loader image
Minggu, Juni 29, 2025
Lainnya
    Beranda Blog Halaman 17

    Paroki Kabanjahe SPM

    Pelindung

    :

    Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Agustus 1948. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan.

    Alamat

    :

    Jl. Letnan. R. Peranginangin No. 13, Kabanjahe - 22111

    Telp/WA

    :

    0812-6946-0402

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    4.012 KK/ 13.750 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    20

     
    Rayon Tiga Panah:
     
     
    01. Bulanjahe
    04. Ketaren
    07. Pertumbuken
    10. Sukanalu
    02. Bulanjulu
    05. Kubu Simbelang
    08. Seberaya
    11. Tiga Panah
    03. Bunuraya
    06. Kuta Kepar
    09. Suka
     
     
     
     
    Rayon Sukadame:
       
    01. Bawah
    04. Rumamis/Tambunen
    07. Sukamandi
    02. Cingkes
    05. Sinaman
    08. Talimbaru
    03. Dokan
    06. Suka Dame
    09. Ujung Bawang
     
     
     
     

    RD. Daniel Manik

    23.03.’85 Parochus

    RD. Dedi Ananta Sembiring

    20.03.'85

    Vikaris Parokial

         

    Sejarah Paroki St. Perawan Maria Diangkat ke Surga Kabanjahe

    A. Awal Gereja Katolik di Karo (klik untuk membaca)

    Pengantar
    Kehadiran Gereja Katolik di daerah Kabanjahe dibawa oleh para Misionaris. Para Misionaris ini adalah para pastor dari Ordo Kapusin yang berasal dari Belanda. Misionaris pertama yang membawa ajaran Katolik ialah P. Elpidius Van Duyhoven, OFM,Cap. Pewartaan ajaran Gereja Katolik ini mulai di bawa oleh para misioanaris pada masa kolonial di bawah pemerintahan Belanda. Akan tetapi, pewartaan kemudian menjadi terganggu, ketika pemerintahan Jepang berhasil menguasai Indonesia sejak tahun 1940. Dari catatan sejarah, para misionaris yang datang dari Belanda juga ikut menjadi tawanan tentara Jepang.

    Sebelum ditawan oleh jepang P.Elpidius Van Duyhoven,OFM,Cap yang tinggal di Simalungun telah mengunjungi beberapa daerah di tanah Karo. Ketika itu , dikota Berastagi sendiri telah berdiri biara Suster Fransiskanes St. Elisabeth. Sedangkan Suster Fransiskanes Dongen telah mendirikan biara di Kabanjahe. Selain mengunjungi daerah-daerah pedesaan, P.Elpidius juga sering mengunjungi kedua biara suster fransiskanes ini. Selain P.Elpidius, P. De Wolf,Ofm.Cap pun pernah tinggal di biara suster fransikanes Santa Elisabeth. Namun patut disayangkan, kedua biara tersebut terbakar waktu revolusi perang dunia II.

    Dalam sejarah perkembangan kehadiran Gereja Katolik di tanah Karo, Paroki St. Perawan Maria yang Diangkat Ke Surga (SPM) merupakan pusat penyebaran kehadiran Gereja Katolik di Kabupaten Karo. Maka melalui tulisan ini, kami akan membagi dalam beberapa periode.

    1. Periode Awal 1939 - 1952

    Pada tahun 1939 P.Elpidius membuka stasi Sukajulu. Waktu itu ia pun sering mengunjungi daerah Berastepu, Gurukinayan, Munthe dan Sembeiken. Ketika perang dunia II Pecah, para misionaris sangat merasakan akibatnya sejak bulan Mei 1940 semua hubungan dengan belanda terputus. Misionaris dilarang masuk ke Indonesia. Bantuan finansial dan perlengkapan misi terhenti. Pada masa itu P.Elpidius dan beberapa pastor kapusin lainnya dipenjarakan di KAMP Tahanan Siringoringo (Labuhan Batu). Situasi ini terus berlangsung hingga Jepang menyerang kepada sekutu tahun 1945. Para misionaris yang ditahan akhirnya dibebaskan.

    Pada tanggal 03 Agustus 1948 Mgr. Matias Brans mengutus P. Maximilianus Brans dan P. Elpidius untuk mendirikan sebuah paroki di tanah Karo. Umat yang sudah tercatat berjumlah 59 KK. Selanjutnya mereka mendirikan pastoran dan sebuah gereja darurat di Kabanjahe yang diresmikan oleh Mgr. Matias Brans pada tanggal 19 Desember 1948. Selain itu mereka juga mengirim 18 anak ke Pematangsiantar untuk melanjutkan pendidikan keguruan(OVVO). Kedua Pastor ini pun dibantu oleh oleh seorang guru agama, yakni Nimbasi Purba.

    2. Periode Tahun 1953 - 1997

    Pada masa ini tidak ditemukan catatan sejarah yang tepat dan teratur tentang perkembangan Gereja dan Misi Katolik di Tanah Karo. Gerakan Perkembangan Gereja dan Misi lama periode ini diperoleh dan disarikan dari tulisan beberapa orang pastor yang pernah bertugas di Tanah Karo, Tepatnya di Paroki St. Perawan Maria Diangkat Ke Surga (P.Theodosius Van Eijk, P.Kleopas Van Laarhoven, P.Yustinus Tinambunan, P. Simon Sinaga dan P. Ignatius Simbolon) dan beberapa orang awam yang terlibat aktif dalam karya kerasulan. Berikut ini akan disarikan beberapa tulisan yang kiranya bisa membantu kita untuk mengetahui perkembangan Gereja Katolik di Tanah Karo. Periode tahun 1953-1965 diambil dari tulisan P.Theodosius Van Eijk. Menurutnya yang menjadi perintis Misi Gereja Katolik di Tanah Karo adalah P. Brans Sitepu Bebere Ginting. Gereja Katolik ditanah karo resmi dimulai sejak datang dan tinggalnya P.Brans di Kabanjahe. Pada masa ini mulai didirikan sekolah, biara untuk para suster SFD (Tahun 1954), asrama dan beberapa pembenahan lainnya. Keberhasilan mengembangkan Gereja dan Misi Katolik di tanah karo sesungguhnya berlangsung melalui kegiatan pendidikan (SMP dan SKP). Melalui siswa-siswi inilah agama dan Gereja disebarkan. Perkembangan Gereja dan agama katolik di tanah karo semakin pesat setelah tahun 1965.

    Pada tahun 1965, P.Kleopas bertugas di paroki St.Perawan Maria- Kabanjahe sampai tahun 1981. Sejak menginjakkan kaki di sumatera P.KLeopas langsung ditempatkan di Kabanjahe untuk membantu P.Lici dan P.Paduanus Kramer. Pada masa itu paroki kabanjahe memiliki 18 stasi dengan jumlah umat sekitar 3.600 jiwa. Setelah 16 tahun jumlah ini bertambah menjadi 56 stasi dengan 16.000 jiwa. Dalam kurun waktu ini pastor yang berkarya di paroki kabanjahe ini antara lain: P.Kramer, P.Lici , P.Justinus Tinambunan, P. Mikael Hutabarat, dan P.Simon Sinaga. Hingga tahun 1977 di Kabupaten Tanah Karo ini hanya terdapat satu paroki dan Kabanjahe lah yang menjadi pusatnya. Karena pesatnya pertumbahan umat dan luasnya wilayah pelayanan, maka sejak bulan juli 1977 P.Simon Sinaga bersama P.Mikael hutabarat memulai membuka paroki yang baru yakni paroki Tiga Binanga.

    Pada awal tahun 1980-an di tanah Karo ini terjadi persaingan yang sangat ketat antara agama (Protestan, Islam dan Katolik) dalam rangka merebut simpati umat atau masyarakat yang relative besar masih menganut animisme atau agama sipemena. Pada masa inilah pimpinan Keuskupan Agung Medan menetapkan tanak karo sebagai daerah “evangelisasi”. Hingga tahap ini, Gereja Katolik di tanah karo sangat pesat berkembang.

    3. Periode Tahun 1997 - 2005

    Setelah kepindahan P.Laurentius Sinaga OFM,Cap, P. Ignatius Simbolon OFM.Cap kembali ditempatkan di kabanjahe sebagai Parokus. Pada periode ini beliau ditemani oleh P.Damianus Anggiat Sihotang, P. Kornelius Sipayung, Uliraja Simarmata dan P.Marselino Simamora, OFM.Cap. Hampir kurang lebih sepuluh bulan P.ignatius Simbolon menjabat sebagai Pastor Paroki menunggu kedatangan P.Leo Joosten, OFM.Cap dari pangururan.

    Menurut data statistik 1999 data umat kabanjahe telah mencapai 38.093 jiwa. Pesatnya pertambahan umat dan luasnya wilayah menyebabkan pelayanan pastoralpun kurang memadai. Patut disyukuri bahwa awam dan para susterpun turut ambil bagian dalam kegiatan pastoral di paroki ini. Melihat situasi ini, maka sejumlah pihak dan pimpinan KAM mulai berpikir untuk memekarkan paroki ini menjadi tiga yakni Berastagi dan Tiganderket sebagai pusat paroki yang baru serta kabanjahe. Karena itulah diangkat sebuah komisi khusus untuk mewujudkan pembangunan gereja di Berastagi. Pada periode ini juga atas usul pihak keuskupan direncanakan pastoran kabanjahe, kantor dan sekretariat paroki yang terletak di Jl.Letnanrata perangin-angin dipindahkan ke jalan irian kabanjahe (bekas tempat lembaga latihan pertanian) yang telah diserahkan ke paroki kabanjahe.

    4. Periode Tahun 2005 - Pemekaran

    Sebelum pemekaran, umat paroki kabanjahe yang berjumlah 45.594 jiwa tersebar di 87 stasi (10 rayon) sesudah pemekaran Paroki kabanjahe memiliki 67 stasi (7 rayon) dan paroki berastagi memiliki 20 stasi (3 rayon). Setelah persemian paroki berastagi , selanjutnya dibuat dalam master plan paroki st. Perawan maria diangkat ke surga kabanjahe tahun 2006 adalah pemekaran paroki. Sebagai tindak lanjut dari master plan tersebut maka diusulkan agar pemekaran kabanjahe dapar direalisasikan pada akhir tahun 2007. Pemekaran telah terealisasi dengan didirikannya paroki St.Petrus dan St.Paulus Jl.Irian kabanjahe(47) stasi. Dengan demikian pelayanan pastoral di SPM semakin ramping. Paroki ini sekarang terdiri dari 21 stasi (3 rayon) dan jumlah umat kurang lebih 18.700 jiwa.

    Seiring dengan perjalanan waktu yang lebih dari 50 tahun sejak didirikannya pada tahun 1956, gereja katolik paroki SPM yang berada di Jl.Letnan Rata Perangin-angin kabanjahe mengalami perkembangan pesat. Paroki ini merupakan pusat pengembangan pelayanan dan pewartaan kabar gembira sekaligus paroki induk gereja katolik tanah Karo simalem. Dari paroki inilah mekar 4 paroki baru yakni paroki Tigabinanga(1979), paroki Berastagi (2005), paroki St. Paulus dan Petrus(2007) dan 1 kuasi paroki Tiganderket (2013).

    B. Sejarah Pendirian Stasi-stasi di Paroki SPM Kabanjahe

    1. Rayon Kabanjahe
    Gereja pertama di Kabanjahe didirikan oleh militer-militer Belanda pada bulan November 1948. Pada tanggal 19 Desember 1948, Gereja itu diberkati oleh Mgr. Mathias Brans OFMCap. Pada tahun 1957, Gereja pertama ini menjadi gudang setelah gereja baru dibangun. Gedung gereja kedua dibangun pada tahun 1956 oleh Br. Anscharius OFMcap. Diberkati oleh Mgr Ferrerius van den Hurk OFMCap pada 5 Agustus 1956. Bagian altar disesuaikan dengan Liturgi Konsili Vatikan II pada September 1971. Bangunan gereja sekarang ini diberkati pada tanggal 16 Februari 2014 oleh Mgr. Anicetus Sinaga.

    2. Rayon Suka Dame
    Gereja pertama di Kabanjahe didirikan oleh militer-militer Belanda pada bulan November 1948. Pada tanggal 19 Desember 1948, Gereja itu diberkati oleh Mgr. Mathias Brans OFMCap. Pada tahun 1957, Gereja pertama ini menjadi gudang setelah gereja baru dibangun. Gedung gereja kedua dibangun pada tahun 1956 oleh Br. Anscharius OFMcap. Diberkati oleh Mgr Ferrerius van den Hurk OFMCap pada 5 Agustus 1956. Bagian altar disesuaikan dengan Liturgi Konsili Vatikan II pada September 1971. Bangunan gereja sekarang ini diberkati pada tanggal 16 Februari 2014 oleh Mgr. Anicetus Sinaga.

    a. Stasi Suka Dame
    Stasi dibuka pada : 1963

    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 560 m
    Tahun pembelian : 26 April 1964
    Pembangunan gereja : 1963 (Rumah Papan);
    Gereja pertama adalah Rumah Papan berukuran 7 x 9 m. Pada tahun 1999 dibangun gereja baru dan diberkati oleh Bapak Uskup Agung Medan Mgr. Pius Datubara tahun 2001.

    b. Stasi Sinaman

    Stasi dibuka pada : 1962
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap, Licinus Fasol-Ginting OFMcap dan Bapak Tangsi Tarigan
    Luas tanah aset gereja : 15 x 20
    Tahun pembelian : 1962
    Pembangunan gereja : 1962 (Pada 29 Juni 2003 Gereja dibangun kembali karena perkembangan umat)

    c. Stasi Rumamis Tambunen
     

    Stasi dibuka pada : 1963
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Bungan Raja Sitepu
    Luas tanah aset gereja : 20 x 29 m
    Tahun pembelian : 6 Oktober 1963
    Pembangunan gereja : 1964
    d. Stasi Bawang 
    Stasi dibuka pada : 1956
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMCap
    Jumlah umat yang dipermandikan pertama kali: 25 orang
    Tanah aset gereja : 10 x 21 m
    Tahun pembelian : 1951
    Pembangunan gereja : 5 Maret 1990
    Ukuran gereja : 8 x 12 m (permanen)Nama pelindung gereja : St. Antonius dari Padua

    e. Stasi Suka Mandi
    Stasi dibuka pada : 2 Mei 1956
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap dan Bapak Purba
    Luas tanah aset gereja : 12 x 23 m (276m) hibah dari Nerang Karo-karo tahun 1956. Surat Hibah tanggal 2 Februari 1997.
    Tanah ukuran baru : 21 x 12 m (252 m) terbuat dari semi permanen. Ukuran 8 x 12 m.
    Nama pelindung gereja : St. Yohanes Rasul

    f. Stasi Cingkes
    Stasi dibuka pada : 1966
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Artis Sembiring dan Bapak Arus Ginting (pindah ke GBKP)
    Luas tanah aset gereja : 18 x 25 m
    Tahun pembelian : 6 Agustus 1969
    Pembangunan gereja darurat : 1966. Pada 23 Juli 1969 Gereja dibangun oleh Bp. Madan berukuran 7 x 9 dan diberkati pada 5 Oktober 1969. Pada 16 Juni 2006 dibangun kembali Gereja baru.
    Nama pelindung gereja : St. Maria Diangkat ke Surga

    g. Stasi Ujung Bawang
    Stasi dibuka pada : 1982
    Dibuka oleh : Pastor Thomas Sinabarita OFMcap, Pastor Anggiat Sihotang Pr, Pastor Antonius Siregar OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 20 x 18 m
    Tahun pembelian : 1 Maret 1974
    Pembangunan gereja : Gereja awal dibangun darurat pada tanggal 13 Juni 2005
    Nama pelindung gereja : St. Maximilianus Kolbe OFM Konv.

    h. Stasi Talimbaru
    Stasi dibuka pada : 1953
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap, Bapak Palas Perangin-angin, Mancang Sitepu, Tambat Barus
    Luas tanah aset gereja : 15 x 15 m
    Tahun hibah : 10 Desember 1953
    Dihibahkan oleh : Motor Barus dan Ngulih Barus
    Luas bangunan gereja saat ini : 11 x 14 m
    Nama pelindung gereja : St. Fransiskus Xaverius

    i. Stasi Dokan
    Stasi dibuka pada : 1950
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap dan Jangasi Ginting/Purba
    Luas tanah aset gereja : -
    Tahun pembelian : 1950
    Pembangunan gereja : 1951 (Gedung gereja diganti jadi permanen pada tahun 1987 dengan ukuran 8 x 12 m.) ;
    2. Rayon Tiga Panah
    a. Stasi Suka
    Stasi dibuka pada : 1953
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 8 x 12 m
    Tahun pembelian : 18 Mei 1967
    Pembangunan gereja : 1961 (Pada tahun 1995 Gereja dibangun kembali karena perkembangan umat)
    b. Stasi Suka Nalu
    Stasi dibuka pada : 1963
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 41 x 39 m
    Tahun pembelian : Lahan gereja pertama dijual dan diganti dengan tapak gereja baru yang dibeli pada 30 Maret 1967 dengan luas 41 x 39 m.
    Pembangunan gereja : 1967 luas 12 x 8 m oleh Pak Madan Sitepu. Gereja selanjutnya dibangun pada tahun 1989.
    Nama pelindung gereja : St. Paulus
    c. Stasi Bunu Raya
    Stasi dibuka pada : 1970
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 10 x 20 m (26 Desember 1977)
    Tahun pembelian : 26 Desember 1977
    Pembangunan gereja : 1977 dan dibangun kembali 11 Januari 2004 (13 x 23 m)
    d. Stasi Kubu Simbellang
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Bapak Mbaru Lingga
    Pembangunan gereja : Gereja Darurat 1967
    Renovasi Bangunan Gereja : 2021
    e. Stasi Bulan Julu 
    Stasi dibuka pada : 1976
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap, Limakuta Girsang, Maju Tarigan dan Sada Ukut Kemit (Tiga Panah)
    Gereja Sekarang diresmikan : 2021
    Nama pelindung gereja : Sta. Maria Diangkat ke Surga
    f. Stasi Bulan Jahe
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Pastor Kleopas van Laarhoven OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 15 x 35
    Tahun pembelian : 1 Februari 1969
    Pembangunan gereja : 1970 dan pada tahun 2004 dibentuk panitia pembangunan untuk membangun gereja baru
    Nama pelindung gereja : St. Petrus
    g. Stasi Pertumbuken 
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Tanah aset gereja : 12 x 8 m (Dibangun pada tahun 1985)
    Tahun pembelian : 10 Oktober 1967
    Pembangunan gereja : 1985
    h. Stasi Tiga Panah 
    Stasi dibuka pada : 1955
    Dibuka oleh : P. Maximus Brans OFMcap dan b. Ngolu Purba
    Luas tanah aset gereja: 20 x 50 m
    Tahun Pembelian : 20 November 1967
    Pembangunan gereja : 1968 (12 x 8 m)
    Diberkati oleh Mgr. Ferrerius van den Hurk OFMcap pada tanggal 22 September 1968
    Nama pelindung gereja : St. Padre Pio
    i. Stasi Ketaren
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 12 x 20 m (240 m persegi)
    Tahun pembelian : 1978
    Pembangunan gereja : 1979 (7 x 13 m) – semi permanen
    Nama pelindung gereja : -
    j. Stasi Kutakepar
    Stasi kuta kepar berkembang dari stasi Suka. Rencana pendirian stasi ini di mulai tahun 2013. Pemberkatan gereja dilaksanakan pada tahun 2016 0leh Mgr. Pius Datubara
    k. Stasi Seberaya
    Stasi dibuka pada : 1955
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans Sitepu OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 20 x 18 m
    Tahun pembelian : 1 Maret 1974
    Pembangunan gereja : Gereja awal dibangun dengan dinding bambu. Pada tahun 1974 gereja lama dibongkar dan dipindahkan ke Kuta Mbelin.
    Nama pelindung gereja : -
    C. Model Kerasulan

    Para pastor yang berkarya di paroki Santa Perawan Maria sangat baik dan semangat dalam melaksanakan karya kerasulan sebagai seorang pewarta Injil. Para pastor melakukan banyak tugas pelayanan seperti: kunjungan stasi-stasi, pelayanan sakramen-sakramen, seperti: Ekaristi, perkawinan dan orang sakit, tobat, adorasi dan pemberkatan rumah dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen: baptis, komuni pertama, krisma dan pemeriksaan kanonik untuk perkawinan.

    Untuk memperdalam penghayatan iman kekatolikan, para Pastor selalu setia mengadakan sermon (katekese) perihal kehidupan pendalaman iman gereja katolik. Sermon atau katekese ini di laksanakan secara rutin setiap bulan dengan mengundang para pengurus gereja, seksi-seksi dalam kepengurusan gereja dan juga umat Allah.

    Umat katolik paroki SPM memiliki semangat yang tinggi untuk merayakan Ekaristi. Hal itu tampak dari banyaknya permintaan umat kepada para pastor untuk melayankan Ekaristi baik untuk keluarga, lingkungan ataupun stasi. Umat paroki SPM sangat meyakini dan menginginkan bahwa setiap kegiatan penting sebisa mungkin diisi dengan Ekaristi. Niat dan penghayatan umat yang tinggi akan imannya menjadikan para pastor sering melakukan kerasulan ke lingkungan dan stasi. Para pastor hampir setiap hari memiliki jadwal pelayanan ke lingkungan dan stasi untuk melayankan pelayanan sakramen.

    Para pastor yang melayani di paroki SPM juga melakukan pelayanan dalam kelompok-kelompok kategorial (BIAK, OMK, Paduan Suara, Kerahiman Ilahi, Kumpulan perbapaan dan perkumpulan Pernanden). Para pastor memimpin dan membimbing umat dalam kelompoknya masing-masing demi kemajuan kehidupan religius umat beriman. Para pastor beserta pengurus Gereja sangat aktif dan semangat dalam melaksanakan tugas pelayanan di seksi masing-masing.

    Dalam pemberdayaan ekonomi umat, paroki SPM hadir melalui seksi PSE untuk memberikan penyuluhan dalam bidang pertanian. Sebab 80% dari umat di paroki adalah petani. Maka dari itu, paroki ini telah membentuk tiga kelompok tani untuk mengembangkan perekonomian umat Allah.

    Selain dari pada itu, paroki SPM juga mengelola sekolah PAUD yang berada di stasi sukanalu dan serberaya. PAUD Santa Maria Sukanalu didirikan dan dibuka pada tahun 2003. Pada awal didirikan PAUD Santa Maria ini adalah atas inisiatif umat setempat dan didukung oleh Pastor Leo Joosten OFM.Cap, yang pada waktu itu sebagai Pastor Paroki Santa Perawan Maria Di angkat Ke surga Kabanjahe. Dengan berdirinya PAUD ini diharapkan anak -anak usia dini mendapatkan pendidikan taman kanak-kanak khususnya yang tinggal di pedesaan. Awal dibuka PAUD ini banyak orang tua yang mempercayakan anak-anak mereka untuk dididik dan berkembang bukan hanya dalam ilmu pengetahuan tetapi juga dalam iman dan budi pekerti dibawah pimpinan seorang umat yang merangkap menjadi guru sekaligus sebagai Kepala Sekolah, namun melihat perkembangan PAUD supaya lebih efektif, maka pihak Yayasan dalam hal kepeminpinan selanjutnya PAUD dipercayakan kepada Suster SFD menjadi Kepala sekolah dan merangkap sebagai guru di PAUD tersebut, dengan harapan PAUD (TK) Santa Maria menjadi lebih berkembang.

    D. Para Pastor yang Bertugas

    Gereja Katolik Paroki SPM Kabanjahe semakin berkembang dengan pesat dalam bidang kerasulan dan petambahan umat dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas oleh para gembala yang berusaha memberikan pelayanan dalam bidang pastoral. Di bawah ini adalah para pastor yang pernah bertugas:

    1. Pastor Elpidius van Duijnhoven (1948-1949)
    2. Pastor lukas Renders (1949) 
    3. Pastor Maximus Brans (1948-1962) 
    4. Pastor Licinus Fasol-Ginting (1962-1984) 
    5. Pastor Theodosius Van Eijk (1953-1965) 
    6. Pastor Marianus Van den Acker (1960-1962;1966-1968) 
    7. Pastor Ildofonsus van Atraalen (1961) 
    8. Pastor Fredericus Finaut (1961) 
    9. Pastor Paduanus Kramer (1948-1962) 
    10. Pastor Kleopas van Laarhoven (1965) 
    11. Pastor Stefanus Krol (1970) 
    12. Pastor Yustinus Tambunan (1970) 
    13. Pastor Mikhael Hutabarat (1973-1980) 
    14. Pastor Timoteus Sinaga (1976-1980) 
    15. Pastor Simon Sinaga (1977-1986) 
    16. Pastor Redemptus Simamora (1980-1982) 
    17. Pastor Thomas Sinabariba (1981-1984) 
    18. Pastor Ignatius Simbolon (1981-1984;1997-1998) 
    19. Pastor Nestor Manalu(1984-1988) 
    20. Pastor Anselmus Haloho {1985) 
    21. Pastor Philipus Manalu (1985-1989) 
    22. Pastor Yan van Maurik (1986-1987) 
    23. Pastor Gabriel Lumban Tobing (1986-1996) 
    24. Pastor Monaldus Banjarnahor (1989-1993)
    25. Pastor Albert Pandiangan (1991-1993)
    26. Pastor Urbanus Tamba (1992)
    27. Pastor Laurentius Sinaga (1993-1997)
    28. Pastor Heribertus Cartono (1994-1997) 
    29. Pastor Antonius Siregar (1996-2002) 
    30. Pastor Anggiat Sihotang 91997-2001) 
    31. Pastor Uliraja Simarmata (1997-2002) 
    32. Pastor Leo Joosten 1998-2005) 
    33. Pastor Marselino Simamora (1998-1999) 
    34. Pastor Kornelius Sipayung (1999-2002) 
    35. Pastor Marianus Manullang (2002-2003) 
    36. Pastor Stefanus Kota Tarigan (2002-2003) 
    37. Pastor Moses Situmorang (2002-2003) 
    38. Pastor Maximilianus (2002) 
    39. Pastor Adrianus Sembiring (2003-2006) 
    40. Pastor Stefanus Sihotang (2005-2008) 
    41. Pastor Martinus Sarjan(2005-2009) 
    42. Pastor Bernardus Sijabat (2010-2015) 
    43. Pastor Rudi Sitanggang (2013-2017) 
    44. Pastor Gundo Saragih (2015-2021) 
    45. Pastor Dedi ananta Sembiring (2020-Sekarang) 
    46. Pastor Jameslin Damanik (2019-2021) 
    47. Pastor Daniel Manik (2021-Sekarang)
    E. Lembaga Hidup Bakti (Sukter-Suster Fransiskanes Dongen)

    Prefek Apostolik di Padang Mgr. Liberatus Cluts mengutur pastor Mattheus de Wolf OFMCap (pastor di Medan) ke Belanda pada Januari 1921. Beliau diutus untuk mencari kongregasi-kongregasi suster yang bersedia untuk mengambil bagian dalam karya kerasulan Ordo Kapusin di Sumatera Utara. Pastor De Wolf pergi ke kota kecil Dongen, rumah induk Kongregasi suster Fransiskanes Dongen dan berbicara dengan Pemimpin Umum Kongregasi SFD. Dewan pimpinan umum SFD sudah berencana memperluas kegiatannya ke luar negeri. Mereka langsung berjanji akan mengutus beberapa suster ke Sumatera Utara. Tujuan mereka ialah untuk menolong Ordo Kapusin yang sedang menanam Gereja Katolik di Sumatera Utara dan membuka sekolah-sekolah Katolik supaya banyak orang pribumi diterangi cahaya iman Katolik. Waktu pimpinan umum mulai mempersiapkan semuanya, Mgr Liberatus Cluts OFMcap meninggal dunia di Padang dan Pastor Mathias brans OFMcap resmi diangkat sebagai penggantinya.

    Pada akhir tahun 1922, kontrak Prefektur dengan SFD ditandatangi dan enam suster diutus. Pada 1 April 1923 mereka sampai ke Belawan dan disambut dengan senang hati oleh Mgr. Mathias Brans dan Pastor de Wolf. Para suster mendirikan sekolah St. Yoseph dan diberkati pada 2 Juli 1923. Pada tahun 1926 rumah suster dan Asrama dibuka dengan resmi. Pada tahun 1926, 11 suster Missionaris SFD pergi untuk pertama kalinya ke Kabanjahe. Mgr. mathias Brans, Prefek Apostolik Padang telah membeli sebuah rumah untuk sementara dengan biaya dari Prefektur.

    Pada tanggal 25 Juli 1954 dimulai komunitas baru di Kabanjahe. Pemimpin komunitas ialah Zr. Constantinen. Dia mengurus SD. Sr, Bibiana untuk sekolah Frobel/TK dan Suster Maria Magdalena untuk Asrama. Rumah Suster pada waktu itu sedang dibangun dan para suster untuk sementara waktu tinggal di pastoran. Kerasulan di Kabanjahe menghasilkan buah yang baik. Masyarakat pribumi memiliki minat untuk terlibat sepenuhyna dalam karya para Misionaris. Pada 1955, dibuka Novisiat dengan ibu Novis yang pertama Zr. Mauritia.

    Suster Fransiskanes Dongen ingin melayani kesehatan masyarakat setempat dan mereka membuka Poliklinik. Di samping kesehatan, pendidikan di sekolah pun diperhatikan. Pada tanggal 1 Agustus 1954 TK Sint Xaverius dibuka. Pada tahun 1990, SFD menangani kembali SD St. Yosep di Jl. Let. Perangin-angin no. 11 kabanjahe. Suster SFD ingin mengangkat harkat wanita karena itu Asrama St. Teresia yang didirikan oleh para missionaris tetap dikelola sampai saat ini.

    Pada Agustus 1954, Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) dibuka oleh SFD. Sesuai Visi SFD yang mengangkat harkat wanita dan SKP ini digemari oleh orang karena pada waktu itu keterampilan Putri sangat penting. Seiring berkembangnya zaman, minat masyarakat masuk SKP berkurang sehingga SKP diganti menjadi SMP Maria Goretti. SFD juga menangani sekolah SMP-SMA Santa Maria Kabanjahe dan Asrama Putera dan Komunitas Fioretti Kabanjahe.

    Pada saat ini, para suster SFD yang berada di biara Maria Ratu Dame, bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan. Para suster memiliki poliklinik yang diberi nama Klinik Bakti murni yang dilengkapi dengan satu Apotik. Sedangkan sekolah yang mereka tangani adalah SMA St. Maria, SD St. Yosef dan TK St. Saverius. Sekolah tepat berada di samping bangunan gereja paroki.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Siborongborong

    Pelindung
    :
    Santo Kristoforus
    Buku Paroki
    :
    Sejak 25 September 2012. Sebelumnya termasuk dalam Paroki Lintongnihuta, Tarutung, dan Dolok Sanggul.
    Alamat
    :
    Jl. Siswa No.32, Siborong-borong, Tapanuli Utara – 22474
    HP.
    :
    0633 - 41628 / 0821-6435-7388
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.636 KK/ 7.024 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    22
    01. Aritonang
    04. Batubinumbun
    07. Hariara Silaban
    10. Lobu Siregar
    13. Pangambatan
    16. Purba Sinomba
    19. Sipultak
    22. Sitiotio
    02. Bahal Batu
    05. Buhit Nangge
    08. Huta Bulu
    11. Onan Runggu
    14. Pealinta
    17. Sibaragas
    20. Sitabotabo
     
    03. Bariba Niaek
    06. Dolok Bintatar
    09. Huta Ginjang
    12. Pamansuran
    15. Pulo Sibandang
    18. Simatupang
    21. Sitinjo
     
    RP. Krispianus Kia Anen, SVD
    05.09.’67
    Parochus
    RP. Korinus Budaya, SVD
    05.02.’83
    Vikaris Parokial
     

    Sejarah Paroki St. Kristoforus | Siborong-borong

    Sejarah Singkat Paroki (klik untuk membaca)
    PENDAHULUAN
    Paroki St. Kristoforus Siborongborong merupakan pemekaran dari Paroki St. Koendraad Parzham Lintongnihuta. Penetapan paroki ini berdasarkan SK Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan, No.515/PAR/BOR/KA/IX/2013 tertanggal 25 September 2013 dengan nama Pelindung St. Kristoforus Siborongborong, dan SK Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan No.516/PAR/BOR/KA/IX/2013 menetapkan 23 Stasi. Berdasarkan SK tersebut 16 stasi dari Paroki St. Koendrad Parzham Lintongnihuta, 6 Stasi dari Paroki St. Fidelis Dolok Sanggul dan 1 stasi dari Paroki St. Maria Tarutung.
    Wilayah Paroki St. Kristofurus Siborongborong berada pada wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dan tersebar pada 4 kecamatan. Kecamatan Muara, 6 stasi (St. Yosef Baribaniaek, St. Antonius Sitotio, Aritonang, Simatupang, Batubinumbun, Pulo Sibandang), Kecamatan Pagaran, 5 stasi (St. Maria Ratu Rosari Pamansuran, Sipultak, St. Paulus Sibaragas, Kristus Raja Semesta Alam Pealinta, St. Lusia Onan Runggu dan St.arkus Dolok Bintatar), Kecamatan Siborongborong, 11 stasi (St. Yakobus Siborongborong, St. Petrus Pagambatan, St. Andreas Lobu Siregar, Hariara Silaban, St. Paulus Huta Bulu, St. Theresia Ginjang, St. Fidelis Buhit Nangge, Purba Sinomba, St. Thomas Sitabotabo, St. Nikolaus Bahabatu). Kecamatan Sipahutar, 1 stasi (Sitinjo).
    Pastor paroki pertama adalah RP. Plavianus Lidi, SVD. Dan selanjutnya pastor yang melayani, RP. Viktorianus Yanto Laung, SVD (Pastor Paroki) dan RP. Anton Lelaona, SVD, Br Karolus Ferdinando K S, SVD , SVD. (Pastor & Bruder Rekan , PR. Krispianus Kia Anen, SVD (Pastor Paroki) dan RP. Yohanes G Seran, SVD (pastor rekan).
    DATA STASI DAN LINGKUNGAN
    PAROKI ST. KRISTOFORUS SIBORONGBORONG

    No

    Nama Pelindung Stasi & Tanggal Pesta/Peringatan

    Nama Lingkungan

    Tanggal Pesta/ Peringatan Pelindung

    Tahun Berdiri

    1

    St. Kristoforus
    Siborongborong

    (25 Juli)

    St. Lusia

    13 Desember

    1971

    St. Theresia

    1 Oktober

    St. Yoseph

    19 Maret

    St. Fransiskus Asisi

    4 Oktober

    2

    St. Andreas Lobu Siregar

    (30 Nopember)

    St. Yoseph

    19 Maret

    1962

    St. Paulus

    29 Juni

    St. Maria

    1 Januari

    St. Filipus

    3 Mei

    3

    St. Mateus Hariara Silaban

    (21 September)

    -

    21 September

    1975

    4

    St. Petrus Pagambatan

    (22 Pebruari)

    St. Maria

    1 Januari

    1959

    St. Paulus

    29 Juni

    St. Lusia

    13 Desember

    5

    St. Thomas Sitabotabo

    (3 Juli)

    St. Maria

    1 Januari

    1936

    St. Bonaventura

    15 Juli

    St. Timoteus

    26 Januari

    St. Yoseph

    19 Maret

    6

     

    St. Markus Dolok Bintatar

    (25 April)

     

    -

    25 April

    1953

    7

    St. Nikolaus Bahal Batu

    (6 Desember)

    -

    6 Desember

    1963

    8

    St. Yustinus Sitinjo

    (1 Juni)

    St. Maria

    1 Januari

    1962

    St. Yustinus

    1 Juni

    9

    St. Yoseph Sipultak

    (1 Mei)

    St. Maria Goretti

    6 Juli

    1967

    St. Yohanes

    18 Mei

    10

    St. Maria Ratu Rosari Pamansuran

    (7 Oktober)

    St. Paulus

    29 Juni

    1953

    St. Maria

    1 Januari

    11

    St. Paulus Sibaragas

    (29 Juni)

    St. Maria

    1 Januari

    1934

    St. Paulus

    29 Juni

    12

    Kristus Raja Semesta Alam Pealinta

    St. Maria

    1 Januari

    1951

    St. Theresia

    1 Oktober

    St. Petrus

    22 Pebruari

    St. Lusia

    13 Desember

    St. Yoseph

    19 Maret

    13

    St. Lusia Onan Runggu

    (13 Desember)

    -

    13 Desember

    1960

    14

    St. Paulus Huta Bulu

    (29 Juni)

    St. Yoseph

    19 Maret

    1959

    St. Fidelis

    24 April

    St. Petrus

    22 Pebruari

    St. Maria

    1 Januari

    15

    St. Theresia Huta Ginjang

    (1 Oktober)

    -

    1 Oktober

    1978

    16

    St. Fidelis Buhit Nangge

    (24 April)

    St. Maria

    1 Januari

    1968

    St. Yoseph

    19 Maret

    17

    St. Benediktus Purba Sinomba

    (14 Maret)

    -

    14 Maret

    1971

    18

    St. Fransiskus Aritonang

    (4 Oktober)

    -

    4 Oktober

    1938

    19

    St. Maria Batu Binumbun

    (8 Desember)

    St. Paulus

    29 Juni

    1935

    St. Yohanes

    18 Mei

    St. Petrus

    22 Februari

    20

    St. Paulus Simatupang

    (29 Juni)

    St. Lusia

    13 Desember

    1957

    St. Petrus

    22 Februari

    21

    St. Antonius Sitiotio

    (13 Juni)

    St. Maria

    1 Januari

    1938

    St. Petrus

    22 Pebruari

    St. Mikael

    29 September

    22

    St. Yoseph Baribaniaek

    (19 Maret)

    St. Petrus

    22 Pebruari

    1994

    St. Yoseph

    19 Maret

    23

    St. Petrus Pulo Sibandang

    (22 Pebruari)

    -

    22 Februari

    1978

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tiga Juhar

    0
    Pelindung
    :
    Santa Katarina
    Buku Paroki
    :
    Sejak 11 Agustus 2011. Sebelumnya bergabung dengan Paroki St. Yoseph Delitua
    Alamat
    :
    Jl. Veteran No. 1, Tiga Juhar, Kec. Sinembah Tanjung Muda Hulu, Deli Serdang - 20582
    Telp.
    :
    0852-9616-6828
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.140 KK / 3.995 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    14
     
    01. Buntu
    04. Karya Jaya
    07. Pangkasilo
    10. Simada-mada
    13. Tanjung Raja
    02. Deleng Gerat
    05. Kuta Jurung
    08. Rumah Sumbul
    11. Talapeta
    14. Tanjung Timur
    03. Durin Tinggung
    06. Namo Linting
    09. Sibunga-bunga
    12. Tanjung Bampu
     
    RP. Silverius Gilbert P. Hutauruk OFMConv
    21.11.’83
    Parochus
    RP. Richardus Natun OFMConv
    17.07.'90
    Vikaris Parokial
         
         
         

     

    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Berastagi

    Pelindung

    :

    Santo Fransiskus Asisi

    Buku Paroki

    :

    20 Februari 2005. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Kabanjahe

    Alamat

    :

    Jl. Letjen Jamin Ginting, Desa Sempajaya, Berastagi, Tanah Karo – 22156, Sumatera Utara

    Telp.

    :

    0628 – 93564

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    3.215 KK/ 10.566 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    21

    01. Aji Buhara
    04. Barus Julu
    07. Doulu Kuta
    10. Juma Padang
    13. Paribun
    16. Sampun
    19. Serdang
    02. Aji Julu
    05. Basam
    08. Doulu Pasar
    11. Kubucolia
    14. Raya
    17. Semangat Gunung
    20. Sukajulu/ Tigajumpa
    03. Barus Jahe
    06. Merdeka
    09. Gurusinga
    12. Sada Perarih
    15. Rumah Rih
    18. Siberteng/ Kabung
    21. Tanjung Barus

    RP. Evangelis Pardede OFMCap

    20.10.’77

    Parochus

    RP. Ucok Dani Irawan Manik OFMCap

    15.03.'92

    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Fransiskus Asisi | Berastagi

    A. Sejarah Awal (klik untuk membaca)

    Sebelum pendudukan Jepang dan juga sesudahnya, Pastor Elpidius van Duynhoven, OFMCap (1906-1993), yang tinggal di Simalungun sudah sering mengunjungi kampung di Tanah Karo untuk mengabarkan sukacita Injil, termasuk ke kampung-kampung yang masuk teritorial paroki Berastagi sekarang ini. Sebelum berangkat ke kampung-kampung beliau biasanya menjumpai Pastor Mattheus de Wolf OFMCap (1865-1950) yang bertempat tinggal di biara suster Fransiskanes St. Elisabet (FSE), komunitas St. Lidwina di Berastagi. Dalam rangka kunjungan-kunjungan itu Pastor Elpidius van Duynhoven (sering disebut Opung Dolok) membuka stasi Berastagi dan Sukajulu pada tahun 1939 (lihat Mbuah Page Nisuan dan Kenangan Tujuh Puluh Lima Tahun Gereja Katolik Tanah Karo.).

    Sejak tahun 1934 suster FSE sudah membuka komunitas pelayanan untuk korban TBC di wilayah Berastagi. Namun rumah pelayanan itu dibakar oleh tentara Jepang waktu Revolusi Perang Dunia II dan para suster dibawa untuk diisolasi di Pamingke. Pada tanggal 3 Agustus 1948, Pastor Maximus Brans OFMCap bertemu dengan Pastor Elpidius van Duynhoven OFMCap di Berastagi untuk merancang pendirian paroki Tanah Karo seturut penugasan uskup Medan, Mgr Matthias Brans. Ketika itu sudah ada 30 keluarga Katolik di Sukajulu dan 10 keluarga Katolik di Berastagi. Selebihnya, 10 keluarga di Kabanjahe dan 9 keluarga di Sumbeikan (Lawe Deski). Data ini mengungkapkan satu fakta bahwa pada awal mula pembukaan paroki Tanah Karo, umat Katolik yang berdomisili di wilayah paroki Berastagi lebih banyak jumlahnya daripada yang berada di Kabanjahe ditambah dengan yang berada di Sembeikan.

    Keberadaan umat Katolik di Sukajulu dan Berastagi dapat dikatakan sebagai cikal bakal penting dalam pendirian Paroki Tanah Karo pada tahun 1948 tersebut. Namun karena kota Kabanjahe merupakan kota terbesar di Tanah Karo, lagi pula sebagai pusat pemerintahan dan perniagaan, serta letaknya yang lebih sentral dibanding Berastagi, maka pusat paroki didirikan di Kabanjahe bertempat di atas tanah di mana suster kongregasi SFD sudah mendirikan komunitas sejak tahun 1937.

    B. Dinamika Perkembangan Stasi Sukajulu dan Sekitarnya
    Sejarah Paroki Berastagi 1

    Sejak awal pendirian paroki Tanah Karo, selain mengusahakan sarana fisik berupa pendirian rumah darurat sebagai pastoran, pastor Maximus Brans dan pastor Elpidius van Duynhoven seketika itu jugamengutus seorang katekis awam (guru agama) bernama Nimbasi Purba untuk membimbing “perpulungen” di Sukajulu.

    Ada sebanyak 30 keluarga Katolik di Sukajulu pada waktu itu. Dari catatan periode 1939- 1952 buku Mbuah Page Nisuan yang ditulis P. Leo Joosten Ginting, OFMCap teranglah bahwa setahun kemudian tepatnya pada tanggal 18 Juli 1949 sudah sebanyak 130 orang berminggu di gereja simpang Sukajulu, yang didirikan pada tahun 1940. Pada tanggal 04 September 1949 diadakan permandian massal untuk 60 orang, diantaranya adalah: Ngambang Sitepu, Ngerat Sitepu, Gering Sitepu, Surung Sitepu, Netap Sembiring, Meja Ginting, Tangsi Karo-karo, Loh Sembiring dan Gugung Ginting.

    Di Kubucolia sendiri, atas jerih payah pastor Maximus Brans dan Bpk. Nimbasi Purba pada tanggal 04-09-1949 telah dipermandikan umat sebanyak 57 orang oleh pastor Brans didampingi pastor Elpidius. Umat Katolik dari Kubucolia ini awalnya beribadat di gereja simpang Sukajulu.

    image

    Karena terjadi perang dan masyarakat harus mengungsi, sempat terjadi kemerosotan kehadiran umat yang beribadat di gereja itu, kemudian walau perang telah usai dan masyarakat telah pulang kampungnya masing-masing, gereja sempat dialihfungsikan menjadi gudang. Gereja itu kemudian dibongkar serta papan-papannya dipindahkan untuk mendirikan gereja di Kubucolia.

    Semangat menggereja umat Katolik Stasi Kubucolia selain mewarnai dinamika awal perkembangan Gereja Katolik di seputaran daerah ini, dari stasi ini pula kemudian berasal pastor pertama dari masyarakat Karo Katolik yang bernama Semangat Sembiring atau lebih dikenal dengan pastor Elias Sembiring, OFMCap.

    image

    Pelayanan beliau selama berkali-kali menjadi Vikjen Keuskupan Agung Medan tentu juga ikut mewarnai dinamika perkembangan Keuskupan kita ini. Beberapa tahun sesudahnya tepatnya pada periode 1953-1993, gereja papan Sukajulu kembali dibangun bertempat di lokasi gereja St. Yohanes Don Bosco sekarang berada. 

    Gereja itu ditujukan untuk tempat beribadat bagi tuan rumah: Sukajulu dan Tigajumpa, juga untuk umat Katolik dari kampung-kampung sekitar, yakni dari: Paribun, Jumapadang, Barusjahe dan Serdang. Barusjahe kemudian menjadi stasi tersendiri mekar pada tahun 1960 (baptis pertama 1969), Paribun pada tahun 1966 (baptis pertama tahun tahun 1967), dan Serdang pada tahun 1978 (baptis pertama tahun 1980), Jumapadang pada tahun 1982 (baptis pertama tahun 1983). Sampai sekarang, setasi-stasi ini tetap dalam satu koordinasi rayon, yakni rayon Alverna.

    Pada tahun 2003 direncanakanlah pembangunan gereja Sukajulu-Tigajumpa yang baru bernuansa inkulturatif Karo. Misa peletakan Batu Pertama dipimpin oleh Uskup Mgr. Pius Datubara yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2004. Setelah beberapa kali acara pengumpulan dana diadakan, gereja selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 2007. Jumlah umat Katolik Stasi Sukajulu Tigajumpa pada tahun 2006 sebanyak 250 KK.

    image
    C. Dinamika Perkembangan Stasi Berastagi

    Ketika stasi Berastagi dibuka oleh pastor Elpidius van Duynhoven pada tahun 1939, sebagaimana telah disebut di atas, sudah ada 10 keluarga (38 orang) Katolik Di Berastagi. Kebanyakan dari keluarga Katolik itu merupakan perantau dari Samosir yang sudah dibaptis di kampung halamannya dan beberapa di antaranya diterima resmi dari Gereja Protestan. Air baptisan yang diterimanya menghubungkan persaudaran baru dan kental dengan beberapa keluarga Karo yang kemudian menerima air baptisan yang sama dari pastor Elpidius itu. Sebelum tahun 1949 pastor Maximus Brans juga mempermandikan 14 orang menjadi umat Katolik di Berastagi. Keluarga-keluarga Katolik di Stasi Berastagi awalnya beribadat di sebuah rumah kecil yang kosong yang letaknya di sekitar Pasar Berastagi yang sekarang.

    image

    Karena pertambahan umat kemudian rumah itu tidak muat lagi. Mereka mencari tempat yang baru dan mendapatkan tempat peribadatan yang baru yakni sebuah gudang atau garasi bekas peninggalan Belanda di Komplek SMA Negeri 1 Berastagi yang sekarang. Pengurus Gereja Stasi Berastagi pada saat itu yakni, Ketua: Gidion Sigiro; Sekretaris: Marulitua Sianipar dan Bendahara: Lantom Sagala. Tempat ini kemudian diambil-alih oleh orang Tionghoa dan dijadikan sekolah.

    Karena sulitnya mendapatkan tempat yang baru, pada tahun 1952 akhirnya mereka pindah ke salah satu bagian dari bangunan rumah suster FSE yang tidak ikut terbakar di kompleks susteran Maranatha. Di tempat ini pernah dilaksanakan permandian untuk 65 orang, paschantes italic 75 orang dan ada katekumen 10 orang. Karena umat merasa tempat di Maranatha terlalu jauh, kemudian Bpk. J. Lantom Sagala memberikan loteng rumahnya untuk dijadikan tempat beribadat. Pada tahun 1958 stasi ini mendapatkan sebidang tanah bekas pembuangan sampah kota Berastagi yaitu pertapakan gereja pertama stasi Berastagi, yang mulai dibangun pada tahun 1962 oleh Bruder Victricius, Humilis dan Bapak Bungaru Ginting.

    Pada tanggal 15 Oktober 1967 Uskup Mgr. Ferrius van Hurk memberikan Krisma kepada 257 orang di Berastagi. Ini membuktikan bahwa kehidupan menggereja di Stasi ini sungguh dilandasi nilai militansi dan semangat yang tinggi. Adapun totoh-tokoh awam Gereja Katolik dari Stasi Berastagi yang selain gigih menyemangati mendorong kemajuan kehidupan menggereja baik di stasi Berastagi sendiri maupun yang terjun berevangelisasi ke stasi-stasi untuk menyemangati dan mendorong kemajuan stasi-stasi yang baru dibuka di seputaran rayon Berastagi, di antaranya adalah: Gidion Sigiro, Marulitua Sianipar, J. Lamtom Sagala, J. Liman Sagala, Julius Limbong, Argius Sagala, Ndelmat Tarigan, Saur Simamora, Aleksander Sinaga, Njeno Sinuhaji, Ngerajai Sitepu, Kenek Tarigan, Marsudin Sinaga dan Naman Barus. Dan jejak-jejak mereka kemudian diteruskan oleh Zakaria Sinuhaji dan Manggung Sembiring, Saut Pasaribu.

    Pertambahan umat yang pesat menjadikan gereja Berastagi semakin lama semakin tidak memadai lagi dalam menampung jumlah kehadiran warga Katolik yang datang berkumpul merayakan imannya. Beberapa tahun mengadakan kebaktian dengan menambah kursi-kursi di luar gereja sampai ke jalan umum. Di samping itu, dirasakan bahwa pantaslah umat Katolik Berastagi memiliki gereja yang lebih besar karena direncanakan oleh Keuskupan Agung Medan, Berastagi menjadi paroki tersendiri dalam waktu dekat. Paroki Kabanjahe dipandang sudah terlampau luas, memiliki umat yang terbesar di Keuskupan Agung Medan, yakni 39.993 jiwa (statistik tahun 2000).

    Tambah lagi bahwa perlu dibangun suatu gereja inkulturatif arsiktektur Karo dan Berastagi dianggap sebagai kota yang paling cocok untuk gereja bernuansa Karo, karena Berastagi adalah kota pariwisata. Pertapakan gereja dan lokasi pastoran seluas 7200m² dibeli dari keluarga Nelang Sembiring (pemilik hotel Bukit Kubu), dan berada di pinggi jalan besar.

    Pada tanggal 19 Mei 2001 dilaksanakan peletakan batu pertama gereja inkulturatif oleh Bapak uskup Agung Medan, Mgr Pius Datubara. Arsitek gereja adalah Ir. Henry Lumban Gaol (Unika Medan) dan pemborongnya Bruder Anianus Snik OFMCap, kepala Pusat teknik Katolik Medan (PTK. KAM).

    Pada tanggal 20 Februari 2005 gereja inkulturatif Karo di Berastagi diberkati oleh Mgr. Pius Datubara, Uskup Agung Medan, di dampingi Uskup Padang, Mgr Martinus D. Situmorang bersama lebih dari 30 imam, dari dalam dan luar Negeri. Perayaan itu dihadiri oleh ribuan umat dan undangan. Pada akhir Ekaristi Kudus Mgr. Pius Datubara mengumumkan kepada umat bahwa pada hari itu juga tanggal 20 Februari 2005 hadir satu paroki baru di Keuskupan Agung Medan yaitu: Paroki Berastagi dengan pelindung St Fransiskus Assisi.

    D. Dua Puluh (20) Stasi Masuk ke Paroki Berastagi

    Berdasarkan catatan sejarah, setelah paroki Tigabinga dimekarkan pada 22 April 1979, setidaknya sejak tahun 1980-an sudah ada pembagian wilayah di Paroki Kabanjahe untuk mempermudah kordinasi pelayanan. Bahkan para pastor juga dibagi tugas menurut wilayah tersebut. Salah satu dari beberapa wilayah itu adalah daerah Berastagi. Stasi-stasi di seputaran Berastagi yang masuk ke wilayah (rayon) Berastagi, paroki Kabanjahe pada masa itu yakni:
    1. Ajibuhara;
    2. Ajijulu;
    3. Barusjahe;
    4. Basam;
    5. (Induk)Berastagi;
    6. Doulu;
    7. Gurusinga;
    8. Jumapadang;
    9. Kubucolia;
    10. Merdeka;
    11. Paribun;
    12. Raya;
    13. Rumahrih;
    14. Sadaperarih;
    15. Sampun;
    16. Semangat Gunung;
    17. Serdang;
    18. Siberteng-Kabung;
    19. Sukajulu-Tigajumpa; dan
    20. Tanjungbarus.

    Pada saat peresmian paroki baru St. Fransiskus Assisi Berastagi, 20 stasi tersebut langsung disahkan menjadi bagian penggembalaan dari paroki Berastagi, yang tersebar di 5 kecamatan, yakni: Kecamatan Berastagi, Merdeka, Dolat Rayat, Tigapanah, dan Barusjahe.

    Tahun 2010, dua stasi baru bertambah sebagai pemekaran dari stasi sekitarnya, seperti Stasi Barusjulu dimekarkan dari stasi Tanjung Barus oleh P. Ignatius Simbolon dan stasi Doulu Pasar dimekarkan dari stasi Doulu Kuta dan sebagian umatnya dari wilayah kota Berastagi. Maka sekarang tercatat bahwa paroki Berastagi memiliki 21 gereja stasi dan 1 Gereja Paroki.

    E. Santo Fransiskus Assisi: Pelindung Paroki Berastagi 04 Oktober

    Paroki Berastagi mengambil nama St. Fransiskus Assisi menjadi pelindung paroki tentu dengan beberapa alasan. Alasan yang menonjol adalah bahwa dikalangan umat sendiri nama St. Fransiskus Assisi tidak asing bagi mereka. Kemungkinan besar karena, Para Pastor yang melayani di wilayah ini sejak awal hingga saat ini adalah para Pastor dari Ordo Kapusin para pengikut Fransiskus (Ordo Fransiskan Kapusin). Cara hidup dan semangat pelayanan yang mereka tunjukkan tentu sesuai dengan karisma yang ditunjukkan dalam kisah St. Fransiskus sendiri. St. Fransiskus menunjukkan beberapa karisma yang membuat orang sungguh kagum dengan beberapa kisah seperti, kesederhanaan, persaudaraan dan cintanya akan Tuhan melalui doa. Fransiskus juga didedikasikan sebagai orang kudus pelindung segala ciptaan karena dengan cintanya menyebut segala ciptaan sebagai saudaranya termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Semangat inilah yang diinginkan umat juga tampak dalam seluruh pelayanan di Paroki St. Fransiskus Assisi Berastagi.

    Santo Fransiskus lahir pada tahun 1182 di Kota Asisi ketika ayahnya, Pietro Bernardone sedang berpergian ke Perancis. Ibunya Dona Pica memberi nama permandian baginya Yohanes Pembaptis. Namun setelah ayahnya pulang dari Perancis, maka ia mengubah nama puteranya itu menjadi Francesco (orang Perancis).

    Fransiskus pada masa mudanya merupakan seorang pedagang yang berbakat namun ia suka menghamburkan uang ayahnya. Ia sering berkeliaran dan bernyanyi sehingga menimbulkan keributan di Asisi. Pada umur dua puluh tahun, terjadi perang antara Asisi dan Perugia. Fransiskus turut berperang bersama pasukan Asisi untuk menyerang kota Perugia, tetapi Asisi kalah dalam perang itu. Fransiskus tertangkap dan dipenjarakan. Setelah satu tahun meringkuk dalam penjara, maka para tawanan dibebaskan. Fransiskus pulang ke rumah, tetapi tidak lama kemudian ia sakit keras bahkan nyaris meninggal.

    Penyakit itu ternyata menjadi sentuhan rahmat Tuhan baginya. Fransiskus tidak berminat lagi untuk berpesta dan berdagang. Ia berusaha untuk mengisi hidupnya dengan lebih baik. Suatu malam Fransiskus bermimpi melihat sebuah benteng besar yang penuh dengan perlengkapan senjata. Dalam mimpi itu dikatakan bahwa benteng tersebut adalah milik Fransiskus dan kawan-kawannya. Fransiskus terbangun dan mengira mendapat ilham yang jelas untuk mengisi hidupnya. Lalu Fransiskus ikut sebagai prajurit dari pihak Paus melawan kaisar Jerman dengan harapan akan dijadikan kesatria nantinya. Ia berangkat ke Apulia, tetapi tidak sampai, sebab di Spoleto Fransiskus yang sedang kena penyakit malaria mendengar suara yang berkata, “ Siapa mengganjar lebih baik, majikan atau hamba; tuan yang kaya untuk orang yang melarat ?” Fransiskus mengerti bahwa apa yang telah ditempuhnya tidak sesuai dengan kehendak Allah. Segera Fransiskus kembali ke Asisi.

    Mulai sejak itu, keheningan dan kemiskinan merasuki hati dan jiwanya. Ia mulai bertapa di gunung dan gua. Dalam keheningan, Fransiskus bertemu dengan orang kusta. Sebenarnya ia mau menolong orangorang itu, namun ia membantu mereka dari orang lain karena takut tertular. Akan tetapi, setelah berperang dengan diri sendiri maka ia sendiri membantu mereka dengan memeluk dan mencium mereka. Setelah kejadian itu banyak orang-orang kusta dilayaninya dengan kasih sayang.

    Fransiskus tetap merasa tidak puas, karena ia merasa bahwa merawat orang sakit bukanlah panggilannya. Pada suatu kali Fransiskus membawa setumpuk kain wol dari toko ayahnya untuk dijual di Foligno. Ia singgah sebentar di gereja San Damiano untuk berdoa. Ketika sedang berdoa Fransiskus mendengar suara dari salib berkata,”Fransiskus, tidakkah kaulihat bahwa rumah-Ku nyaris roboh? Pergilah dan perbaikilah itu bagi-Ku!” Dalam benak Fransiskus ialah gereja itu sendiri yang harus diperbaiki maka ia segera menjual bawaannya. Seluruh uang yang dibawanya diserahkan kepada pastor paroki untuk keperluan perbaikan gereja dan tinggal di pastoran San Damiano sambil mengemis ke rumah-rumah orang.

    Mendengar itu ayahnya tidak senang karena merasa harga dirinya dilecehkan sebagai orang terkemuka, dan hatinya begitu tertusuk. Maka ia mencari, menangkap, memukul dan dengan paksa menyeret Fransiskus ke rumah. Fransiskus dijebloskan ke dalam sebuah kamar yang terkunci rapat dan tidak akan dikeluarkan sebelum bertobat. Namun ibunya membebaskan Fransiskus ketika ayahnya pergi. Tak lama setelah ayahnya kembali, Fransiskus dipanggil ke pengadilan uskup. Uskup memutuskan bahwa Fransiskus harus mengembalikan harta milik ayahnya. Dengan segera Fransiskus meletakkan uang dan menanggalkan pakaiannya di hadapan orang banyak dan meletakkannya di hadapan kaki ayahnya. Sejak itu ia bebas dari ikatan hidupnya masa lalu.

    Ketika Fransiskus menghadiri misa, ia menemukan panggilannya tatkala ia mendengar Injil yang berisi tentang wejangan Yesus kepada para rasul yang diutus untuk mewartakan Injil ke mana-mana dengan tidak membawa apa-apa. Seusai misa, ia meminta penjelasan dengan pastor tentang isi Injil dan setelah mendengar penjelasan itu ia berteriak,”Itulah yang kuinginkan dengan segenap hati aku laksanakan!” Lalu Fransiskus mulai memberitakan Injil kepada siapapun dengan tidak membawa apa-apa. Tak lama kemudian datang dua orang yang hendak bergabung dengan Fransiskus. Tetapi Fransiskus tidak tahu harus berbuat apa.

    Pada tanggal 16 April 1209 pergilah Fransiskus bersama kedua orang itu yang bernama Bernardus dari Quintavalle dan Petrus Katani ke sebuah gereja dan tiga kali membuka Injil. Kemudian mereka melaksanakan Sabda Allah yang mereka temukan itu dan sejak itu lahirlah Ordo Saudara-saudara Dina Fransiskus, mencatatnya dalam sebuah Anggaran Dasar singkat yang disahkan secara lisan oleh Paus Innocentius III. Fransiskus sebagai pemimpin dan pendiri ordo tersebut menyebut ordonya: “Ordo Saudara-saudara Dina”, sebab saudara hidup sebagai perantau dan pewarta Injil, di bawah satu minister dan hamba seluruh persaudaraan.

    Dari waktu ke waktu mereka membicarakan cara hidup mereka dan menimba semangat baru. Cara hidup mereka dilukiskan dalam Anggaran Dasar yang mengikuti perkembangan hidup persaudaraan. Pada tanggal 29 Nopember 1223, Paus Honorius III mengesahkan Anggaran Dasar dengan bulla.

    Pada hari minggu Palma datanglah kepada Fransiskus seorang gadis keturunan bangsawan bernama Klara untuk mengikuti jalan yang sama menuju Allah. Fransiskus menerimanya ke dalam persaudaraan dan dalam waktu yang tidak lama banyak wanita termasuk adik dan ibu Klara mengikuti jejak Klara dan persaudaraan ini disebut Ordo Klaris. Beberapa tahun kemudian banyak awam yang sudah berkeluarga mau menggabungkan diri dengan persaudaraan. Fransiskus menerima mereka dalam persaudaraan dan mereka ini disebut Ordo Fransiskan Sekular (OFS).

    Menjelang akhir hidupnya, Fransiskus mendapat penglihatan Yesus yang tersalib dengan rupa malaikat serafin ketika berdoa sendirian di hutan. Penglihatan ini menyebabkan kaki, tangan dan lambungnya menampakkan luka-luka Yesus ( stigmata ).

    Akhirnya Fransiskus meninggal di Portiunkula pada tanggal 3 Oktober 1226 dan dimakamkan di Asisi. Paus Gregorius IX mengukuhkan Fransiskus sebagai orang kudus. Kekudusannya disebabkan karena kegembiraannya dalam hidup miskin dan dina. Fransiskus juga cinta akan Allah dan sesama serta seluruh ciptaan dan ia menjadi pembaharu dalam Gereja karena setia pada iman Katolik dalam menghayati Injil. Pada saat ini Ordo Saudara-saudara Dina mempunyai tiga cabang, yakni Ordo Konventual, Ordo Fransiskan dan Ordo Kapusin. Ordo-ordo ini berkembang pesat di Eropa, Timur Tengah bahkan sampai ke Asia termasuk Indonesia.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tiga Dolok

    0
    Pelindung
    :
    Santo Antonius Padua
    Buku Paroki
    :
    Sejak 11 Juli 2010. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Jl. Bali Pematang Siantar
    Alamat
    :
    Jl. Besar Parapat Km. 17, Dolok Panribuan, Simalungun - 21173
    Telp.
    :
    0812 6540 7036
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.163 KK / 4.511 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    22
    01. Bah Sampuran
    04. Kasindir
    07. Marihat Baru
    10. Naga Saribu
    13. Palia Naopat
    16. Pinang Ratus
    19. Sijoring
    22. Tomuan Dolok
    02. Bosar Hataran
    05. Lumban Gorat
    08. Marihat Raja
    11. Utte Hau
    14. Pematang
    17. Siatasan
    20. Silampuyang

    03. Bukit Dua
    06. Lumban Ri
    09. Naga
    12. Negeri Asih
    15. Pansur Onom
    18. Sihaporas
    21. Tiga Balata
     
    RP. Bonaventura H.R. Gultom, OFMConv
    02.05.'79
    Parochus
    RP. Eriksend Okripo Sitepu, OFMConv
    19.03.'59
    Vikaris Parokial
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tomok Simanindo

    0
    Pelindung
    :
    Santo Antonio Maria Claret
    Buku Paroki
    :
    Sejak 29 Oktober 2006. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Parapat, Pangururan, dan Palipi
    Alamat
    :
    Jl. Horas No.33 Tomok – Simanindo, Pulau Samosir – 22395
    HP.
    :
    0822 7613 2588
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.913 KK / 7.717 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    17
    01. Ambarita
    04. Lintong
    07. Parmonangan
    10. Sibatubatu
    13. Sinuan Raut Bosi
    16. Tanjungan
    02. Buntu Bosar
    05. Sipinggan Lontung
    08. Peajolo
    11. Sibosur
    14. Siparapat
    17. Tuktuk
    03. Hutagurgur
    06. Pangaloan
    09. Sangkal
    12. Simanindo
    15. Sosortolong

     
             
    RD. Oktavius Tarigan
    RD. Iwan Swanto Lumbangaol
    24.10.’86
    06-09.’86
    Parochus
    Vikaris Parokial
     
     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :
    Rute

     

    Paroki Bandar Baru

    Pelindung

    :

    Sang Penebus

    Buku Paroki

    :

    Sejak tahun 1975. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Delitua

    Alamat

    :

    Jl. Medan-Berastagi Km. 47, Bandar Baru - 20357

    Telp/WA

    :

    081440026801

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    939 KK/ 2.904 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    22

    01. Basukum
    02. Batu Mbelin
    03. Bengkurung
    04. Bukum
    05. Bingkawan
    06. Bintang Meriah
    07. Durin Serugun
    08. Ketangkuhen
    09. Namo Pakam
    10. Negeri Gugung
    11. Pagar Batu
    12. Permandian
    13. Rambung Baru
    14. Rumah Kinangkung
    15. Rumah Sumbul
    16. Sayum Sabah
    17. Sembahe
    18. Sikeben
    19. Suka Maju
    20. Suka Sama
    21. Tambunen
    22. Tanjung Beringin
     
     

    RP. Fransiskus R. Purba OFMConv

    09.08.'76

    Parochus

    RP. Justianus Bayu Aprianto OFMConv

    14.04.'75

    Vikaris Parokial

     

    Sejarah Paroki Sang Penebus | Bandar Baru

    A. Pendahuluan (klik untuk membaca)

    Stasi induk di Bandar Baru dibuka pada tahun 1969 dan dilayani oleh P. Ferdinando Severi. Gedung gereja dibangun pada tahun 1970. Biara Bandar Baru didirikan secara kanonik pada tahun 1970 diawali dengan kehadiran 2 orang saudara, yaitu P. Ferdinando Severi dan P. Antonio Carigi. Stasi ini diangkat statusnya menjadi paroki pada tahun 1975 oleh Uskup Mgr. Fererius van den Hurk, OFMCap. dengan nama Paroki Sang Penebus.

     

    Pada tahun 1968 seorang dari tiga imam misionaris OFMConv (Ordo Saudara Dina Konventual) dari Provinsi Bologna – ltalia yaitu P. Ferdinando Severi, OFM Conv., diminta tinggal di Kabanjahe untuk belajar bahasa Karo. Di Kabanjahe beliau hidup bersama dengan para imam Kapusin dari negeri Belanda.

     

    Pada suatu hari pastor Kapusin mengajak P. Ferdinando untuk ikut dalam suatu pertemuan di Sibolangit, di mana ada sekelompok kecil umat yang ingin belajar agama Katolik. Pada waktu itu Sibolangit sudah menjadi pusat pewartaan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), tepatnya di desa Bulu Hawar. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di desa itu sudah berkembang kurang lebih 60 tahun silam. Hal ini dapat diketahui dari tulisan-tulisan yang terdapat pada batu nisan para misionaris Protestan yang dikumpulkan di Sibolangit. Oleh karena itu kecil sekali kemungkinannya agama lain masuk dan cepat berkembang di daerah tersebut. Bahkan ada anggapan bahwa kalau ada orang lain yang berani menyebarkan agama selain agama Protestan di daerah ini dianggap kurang waras.

     

    Namun demikian P. Ferdinando merasa tertarik sekaligus ditantang untuk memasuki daerah ini. Tuhan membuka jalan bagi beliau. Pada suatu hari ia menemukan suatu lokasi yang sangat strategis untuk bangunan Gereja tepatnya di desa Bandar Baru. Mulai saat itu ia dengan tekun mengusahakan dan meminta ijin kepada pemerintah agar diberi kesempatan melayani dan mendirikan Gereja Katolik di wilayah itu. Maka pada tahun 1969 mulailah di bangun gereja darurat. Pastoran pun dibangun dengan jumlah kamar dua buah. Dari tempat inilah juga pewartaan Sabda Allah mulai disebarkan ke kampung-kampung yang ada di sekitar desa Bandar Baru.

    Selama 4-5 tahun pertama pewartaan Sabda Allah dirasa kurang memuaskan. Hal ini dilihat dari jumlah umat yang masih sangat sedikit. Di samping itu kampung-kampung yang menjadi sasaran pewartaannya pun sulit sekali dijangkau. Semua kampung tidak dapat dijangkau dengan kendaraan. Satu-satunya jalan yang ditempuh yakni dengan berjalan kaki. Berkat ketekunan dan kerja keras beberapa tahun kemudian terbentuklah suatu kelompok umat yang cukup banyak. Melihat jumlah umat yang banyak itu, P. Ferdinando mulai gembira. Namun rencana pengembangan menjadi stasi tidak terealisasi sebab pada tahun 1975, ia ditempatkan di Lawe Disky. P. Ferdinando digantikan oleh P. Salvatore Sabato OFMConv.

    Pada waktu peralihan tugas jumlah umat Katolik sudah mencapai lebih kurang 2000 jiwa (termasuk Pancur Batu) dengan 15 stasi yang tersebar di daerah Bandar Baru. Walaupun jumlah umat yang demikian, pada saat itu Paroki Bandar Baru masih terhitung sebagai salah satu stasi dari Paroki Deli Tua.

    Pada tahun 1975, stasi Bandar Baru menjadi suatu Paroki tersendiri dan P. Salvatore Sabato OFMConv., diangkat menjadi pastor paroki pertama. Pada akhir tahun 1975, P. Salvatore digantikan oleh P. Carmelo Comina OFMConv., sebagai pastor paroki kedua. Bersama P. Carmelo ikut seorang imam muda yakni P. Antonio Razzoli OFMConv., yang baru menyelesaikan studinya di Jln. Medan Pematangsiantar. Semangat imam muda ini sungguh memberi angin segar dan semangat baru bagi umat sehingga jumlah stasi bertambah menjadi 18 stasi.

    Pada tahun 1979, rumah Paroki Bandar Baru ditetapkan sebagai salah satu rumah biara bagi Ordo Saudara Dina Konventual dan P. Antonio Carigi, OFM Conv., diangkat sebagai guardian sekaligus menjadi pastor paroki ketiga menggantikan P. Carmelo.

    Pada tahun 1981 P. Ferdinando ditugaskan kembali ke Bandar Baru sebagai guardian dan pastor paroki. Pada tahun 1982 P. Giuseppe Brentazoli ditugaskan di Bandar Baru untuk menggantikan P. Antonio Razzoli yang melaksanakan tahun sabatik di Italia. Pada tahun yang sama suster-suster KYM tiba di Bandar Baru untuk membantu di panti Asuhan dan asrama putera. Pada tahun 1982 biara direnovasi dengan menambah beberapa lokal. Pada tahun 1983 biara di Bandar Baru juga dijadikan novisiat dengan jumlah novis 3 orang dengan P. Giuseppe Brentazzoli bertindak sebagai magister novis. Pada tahun 1984 novis hanya 1 orang dan pada tahun 1985 novis berjumlah 2 orang.

    Pada tahun 1985, kontrak kerjasama antara Ordo Konventual dengan Kongregasi KYM ditandatangani. Pada tahun 1988 postulan OFMConv mulai dibuka di Bandar Baru.

    Pada tahun 1988 P. Giuseppe pindah ke Pematangsiantar dan digantikan oleh P. Fabrizio Bonelli OFMConv., dengan tugas utama sebagai rektor postulan. Pada tahun 1991 P. Ferdinando pindah ke Jakarta. P. Fabrizio ditugaskan sebagai pastor paroki, guardian dan rektor postulan untuk sementara waktu. Pada tanggal 3 Januari 1992, P. Corrado Cassadei OFMConv., menjabat sebagai pastor paroki dan guardian Bandar Baru. Selama menjalani masa tugas beberapa tahun pertama, ia melihat perkembangan dan kemajuan jaman, maka dibutuhkan rumah pastoran permanen. Pada tahun 1993 dimulailah pembangunan rumah bagi para postulan dan gedung pastoran. Setahun kemudian dibangun gedung pastoran lantai dua bersamaan dengan gedung aula dan gereja paroki, dan kantor paroki. Perkembangan jumlah umat pun mulai bertambah dan saat itu sudah mencapai kira-kira 4000 jiwa.

    Hingga pada saat ini proses penggembalaan umat masih tetap berjalan dengan semestinya, walaupun stasi stasi itu hanya dapat mengikuti perayaan Ekaristi sebulan sekali (kecuali Stasi Induk).

     
    B. Wilayah Pastoral & Pastor/Frater yang Pernah Berkarya

    No

    Nama Rayon dan Stasi

    Nama Pelindung

    Dibuka menjadi stasi tahun

    1

    Bandar Baru

    Sang Penebus

    1968 (tahun 1975 menjadi paroki)

    2

    Basukum

    Santa Maria

    1974

    3

    Bengkurung

    Santo Fransiskus Assisi

    1984

    4

    Bukum

    Santo Antonius

    1970

    5

    Durin Sirugun

    Santo Petrus

    1969

    6

    Ketangkuhen

    Hati Kudus Yesus

    1984

    7

    Namo Pakam

    Santo Yosef

    1970

    8

    Negeri Gugung

    Santo Fransiskus

    1968

    9

    Pagar Batu

    Santo Antonius dari Padua

    1970

    10

    Permandin

    Santa Elisabet

    1969

    11

    Rambung

    Santo Maximilianus Kolbe

    1969

    12

    Rumah Kinangkung

    Santo Paulus

    1969

    13

    Sayum

    Santo Petrus

    1969

    14

    Sembahe

    St. Fransiskus Antonius Fasani

    1978

    15

    Sibolangit

    Santo Yosef

    1968

    16

    Sikeben

    Santa Maria

    1975

    17

    Suka Maju

    Santa Maria

    1967

    18

    Suka Sama

    Santa Angela

    1983

    19

    Tambunan

    Santo Fransiskus Xaverius

    1974

    20

    Bintang Meriah

    SANTO LAURENTIUS

    1996

    21

    Batu Mbelin

    Santa Rita

    1971

    22

    Tanjung Beringin

    SANTO THOMAS

    1999

    23

    Bingkawan

    TAHTA ST. PETRUS

    1994

    24

    Lau Bengklewan

    Santa Klara

    1981

    Pastor dan Frater yang Pernah Berkarya di Paroki Sang Penebus Bandar Baru sejak 1975 – 2015:
    • 1970 – 1975
      P. Ferdinando Severi
      P. Antonio Carigi 
      Catatan pada periode ini: pada tahun 1975 P. Ferdinando Severi digantikan oleh P. Salvatore Sabato, P. Ferdinando Severi pindah ke Lawe Diski untuk melayani orang kusta.
    • 1975 – 1978
      P. Carmelo Comina (guardian dan parokus)
      P. Antonio Carigi (ekonom rumah)
      P. Antonio Razzoli 
    • 1978 – 1981
      P. Antonio Carigi
      P. Antonio Razzoli
    • 1981 – 1985
      P. Ferdinando Severi (guardian, parokus)
      P. Giuseppe Brentazzoli 
    • 1985 – 1988
      P. Antonio Carigi (guardian)
      P. Ferdinando Severi (parokus) 
    • 1988 – 1991
      P. Corrado Casadei (guardian)
      P. Ferdinando Severi
      P. Fabrizio Bonelli
      P. Carmelo Comina
    • 1991 – 1994
      P. Corrado Casadei (guardian)
      P. Fabrizio Bonelli (rektor postulan)
    • 1994 – 1997
      P. Antonio Carigi (guardian)
      P. Corrado Casadei (parokus)
      Fr. Laurentius Sihaloho (rektor postulan) 
    • 1997 -2001
      P. Simson Sitepu (guardian)
      P. Corrado Casadei 
    • 2001 – 2005
      P. Gilberto Casadei (guardian)
      P. Corrado Casadei (parokus)
      P. Lukas Genesius Nurak (rektor postulan I)
      Fr. Salmon Barus 
    • 2005 – 2009
      P. Paskalis Surbakti (guardian, parokus)
      P. Fransiskus Radiaman Purba
      P. Antonius Siswido Swy
      P. Yakub Janami Barus
      Fr. Norbertus Lasdriantoro (keluar dari ordo)
    • 2009 – 2012
      P. Mario Benediktus Lumban Gaol (guardian, rektor poatulan I)
      P. Marselinus Salem Damanik (parokus)
      P. Cornelius Adi Parditya (vikaris)
      P. Sebastianus Tawar Antoni Ginting (ekonom, eksaktor, panti asuhan, asrama)
      Fr. Darwin Sinaga (sekolah, Yayasan Betlehem) 
    • 2012 – 2017
      P. Marselinus Salem Damanik (guardian, parokus)
      P. Hieronimus Edisukisno (direktur panti asuhan, vikaris biara)
      P. David Barus (pastor rekan)
      P. Yanuarius Tasik Berek (guru)
      Fr. Bonevacio Ezequiel da Costa Esousa (penanggungjawab asrama)
      Fr. Atanasius Edianus Ndarung (socius seminari menengah, guru)
      Fr. Bernardinus Abnur Nainggolan (penanggungjawab yayasan Betlehem)
      Fr. Ambrosius Tapatab (guru)
      Fr. Nikolas Sukana (penanggungjawab pertukangan)

     

     
    Beberapa catatan pada periode ini:
    1. Sejak Seminari Menengah pindah ke Biara Sang Penebus Bandar Baru juli 2013, bertindak sebagai rektor adalah P. Yohanes Kapistrano Sensianus Djebarus. Sejak 4 Maret 2015 yang menjadi rektor adalah P. Eligius Benny Bernardi. 
    2. Pada bulan Juni 2015, P. Hieronimus Edisukisno diutus untuk membantu P. Laurentius Sihaloho di Lampung. Jabatan yang ditinggalkannya digantikan oleh P. Marselinus Salem Damanik. 
    3. Jabatan parokus yang ditinggalkan P. Marselinus Salem Damanik, diisi oleh P. David Barus. 
    4. Sejak bulan Juli 2015, P. Josep Ari Wibowo Djaka berkomunitas di biara ini dan menjadi pastor rekan.

     

    • 2017 – 2021
      P. Robert Zon Piter Sihotang (Guardian, Ketua Yayasan Betlehem)
      P. David Barus (Parokus)
      P. Antonius Arifintus Tpoi (Rektor Seminari Menengah, Ekonom Paroki)
      P. Sebastianus Tawar Ginting (Direktur panti Asuhan)
      Fr. Nikolas Fr. Ambrosius Tapatab
      Fr. Maxilianus Satya Ginting

     

     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tebing Tinggi

    0
     
    Pelindung
    :
    Santo Joseph
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Juli 1951. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan.
    Alamat
    :
    Jl. Pahlawan 13, Tebing Tinggi - 20633
    Telpn.
    :
    0621 – 21396, 0821 6519 1468
    Website
    :
    www.parokitebingtinggi.blogspot.com
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    2.078 KK / 7.942 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    26
    Tebing Tinggi
    Rayon Bah Tonang
    01. Bah Tonang
    02.   Gunung Pamela
    03.   Nagaraja Rimbun
    Rayon Bandar Pamah
    01. Bandar Pamah
    04. Kampung Toba
    02.   Batu Hobot
     
    03.   Buho
     
    Rayon Bangun Bandar
    01. Bakaran Batu
    02.   Bandar Bejambu
    03.   Bangun Bandar
    04. Blok Sepuluh
    05.   Kampung Jati
    06.   Desa Dame/Kbn Kopi
    07. Pertapaan
    08.   Silau Bawang
    09.   Sukaramai
    Rayon Kampung Juhar
     
     
    01. Kampung Juhar
    02.   Kayu Besar
    03.   Sidomulio
    04. Pagurawan
    Rayon Penggalangan
    01. Mangga Dua
    02.   Hutabagasan
    03.   Kampung Manggis
    04. Penggalangan
    05.   Toba I
    06.   Sei Periuk
    RP. Eduard Daeli OSC
    19.07.'76
    Parochus
    RP. Romaldus Rumlus OSC
    24.12.'59
    Vikaris Parokial
    RP. Adi Putra Panjaitan OSC
    11.01.'92
    Vikaris Parokial
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :
    Rute

    Paroki Tarutung

    0

    Pelindung

    :

    Santa Maria

     

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Agustus 1958. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Balige.

     

    Alamat

    :

    Jl. D.I. Panjaitan No. 39, Tarutung - 22416

     

    Telp/WA

    :

    0813 7031 1509

     

    Email

    :

    [email protected]

     

    Jumlah Umat

    :

    1.946 KK/ 8.800 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

     

    Jumlah Stasi

    :

    44

     
    01. Adian koting
    04. Bonan Dolok
    07. Garoga
    10. Julu Balik
    13. Janji Angkola
    16. Lumban Julu
    19. Lumban Sormin
    22. Parmonangan
    25. Peasipon
    28. Sandaran
    31. Sibalanga
    34. Sidondamon
    37. Silima Bahal
    40. Sipoholon
    43. Sitorngom
    02. Aekraja
    05. Dalan Natigor
    08. Gonting Pege
    11. Hutaraja
    14. Lobu Singkam
    17. Lumban Garaga
    20. Panjaitan
    23. Parsibarungan
    26. Rahut Bosi
    29. Sarulla
    32. Sibingke
    35. Sigotom
    38. Silitonga
    41. Sitarindak
    44. Tornauli
    03. Banuaji
    06. Dano Horbo
    09. Huta Julu
    12. Huta Tua
    15. Lobutolong
    18. Lumbansoit
    21. Parinsoran
    24. Parsorminan
    27. Sampinur
    30. Siantar Naipospos
    33. Sidagal
    36. Silangkitang
    39. Sipahutar
    42. Sitonggi-tonggi
     
               

    RD. Merdin M. Sitanggang


    Parochus

    RD. Ronal Sitanggang 

     

    Vikaris Parokial

    RD. Hermanus Sahar 

     

    Vikaris Parokial

     
     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Sidikalang

    0
    Pelindung
    :
    Santa Maria Pertolongan Orang Kristen
    Buku Paroki
    :
    Sejak 26 September 1938. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan
    Alamat
    :
    Jl. Merga Silima 1, P.O. Box 19, Sidikalang – 22211
    Telp.
    :
    -
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    2.217 KK / 9.462 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    24
    01. Bakal Julu
    04. Borno
    07. Juma Teguh
    10. Karing
    13. Panji Dabutar
    16. Sidiangkat
    19. Silumboyah
    22. Tambunan
    02. Bangun
    05. Buntu Raja
    08. Jumantuang
    11. KM 11
    14. Rajangampu
    17. Sigalingging
    20. Sitinjo
    23. Tangga Rube
    03. Binjara
    06. Jumatakar
    09. Kaban Julu
    12. Panji Bako
    15. Saluksuk
    18. Sikarahung
    21. Sungai Raya
    24. Temba
    RP. Alfonsus Arpol Manik, O.Carm
    23.03.'83
    Parochus
    RP. Eligius Ipong Suponidi, O.Carm
    02.02.’59
    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Maria Pertolongan Orang Kristen | Sidikalang

    Sejarah Paroki (klik untuk membaca)
    A. Sejarah Paroki

    Paroki Sidikalang adalah bagian yang tak terpisahkan dari Perjalanan Sejarah Gereja di Wilayah Dairi-Pakpak, karena Sidikalang merupakan pusat Pengembangan Misi Katolik awal di Tanah Dairi-Pakpak. Rentang waktu perjalanan sejarah gereja katolik dimulai sejak tahun 1936 sampai saat ini. Perjalanan yang panjang itu sarat dengan pengorbanan, perjuangan sekaligus harapan.

    Menyusul keluarnya izin penyebaran Misi Katolik di daerah batak Simalungun pada tahun 1933, maka misi gereja Katolik mulai mengembangkan sayapnya ke arah barat Pematangsiantar yang ditandai dengan berdirinya stasi Laras dan Tanah Jawa pada tahun 1934-1935. Dan setahun kemudian berdirilah stasi Sawah Dua-Panei. Dan dari tempat ini misi Katolik memasuki wilayah Seribudolok sehingga pada tahun 1938 berdirilah stasi Seribudolok. Selanjutnya, misi Katolik mulai mengembangkan sayap Ke Tanah Dairi.

    Tepatnya pada bulan Januari 1938, Bapak Johanes Sihombing, seorang Katekis dari Pematangsiantar datang ke Sidikalang. Tujuan utama adalah memberikan Pelajaran Agama Katolik kepada umat Katolik yang ada di Dairi. Menyusul kemudian, hadirlah Pastor Nepomucenus Clemens Hamers OFMCap pada tanggal 28 Februari 1938, di Dairi, yang disambut umat di Sitinjo yang juga akan menjadi sebuah Stasi di bawah Pelayanan Paroki Sidikalang. Peristiwa ini, menjadi awal yang yang menentukan sejarah perjalanan Paroki Sidikalang.

    Umat mulai mengadakan pertemuan doa dan mendapatkan pembinaan. Pastor Hamers untuk sementara waktu bertempat tinggal di sebuah rumah kecil yang disebut HOOFD SCHOOLOP. Tidak lama kemudian, Pastor Hammers memperoleh sebuah gedung sekolah yang belum selesai dibangun sebanyak 4 lokal di Jl. Lae Parera (sekarang Jl Pakpak, Sidikalang). Bangunan Sekolah yang belum selesai ini harus dijadikan sebagai bangunan multi fungsi: Gereja dan tempat tinggal Pastor Hamers.

    Penyelenggaraan Allah sungguh dirasakan ketika Pastor Hammers mendapatkan tanah (lokasi Gereja Sidikalang Sekarang) dari Marga Ujung sebagai raja tanah di Sidikalang. Pastor Hammers memandang ini sebagai sebuah awal yang baik dalam merencanakan pembangunan Gereja yang layak. Perlahan tapi pasti, stasi Sidikalang menunjukkan perkembangan pesat yang pada gilirannya akan menjadi Paroki dan Pastor Hammers juga menjadi pastor Paroki pertama di wilayah Dairi. Tercatat Permandian pertama di Dairi terjadi tanggal 26 September 1938. Hal ini sejalan dengan informasi di Website Keuskupan Agung Medan bahwa Buku Paroki Sidikalang dimulai tahun 1938 yang sebelumnya semua catatan paroki berikut administrasi ditangani Gereja Katedral Medan. Dari sini juga, kita mendapat informasi bahwa pendirian Paroki Sidikalang terjadi pada tahun 1938.

    Perkembangan Gereja di Sidikalang berjalan cepat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah katekumen. Menurut sumber Kroniek Missie Sumatera O.F.M.Cap. antara tahun 1938-1939, Sidikalang menempati urutan ketiga dalam jumlah Katekumen (2.500) orang setelah Simbolon dan Lintongnihuta. Pertumbuhan ini tergolong cepat mengingat Gereja Katolik di Sidikalang baru saja berdiri. Sejalan dengan Pertambahan Umat, bangunan Gereja yang masih sangat darurat ini kemudian ditingkatkan menjadi sebuah tempat Ibadah yang layak bagi umat Katolik pada saat itu. Sekitar tahun 1940 gereja pertama Paroki Sidikalang dibangun dengan ukuran 6 x 9 m. dan tempat ibadat yang lama dialihfungsikan menjadi Pastoran.

    Pada tahun 1942, di bawah bayang-bayang Perang Dunia II dan ancaman pendudukan Jepang, peran para Katekis menjadi sangat penting, karena hampir semua misionaris berkebangsaan Belanda diinternir oleh tentara Jepang. Pastor Hammers harus mendekam di Camp konsentrasi Jepang di Tarutung. Karya misi Katolik yang baru saja melangkah, sekarang harus ditinggal gembalanya. Untuk melanjutkan karya kegembalaan, Bapak SMA Sihombing diangkat menjadi pemimpin. Tugas utama beliau adalah memelihara dan menjaga segala inventaris gereja dan menggalang persatuan umat. Katekis ini untuk sementara menempati rumah Pastor. Enam bulan kemudian, Jepang mengadakan pemeriksaan atas segala inventaris Gereja. Bapak SMA Sihombing tidak diperkenankan tinggal di rumah Pastor. Beliau lalu pindah ke Botik Horbo walaupun tetap menjalankan tugas sebagai katekis.

    Sebagai pengganti Bapak SMA Sihombing, maka atas mufakat anggota Gereja, ditunjuklah Bapak H. Lumbantobing sebagai pemimpin di Sidikalang kota. Sejak tanggal 1 Januari 1943 rumah ibadat dipindahkan dan kegiatan hari Minggu –untuk sementara waktu- diadakan di rumah H. Lumbantobing.

    Tantangan baru datang lagi, Jepang yang mengadakan pemeriksaan atas inventaris Gereja akhirnya menangkap juga Bapak SMA Sihombing untuk dimintai pertanggung jawaban, kemudian ditahan pada tahun 1943-1944. Konsekuensinya adalah banyak umat yang meninggalkan gereja dan beberapa stasi juga terpaksa tutup. Bapak H. Lumbantobing sebagai pemimpin di Gereja Sidikalang kota, berhasil mencari tenaga Katekis. Antara lain Bapak K. Hutabarat dari Pematang Siantar, Bapak Daniel Kudadiri, Bapak JB Panggabean dari Balige, Bapak H Siburian, Bapak Liberti Sianturi.

    Fajar harapan kembali merekah bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Para misionaris dibebaskan kendati masih dalam pengawasan. Tetapi Gereja sudah mulai mengalami kebangkitan. Rencana untuk masa depan Gereja pun ditempa lebih serius. Para pastor yang telah meninggalkan kamp konsentrasi masih harus memulihkan kesehatan. Gereja masih tetap mengandalkan tenaga awam yang bertindak sebagai Katekis. Salah satu di antaranya adalah bapak Petrus Datubara (ayah Mgr. Alfred Gonti Pius Datubara) yang berasal dari Kutacane (Kab. Karo) untuk membantu kegiatan umat Katolik Dairi.

    Menyikapi situasi yang kurang kondusif ini, Mgr. Mathias Brans, O.F.M.Cap meminta bantuan tenaga Pastor dari Mgr Albertus Soegijapranata, S.J (1896-1963) Keuskupan Semarang. Pastor Sutopanito, S.J. diutus untuk memberikan pelayanan gerejani di Sumatera Utara. Pelayanan beliau sampai juga ke Dairi (Sidikalang dan Silalahi). Pastor Hammers setelah mengalami pemulihan kesehatan tahun 1950 kembali ke Sidikalang. Pada Bulan Agustus 1952 Pastor Hammers mengakhiri masa Baktinya di Paroki Sidikalang. Pada bulan Mei 1952 Pastor Septinius Kamphof, OFM Cap. juga hadir di Sidikalang, menyusul Pastor Stefanus J.Krol, OFM Cap. tahun 1953. Mulai tahun ini gereja Dairi dipersiapkan untuk dimekarkan ke Parongil sebagai Paroki baru yang direalisasikan pada tanggal 1 Mei 1954, dengan pastor Paroki pertama adalah Pastor A. Kamphof. Sumber Vikariat Medan tahun 1955-1956 menunjukkan bahwa paroki Sidikalang memiliki jumlah umat 2.812 dan jumlah stasi sebanyak 24 stasi. Sedangkan jumlah umat Parongil sebanyak 2.000, dan jumlah stasi sebanyak 23 stasi. Pertumbuhan umat yang semakin pesat mendorong Pastor dan umat merencanakan Pembangunan gereja baru, maka pada Tagun 1956 mulai dibangun Gereja Paroki Sidikalang dengan ukuran 12 x 24m. Pada Tahun 1959 pembangunan gereja paroki Sidikalang selesai dan langsung diberkati oleh Mgr. Ferrerius van den Hurk.

    Pada tanggal 2 – 12 Februari 1965 Komisaris Jenderal Ordo Karmel Indonesia, Pastor Martinus Sarko Dipojudo bersama Pastor Quirinus Kramer bertemu dengan Mgr. Ferrerius van den Hurk terkait Pengembangan Misi Karmel di Sumatera Utara. Sebuah Tanggung jawab yang berat namun mulia, ketika Bapak Uskup menyerahkan wilayah kabupaten Dairi kepada Ordo Karmel. Ketika itu, Dairi telah memiliki dua Paroki yakni Sidiklang dan Parongil. Maka, pada tahun 1965, terjadi serah terima dari Ordo Kapusin kepada Ordo Karmel. Serah terima dari Pastor Krol, OFM. Cap kepada Pastor Q. Kramer O.Carm (Paroki Sidikalang). Serah terima juga dari dan Pastor R. Ressens OFMCap kepada Pastor van Wanroij O.Carm (Parongil).

    Karena beratnya medan pelayanan maka Ordo Karmel berusaha untuk menambah barisan tenaga imam di Dairi. Segera diutus Pastor Joseph Kachmadi (Mei 1965), Pastor Arnoldus Hutten (1966). Berkat Tuhan melimpah untuk Tanah Dairi melalui Tahbisan imam Baru Karmelit di Pematangsiantar pada tahun 1967. Tenaga muda dan energik ini diutus ke Dairi antara lain : Pastor Ignatius Widodo Kartoutomo (membantu di Parongil sampai 1969), Johanes Tan Kian Bie Indrakusuma dan Pastor Anastasius Soestijarso Subdibjio.

    Pada tahun 1968, hadir juga Frater Otto Flapper di Sdikalang untuk menagani pembangunan Gereja-gereja di Dairi. Perkembangan umat yang tidak dapat dibendung maka Paroki Parongil dimekarkan, maka lahirlah Paroki Tigalingga pada tahun 1967 setelah menjadi kuasi Paroki pada 14 November 1965. Segera sesudah itu, Paroki Sidikalang juga dimekarkan lagi, sehingga lahirlah Paroki Sumbul pada tahun 1968.

    Gaung Konsili Vatikan II membawa pembaharuan di dalam Gereja. Wajah Gereja makin dekat dan menjemaat. Karya pendidikan melengkapi karya misi Katolik di Dairi yang telah dirintis sejak kehadiran Misi Katolik di Dairi. Tahun 1985 dibuka SMA Cahaya yang dikelola Yayasan Seri Amal. SD St.Yosef dan SMP St. Paulus yang dulunya dikelola Yayasan Bhakti Mengabdi dialihkan kepada Yayasan Seri Amal mulai tahun 1970. Taman Kanak-kanak St. Maria yang sebelumnya menempati bangunan SD St. Yosef menempati bangunan sendiri sejak tanggal 4 Agustus 1968.

    Karya pelayanan kepada umat juga meningkat dengan dibukanya karya pertukangan. Karya pertukangan ini dimulai oleh Br. Otto Flapper O.Carm yang membantu penggantian bangunan gereja-gereja darurat menjadi bangunan permanen atau semi-permanen. Karya pertukangan mendorong umat menyadari arti pembangunan Gereja di stasi-stasi, yang tidak mungkin hanya mengandalkan bantuan keuskupan saja. Umat juga harus ikut serta membangun. Peran serta pemuka umat makin tampak seiring gerak Keuskupan Agung Medan: GEREJA MENJEMAAT.

    Karya pertukangan ini membantu juga pembangunan gereja-gereja lain di wilayah Dairi, yang dinilai cukup memadai dengan situasi sosial-ekonomi umat Dairi. Arah pendewasaan iman umat dibina juga melalui kursus-kursus dan pelatihan serta sermon yang dilakukan melalui peran pemuka jemaat baik dingkat Rayon maupun Paroki. Pembinaan ini tidak bisa diabaikan seiring dengan laju derap kemajuan dan perkembangan masyarakat. Gereja mempunyai misi utama yaitu mendewasakan iman umat serta mengamalkannya demi pembangunan manusia seutuhnya.

    Seiring dengan perjalanan waktu, Bangunan Gereja yang di bangun dan diresmikan tahun 1959 tidak dapat menampung jumlah umat yang bertambah banyak. Oleh karena itulah, pastor dan umat sudah sejak tahun 1995 mencoba memikirkan untuk merehap dan memperluas bangunan Gereja agar dapat menampung umat.

    Pada tahun 2002 Pastor Ignatius Joko Purnomo O.Carm bersama Dewan Pastoral Paroki mencoba hendak mewujudkan harapan yang sudah direncanakan selama 5 tahun. Melalui berbagai pertimbangan, Pastor Ignatius Joko O.Carm bersama Para Pengurus Gereja memutuskan bahwa paroki bukan lagi merehap bangunan tetapi membangun Gereja yang lebih besar. Maka pada pertengahan bulan Desember 2002 diadakan peletakan batu pertama pembangunan Gereja.

    Sejak peletakan batu pertama, pembangunan berjalan dengan sistem swakelola. Umat paroki bahu membahu dalam upaya pembangunan. Selama pembangunan berlangsung, umat beribadah di ‘Gereja darurat’ selama 2 tahun dan selama 2 tahun lebih beribadah di bangunan baru yang belum selesai.

    Pada Desember 2004, Pastor Ignatius Joko O.Carm ditarik oleh Ordo Karmel. Pembangunan Gereja dipercayakan kepada Pastor Antonius Manik O.Carm sebagai pastor Paroki yang baru. Berkat rahmat Tuhan, kerja keras paroki dan dukungan para donator, pembangunan Gereja berjalan terus.

    Akhirnya diberkati oleh Uskup Agung Medan Mgr. A.G. Pius Datubara OFM Cap. pada hari Raya Kristus Raja 26 November 2006. Setelah pemberkatan Gereja, pembangunan tetap berlangsung, menyempurnakan bagian-bagian yang belum selesai.

    Peristiwa penuh syukur atas Rahmat Tuhan bagi Paroki Sidikalang pada khususnya, dan Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat pada umumnya bahwa pada tanggal 23 Oktober 2013, Gereja Dairi merayakan 75 Tahun Misi Katolik di Tanah Dairi. Misa Kudus yang dipimpin oleh Bapak Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga itu dihadiri kurang lebih 17 ribu umat.

    Tiga Tahun kemudian yakni tahun 2016, Pastor Matias Simarmata, O.Carm sebagai Pastor Paroki bersama Dan Pastoral dan panitia bangunan membangun Menara Gereja, pagar Gereja dan Penataan Halaman Gereja. Demikianlah sekilas sejarah gereja Maria Pertolongan Orang Kristen, Paroki Sidikalang.

    Selengkapnya
    B. Wilayah Pelayanan

    Paroki Santa Maria Pertolongan Orang Kristen berada di Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Secara gerejawi, Paroki Sidikalang, Gereja Santa Maria Pertolongan Orang Kristen merupakan bagian dari Keuskupan Agung Medan yang mempunyai reksa pastoral meliputi sebagian wilayah di Kabupaten Dairi dengan batas-batas sebagai berikut:
     - Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Paroki Sumbul
    - Sebelah Barat berbatasan dengan Paroki Parongil - Sebelah Utara berbatasan dengan Paroki Tigalingga
    - Sebelah Selatan berbatasan dengan Paroki Santa Lusia Salak Kabupaten Pakpak Bharat.

    C. Pemekaran

    Tahun 1953, gereja Dairi dipersiapkan untuk dimekarkan ke DAERAH Parongil sebagai Paroki baru. Akhirnya, paroki Parongil berdiri pada tanggal 1 Mei 1954, dengan pastor Paroki pertama adalah Pastor A. Kamphof.

    Pada tahun 1968, paroki Sidikalang dimekarkan lagi karena jumlah umat yang terus bertambah dan wilayah pelayanan umat yang semakin luas. Sehingga lahirlah Paroki Sumbul secara resmi pada tahun 1968.

    Pada 28 Juli 2003 Kabupaten Dairi dimekarkan, maka lahirlah Kabupaten Pakpak Bharat. Situasi Pemerintahan seperti ini membawa angin segar bagi Paroki Sidikalang. Maka pada 11 Agustus 2011 melalui Keputusan Bapak Uskup Agung Medan Mgr. Anicetus Bongsu Sinaga, Gereja Stasi Lae Terondi-Salak dijadikan sebagai Kuasi Paroki dan Pastor Mandius M. Siringoringo ditugaskan untuk mempersiapkannya menjadi Paroki. Pada 22 Juli 2018 Salak resmi menjadi Paroki dengan Pelindung Santa Lusia, dengan Pastor Mandius M. Siringoringo sebagai Pastor paroki pertama.

    D. Definitif Paroki

    Paroki Sidikalang definitif menjadi paroki pada tahun 1938. Hal ini sejalan dengan informasi di Website Keuskupan Agung Medan bahwa Buku Paroki Sidikalang dimulai tahun 1938 yang sebelumnya semua catatan paroki berikut administrasi ditangani Gereja Katedral Medan. Dari sini juga, kita mendapat informasi bahwa pendirian Paroki Sidikalang terjadi pada tahun 1938.

    E. Momen Penting
    Januari 1938 : Bapak Johanes Sihombing, Katekis dari Pematangsiantar datang ke Sidikalang.
    28 Februari 1938 : Pastor Nepomucenus Clemens Hamers OFM Cap hadir di Dairi
    26 September 1938 : Permandian pertama di Dairi
    1938 : Paroki Sidikalang berdiri
    24 Mei 1963 : Gereja Paroki yang baru dipersembahkan kepada Bunda Maria. Maria Bunda Pertolongan Orang Kristen sebagai pelindung paroki.
    F. Pergantian Penggembalaan
    Pada tanggal 2 – 12 Februari 1965 Komisaris Jenderal Ordo Karmel Indonesia, Pastor Martinus Sarko Dipojudo bersama Pastor Quirinus Kramer bertemu dengan Mgr. Ferrerius van den Hurk terkait Pengembangan Misi Karmel di Sumatera Utara. Sebuah Tanggung jawab yang berat namun mulia, ketika Bapak Uskup menyerahkan wilayah kabupaten Dairi kepada Ordo Karmel. Ketika itu, Dairi telah memiliki dua Paroki yakni Sidiklang dan Parongil.
    Maka, pada tahun 1965, terjadi serah terima dari Ordo Kapusin kepada Ordo Karmel. Serah terima dari Pastor Krol, OFM. Cap kepada Pastor Q. Kramer O.Carm (Paroki Sidikalang). Serah terima juga dari dan Pastor R. Ressens OFMCap kepada Pastor van Wanroij O.Carm (Parongil).
    G. Perkembangan Jumlah Umat dan Stasi
    Paroki Sidikalang sudah mengalami pemekaran dua kali: Sumbul dan Phakphak Barat. Hal ini menunjukkan perkembangan gereja ini sangat dinamis. Paroki ini pernah memiliki 43 stasi sampai tahun 2018. Sesudah pemekaran Paroki Pakpak Barat, Sidikalang kini memiliki 5 rayon, 26 stasi, dan 14 lingkungan di wilayah Gereja Paroki.
    Gereja Paroki Sidikalang
    1. Lingkungan St. Agustinus
    2. Lingkungan St. Antonius
    3. Lingkungan St. Elisabeth
    4. Lingkungan St. Juan de la Cruz
    5. Lingkungan St. Fransiskus
    6. Lingkungan St. Maria Ratu damai
    7. Lingkungan St. Markus
    8. Lingkungan St. Mikhael
    9. Lingkungan St. Paulus
    10. Lingkungan St. Petrus
    11. Lingkungan St. Theresia
    12. Lingkungan St. Thomas
    13. Lingkungan St. Yohanes
    14. Lingkungan St. Yosef

    I. Rayon Sitinjo meliputi:
    1. Stasi St. Louis Martin Panji Bako
    2. Stasi St. Petrus Sitinjo
    3. Stasi St. Yosef Bangun
    4. Stasi St. Maria Sigalingging
    5. Stasi St. Theresia Lisieux Pangiringan
    6. Stasi St. Juan de la Cruz Simallopuk

    II. Rayon Santa Theresia, meliputi:
    7. Stasi St. Edith Stein Juma Takar
    8. Stasi St. Theresia Avilla Tambunan
    9. Stasi St. Tadeus Sidiangkat
    10. Stasi St. Elias Panji Dabutar
    11. Stasi St. Fidelis Karing

    III. Rayon Maria Bunda Karmel meliputi:
    12. Stasi St. Titus Brandsma Kaban Julu
    13. Stasi St. Redemptus Buntu Raja
    14. Stasi St. Hironimus Juman Tuang
    15. Stasi St. Maria Magdalena de Pazzi Juma Teguh

    IV. Rayon Sungai Raya meliputi:
    16. Stasi St. Paulus Sungai Raya
    17. Stasi St. Dionysius Borno
    18. Stasi St. Anselmus Sikarahung
    19. Stasi St. Michael KM 11
    20. Stasi St. Thomas Aquinas Silumboyah
    21. Stasi St. Bartolomeus Fanti Bakal Julu

    V. Rayon St Yohanes Paulus II meliputi:
    22. Stasi St. Andreas Tangga Rube
    23. Stasi St. Yoakim Raja Ngampu
    24. Stasi St. Rafael Kalinowski Binjara
    25. Stasi St. Yohanes Soreth Temba
    26. Stasi St. Thomas Saluksuk
    Jumlah umat paroki Sidikalang (14 lingkungan, 26 stasi) adalah 11.162 jiwa/2570 KK
    H. Model Kerasulan Khas
    Paroki Sidikalang masih bercorak pelayanan sakramental. Model kerasulan yang khas ialah adanya pelayanan kerasulan doa. Adanya kelompok karmelit awam yang sejak lama dirintis oleh romo-romo karmel terdahulu sampai saat ini masih berdiri dan berjalan dengan baik.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :