaloan (1938), Stasi Sosor Tolong (1939) dan Stasi Hutagurgur (1942).
    Dengan semangat tak kenal lelah, P. Jennisken juga menjelajah daerah Simalungun dan melayani beberapa stasi yang sebelumnya masuk wilayah pelayanan misi dari Pematang Siantar serta mendirikan beberapa stasi yang baru. Stasi tersebut adalah Stasi Tigadolok (1934), Tomuan Dolok I (1934), Palianaopat (1936), Marihat Raja (1936), Lumban Ri (1953), Nagori Asi (1953), Marihat Baru (1960) dan Lumban Gorat (1961).
    Sejak tahun 1966, P. Raymond Rompa, OFMCap. bertugas menjadi Pastor Paroki menggantikan P. Jenisken. Pada masa tugasnya, beliau memelihara seluruh iman umat yang semakin berkembang. Dan, pada tahun 1970, beliau mendirikan stasi Lanting. Selanjutnya, tugas Pastor Rompa digantikan oleh P. Sylverius Yew, OFMCap., yang berkarya sejak tahun 1972 sampai tahun 1975.
    Melihat luasnya daerah pelayanan (31 stasi) dan semakin bertambahnya jumlah umat maka pada tahun 1972 beberapa stasi, yang semula dilayani dari Parapat, bergabung dengan Paroki St. Yosef, Jln. Bali, Pematang Siantar, yang berdiri sejak tahun 1966. Stasi-stasi tersebut adalah: Stasi Tigadolok, Tomuan Dolok I, Palianaopat, Marihat Raja, Lumban Ri, Nagori Asi, Marihat Baru dan Lumban Gorat.
    Sejak tahun 1972 Paroki Parapat semakin fokus melayani umat di sekitar Parapat, Lumban Julu, dan Tomok. Stasi-stasi yang tetap dilayani Paroki Parapat sejak itu ada sebanyak 23 stasi. Ke-23 stasi tersebut adalah stasi: Aeknatolu, Ajibata, Girsang, Huta Gurgur, Lanting, Lumban Pea, Parapat, Pondok Bulu, Pulo-pulo, Repa Sileutu, Pangaloan, Sibisa, Sigapiton, Sipinggan, Sosor Tolong, Sipolha, Sirungkungon, Sipangan Bolon, Sibolopian, Tomok, Tambun Rea, dan Tanjungan.
    Sejak tahun 1975 P. Anselmus Mahulae OFMCap bertugas sebagai Pastor Paroki. Beliau berkarya di Parapat hanya satu tahun. Untuk melanjutkan karya pastoral paroki, P. Sylverius kemudian ditugaskan kembali menjadi Pastor Paroki dari tahun 1976-1979. Selanjutnya, sejak tahun 1979 hingga 1983, P. Hyginus Silaen, OFMCap menjadi Pastor Paroki. Pada masa tugasnya, beliau mendirikan Stasi Ujung Mauli (1980) dan Horsik (1980). Karya lain yang diupayakan P. Silaen adalah menggagasi berdirinya CU Tao Toba (01 Sep-tember 1979) dan menyelesaikan permasalahan tanah di Lumban Gambiri lokasi PPU Parapat sekarang, yang permasalahannya diselesaikan sampai ke tingkat Mahkamah Agung pada tgl. 26 Juli 1983.
    Estafet kegembalaan paroki dilanjutkan oleh P. Marianus Simanullang, OFMCap. Beliau bertugas sebagai Pastor Paroki dari tahun 1983 sampai tahun 1985. Tugas sebagai Pastor Paroki selanjutnya diemban oleh P. Venantius Sinaga, OFMCap dari tahun 1985 sampai tahun 1990. Pada masa tugas beliau, Paroki Parapat menyelenggarakan Pesta Tahbisan Imam pada tahun 1989. Imam yang ditahbiskan pada waktu itu adalah P. Richard Sinaga, OFMCap. (putra stasi Girsang) dan P. Ludovikus Siallagan, OFMCap. (putra Stasi Palianaopat Siantar). Pesta tersebut dilaksanakan di Open Stage Pagoda, Parapat. Beliau mendirikan Stasi Sibosur (1986), Stasi Parmonangan (1986), dan Stasi Onansampang, yang memekarkan diri dari Stasi Sibisa pada tahun 1989. Hingga tahun ini jumlah stasi di Paroki Parapat menjadi 28 stasi.
    Selanjutnya, P. Alfonsus Simatupang, OFMCap. bertugas sebagai Pastor Paroki sejak tahun 1990. Seiring dengan adanya kebijakan mendirikan Dewan Paroki di setiap paroki KAM, P. Alfonsus juga mendirikan Dewan Paroki Parapat, menggalakkan Kelompok Tani dan kursus-kursus bagi Pengurus Gereja. Satu stasi yang didirikan pada periode Pastor ini adalah Stasi Ambarita pada tahun 1993. Dengan demikian, Paroki Parapat sejak tahun itu berjumlah 29 stasi.
    Perkembangan Paroki selanjutnya diemban oleh P. Nelson Sitanggang, OFMCap. yang bertugas dari tahun 1996 sampai tahun 2000. Pada masa tugasnya, P. Nelson memindahkan Kantor Paroki dari Biara Kapusin Parapat ke kompleks PPU Parapat pada tahun 1996 setelah beliau membangun sebuah gedung untuk itu. Sebelumnya, sejak tahun 1952 – 1996, kegiatan pelayanan paroki berpusat di Biara Kapusin Parapat. Sejalan dengan ide itu, P. Nelson, sejak tahun 1998, membangun gedung megah untuk Pusat Pembangunan Umat (PPU) yang terletak di Jl. Merdeka No. 53 A Parapat. Tujuan penting membangun gedung itu adalah menjadi pemusatan pendidikan dan pembinaan iman umat.
    Pada waktu acara peresmian Kantor Paroki dan PPU Parapat pada tgl. 20 Mei 2001, Uskup Agung KAM Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap., meresmikan nama paroki dengan nama pelindung Santo Fidelis, sehingga nama Paroki menjadi “Paroki Santo Fidelis Parapat”. Nama itu tidak lepas dari nama pelindung Biara Novisiat Kapusin Parapat, yakni Santo Fidelis Sigmaringen.
    Hal lain yang pantas dicatat pada masa tugas P. Nelson adalah dikeluarkannya buku “Pedoman Pastoral, Siihuthonon ni Ruas Katolik Paroki St. Fidelis Parapat”, sebuah buku yang berfungsi sebagai Anggaran Dasar Paroki Parapat. Pedoman ini dikeluarkan pada bulan November 1999, sebagai penerapan dari buku Pedoman Pelayanan Pastoral Paroki Keuskupan Agung Medan (P4KAM) yang dikeluarkan oleh Keuskupan pada tgl. 21 Agustus 1990.
    Pastor Arie van Diemen, OFMCap. ditugaskan menjadi Pastor Paroki yang baru. Beliau memulai tugasnya sejak tahun 2000 hingga tahun 2007. Suatu peristiwa bersejarah di Paroki terjadi pada masa tugas beliau, yakni pemekaran paroki pada hari Minggu, tanggal. 29 Oktober 2006. Sebanyak 10 (sepuluh) stasi, yakni stasi-stasi yang berada di seberang Danau Toba, bergabung ke Paroki Tomok–Simanindo. Oleh karena itu stasi yang tinggal pada wilayah pelayanan Paroki Parapat sejak itu berjumlah 19 stasi.
    Tugas selanjutnya dilaksanakan oleh P. Samuel Aritonang, OFMCap. sejak thn 2007 sampai 2009. Pada periode ini, usaha untuk merehap gereja Stasi Lumban Pea dan Stasi Pulo-pulo sudah mulai dirancang dan pembangunannya selesai pada pada tahun 2010 dan 2011. Satu stasi yang didirkan oleh P. Samuel adalah Stasi Dolok Parmonangan pada tahun 2008 sebagai pemekaran dari Stasi Pondok Bulu. Dengan demikian jumlah stasi di Paroki Parapat menjadi 20 stasi.
    Kemudian P. Donatus Marbun, OFMCap. berkarya menjadi Pastor Paroki sejak tahun 2009. Beliau ditemani oleh P. Dionisius Purba, OFMCap. sebagai Pastor Rekan (2009-2011) dan P. Christian Lumban Gaol, OFMCap, sebagai Pastor Rekan (2011-2012). Untuk tujuan karya pastoral, P. Donatus meminta kehadiran P. Frans Situmorang, OFMCap., menjadi pastor asistensi satu kali sebulan di Parapat.
    Beberapa gagasan P. Donatus cukup nyata di Paroki Parapat, mis.: melengkapi peralatan liturgi gereja di setiap stasi; merenovasi beberapa bangunan gereja stasi; melengkapi nama pelindung paroki: “Santo Fidelis Sigmaringen”; merancang motto Paroki: Teratur, Mandiri, dan Berkembang; menata ruang sekretariat Kantor Paroki dan PPU Parapat, menggalakkan sermon-sermon rayon, memulai penugasan penulisan sejarah-sejarah setiap stasi, dll. Pada masa P. Donatus telah digagas perihal pemekaran Stasi St. Yosef Repa Sileutu.
    Sejak tgl. 25 November 2011 tugas Pastor Paroki dilaksanakan oleh P. Christian Lumban Gaol, OFMCap. Dalam tugas yang masih baru ini, beliau melanjutkan karya-karya pastoral paroki melalui kursus-kursus, sermon-sermon, rekoleksi pengurus gereja, merenovasi pembangunan gereja stasi Sirungkungon, Dolok Parmonangan, dan Onansampang dan mengunjungi ke-20 stasi di Paroki serta menanggungjawabi pengembangan PPU Parapat. Fokus perhatian dan pelayanan Pastor ini lebih terarah pada bidang liturgi gereja.
    Secara khusus, pada tahun 2013, P. Christian bersama panitia merancang dan melaksanakan Pesta Syukur (Jubileum) 80 tahun misi gereja Katolik di daerah Paroki Parapat. Pesta puncaknya akan dilaksanakan pada tgl. 09 Februari 2014. Beberapa kegiatan diprogramkan untuk ini termasuk penyusunan buku sejarah paroki dan perampungan sejarah gereja setiap stasi se-paroki. Pada masa P. Christian, stasi St. Andreas Sigaol-gaol, pemekaran dari Stasi St Yoseph Repa Sileutu, didirikan dengan misa pertama pemberkatan gereja pada tanggal 31 Mei 2015.
    Kemudian RP. Ferdinan Lister Tamba OFMCap. pindah tugas ke paroki St. Fidelis Parapat sebagai pastor rekan dan juga sebagai formator novisiat kapusin Parapat sejak 30 Nopember 2014. Dia bertugas di paroki St. Fidelis Parapat sejak 30 Nopember 2014 sampai 01 Agustus 2016. Pada tanggal 27 September 2015 serah terima jabatan pastor paroki dari RP. Christian Lumbangaol, OFMCap. kepada RP. Hiasintus Sinaga, OFMCap. dilaksanakan.
    Di dalam Sidang Paripurna Tahun pastoral 2015 tanggal 29-30 Januari 2016 atas pertimbangan dari RP. Hiasintus Sinaga, diputuskan bahwa Stasi Induk Parapat yang selama ini bergabung dengan Stasi Girsang sebagai Rayon terjadi perobahan bahwa Parapat menjadi Rayon Tersendiri (Rayon Kota Parapat). Sementara itu Stasi Girsang bergabung ke rayon Ajibata. Sejak itu, setiap lingkungan di Kota Parapat (10) berhak mengikuti kegiatan dan perlombaan yang diselenggarakan paroki sama seperti stasi-stasi “Pagaran” lainnya. Dampak positif dari keputusan dan kebijakan ini, jika ada kegiatan / pertandingan secara parokial, jumlah peserta dari Parapat meningkat luar biasa. Dari antara 50 s/d 80 orang peserta menjadi 250 s/d 300 orang peserta.
    Pada tanggal 21 Januari 2016 parokus bertemu dengan Mgr. Anicetus B. Sinaga dan Ekonom KAM perihal rencana pembangunan gereja paroki Parapat. Dan atas restu Uskup Agung Medan maka pada tanggal 12 Maret 2017 dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan gereja paroki di lokasi gereja biara kapusin Parapat dan sekaligus penggalangan dana. Proses pembangunan selanjutnya untuk sementara dihentikan karena adanya musibah tembok penahan longsor dan peninjauan ulang kelayakan lahan.
    Surat Keputusan Uskup Agung Medan No. 473/IM/SMMR/KA/VIII/’19 menugaskan RP. Anthony Nguyen Van Viet, SMMR sebagai Vikaris Parokial dan sebagai Pembimbing Rohani para novis asal Vietnam, terhitung sejak tanggal 01 September 2019. Beliau datang ke Parapat dan disambut secara resmi pada tanggal 13 September 2019. Pastor Antony kemudian dipindahkan ke Paroki St Josep Jl. Kain Batik Pematang Siantar. Beliau dikenal sebagai pastor yang rendah hati.
    Tanggal 20 Agustus 2016 RP. Hiasintus Sinaga, OFMCap, Ketua PSE KAM, RP. Markus Manurung dan Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap bersama dengan tokoh adat dan tokoh agama lainnya bertemu dengan Bapak Presiden RI, Joko Widodo, Gubernur Sumatera Utara dan para menteri di Inna Hotel Parapat. Pertemuan ini terselenggara dalam rangka Carnaval Perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71. Dalam pertemuan itu Mgr. Anicetus Sinaga dengan sangat serius mengetengahkan kepada Bapak Presiden bahwa pihak Gereja Katolik KAM mendukung “soft-torism” dalam bingkai Badan Otorita Danau Toba (BODT). Pesan Mgr Sinaga terang bahwa penduduk di sekitar Danau Toba tidak menjadi penonton atau bahkan korban atas dampak gerakan BODT itu sendiri.
    Kehadiran Biara Kapusin dan Kongregasi KYM
    E. Kehadiran dan Dukungan Biara Kapusin dan Kongregasi KYM
    Perkembangan Paroki Parapat, sebagaimana dipaparkan di atas, sangat didukung oleh kehadiran para Pastor dan Bruder Kapusin yang bertugas di Biara Kapusin Parapat dan para Frater Kapusin yang ikut dalam karya kerasulan di stasi dan mengajar agama di sekolah-sekolah. Para Pastor, entah sebagai staf novis dan dosen para frater, dan Bruder tersebut sudah mulai berkarya di Parapat sejak thn. 1955.
    Selain itu, kehadiran para Suster dari Kongregasi KYM di Parapat sejak tgl. 28 Oktober 1963 juga berperan besar menopang kemajuan Paroki. Para suster yang hadir pada saat itu adalah: Sr. Fransiska de Chantal v.d. Linden, KYM, Sr. Flavia Napitu, KYM, Sr. Sisilia Sirait, KYM, dan Sr. Christina Rajagukguk, KYM. Sesudah mereka, sudah banyak suster silih berganti hadir dan berkarya di Parapat hingga sekarang. Mereka tinggal di rumah bernama Capri dekat Gereja Katolik dan Biara Kapusin Parapat. Tugas utama mereka adalah bekerja di dapur Biara Kapusin sejak tgl. 01 November 1963.
    Kongregasi KYM pernah juga bercita-cita untuk mendirikan poliklinik dan karya pendidikan di Parapat. Hal itu baru terwujud ada tgl. 14 Juli 2006. Kongregasi berhasil memulai karya pendidikan dengan mendirikan TK Bintang Timur Parapat. Tanggal 27 September 2019 peresmian dan pemberkatan Gedung SD Bintang Timur Parapat, kelolaan suster KYM. Bidang poliklinik belum terwujud. Tugas lain yang dilaksanakan oleh anggota Kongregasi KYM adalah terlibat dalam tugas pastoral di Paroki sebagai katekis. Mereka melaksanakan tugas itu di stasi, si lingkungan, mendampingi Asmika, Areka, PIK (Punguan Ina Katolik) Parapat, membantu pelayanan komuni di gereja, memberi persiapan pelaksanaan komuni pertama, persiapan Sakramen Baptis dan Krisma. Tugas penting lain yang dilaksanakan oleh anggota kongregasi adalah bekerja di PPU Parapat sejak tgl. 08 Juli 2000.
    F. Letak Geografis dan Wilayah Pelayanan
    Paroki St. Fidelis Sigmaringen Parapat adalah suatu bagian pelayanan pastoral parokial di wilayah Keuskupan Agung Medan. Paroki ini berpusat di kota Parapat, sebuah kota kecil yang terletak pada wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon daerah Kabupaten Simalungun yang berbatasan dengan daerah Kabupaten Tobasa dan Kabupaten Samosir. Kota Parapat terbentang pada garis pantai Danau Toba sepanjang 2,5 km. Kota ini menjadi pintu gerbang daerah tujuan wisata Danau Toba, yang banyak dikunjungi turis domestik maupun turis mancanegara. Pelayanan pastoral Paroki Parapat berbatasan dengan wilayah pelayanan pastoral dari 4 paroki sekitarnya:
    a. Sebelah Utara : Paroki St. Antonius dari Padua, Tiga Dolok.
    b. Sebelah Barat : Paroki St. Antonio Maria Claret, Tomok
    c. Sebelah Selatan : Paroki St. Paulus, Onan Runggu
    d. Sebelah Timur : Paroki St. Yosef, Balige
    Wilayah pelayanan Gereja Katolik Paroki Parapat terdiri dari 20 stasi yang tersebar di dua kabupaten. Sebagian daerah Kabupaten Simalungun: mencakup wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, sebagian wilayah kecamatan Dolok Panribuan dan sebagian kecamatan Pamatang Sidamanik; dan di Kabupaten Tobasa: mencakup wilayah Kecamatan Ajibata dan sebagian wilayah Kecamatan Lumbanjulu.
    G. Momen Penting
    Paroki St. Fidelis Sigmaringen Parapat mengadakan Pesta Jubileum 80 tahun pada 9 Pebruari 2014, yang dipimpin Uskup Agung Medan AB Sinaga OFM Cap dan Uskup Emeritus AGP Datubara di Panggung Terbuka Parapat. “Gratis Et Amore Dei” adalah thema yang diusung pada perayaan puncak pesta Yubileum. Uskup sekilas menyampaikan sejarah gereja Katolik di Parapat, khususnya di Paroki St Fidelis Sigmaringen.
    Sejak tahun 1934-2014, Paroki telah melalui beberapa momen penting. Hal pertama yang patut dicatat adalah pendirian Stasi Parapat. Pendirian Stasi Parapat menjadi istimewa karena tantangan yang begitu berat dan hasil akhirnya yang menjadi pusat paroki. Tantangan utama pendirian Gereja di Parapat datang dari zending Protestan. Mereka masih terpaku pada peraturan pemerintah Belanda yang tidak mengijinkan terjadinya pewartaan ganda. Walaupun peraturan itu sudah dicabut oleh pemerintah Belanda pada tahun 1933.
    Pemindahan kedudukan paroki dari Tomok ke Parapat merupakan suatu keputusan yang cepat. Hal ini diputuskan hanya tiga tahun setelah pendirian Stasi Parapat. Hal itu dilihat sangat positif. Pelayanan pastoral dapat menjangkau banyak wilayah yang jauh dari Pematang Siantar dan Balige.
    Pembangunan PPU yang dimulai sejak tahun 1998-20 Mei 2001 dapat dilihat sebagai salah satu momen penting perkembangan paroki. Tujuan penting pembangunan gedung itu adalah menjadi pemusatan pendidikan dan pembinaan iman umat. Dalam hal ini, Gereja tidak hanya membaptis sebanyak mungkin orang, tetapi juga menyediakan sarana untuk pengembangan iman.
    Pemekaran paroki Tomok menjadi suatu peristiwa bersejarah bagi Paroki Parapat, ketika Pastor Arie van Diemen OFMCap menjadi parokus. Pemekaran itu bisa menjadi pertanda pertambahan jumlah umat baik di sekitar Parapat maupun di wilayah sekitar pelayanan Paroki Tomok. Dengan pemekaran itu juga, pelayanan iman oleh para imam bisa lebih mudah dijangkau. Sehingga semua umat memperoleh haknya untuk mendapat pelayanan kerohanian.
    H. Penutup : Motto Paroki dan Spiritualitasnya
    Pelayanan pastoral Paroki Parapat berangkat dari motto dan spiritualitas yang dicanangkan. Spiritualitas motto Paroki ini, yakni: “Teratur, Mandiri dan Berkembang”. Motto Paroki ini dikumandangkan pada tanggal 02 Agustus 2009 oleh P. Donatus Marbun. Motto singkat ini, menggambarkan motivasi, semangat dan tujuan serta komitmen, bersama pengurus gereja dan umat seluruhnya untuk memajukan Paroki ini. Motto itu tergambarkan dalam visi dan misi Paroki.
    Visi Paroki ini ialah: Menjadi Paroki teladan di segala bidang. Misinya ialah mengajak umat agar menjadi umat yang patuh pada aturan gereja, mandiri dalam pengungkapan iman dan berkembang dalam mewujudkan imanya sesuai dengan tanda-tanda zamanya. Motto ini tidak dikutip langsung dari Injil, tetapi isi dan tujuannya mengungkapkan pesan Injili: “mendirikan rumah di atas batu, kokoh tak tergoyangkan” (bdk. Mat 7:24-25)
    Tiga untaian kata sifat, “Teratur, Mandiri dan Berkembang”, ini diurutkan menurut urutan pelaksanaannya, kendati tidak terpisahkan satu sama lain. Dalam keteraturan ada kemandirian dan perkembangan dan sebaliknya. Dalam kemandirian, aturan ditegakkan, perkembangan diimpikan. Dalam perkembangan, kemandirian dipertahankan, aturan disempurnakan. Dengan semboyan di atas, “bahtera” Paroki Parapat dapat mengarungi jaman, meneruskan karya para misionaris dan sintua terdahulu, membina umat yang baru, dan mampu menghadirkan kerajaan Allah sampai akhir zaman.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :