loader image
Minggu, Mei 11, 2025
Lainnya
    Beranda Blog Halaman 13

    Rekoleksi Pegawai KAM: “Dipersiapkan Untuk Karya di Tahun 2020”

    0
    Samosir – Puluhan pegawai Kuria Keuskupan Agung Medan (KAMI) turut dalam Rekreasi dan Rekoleksi, Senin-Rabu (13-15 Januari 2020) di Tuktuk – Samosir. Kanselarius dan Kepala Personalia KAM, RP. Borta Rumapea O.Carm menyampaikan momen tahunan ini istimewa, sebab ikut dihadiri Bapa Uskup, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap. Pastor Borta juga menyampaikan presentasi mengenai Learning Organization sebagai kultur dalam karya SDM di Kuria KAM. “Perlu diketahui juga bahwa melayani di Gereja bukanlah profesi. Namun, profesi khusus, atau vocation yang berarti panggilan,” tuturnya. “Dan hendaknya ethos kerja professional juga menyemangati pelayanan kita.” Romualdus Nairun CMF, dalam sesi rekoleksi, mendorong para pegawai KAM untuk menggali visi KAM “Oase Ilahi di tengah Dunia” selama kebersamaan ini. “Rekoleksi adalah sarana menumbuhkan kembali semangat untuk mempererat kebersamaan.” Mgr. Kornelius, pada sesi arahan, mengatakan dirinya sengaja memindahkan jadwal kegiatan ini dari semula direncanakan pada April 2020. “Dalam bacaan Injil tadi dikisahkan, Yesus memanggil dan mempersiapkan murid-murid-Nya. Inilah yang mengilhami saya agar rekoleksi pegawai KAM sebaiknya digelar pada Januari 2020. Yakni, kita semua turut dipersiapkan untuk karya di tahun 2020 ini,” terang Mgr. Kornelius.   (Ananta Bangun)

    Penyerahan Pallium kepada Mgr. Kornelius Sipayung

    0
    KAM – Minggu 15 Desember 2019, Mgr. Kornelius menerima Pallium yang dikalungkan langsung  oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia Msgr. Piero Pioppo.  Acara tersebut digelar dengan Misa Minggu Adven III di Gereja Katedral Medan. Pallium yang dikalungkan ke Mgr. Kornelius merupakan lambang anak domba, yang oleh kristus diserahkan kepada Petrus untuk digembalakan.  Hal ini juga disampaikan oleh Msgr. Piero Pioppo pada saat memberikan kata sambutan. Ia juga mengatakan dengan dikenakan nya Pallium tersebut, maka Mgr. Kornelius Sipayung harus memelihara dan menjaga persekutuan gerejawi dalam iman dan kasih. Peristiwa tersebut dihadiri oleh dua Uskup Emeritus Keuskupan Agung Medan, yaitu  Mgr. A.G. Pius Datubara, OFMCap dan Mgr. Anicetus Sinaga, OFMCap. Selain kedua Uskup Emeritus KAM tersebut, turut hadir juga Uskup Tanjung Karang, Mgr. Yohanes Harun Yuwono. Pallium yang dikalungkan kepada Mgr. Kornelius merupakan salah satu busana gerejawi dalam Gereja Katolik Roma, yang awalnya hanya dikhususkan bagi Sri Paus. Namun seiring berjalannya waktu, selama berabad-abad dianugerahkan oleh Paus kepada para Uskup Agung Metropolitan. Pallium tersebut berupa sehelai selempang yang saat dikalungkan akan berbentuk huruf “Y”. Pallium tersebut dikenakan melingkar pada pundak diatas kasula, dan kedua ujungnya masing-masing menjuntai di depan dan belakang. Dan biasanya Pallium tersebut hanya akan diterima oleh para Uskup Agung Metropolitan. (Vinny)  

    Paroki Medan Hayam Wuruk

    0
    Pelindung
    :
    Santo Antonius dari Padua
    Buku Paroki
    :
    Sejak Maret 1915. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan
    Alamat
    :
    Jl. Hayam Wuruk No. 1, Medan – 20153
    Telp.
    :
    0812 6597 9101
    Email
    :
    [email protected]
    Website
    :
    www.stantoniushwmedan.or.id
    Jumlah Umat
    :
    1.489 KK / 5.333 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    3
    01. Dr. Mansyur
    02. Sei Agul
    03. Sunggal
    RP. Moses Elias Situmorang OFMCap
    23.08.’71
    Parochus
    RP. Paulinus M. Simbolon OFMCap 27.10.’51 Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Antonius dari Padua - Medan Hayam Wuruk

    Sejarah Awal Paroki (klik untuk membuka)
    Pada awalnya yang melayani pastoral di tanah Deli Sumatera Timur ialah seorang Pastor Jesuit. Kedatangan Pastor Johanes de Vries, SJ ke tanah Deli Sumatra Timur pada tahun 1873 adalah untuk pelayanan tugas pastoral, khususnya untuk umat Katolik yang bekerja di perkebunan. Berkat bantuan dan izin dari Direktur Perkebunan Deli di Sei Sikambing, dibangunlah satu unit kapel sederhana sebagai tempat ibadat. Tiga puluh Sembilan tahun kemudian Pastor Ferdinandus (Yohannes Martinus van Loon), OFMCap datang tepatnya pada tanggal 20 Agustus 1912. Dia juga dipersiapkan melayani umat Katolik secara umum dan melanjutkan tugas Pastor Camillus di stasi Medan Deli dan di Perkebunan.
    Selama melaksanakan karya pastoral di perkebunan Deli Maatschappij Sei Sikambing, Pastor Ferdinandus van Loon sangat memperhatikan Suku Tamil (India) yang bekerja di perkebunan tersebut. Untuk memudahkan komunikasi dengan mereka, tahun 1913 Pastor Ferdinandus van Loon dikirim ke Penang untuk belajar Bahasa Tamil dan Cina. Akan tetapi, beliau hanya belajar Bahasa Tamil saja dan kembali ke Medan pada akhir Juli 1913.
    Kemudian sekitar Agustus 1913, Pastor Ferdinandus van Loon, memohon kepada propinsial, Pastor Stanislaus untuk membangun kapel dan sekolah bagi Suku Tamil di Medan yang diperkirakan ada sekitar 100 orang yang beragama Katolik. Ternyata Pastor Ferdinandus van Loon bukan hanya ingin membangun kapel dan sekolah, melainkan juga membangun perkampungan Masyarakat Tamil (Kampung Kristen). Pada tahun 1914, keinginan beliau terlaksana. Maka dibelilah sebidang tanah di Petisah (Jalan Bantam sekarang) seharga F. 5000. Di atas tanah tersebut, dibangun beberapa rumah yang sederhana. Pada tanggal 01 Maret 1915 dibangun juga sekolah untuk anak-anak Tamil. Untuk pertama kalinya jumlah murid ada sebanyak 52 orang. Pada tahun yang sama, beliau juga membangun gereja untuk suku Tamil dan diberkati pada hari Minggu, 14 November 1915 yang terletak di Daendelstrat (Jalan Hayam Wuruk). Tanggal inilah resmi awal berdirinya Paroki St. Antonius dari Padua Hayam Wuruk – Medan.
    Sejalan dengan perkembangan umat, dirasa perlu untuk membangun pastoran di perkampungan Tamil. Maka pada tanggal 10 Juli 1916, didirikan bangunan untuk pastoran dan lebih kurang 3 (tiga) bulan siap digunakan pada tanggal 20 Oktober 1916. Pada tanggal 06 Mei 1919, Pastor Marcellinus yang sebelumnya berkarya di Sambong (Bangka) datang untuk menggantikan tugas Pastor Ferdinandus van Loon di gereja Jalan Hayam Wuruk, dan Pastor Ferdinandus van Loon dikirim ke Sambong (Bangka) menggantikan tugas Pator Marcellinus (mutasi tempat). Lalu Oktober 1922, Pator Ferdinandus van Loon kembali bertugas di gereja Jalan Hayam Wuruk Medan.
    Beberapa tenaga Pastor Kapusin dari Negeri Belanda datang ke Sumatera/Tanah Deli untuk membantu tugas pelayanan pastoral. Sebelum mereka datang, Suster-suster Fransiskanes telah membantu para pastor sekaligus mempersiapkan susteran di Daendelstrat – Petisah (Jalan Hayam Wuruk). Pada tanggal 28 Januari 1931, datang enam orang suster St. Yosef dari Amorsfoorts-Belanda. Kedatangan mereka selain untuk membantu pastor, juga dipersiapkan untuk mengajar anak-anak Tamil, membuka asrama untuk anak-anak Eropa dan rumah yatim piatu (internat).
    Bangunan gereja yang sederhana di Jalan Hayam Wuruk tidak cukup menampung umat beribadat, jumlah umat semakin banyak, tidak hanya dari Suku Tamil saja, melainkan dari suku Tionghoa, Batak, Ambon, dll. Untuk memenuhi tuntutan kemajuan dan perkembangan umat, maka pada tahun 1933 dibangunlah gereja yang lebih besar dan permanen. Lokasinya persis di depan gereja lama. Bangunan gereja yang lebih besar ini mulai dipakai pada tahun 1935 dan beberapa kali renovasi. Dan yang terakhir direnovasi serta diperluas lagi pada tahun 2005, agar dapat menampung umat untuk beribadat. Jumlah umat pada waktu itu 745 KK (2.584 jiwa). Misa yang dulunya hanya satu kali pada hari Minggu, sekarang ini menjadi empat kali (Sabtu Sore & Minggu). Pastor-pastor yang pada awalnya semua berasal dari luar negeri yakni Belanda melayani paroki selama 68 tahun (1915 – 1983) sejak 1983 Pastor Indonesia pertama melayani paroki St. Antonius dari Padua Hayam Wuruk – Medan.
    Paroki ini mempunyai 4 gereja stasi lain, yakni: St. Yoseph Dr. Mansur, St. Fransiskus Xaverius Sunggal, St. Perawan Maria Pintu Surga Sei Agul dan Rumah Doa Poloni sejak November 2021 yang sebelumnya di kapel Karya Kasih – Jl. Mongonsidi. Sehingga jumlah umat di Paroki saat ini sebanyak 1.474 KK (5.431 jiwa). Demikian Paroki St. Antonius dari Padua ini dilayani oleh Pastor Kapusin selama seratus tujuh tahun (1915 – 2022; Kecuali 1968 – 1970 oleh pastor Cornelius Kwee OCarm), tentu punya cita dan cerita sejarah yang panjang. Kini paroki ini dilayani oleh dua orang imam yaitu RP. John Rufinus Saragih, OFMCap sebagai Parochus, RP. Paulinus M. Simbolon, OFMCap, sebagai vicaris parokial dan RP. Yosafat Ivo Sinaga OFMCap sejak 01 September 2022 tidak lagi sebagai vicaris parokial.
    Di gereja paroki setiap Selasa diadakan Misa Novena untuk menghormati pelindung paroki yaitu Santo Antonius dari Padua, dan biasanya dihadiri oleh orang muda dan orang tua, sementara setiap hari Sabtu sebelum Misa sore diadakan Novena untuk menghormati Bunda Maria Penolong Abadi, kebanyakan dihadiri oleh orang-orang muda, bahkan yang tidak Katolik juga turut berdoa novena.
    Sejarah Singkat Stasi
    1. Stasi St. Yosep – Dr. Mansyur
    Diprakarsai oleh Bapak Laurentius Sayangen Barus, seorang katekis yang tadinya pemuka agama Protestan (pertua GBKP) dari Tigalingga, Kabupaten Dairi. Dia mengumpulkan, beberapa jemaat warga Katolik yang berasal dari suku karo dan berdomisili di Jl. Dr. Mansur dan sekitarnya yang letaknya jauh dari Paroki Santo Antonius dari Padua dengan iman yang teguh dan kokoh, berkumpul dan berdoa bersama-sama secara rutin dan kemudian membentuk lingkungan doa jalan Dr. Mansur sekitarnya. Mereka adalah umat yang telah memeluk agama Katolik dan yang masih belum memeluk salah satu agama tetapi berniat memeluk agama Katolik.
    Pada tahun 1964, Bapak Laurentius Sayangen Barus yang biasa dipanggil dengan Pa Barus menghimpun umat Katolik, membimbing dan memimpin doa dan ibadat bersama setiap hari Minggu, Bapak Laurentius S. Barus juga memberikan pelajaran agama Katolik bagi para katekumen baru yang berminat menjadi umat Katolik. Rumah Bapak Laurentius S. Barus dijadikan sebagai tempat belajar agama Katolik, juga sebagai tempat beribadat dan setelah itu mereka dibaptis atau diterima. Gereja/jemaat yang baru berdiri ini mengalami pertumbuhan iman yang luar biasa. Mengingat jarak tempuh yang cukup jauh dari sekitar Jl. Dr. Mansur ke Gereja Hayam Wuruk dan transportasi belum ada, maka dibangunlah sebuah Gereja Sederhana di Jl. Dr. Mansur.
    Para jemaat perdana ini mulai mengumpulkan dana maupun hasil ladang mereka (padi). Dengan keterbatasan kemampuan ekonomi dan semangat yang tinggi dan kuat serta kebersamaan yang teguh, maka pada tahun 1964, mereka dapat membeli sebidang tanah milik Bapak Taman Sinuhaji, terletak di Jl. Dr. Mansur dengan ukuran 100 M x 40 M dan direncanakanlah untuk membangun sebuah gedung gereja semi permanen dan sederhana.
    Para jemaat perdana tidak hanya menyumbang dari keterbatasan mereka, tetapi mereka juga terlibat secara langsung dalam pekerjaan pembangunan fisik Gereja. Kemauan keras dan niat yang tulus dengan semangat gotong royong yang sangat tinggi dari jemaat perdana dibangunlah sebuah gedung gereja dengan lantai semen seluas 84m2, dengan ukuran 7 m x 12 m, rangka kayu meranti kelas satu, dinding beton setinggi 1 m dan sisanya papan. Dengan dibangunnya gereja tersebut maka pada Tanggal 15 April 1967 Pastor Paroki meningkatkan status lingkungan Santo Yoseph menjadi Stasi Santo Yoseph.
    Seiring dengan berjalannya waktu, gereja yang tadinya hanya berukuran 7 x 12 meter sudah tidak sanggup lagi menampung jemaat beribadah. Sehingga pada tahun 1965 – 1966 dilakukan renovasi terhadap bangunan gereja dengan menambah panjang 9 meter sehingga bangunan hasil renovasi ini menjadi 7 x 21 meter. Setelah selesainya renovasi ini maka pada tanggal 15 April 1967 Pastor Johanes Marsinus Brans, OFMCap meresmikan gereja stasi St. Yoseph Dr. Mansyur Medan.
    Pada Tahun 1984 dilakukan pembangunan Gereja yang kedua. Pengumpulan dana pembangunan gereja dimulai pada waktu itu. Dalam jangka waktu yang cukup lama, walaupun dana yang menjadi tanggungan umat stasi belum mencapai target, pihak Keuskupan Agung Medan mulai mendirikan bangunan gedung gereja baru di samping kiri bangunan gereja lama, dengan ukuran 12 m x 29 m. Jarak antara dinding gedung gereja lama dan baru + 1m. Sehingga pada tanggal 19 September 1993 gedung gereja baru ini diberkati pemakaiannya oleh YM. Uskup Agung Medan.
    Pada tahun 1997 atas prakarsa P. Johannes Veldkam, OFMCap dibangun sebuah gua Maria, di lokasi tanah Gereja Katolik Stasi Santo Yoseph. Gua Maria ditempatkan pada sudut kanan belakang gereja.Pembangunan gua Maria juga sudah dilakukan renovasi satu kali. Dengan dilakukan renovasi gua Maria dibangun juga pagar di sekitar gereja untuk menjaga keamanan lingkungan Gereja.
    Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk kota Medan, atas inisiatif Pastor Karolus Sembiring, OFMCap, pada tanggal 17 Januari 2010 dicanangkan renovasi dan pengembangan tahap II. Setelah proses dan pengumpulan dana pada Juli 2011 dilaksanakan peletakan batu penjuru renovasi dan pembangunan tahap II. Pada tanggal 20 Juli 2013 Panitia pembangunan mengadakan konser Rohani “Muliakanlah Tuhan” yang di Ketuai oleh Bapak Ruben Simangunsong di Hotel Santikan Dyandra, sehingga terkumpullah dana sejumlah + Rp. 400 juta. Dengan terkumpulnya dana tersebut renovasi fisik bangunan gedung gereja dapat diselesaikan pada Februari 2015. Ukuran gedung dari keadaan lama berubah menjadi 42 m x 19 m dengan daya tampung 700 orang. Lalu pada tahun 2022 atap gereja yang lama dan “palas-palas” telah diganti dengan biaya yang cukup besar dan dana seluruhnya diusahakan oleh umat sendiri. Sehingga Jumlah umat sekarang ini ada 188 KK (699 jiwa) 5 lingkungan.
    2. Stasi St. Maria Pintu Surga - Sei Agul
    Pada Agustus 1965, beberapa umat Katolik yang tinggal di Sei Agul, selama dua tahun, setiap hari Minggu merayakan imannya di gereja Hayam Wuruk dengan berjalan kaki atau bersepeda. Jarak tempuh dari Sei Agul ke Hayam Wuruk sekitar 4 km. Seusai merayakan Ekaristi di gereja, umat di Sei Agul dan di sekitar Pabrik Tenun Kampung Sekip membuat pertemuan rutin. Pada bulan Juli 1967, mulailah dijajaki kemungkinan untuk mendirikan gereja di Sei Agul, dan bulan Agustus 1968 diadakan pertemuan pertama. Dalam pertemuan itu, peserta sepakat untuk mendirikan gereja Katolik di Sei Agul. Setelah didata, selanjutnya dilaporkan kepada Pastor Paroki. Paroki menyetujui dan menghunjuk Pastor Cornelius Kwee, O.Carm menjadi penanggung jawab pembangunan gereja di Sei Agul. September 1968, dalam acara makan bersama diputuskan untuk mendirikan gereja Katolik di Sei Agul. Nama pelindung gereja berdasarkan saran dari Pastor Cornelius Kwee, O.Carm yakni Gereja Katolik St. Maria Pintu Surga. Tempat sementara gereja ini di rumah keluarga Bapak Lim dengan lantai tanah. Demikianlah kurang lebih 2 tahun umat beribadat dengan duduk di atas tikar lalu berkembang dengan adanya bangku darurat yang dibuat dari batang bambu. Tahun 1969 direncanakan untuk membeli tanah pertapakan gereja ukuran 30 x 40 m. Dengan semangat yang tinggi, umat mengumpul dana, untuk pembelian tanah dan rencana pembangunan. Atas kerjasama anggota, Pastor Paroki dan Keuskupan, gereja pun dibangun. Pada tahun 1970, bangunan gereja diresmikan. Pada tahun ini juga terjadi pergantian Pastor Paroki dan sekaligus dibentuk juga kepengurusan yang lebih permanen. Usaha-usaha selama masa kepengurusan ini, pada tahun 1975 didirikan SD Katolik disamping Gereja. Demikianlah kepengurusan tersebut berlangsung selama kurang lebih 21 tahun, sampai berdirinya bangunan gereja pada tanggal 2 Agustus 1990. Pada saat itu juga lah terjadi perubahan kepengurusan yang baru.
    Pada bulan Oktober 2018, dirayakan Pesta Jubileum 50 Tahun berdirinya Gereja Katolik Santa Maria Pintu Surga Sei Agul. Perayaan ini dibentuk panitia Jubileum dan dilaksanakan dengan meriah. Misa perayaan Jubileum ini dipimpin oleh Mgr. Anicetus B. Sinaga, dengan Pastor Paroki RP. John Rufinus Saragih, OFMCap. Seiring dengan perkembangan penduduk maka pada tahun 2022 jumlah umat mencapai 223 KK (861 jiwa).
    4. Stasi St. Fransiskus Xaverius – Sunggal
    Pada tahun 1961 beberapa umat Katolik berdomisili di Desa Tapian Nauli – Sunggal sekitarnya yang kebanyakan berasal dari Pulau Samosir. Mereka merindukan tempat yang menetap untuk beribadat atau Perayaan Ekaristi. Maka, pada Oktober 1962 diadakan ibadat perdana di Rumah Op. Luhut Sitanggang yang terletak di Desa Tapian Nauli Sunggal (sekarang Jl. Bersama Pasar 3 Tapian Nauli-Sunggal). Pada saat itu secara aklamasi ditetapkan Op. Luhut sebagai Voorhanger, Op. Rio Naibaho sebagai sekretaris dan dibantu beberapa orang pengurus lain. Kepengurusan ini bersifat sementara, belum secara resmi dilaporkan kepada Pastor Paroki. Tahun 1989 dibentuk 3 lingkungan doa, dan akhirnya Gereja resmi berdiri 18 Oktober 1967.
    Pada bulan Oktober 2017 yang lalu dirayakan Pesta Jubileum 50 Tahun Gereja Stasi St. Fransiskus Xaverius – Sunggal. Perayaan pesta ini dilaksanakan dengan membentuk panitia Pesta Jubileum dan dihadiri oleh semua umat. Misa berlangsung meriah yang dipimpin oleh Mgr. Anicetus B. Sinaga dan didampingi oleh Pastor Paroki (RP. John Rufinus Saragih, OFMCap), P. Raymond dan P. James dari Velangkanni. Dalam Misa khusus pada saat homili Uskup menyampaikan harapan bahwa semua umat Katolik khususnya pada Fokus Pastoral KAM 2017 ini, iman umat semakin bertumbuh. Seiring dengan perkembangan jumlah umat, pada tahun 2022 ini tercatat, 6 lingkungan, dengan jumlah umat stasi St. Fransiskus Xaverius – Sunggal mencapai 177 KK (826 jiwa).
    4. Kapel Karya Kasih
    Kapel Karya Kasih ini didirikan oleh Pastor Antonius Siegfried van Dam, OFMCap. Karya Kasih statusnya bukanlah stasi seperti gereja stasi lain, walaupun demikian setiap Minggu dirayakan Ekaristi yang dilayani oleh pastor dari komunitas Hayam Wuruk. Umat yang hadir pada perayaan Ekaristi ialah beberapa penghuni lansia Karya Kasih, para suster KSSY yang berkarya di rumah lansia dan umat sekitar. Di tempat ini dibangun kapel yang sebenarnya tujuan awalnya adalah untuk para suster dan para penghuni lansia Karya Kasih, tetapi dalam perjalanan waktu ternyata umat yang berada di sekitarnya ikut menghadiri Misa setiap hari Minggu. Pada tahun 2020 karena pandemi covid-19 membuat Karya Kasih lock down. Kapel pun tidak bisa dipakai. Maka + 2 tahun umat, yang biasanya bergereja ke Karya Kasih, merayakan Ekaristi ke Gereja Paroki Jl. Hayam Wuruk. Kesulitan muncul karena tidak semua umat memiliki kendaraan, maka atas prakarsa Pengurus Lingkungan dicarilah dan disewa rumah selama dua tahun ke depan.
    Pada bulan Desember 2021 rumah yang disewa tersebut digunakan umat sebagai tempat ibadah dan disebut sebagai “Rumah Doa Polonia”. Dengan perkembangan dan pertumbuhan umat di wilayah Polonia tersebut maka jumlah umat pada tahun 2022 ini tercatat 90 KK (384 jiwa) sebanyak 3 lingkungan.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki P. Siantar Jalan Sibolga

    0
     
    Pelindung
    :
    Santo Laurentius Brindisi
    Buku Paroki
    :
    Sejak 1 Juli 1931. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan.
    Alamat
    :
    Jl. Sibolga 21, Pematangsiantar - 21121
    Telp./HP.
    :
    0622 - 21400
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.447 KK / 5.495 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    2
     
    01. St. Maria Lourdes, Marihat
    02. St. Klara Asisi, Pematang Siantar
    RP. Markus Manurung OFMCap
    05.01.'68
    Parochus
    RP. Hugolinus Malau OFMCap
    22.06.’69
    Vikaris Parokial 
         
         
         
         

    Sejarah Paroki St. Laurentius Brindisi - Jl. Sibolga , Pematang Siantar

    Sejarah Singkat (klik untuk membaca)
    1. Gereja Katolik di Pematangsiantar
    Gereja Katolik di Pematangsiantar didirikan pada 3 Juli 1931 oleh seorang misionaris asal Belanda, Pastor Aurelius Kerkers OFMCap. Tanggal pendirian ini ditetapkan karena sejak itulah Pastor Aurelius menetap di Pematangsiantar, awal misi Gereja Katolik seluruh Pematangsiantar dan sekitarnya. Sebuah rumah di Jl. Sekolah 18, Simpang Empat sekarang, disewa oleh Pastor Aurelius menjadi tempat tinggal dan sekaligus sebagai gereja. Pada tahun 1931 itu pula Pastor Aurelius mengangkat seorang katekis pertama yakni Kenan Hutabarat (yang terkenal dengan sebutan PENDETA). Bahkan atas kerjasama Pastor dan Kenan Hutabarat untuk membuat suatu buku pegangan bagi umat Katolik, disusunlah suatu Booklet Agama dengan judul Hoeria ni Jesus Christus ima Hoeria Katholiek. Buku ini bahasanya diperhalus oleh Katekis Bonifasius Panggabean.
    Berhubung pekerjaan Pastor Aurelius Kerkers semakin hari semakin banyak, maka pada tahun 1932 datanglah Pastor Sybrandus van Rossum di Pematangsiantar.
    Pada tahun 1932 Pastor Aurelius Kerkers mendirikan Sekolah HIS (Hollands Indlandse School) yang berbahasa Belanda untuk mendidik para umat, pada saat itu tempat belajar masih bersama-sama dengan rumah Pastor yang berada di Simpang Empat. Pastor Aurelius melihat masa depan sekolah dan gereja di Pematangsiantar cukup cerah. Karena itu ia membeli sebidang tanah seluas 1,5 ha di Jl. Sibolga. Di atas tanah ini dibangun pastoran, sekolah, gereja, dan susteran. Tempat ini kemudian menjadi pusat Katolik di Pematangsiantar. Dari sini, di mana Pastor Aurelius sebagai pastor kepala, misi mulai bergerak ke daerah Simalungun, Karo, dan Toba setelah pemerintah kolonial memberi izin pada 17 Desember 1933.
    2. Pengembangan Misi
    Pengembangan misi digencarkan setelah izin itu ada. Stasi-stasi baru didirikan. Stasi pertama adalah Laras, menyusul stasi-stasi lain di daerah Simalungun, Tapanuli, Karo, dan Sidikalang. Pangkalan misi ketika itu adalah Pematangsiantar.
    Pastor Elpidius van Duijnhoven OFMCap., yang ditempatkan di Pematangsiantar pada 16 Februari 1934, mendirikan stasi-stasi di sekitar Pematangsiantar antara lain Sawahdua. Tetapi sayang, perkembangan umat sangat terganggu karena meletus Perang Dunia II pada tahun 1940.
    3. Pembangunan Gereja Induk
    Awalnya gereja di Jl. Sibolga dibangun di samping susteran. Kebutuhan gedung lebih besar makin nyata, maka Pastor Aurelius membangun sebuah gereja besar yang sekarang dikenal dengan gereja Santo Laurentius Brindisi. Pemakaian gereja baru ini diresmikan pada 11 November 1934. Gedung inilah kemudian menjadi gereja induk di Pematangsiantar. Saat peresmiannya telah ada 12 stasi, 3 orang pastor, 4 orang suster, dan 528 orang umat yang terdiri dari 260 Eropa, 268 Tionghoa dan pribumi.
    4. Masa Sulit – Karya Misi Terus Berkembang
    Tahun 1942 Jepang berkuasa di Indonesia. Semua misionaris termasuk kemudian Pastor Aurelius Kerkers ditangkap dan dibawa ke penjara. Misi diteruskan oleh para katekis awam yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
    Pastor Aurelius setelah dibebaskan dari penjara pada 20 Oktober 1945 tinggal di Medan. Pada bulan Oktober 1947 ia bersama beberapa suster van Schjindel memberanikan diri kembali ke Pematangsiantar. Situasi mulai aman dan normal.
    Pada tahun 1949 Pastor Aurelius Kerkers diganti oleh Pastor Werenfridus Joosen OFMCap. Ia bekerja melayani umat dengan segala hati dan kemampuannya. Pastor Werenfridus meninggal karena serangan jantung pada 12 September 1954 dan dikebumikan pada 13 September 1954 di pemakaman Jl. Sibolga.
    Pastor Werenfridus Joosen OFMCap. digantikan oleh Pastor Walterus Derksen OFMCap. dari tahun 1955 sampai dengan Februari 1960. Pastor Walterus kembali ke Negeri Belanda dan meninggal di sana 20 September 1961.
    Pastor Walterus Derksen OFMCap. digantikan oleh Pastor Godhard Liebreks OFMCap. dan memimpin Paroki Santo Laurensius Brindisi dari tahun 1961-1986.
    Luas wilayah paroki hampir sama dengan Kabupaten Simalungun, mulai dari Laras sampai Tigaras, mulai dari Dolog Simbolon sampai Girsang Sipanganbolon.
    5. Paroki Pematangsiantar Menjadi Paroki St. Laurentius Brindisi
    Pemekaran Paroki Pematangsiantar dimungkinkan karena sejak tahun 1967, hampir setiap tahun ada penahbisan imam pribumi. Sementara itu, misionaris Kapusin Belanda masih diizinkan masuk ke Indonesia hingga tahun 1971.
    Paroki Pematangsiantar sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1986, telah mekar menjadi 4 Paroki: Jl. Sibolga, Jl. Medan, Jl. Bali, Tanah jawa. Paroki St. Laurentius Brindisi, induk dari paroki-paroki itu, sejak Desember 1986 menjadi Paroki kota tanpa stasi.
    6. Rencana Pembangunan Gereja di Tomuan
    Setiap tahun jumlah umat bertambah pesat. Karena itu, dipikirkan pembangunan gereja baru di Tomuan, di atas tanah seluas 4000 M2 yang dibeli Pastor Liebreks tahun 1986. Gereja di Tomuan belum dibangun sampai sekarang ini.
    7. Pembangunan Sekretariat Paroki
    Kantor Paroki atau Sekretariat Paroki awalnya berada di bangunan pastoran bagian depan. Pada tahun 1987 tanah pertapakan di samping kiri Pastoran dibeli pada masa Pastor Marcelinus Manalu OFMCap. sebagai Parochus. Di atas tanah inilah akhirnya Sekretariat Paroki dibangun pada masa Pastor Thomas Saragi OFMCap. sebagai Parochus.
    Peletakan batu pertama dilaksanakan pada 2 Juli 2006 bersama perayaan pembukaan Jubileum 75 tahun Paroki Santo Laurentius Brindisi, dan peresmiannya pada tahun 2007. Bangunan ini merupakan “kado” bagi Paroki Santo Laurentius Brindisi dalam usianya yang ke-75 tahun.
    8. Gereja Santa Klara Jl. Farel Pasaribu
    Gereja Santa Klara merupakan perkembangan dari gereja St. Laurentius Brindisi Jl. Sibolga pada masa Pastor Thomas Saragi OFMCap. sebagai Parochus. Atas permintaannya, Mgr. Pius Datubara OFMCap. mengizinkan bangunan eks SD Budi Mulia 2, Jl. Farel Pasaribu (lebih dikenal Jl. Lapangan Bola Atas) dipoles menjadi kapel. Peresmiannya terjadi Minggu 23 April 2006. Ketika itu juga Wilayah Santa Klara serta pengurusnya diresmikan.
    Status kapel menjadi gereja Santa Klara dinyatakan dengan Surat Keputusan Uskup Agung Medan No. 362/PAR/PS.JS/KA/ VIII/’18 tertanggal 3 Agustus 2018.
    9. Pembangunan Gereja Santa Maria Lourdes Marihat
    Sekalipun gereja Santa Klara sudah dibangun, gereja Jl. Sibolga belum sanggup menampung kehadiran umat. Karena itu, Pastor Paroki Pastor Raymundus Sianipar OFMCap. memohon kepada Pengurus Yayasan Budi Mulia pada 18 Juli 2012, untuk menggunakan aula SMP Budi Mulia, Marihat sebagai tempat perayaan liturgi. Misa perdana dirayakan di tempat ini pada 12 Agustus 2012 serentak dengan peresmian Wilayah Marihat serta pengurusnya. Sementara itu dilaksanakan sosialisasi rencana pembangunan gereja baru di atas tanah seluas kurang lebih 5000 m2 yang telah dibeli oleh Bruder Anianus tahun 1994. Rencana ini ditanggapi umat dengan antusias.
    Ketika Pastor Monald Banjarnahor OFMCap. sebagai Parochus dilaksanakan peletakan batu pertama pada 10 Februari 2013 dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Pius Datubara OFMCap. Gereja ini didedikasikan pada perayaan 27 November 2016 yang dipimpin Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap.
    10. Para Gembala Dari Awal Pendirian Sampai Sekarang
    Berikut para Pastor, sebagai Parochus atau Pastor Rekan (Vikaris Parokial) yang pernah menggembalakan Paroki Santo Laurentius Brindisi.
    Selain para Pastor yang disebut di atas, masih banyak Pastor yang pernah berkomunitas di Pastoran Jalan Sibolga 21 Pematangsiantar, dalam penggembalaan di Stasi/Paroki lain atau tugas khusus lainnya.
    1) Pastor Aurelius Kerkers OFMCap.
    Parochus: Tahun 1931-1949

    2) Pastor Werenfridus Joosen OFMCap.
    Parochus: Tahun 1949-1954.

    3) Pastor Walterus Derksen OFMCap.
    Parochus: Tahun 1955-1960

    4) Pastor Godehardus Liebreks OFMCap.
    Parochus: Tahun 1961-1986

    5) Pastor Marcelinus Manalu OFMCap.
    Parochus: Tahun 1986 s/d Agustus 1991

    6) Pastor Bonifasius Manullang OFMCap.
    Parochus: September 1991 s/d April 1992

    7) Pastor Johannes Simamora OFMCap.
    Parochus: Mei 1992 s/d September 2005

    8) Pastor Thomas S. Saragi OFMCap.
    Parochus: Tahun 2005 s/d Oktober 2010

    9) Pastor Yustinus Turnip OFMCap.
    Diakonat dan Imam Baru: Tahun 1-8-2007 s/d 2008

    10) Pastor Raymundus Sianipar OFMCap.
    Pastor Rekan (Vikaris Parokial): Agustus 2009
    Parochus: Nopember 2010 s/d Agustus 2012
    11) Pastor Kosmas Tumanggor OFMCap.
    Pastor Rekan (Vikaris Parokial): Tahun 2000 s/d 1-9-2018

    12) Pastor Jumperdunan Manik OFMCap.
    Diakonat: 15-8-2017 s/d 26-1-2018
    Sebagai Imam baru: 26-1-2018 s/d 14-3-2018

    13) Pastor Monald Banjarnahor OFMCap.
    Parochus: 15-8-2012 s/d 30-8-2018
    Vikaris Parokial: 1-9-2018 s/d Mei 2019

    14) Pastor Leopold Purba OFMCap.
    Parochus: 1 September 2018 s/d 30 Juni 2020.
    Sejak 1 Juli 2020 non aktif sebagai Parochus karena sakit.

    15) Pastor Ivan Adelbert Siallagan OFMCap.
    Vikaris Parokial: 1 Agustus 2019 s/d sekarang

    16) Pastor Emmanuel J. Sembiring OFMCap.
    Administrator Paroki: 1 Juli 2020–31 Maret 2021
    Selanjutnya
    KEADAAN UMAT
    Umat Paroki ini terdiri dari berbagai etnis, antara lain: Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Tionghoa, Nias, Jawa, Flores.
    Umat per 5 Maret 2021 berjumlah 1.366 Kepala Keluarga dan 5.183 jiwa, yang tersebar di 58 lingkungan.
    KEGIATAN/KARYA PELAYANAN
    Kegiatan/karya pelayanan Paroki ini didasarkan pada 5 (lima) pilar hidup menggereja. Semua Seksi di Paroki ini berupaya mengembangkan setiap pilar sesuai dengan bidangnya dalam kebijakan DPPH. Pada setiap Seksi ada utusan DPPH sebagai penyambung antara Seksi dan DPPH.
    Dengan kata lain, setiap Seksi adalah perpanjangan tangan Pastor Paroki/DPPH.
    1. Kerygma (Pewartaan)
    Bidang Kerygma (Pewartaan) diemban oleh Seksi Paroki sebagai berikut:
    • Seksi Katekese
    • Seksi Komsos
    • Seksi KKS
    • Seksi Evangelisasi
    • Seksi Panggilan Suci
    2. Leitourgia (Liturgi)
    Bidang Leitourgia (Liturgi) dikembangkan oleh Seksi Paroki sebagai berikut:
    • Seksi Liturgi
    - Musik Liturgi
    - Liturgi Anak
    - Pembagi Komuni Tak Lazim (PKTL)

    • Tata Perayaan Sakramen
    - Perayaan Pembaptisan
    - Perayaan Penguatan/Krisma
    - Perayaan Ekaristi dan Komuni Pertama
    - Tobat dan Pendamaian
    - Pengurapan Orang Sakit
    - Imamat
    - Perkawinan

    • Tata Perayaan Sakramentali
    - Aneka Pemberkatan
    - Pelantikan (Lektor, Akolit, Katekis)
    - Eksorsisme
    - Perayaan Pemakaman
    - Perayaan Penerimaan Resmi
    • Devosi/Ulah Kesalehan
    • Paraliturgi (Ibadat Sabda/Doa Lingkungan/Rapat)
    • Perayaan Pelindung
    3. Diakonia (Pelayanan)
    Bidang Diakonia (Pelayanan) dikembangkan oleh Seksi Paroki sebagai berikut:
    • Seksi PSE
    • Seksi Aksi Puasa Pembangunan
    • Credit Union
    • Seksi Kesehatan
    • BPPG
    • Seksi Pembangunan
    4. Koinonia (Persekutuan)
    Bidang Koinonia (Persekutuan) dikembangkan oleh Seksi Paroki sebagai berikut:
    • Seksi Keluarga
    • Santa Monika
    • Kumpulan Ibu/PIK
    • Seksi Kepemudaan/OMK
    • ASMIKA/SEKAMI
    • Kerahiman Ilahi
    • Legio Maria
    • Persekutuan Karismatik Katolik
    5. Martyria (Kesaksian)
    Bidang Martyria (Kesaksian) dikembangkan oleh Seksi Paroki sebagai berikut:
    • Seksi HAK
    • Seksi Kerawam: WKRI-PMKRI-FMKI-Pemuda Katolik
    • Seksi Pendidikan
    HARAPAN/CITA-CITA KE MASA DEPAN
    Rasul Paulus berkata, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakakan: Bersuka-citalah” (Filipi 4:4). Seruan ini merupakan ciri umat beriman yang penuh sukacita dan pengharapan, pantang menyerah bila mengalami tantangan dan kesulitan, tidak mundur atau berhenti walaupun mengalami hambatan dan penderitaan dalam perjalanan hidup. Tidak ada paska kemenangan tanpa salib, sebagaimana terjadi dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus.
    Dalam mewujudkan pelayanan umat, seluruh umat beriman harus berupaya membuat yang terbaik sesuai dengan kharisma dan talenta masing-masing. Pada masa sulit pun, kita harus tetap bersemangat dalam iman, harap, dan kasih.
    Di masa depan kita tetap mengharapkan perkembangan umat, baik dari kualitas dan kuantitas yang antara lain tampak melalui pemekaran lingkungan. Untuk pengembangan ini dibutuhkan fasilitas pastoral yang memadai dan menjawab tuntutan zaman. Kita juga membutuhkan tenaga-tenaga pastoral yang mumpuni baik tertahbis maupun tak tertahbis.
    Untuk menggerakkan seluruh pelayanan ini kita dipanggil semakin membenahi Sekretariat Paroki sebagai dapur pastoral dan pusat pelayanan. Sekretariat Paroki mestilah memiliki data akurat, sistem pengelolaan pastoral yang baik, efektif, dan efisien yang berbasis data.
    Dalam semangat kesatuan Gereja Keuskupan Agung Medan, kita wajib mewujudkan setiap pelayanan seturut kebijakan Keuskupan Agung Medan seperti implementasi Sinode VI 2016, keputusan-keputusan Vikariat, arahan-arahan Uskup Agung Medan.
    Pantaslah diingat bahwa Paroki ini merupakan paroki tertua di Pematangsiantar dan sekitarnya, dan telah memekarkan sejumlah paroki. Fakta ini seharusnya menjadi pemicu semangat untuk semakin memajukan dan mengembangkan setiap pelayanan. Fakta lain, Paroki ini sangat kaya akan suku dan budaya, dikitari oleh banyak sekolah Katolik, lembaga kesehatan, dan sejumlah tarekat religius, yang sangat potensial bagi pengembangan karya pastoral Paroki ini. Semuanya ini harus dirawat dalam terang cahaya Injil.
    Untuk mewujudkan harapan dan cita-cita ini, umat beriman haruslah memiliki 3 (tiga) habitus yakni: kedisiplinan, kerja keras, dan peduli keuangan Paroki. Ketiga habitus ini hendaknya menjadi bingkai atau dasar kehidupan seluruh kegiatan Paroki, yang menjadi poros kegiatan bersama.
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Pamatang Raya

    0
    Pelindung
    :
    Santo Stefanus Martir
    Buku Paroki
    :
    Sejak 11 Agustus 2011. Sebelumnya bergabung dengan Paroki St. Fransiskus dari Assisi Saribudolok.
    Alamat
    :
    Jl. Santo Stefanus Martir No. 1, Kel. Sondi Raya, Kec. Raya, Simalungun - 21162
    Telp.
    :
    0822 7706 1088
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    938 KK / 3.436 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    19
    01. Bandar Hanopan
    04. Bintang Mariah
    07. Dolog Manahan
    10. Kampung Baru
    13. Mappu
    16. Sirpang Sigodang
    19. Tumbukan Dalig
    02. Bangun Mariah
    05. Bongguran
    08. Dolog Marimbun
    11. KampungTempel
    14. Pulian Baru
    17. Sorba Dolok

    03. Bangun Raya
    06. Dolog Huluan
    09. Gunung Mariah Panei
    12. Kariahan Usang
    15. Silou Hatomuan
    18. Tanjung Mariah
     
    RP. Roy Stepanus Nababan OFMCap
    06.09.'82
    Parochus

    Sejarah Paroki St. Stefanus Martir - Pamatang Raya

    Sejarah Singkat (klik untuk membaca)

    Paroki St. Stefanus Martir - Pamatang Raya, Keuskupan Agung Medan, terletak di Jl. St. Stefanus Martir No. 01 Kelurahan Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Paroki ini berdiri pada tanggal 11 Agustus 2011 sebagai pemekaran dari Paroki St. Fransiskus Assisi Saribudolog. Paroki ini adalah wujud dari Jubileum 75 Tahun Paroki Saribudolog di tahun 2010. Pada saat pesta Jubileum pada bulan November 2010 tersebut Bapa Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Anicetus Sinaga OFMCap mengumumkan pendirian baru yaitu Paroki Pamatang Raya.

    Latar belakang pendirian Paroki Pamatang Raya tidak lepas dari pertumbuhan umat yang begitu cepat di wilayah Pamatang Raya yang tentu juga membutuhkan pelayanan pastoral yang lebih memadai atau lebih intens. Juga perubahan status Pamatang Raya dari ibu kota Kecamatan menjadi ibukota Kabupaten diharapkan akan ikut menjadi pemicu perkembangan Paroki Pamatang Raya di berbagai bidang. Hal lain yang juga penting adalah mewujudkan gereja yang berinkulturasi adat istiadat, bahasa dan kultur budaya yang harus terjaga oleh dan lewat gereja lewat pendirian paroki ini.
    Paroki yang dirintis oleh Pastor Elpidius Van Duijnhoven (Oppung Dolog) kini sudah berbuah yakni Paroki St. Stefanus Martir - Pamatang Raya. Dengan demikian iman Katolik di Tanoh Habonaron Do Bona, yang berada di Keuskupan Agung Medan semakin berkembang seturut budaya Simalungun.
    Paroki ini di gembalakan oleh pastor dari Ordo Saudara Dina Kapusin (OFMCap). Awal berdiri jumlah gereja stasi hanya 16 gereja termasuk stasi induk yang penyebarannya di tiga (3) Kecamatan: Kec. Raya, Kec. Panei, Kec. Dolog Masagal. Di Kecamatan Raya terdapat 8 stasi yakni: Kampung Baru, Mappu, Tumbukan Dalig, Bongguron, Dolog Manahan, Kariahan Usang dan Pamatang Raya. Di Kecamatan Panei ada 5 stasi yakni: Sirpang Sigodang, Gunung Mariah Panei, Tanjung Mariah, Dolog Marimbun dan Kampung Tempel. Sementara di Kecamatan Dolog Masagal terdapat 3 stasi yakni: Pulian Baru, Bangun Mariah, Dolog Huluan. Pada tanggal 05 Juli 2015 berdiri 1 stasi lagi yaitu Stasi Silou Hatomuan yang dimekarkan dari Stasi Bongguron. Kemudian pada tahun 2018 ada 3 stasi dari Paroki St. Yoseph – Tebing Tinggi yakni Bandar Hanopan, Bangun Raya dan Sorba Dolog diserahkan ke Paroki Pamatang Raya. Ketiga stasi ini berada di dua Kecamatan yaitu: Kec. Silau Kahean dan Kec. Raya Kahean. Alasan penyerahan itu adalah karena jarak yang lebih dekat ke Pamatang Raya dan adanya kedekatan budaya khususnya bahasa yang dipakai masyarakat di sana sama dengan Pamatang Raya yaitu bahasa Simalungun.
    Umat Paroki Pamatang Raya menggunakan umumnya memakai Bahasa Simalungun baik dalam percakapan sehari-hari dan juga dalam perayaan Liturgi. Hal ini sejalan dengan semangat Konsili Vatikan II yang mendukung inkulturasi dalam Gereja Katolik. Maka pemakaian bahasa Simalungun dalam setiap perayaan Liturgi termasuk Ibadat Sabda dan Ekaristi tetap dipertahankan.
    Di sisi lain dengan berdirinya Pamatang Raya menjadi ibukota Kabupaten Simalungun sangat besar kemungkin Gereja Katolik juga akan ikut berkembang di Pamatang Raya sejalan dengan perkembangan dan kemajuan sosial ekonomi politik dan budaya. Dengan hadirnya Gereja Katolik Paroki di Pamatang Raya, kita semakin mendapat informasi tentang berbagai dinamika sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Fakta sosial itu juga didambakan oleh umat Katolik sebagai bagian utuh dari masyarakat Indonesia dapat ambil bagian sebagai “medan” panggilan dan perutusan berdasarkan prinsip-prinsip kekatolikan atau kristianitas dan nilai-nilai Pancasila.
    Kondisi kehidupan ekonomi umat di Pamatang Raya adalah menengah ke bawah. Sebagian besar (90%) umat memiliki mata pencaharian dengan bertani, sebagian kecil pegawai negeri, pegawai swasta, pedagang, guru dan wiraswasta.
    Secara statistik jumlah umat Paroki Pamatang Raya tampak terus bertambah, hingga saat ini per Oktober 2022, jumlah umat Paroki Pamatang Raya ada sebanyak 3.340 jiwa yang terdiri dari 898 Kepala Keluarga (KK) yang sebelumnya ditahun 2011 hanya sebanyak 2.294 jiwa dari 511 Kepala Keluarga (KK).
    Paroki Paroki Pamatang Raya sejak awal berdiri selalu digembalakan oleh para pastor dari Ordo Kapusin (OFMCap). Pastor yang menggagas pendirian Paroki ini adalah RP. Ambrosius Nainggolan, OFMCap (11 Agustus 2011–23 Agustus 2012). Kemudian setelah Paroki didirikan RP. Angelo Pk. Purba, OFMCap menjadi Parokus dan berkarya hingga tahun 2016 (23 Agustus 2012 - 12 September 2016). Kemudian RP. Angelo Purba digantikan oleh RP. Giovanno Sinaga, OFMCap yang berkarya sebagai Parokus sejak 12 September 2016 - 03 Maret 2019. Kemudian RP. Giovanno, OFMCap digantikan oleh RP. Togu Nestor Sinaga, OFMCap (03 Maret 2019 - 07 Agustus 2022). Kemudian RP. Togu Nestor Sinaga, OFMCap diganti oleh RP. Roy Stepanus Nababan, OFMCap sejak 07 Agustus 2022 sebagai Pastor Paroki Pamatang Raya hingga sekarang.
    Sejak berdirinya Paroki Pamatang Raya, pastor yang melayani dan tinggal di Paroki hanya satu orang pastor saja. Hal ini tentu dapat dianggap kurang ideal di mana biasanya Pastoran dihuni paling tidak 2 atau 3 pastor dan frater. Namun situasi kurangnya tenaga pastor atau imamlah yang kemungkinan besar menyebabkan Paroki Raya baru dilayani oleh satu imam saja.
    Di Paroki Pamatang Raya ada 5 orang suster dari kongregasi Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik (KYM), yang berkarya di Bidang Pendidikan dan pastoral. Di bidang Pendidikan para suster ini menjadi tenaga pendidik dan Kepala Sekolah di TK-SD Bintang Timur yang berdiri tahun 2013. Sejak berdiri sekolah ini semakin banyak diminati masyarakat. Hingga saat ini jumlah murid TK-SD sudah ada ± 500 orang. Umumnya murid-murid itu berasal dari keluarga-keluarga yang secara ekonomi menengah ke atas. Umumnya para murid berasal dari keluarga beragama GKPS, sementara yang berasal dari keluarga Katolik tidak banyak, mungkin sekitar 8 % saja. Di bidang pastoral hingga saat ini masih dijajaki agar kongregasi menyediakan tenaga suster untuk bisa membantu paroki dalam berpastoral di paroki maupun di stasi-stasi nantinya. Para suster KYM yang berkarya di Pamatang Raya sudah memiliki rumah dan komunitas yakni Komunitas Sta. Agata – Pamatang Raya. Susteran ini diberkati dan diresmikan oleh bapak Uskup Agung Medan, Mgr Anicetus Sinaga OFMCap pada tanggal 5 Februari 2016.
    Paroki yang baru bertumbuh membutuhkan tenaga-tenaga pastoral yang siap berkerja dengan serius dan disiplin demi tercapainya visi misi KAM dan terlaksananya Program Paroki dengan baik. Maka untuk itu Paroki selalu mendorong agar umat mau memberi diri untuk mau belajar dan mau memabantu pelayanan pastoral baik sebagai DPP, Seksi-Seksi, Pengurus Stasi dan Lingkungan dan Guru Bina Iman Anak Sekolah Minggu.
    Pembekalan pengurus gereja paroki merupakan langkah awal yang sudah dilakukan sejak berdirinya Paroki Pamatang Raya. Pembekalan itu diadakan lewat kerjasama dengan komisi- komisi terkait di KAM termasuk Komisi Liturgi, Komisi Kateketik dan Komisi Kitab Suci. Hingga saat ini sudah ada 8 kali kursus yang diadakan untuk pembekalan pengurus gereja. Secara khusus bagi kaum muda agar dari kalangan milenium juga berani tampil menjadi tenaga pastoral, maka di Paroki juga dihadirkan seorang Katekis Gereasi Muda (KGM) yang bekerjasama dengan Komisi Kepemudaan Keuskupan, sehingga pendampingan bagi orangmuda lebih fokus dan terarah. Maka, pada tahun 23 Februari 2020 diadakan peletakan batu pertama Pembangunan Gedung Pembinaan Umat Paroki St. Stefanus Martir - Pamatang Raya, dan diresmikan pada tanggal 17 Juli 2022 oleh RP. Fridolinus Simanjorang, OFMCap Vikaris Episkopal St. Paulus Rasul Pematang Siantar, Pimpinan Ordo Kapusin Medan RP. Selestinus Manalu dan seribuan umat dan para undangan. Sekretariat Paroki Pamatang Raya buka setiap hari Senin – Sabtu 08.00 - 15.00. Sekretariat Paroki berada di gedung yang sama dengan gedung Pastoran. Gedung Pastoran sudah permanen dan sudah diberkati Uskup pada tanggal 22 November 2015 yang lalu.
    Sekretariat Paroki dilayani seorang pegawai, Pak Jepri Simarmata. Tahun demi tahun paroki mengupayakan agar administrasi dikelola dengan lebih baik dan lengkap. Untuk itu pembinaan dan pengadaan sarana administrasi Sekretariat Paroki sangat perlu diperhatikan. Saat ini Paroki Pamatang telah memiliki database umat yang disinkronkan dengan database keuskupan atau yang disebut Basis Integrasi Data Umat Keuskupan (BIDUK). Melalui program digital ini para pastor dan para sekretaris dapat mengupdate dan mengakses data umat kapan saja dan di mana saja.
    Melalui program BIDUK ini data umat di Paroki semakin lebih akurat sehingga hal ini dapat membantu para pastor dan DPP mengenal umat lebih jauh dan lebih mudah mengambil sikap dan langkah-langkah pelayanan yang cocok dan dibutuhkan umat.
    Panggilan hidup menjadi imam atau biarawan/biarawati dari paroki ini termasuk cukup banyak. Hingga saat ini sudah 5 orang imam yang terpanggil dari Paroki Pamatang Raya yakni: RP. Gindo Saragih OFMConv, RD. Gundo Saragih Pr, RP. Fransiskus Radiaman Purba OFMConv, RP. Pio Amran Purba OFMConv, RP. Rinardo Saragih OFMCap. Ada 3 frater yang masih menjalani pendidikan di STFT Sinaksak. Kemudian ada 20 suster yang sudah berkaul kekal, lalu ada 5 suster yang masih pada masa pendidikan serta 2 orang di Seminari.
    Demikian sejarah Paroki St. Stefanus Martir – Pamatang Raya, Keuskupan Agung Medan, dengan motto “Sariah Sauhur Patalarhon Harajonni Naibata” (Sehati Sejiwa Mewujudkan Kerajaan Allah). Berikut akan dipaparkan Sejarah Stasi-stasi di Paroki Pamatang Raya.
    Sejarah Stasi St. Fidelis Sigmaringen - Sirpang Sigodang (1936)
    Gereja Katolik Stasi Santo Fidelis Sigmaringen-Sirpang Sigodang pada awalnya bermula di Hutailing. Hutailing adalah nama kampung sekaligus nama jembatan yang menghubungkan Pamatang Raya menuju Kota Pamatang Siantar. Di Hutailing berdiri gereja kecil tahun 1936 yang dihadiri oleh keluarga Marenus Siboro dan Sunding Naidara Inta Br. Sinaga, yang memiliki 4 orang anak. Keluarga ini pindah dari Sibaganding, Sawah Dua. Keempat anaknya dibaptis oleh Pastor Elpidius Van Duijnhoven pada tanggal 23 April 1936 yakni Petrus Jatikar Siboro, Dariana Br. Siboro, Inna Br. Siboro, dan Eli Siboro. Melalui penerimaan Sakramen baptis inilah dimulai adanya Gereja Katolik St. Fidelis Sigmaringen di Stasi Sirpang Sigodang, yang sebelumnya disebut Gereja Katolik Hutailing sekaligus stasi tertua di Paroki St. Stefanus Martir Pamatang Raya.
    Pada tahun 1942 dua orang guru bernama Molan Saragih dan Mengkan Saragih datang dari Pamatang Siantar menuju kampung Pangundalian untuk mengajak orang untuk sekolah keguruan di Balige. Lalu mereka bertemu dengan seorang Bapak yang bersedia memberikan anaknya sekolah kesana yang bernama Tormeja Purba (Orangtua RP. Benyamin A.C Purba, OFMCap). Semua keperluan sekolah diurus Oppung Dolog. Setelah mereka lulus dari sana mereka pun diterima bekerja sebagai tenaga pengajar di Pematang Siantar.
    Perkembangan stasi ini tidak lepas dari peran dan kehadiran Oppung Dolog yang dengan tekun mengajak orang mengenal Yesus Kristus. Oppung Dolog dikenal sebagai orang yang murah hati dan suka membantu siapa saja yang dia lihat mengalami kesulitan tanpa memandang agama atau suku tutur bapak B F. Sumbayak selaku saksi hidup sejarah Gereja ini. Oppung Dolog giat menyebarkan ajaran agama Katolik dengan berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor besar dan kehadirannya selalu membawa damai. Walaupun banyak penolakan yang diterima karena Oppung Dolog adalah seorang berkebangsaan Belanda namun ia tetap rutin datang ke Pangundalian, Hutailing dan Parsinalihan yang merupakan nama kampung ini sebelum disebut Sirpang Sigodang.
    Atas usaha dan semangat pelayanan yang dilakukan oleh Oppung Dolog maka untuk pertama kalinya ada 14 orang umat dari Pangundalian, Parsinalihan dan Hutailing memberikan dirinya dibaptis untuk diterima menjadi Katolik. Kegiatan ibadat mingguan di kampung itu dibuat secara bergilir mulai dari rumah Marenus Siboro selanjutnya di rumah Nongat Saragih. Pada masa ini belum ada lampu listrik di jalan dan di rumah, maka mereka berjalan dengan menggunakan obor. Demikian juga di dalam rumah mereka memakai obor selama peribadatan. Lalu dalam perjalanan waktu mereka memakai sebuah rumah kosong tepatnya gudang koperasi di Pangundalian yang disepakati umat menjadi tempat beribadah.
    Pada tahun 1945 umat berhasil mendapatkan tanah gereja di Sirpang Sigodang tepatnya di Kampung Tinggi, namun jaraknya cukup jauh dari jalan besar. Namun selama lima tahun umat masih beribadat di rumah. Pada saat itu stasi masih bergabung ke Paroki Santo Laurentius Jln. Sibolga Pamatang Siantar. Kemudian Oppung Dolog meminta bantuan kepada Bapak Riang Saragih (alm) untuk mendapatkan tanah gereja sekarang ini. Umat pun bergotong-royong membangun gereja. Tahun 1950 dibangunlah gereja dengan ukuran 8m x 10m yang tebuat dari tiang kayu, berdinding tepas bambu, serta beratap ilalang.
    Pada tahun 1952 dua orang umat menerima Sakramen Baptis dan pada saat itulah stasi ini bergabung dengan Paroki St. Fransiskus Asisi Saribu Dolog. Pada tahun 1954 jumlah umat menjadi 18 kepala keluarga (KK). Perkembangan gereja tergolong lambat dan menurut penuturan, hal ini karena beberapa alasan yaitu Pastor Oppung Dolog orang Belanda, dan tata bahasa ibadat masih menggunakan bahasa Batak toba.
    Pada tahun 1957 jumlah umat bertambah menjadi 48 KK. Melihat perkembangan itu Oppung Dolog berniat untuk mendirikan sebuah Sekolah Rakyat (SR) namun lokasi belajar dilalukan di halaman Gereja. SR ini dibimbing oleh Bapak H. Bonifasius Saragih Sumbayak serta memiliki sekitar 30 orang siswa. Kegiatan hanya berjalan selama 6 bulan, karena pada zaman itu pemerintah mengeluarkan aturan bahwa sebuah sekolah harus memiliki minimal 42 siswa agar sekolah dapat berdiri. Dengan berat hati Oppung Dolog membuat surat permohonan agar para siswa tadi dipindahkan dan diterima di SD Merek Raya.
    Tahun 1958 terjadi pemberontakan PPRI/PERMESTA. Peristiwa itu ikut mempengaruhi keadaan masyarakat baik di pusat dan daerah. Namun demikian umat tetap bertambah sampai tahun 1960 jumlah umat sudah 62 KK. Pada tahun 1966 nama kuria Pangundalian Hutailing berubah menjadi Gereja Katolik St. Fidelis Sigmaringen Sirpang Sigodang sekaligus pada hari yang sama empat orang umat dibaptis disana.
    Tahun 1968 umat sudah semakin banyak dan keadaan gereja tidak memungkinkan lagi untuk menampung 60 KK. Umat berunding dan berencana membangun gereja dengan mengumpulkan dana melalui hasil panen 10-15 kaleng padi/rumah tangga selama 3 tahun. Panitia pembangunan pada saat itu diketuai oleh Mangkat Purba (alm), Sekretaris Elkana Purba (alm), dan bendahara Nasim Saragih (alm). Pada 1971 mereka berhasil mengumpulkan sejumlah uang yang diperlukan. Pada tahun 1972 dibangunlah gereja semi permanen dengan ukuran 8 m x 14 m. Pada tahun yang sama Oppung Dolog membawa 6 lonceng dari Belanda salah satu lonceng bahkan ada beratnya sampai 500 kg. Nama stasi yang mendapatkan lonceng tersebut adalah Sirpang Sigodang, Purba Saribu, Halaotan, Naga Panei, Huta Tinggir dan Gunung Mariah Panei.
    Desember 1973 lonceng gerejapun dipasang beberapa umat datang dan menyaksikan lonceng tersebut didoakan oleh Oppung Dolog, wujud doa “sai tinggil ma pinggolni jolma na manangar sora ni giring-giring on” artinya “semoga melalui suara nyaring lonceng ini didengar oleh orang yang mendengarkan” setelah itu lonceng ditarik 3 x (6 kali bersuara).
    Pada saat itu dipilih kepengurusan stasi dimana Ketua Dewan Stasi (Voorhanger) diemban oleh Bapak H. Bonifasius Saragih Sumbayak (1954-1987), Wakil KDS Bapak Pijor Sinaga (+) dan diteruskan oleh Lukkas Saragih, Bendahara oleh Bapak Magel Sinaga (+), dilanjutkan oleh Gaduan Damanik. Salah seorang pengurus gereja diangkat menjadi katekis paroki yaitu Saudin Purba dan menjabat selama tiga tahun. Dan mulai saat itu banyak kegiatan dilakukan oleh umat seperti penerimaan Sakramen Baptis, Pernikahan, Perayaan Natal.
    Tahun 1998 tanah pertapakan gereja diturunkan 2,5 meter agar umat mudah beribadah. Dulu banyak umat berumur 60 tahun sudah tidak ke gereja karena tidak sanggup naik tangga mendaki agar sampai ke gereja. Alasan lain agar kendaraan bisa sampai ke halaman gereja. Dua bulan setelah itu umat mendapat sejumlah bantuan dari Paroki, Keuskupan, dan Donatur. Tahun 1999 dibuat pesta pembangunan untuk menggalang dana. Dana yang terkumpul sekitar 16 juta.
    Secara geografis Desa Sirpang Sigodang berlokasi di Jalan Besar Saribudolok, Nagori Simpang Sigodang, Kecamatan Panei Tongah. Sirpang Sigodang adalah sebuah desa yang unik. Sebagian besar masyarakatnya memiliki keterampilan membuat kerajinan menganyam bambu yang dijadikan sebagai keranjang tempat buah jeruk, mangga, dann tomat. Keranjang ini biasa disebut dengan sebutan keranjang kating. Kerajinan ini sudah menjadi warisan dari nenek moyang dan diajarkan dari generasi ke generasi. Tidak heran hampir setiap rumah di kampung ini memproduksi barang yang sama.
    Di Sirpang Sigodang juga terdapat dua Gereja yang saling berdampingan yaitu Gereja Katolik St. Fidelis Sigmaringen Sirpang Sigodang dan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Sirpang Sigodang. Kedua gereja ini hidup damai dan tentram.
    Dari tahun 2000-2001 pembangunan gereja dilakukan kembali dan diubah menjadi bangunan permanen seperti sekarang ini termasuk pembangunan kamar mandi. Keadaan gereja pada tahun 2001 masih polos belum ada bangku umat, asbes gereja juga belum terpasang, lantai masih semen. Menurut penuturan Bapak Janahot Sinaga, para pastor yang berasal dari stasi ini juga ikut berkontribusi membantu seperti, RP. Fransiskus Radiaman Purba, OFMConv. menyumbangkan Keyboard dan speaker gereja, RP. Pio Amran Purba, OFMConv dari Roma (Italia) memberi lukisan St. Fidelis Sigmaringen.
    Pada tahun 2011 Paroki St. Stefanus Martir Pematang Raya dimekarkan dari Paroki St. Fransiskus Assisi Saribu Dolog, keaktifan stasi ini tetap dapat dibanggakan. Kegiatan Ibadat mingguan rutin dilaksanakan dan dimulai dari ibadat pagi oleh anak sekolah minggu Katolik (ASMIKA) pukul 08.00 wib, dan dilanjutkan ibadat sabda biasa pukul 10.00 wib. Selain itu perkembangan iman muda-mudi Katolik yang sekarang lebih dikenal Orang Muda Katolik (OMK) cukup membanggakan ibadat rutin seperti Doa dan Ngopi dilaksanakan setiap sabtu malam pukul 20.00 wib. Begitu juga Parsadaan Bapa Katolik (PARBAKAT) yang rutin melaksanakan ibadat setiap senin malam, dan Partuppuan Inang Katolik (PIK) sekali sebulan selalu melaksanakan kegiatan perkumpulan.
    Berikut ini nama-nama Ketua Dewan Stasi (KDS) yang pernah menjabat dari tahun 1954- sekarang di Stasi Sirpang Sigodang yaitu H. Bonifasius Saragih (masa jabatan 32 tahun), Abdun Saragih (kurang lebih 5 tahun), lalu selama 2 tahun lamanya sempat dibuat pengganti sementara (Kraketer) oleh Kalam Saragih, Jerman Saragih (3 tahun), Martua Simarmata (6 tahun), Janahot Sinaga (8 tahun), Johan Saragih (5 tahun), dan Agustinus Purba (sekarang). Hingga saat ini jumlah umat di stasi Sirpang Sigodang sudah mencapai 89 keluarga, dengan jumlah jiwa sebanyak 340 orang. Akan tetap melihat usia stasi ini yang sudah berumur 85 tahun pada tahun 2021 ini rasanya perkembangan dan pertumbuhan umat Katolik di kampung ini relatif rendah.
    Iman Katolik semakin bertumbuh dan berkembang di stasi ini. Bibit iman yang ditanamkan oleh Oppung Dolog di Sirpang Sigodang kini sudah berbuah manis. Tanda kemanisan buah-buah itu adalah lahirnya panggilan hidup membiara dan menjadi imam dari stasi ini. Ada empat orang imam dan 3 orang biarawati yang terpanggil dari stasi Sirpang Sigodang yaitu
    RP. Gindo Gervatius Saragih, OFMConv,
    RD. Gundo Franci Saragih, Pr.;
    RP. Fransiskus Radiaman Purba, OFMConv.;
    RP. Pio Amran Purba, OFM Conv.;
    Sr. Luis Malau, KYM
    Sr, Iren Purba, HK.
    Fr. Fridolinus Sinaga, Pr. dan
    Sr. Maria Cristina Situmorang, KYM.
    Sejarah Stasi St. Vinsensius de Paul Mappu (1938)
    Gereja Katolik St.Vinsensius De Paul Mappu, terletak di dusun Siporkas, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Jalan menuju ke stasi ini cukup bagus dapat diakses dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak tempuh 8 km dari Pamatang Raya. Mayoritas penduduknya hidup dari pertanian seperti menanam jahe, cabai, jagung dan jeruk.
    Berdirinya Gereja Katolik di stasi Mappu ini tidak terlepas dari semangat misi Pastor Elpidius Van Duijnhoven, OFMCap atau lebih dikenal dengan nama Oppung Dolog. Oppung Dolog pertama sekali menginjakkan kaki di stasi ini pada tahun 1938. Bermula dari pertemuan Oppung Dolog dengan Bapak Maraja Elias Purba. Sebelumnya mereka sudah beberapa kali berpapasan saat Maraja Elias Purba hendak pergi bekerja, sedangkan Oppung Dolog hendak ke Saribu Dolog atau saat pulang ke Sawah Dua, tetapi mereka tidak pernah bertegur sapa. Maraja Elias Purba pada saat itu bekerja di Dinas Kehutanan (saat zaman penjajahan Belanda) yang menggunakan topi baja yang persis sama dipakai Oppung Dolog. Pada saat Istri dari Maraja masuk rumah sakit, tanpa sengaja mereka saling bertegur sapa, maka Oppung Dolog diperkenalkan kepada istrinya, itulah awal mereka saling mengenal.
    Setelah makin akrab, Maraja mau bercerita tentang keadaan masyarakat di Mappu yang pada saat itu masih menganut sistem kerajaan di Simalungun yang ketat. Maraja memiliki kekerabatan dekat dengan Tuan Mappu. Hal ini menjadi kesempatan yang baik bagi Oppung Dolog untuk mengembangkan misi Katolik di daerah Siporkas atas dukungan dari Maraja dan Tuan Mappu. Perlahan Oppung Dolog membina umat dengan mengadakan ibadat dari rumah ke rumah dengan umat pertama 6 keluarga. Pada tahun 1958 dengan semangat gotong- royong, gereja didirikan di atas tanah salah satu umat yang menghibahkannya, yaitu tanah milik Daurung Saragih dengan ukuran 5 x 7 meter, yang terbuat dari kayu balok, dinding anyaman bambu dan beratap ilalang. Tahun-tahun berikutnya umat dengan antusias dan semangat bergotong royong untuk memperbaiki gereja dengan cara membentuk kelompok tani menanam jahe, dan hasilnya dipergunakan umat untuk merenovasi gereja dengan berdinding papan dan lantai semen.
    Namun demikian perkembangan umat Katolik di kampung ini tergolong lambat. Hal itu bisa disebabkan beberapa faktor antara lain: anak yang sudah menikah cenderung pindah dari kampung Mappu atau pergi merantau; juga stasi ini tergolong terpisah dari gereja Katolik yang lain dalam hal jarak yang membuat umat merasa asing ditengah GKPS; alsan lainnya pastor sangat jarang berkunjung ke stasi ini ketika masih bergabung dengan Paroki Saribudolog. Akan tetapi setelah Paroki St. Stefanus Martir Pamatang Raya dimekarkan dari Saribu Dolog, maka kunjungan Pastorpun semakin meningkat yang membuat umat Katolik di Mappu semakin semangat juga.
    Hal ini diungkapkan Pastor Paroki RP. Angelo Pk Purba, OFM.Cap, yang pada awal 2013 pertama kali mengunjungi dan mengadakan perayaan Ekaristi di stasi Mappu: ”Stasi Mappu sangat menarik, berpotensi, umat bersemangat, kompak dan jika diperhatikan serta diberi sentuhan maka hidup menggereja makin berkembang.” Hal ini terlihat dari semangat menggereja dari beberapa keluarga yang masih bertahan hingga saat ini. Semangat kekatolikan dan rasa kekeluargaan membuat mereka bertahan di stasi kendati selalu ada tawaran dari gereja tetangga untuk pindah ke GKPS.
    Lokasi gereja pada awal berdirinya stasi Mappu berlokasi di belakang perkampungan dan akses ke gereja harus melalui jalan kecil dari samping rumah penduduk. Namun kira-kira tahun 2015, satu keluarga yang murah hati menghibahkan tanahnya untuk relokasi gereja Katolik. Keluarga tersebut adalah keluarga Bapak Tuah Paulinus Sitopu. Beliau dengan senang hati merelakan tanahnya menjadi lokasi gereja Katolik yang baru dengan ukuran 22 x 40m.
    Lokasi pertapakan yang baru ini mudah ditempuh umat karena persis berada di samping jalan perkampungan menuju Siporkas. Umat Katolik Mappu bergembira menyambut pemberian tanah tersebut dan berusaha melanjutkan kelompok tani dengan menanam jahe untuk membangun gereja yang baru. Uang hasil panen jahe mereka simpan dan tetap bergotong-royong menanam dilahan umat yang memberikan lahan secara gratis. Jahe yang mereka kerjakan berhasil dengan baik, mereka berjanji akan tetap menanam jahe hingga gereja mereka yang baru didirikan dan rampung. Pada tanggal 7 Agustus 2016 peletakan batu pertama untuk pembangunan Gereja barupun dimulai. Biaya ini diperoleh bukan hanya cuma-cuma, umat terus bergotong royong menanam jahe untuk mengumpulkan dana. Dana untuk pembangunan gereja ini menelan biaya ±500 juta rupiah. Berkat dari Tuhan lewat orang-orang yang berbelas kasih dari beberapa donatur, juga donatur PPGK (Program Peduli Gereja Katolik) oleh Gregorius Tan, yang hadir dalam pesta pemberkatan gereja ini. Akhirnya Minggu, 5 Februari 2017 Gereja Stasi Santo Vinsensius De Paul Mappu diberkati oleh Uskup Emeritus Mgr. A.G. Pius Datubara OFMcap.
    Beberapa nama yang pernah menjadi Ketua Dewan Stasi di Mappu pantas. KDS pertama adalah Jameter Sinaga, kemudian Jesman Damanik, Jale Purba, Tupang Purba, Jonra Purba, Ludin Purba, dan Jarisman Purba (sekarang).
    Sejarah Stasi St. Petrus Dolog Manahan (1948)
    Sekitar tahun 1948 Pastor Elpidius Van Duijnhoven OFMCap pertama kali datang ke Dolog Manahan untuk memberitakan Injil dan mengajarkan ajaran agama Katolik. Namun sebelum Opung Dolog datang agama Protestan sudah ada sebelumnya yaitu HKBPS (Huria Kristen Batak Protestan Simalungun) yang merupakan cikal bakal GKPS (Gerjea Kristen Protestan Simalungun), juga sudah ada sebagian masyarakat yang menganut agama si sombah begu – begu atau sering disebut agama yang menyembah pohon besar.
    Pastor yang juga digelari Oppung Dolog itu datang ke Dolog Manahan dari Mappu melewati sungai Bah Bala karena jalan dari Raya ke Dolog Manahan masih melewati sungai itu. Dahulu transportasi belum mencukupi dan warga pergi pekan Tiga Raya masih menggunakan tenaga kerbau dengan gojos . Setiap Oppung Dolog ingin datang ke Dolog Manahan, selalu ada warga Dolog Manahan yang menunggu pastor di seberang sungai Bah Bala untuk menolong Oppung Dolog menyeberang sungai tersebut. Oppung Dolog pernah terjatuh di sungai Bah Bala karena penyakit rematik sehingga beliau juga takut kalau melewati sungai itu.
    Bersama dua rekan Horaji Lingga yaitu Mata Damanik dan Kodim Sigumonrong, perkumpulan yang diadakan masih seputar pengenalan agama Katolik kepada warga setempat dan kemudian banyak warga yang datang ke rumah Horaji Lingga untuk mendengarkan ajaran agama Katolik yang di ajarkan oleh Oppung Dolog. Karena semakin banyak warga yang datang dan tidak muat lagi di rumah bapak Horaji Lingga, di bangunlah gereja petama Dolog Manahan tetapi masih seperti gubuk yang menggunakan dinding topas (bambu), dan beratap rumbia dan berdiri di tanah Horaji Lingga tepat disamping rumahnya.
    Pembangunan gereja pada saat itu didirikan dengan gotong royong oleh warga yang ikut perkumpulan/pengarahan yang di ajarkan Oppung Dolog. Setelah didirikan banyak juga orang yang beragama Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) masuk ke dalam perkumpulan itu tetapi banyak juga yang keluar dikarenakan tidak tahu berbahasa Batak Toba karena disaat itu ibadat liturgi menggunakan bahasa Batak Toba. Namun meskipun menggunakan bahasa Batak Toba banyak warga yang ikut akan ajaran tersebut bahkan bukan dari Dolog Manahan saja. Dahulu gereja Katolik Dolog Manahan umatnya mulai dari Bongguron, Silou Hatomuan, dan Kariahan Usang.
    Perlahan-lahan umat semakin bertambah banyak sehingga warga Dolog Manahan bermusyawarah untuk memindahkan gereja yang kecil di samping rumah Horaji ke lahan yang lebih luas. Kakek dari Sardin Sumbayak dan Rabitang Sumbayak dengan senang hati memberikan sebagian tanah mereka untuk menjadi lahan pendirian Gereja Katolik. Gereja kecil itupun di geser ke lahan baru dan diberi nama Stasi Santo Petrus Dolog Manahan.
    Setelah sekian lama Horaji Lingga dan kedua rekannya menjabat sebagai Voorhanger/KDS, Horaji dan Oppung Dolog mengangkat Mata Damanik sebagai Ketua Dewan Stasi (KDS) di karenakan Horaji sudah tua. Kedua rekannya sudah terlebih dahulu meninggalkannya, Kodim Sigumonrong meninggal dunia, dan di kebumikan dengan status belum ada agamanya. Pada saat itu Oppung Dolog masih menggunakan bahasa Batak Toba dalam pengajarannya dan selama itu pun umat beribadat menggunakan bahasa Batak Toba.
    Pada tahun 1974 Mata Damanik sudah merasa dirinya tidak sanggup lagi dan dia mengajukan sebuah permintaan mengundurkan diri kepada Oppung Dolog supaya Opung Dolog menunjuk umat sebagai penggantinya. Kemudian Opung Dolog mengadakan rapat kuria, untuk pemilihan KDS yang baru. Oppung Dolog menunjuk Sariaman Purba Sigumonrong sebagai KDS yang baru. Seiring dengan berjalannya waktu Sariaman dan rekan – rekannya bermusyawarah supaya membangun gereja lebih besar lagi. Namun uang pembangunan belum mencukupi sehingga pengurus – pengurus gereja bermusyawarah. Hasil dari musyawarah, mereka akan bergotong royong di lokasi tanah wakaf, karena tanah wakaf luas dan belum banyak penghuninya seningga masih bisa di gunakan sebagai lahan pertanian. Umat Katolik Dolog Manahan pada waktu itu menanam padi di tanah wakaf tersebut, dan hasilnya di lelang di gereja atau dijual ke Tiga Raya kemudian hasil dari penjualannya di simpan yang kemudian di gunakan sebagai dana pembangunan.
    Tibalah pembangunan gereja yang baru, gereja yang baru ini posisinya tidak sama seperti semula namun di pindahkan ke sebelah barat sekitar 20 meter. Gereja di bangun menggunakan dinding setengah beton dan setengah papan, berlantaikan semen, dan atap seng. KDS pada masa ini adalah Sariaman Purba. Namun pada tahun 1998 Sariaman Meninggal dunia dalam keadaan masih menjabat sebagai KDS Dolog Managan.
    Pada tahun 1999 terpilihlah Saralem Lingga sebagai KDS yang baru, dengan masa satu periode pada saat itu hanya 3 tahun saja. Pada sekitar tahun 1999 ke 2001 Saralem Lingga dan rekan – rekannya pengurus melakukan pemekaran stasi yang baru lagi yakni stasi Kariahan Usang. Pada saat pembangunan gereja itu semua kayu yang di gunakan di ambil dari kayu yang berada di sepanjang jalan nagori Bongguron-Kariahan.
    Setelah 3 tahun Saralem Lingga menjabat sebagai KDS, di tahun 2002 kepeminpinan dilanjutkan oleh Rasamen Saragih. Sekitar tahun 2007 Gereja Katolik Santo Petrus Dolog Manahan di perbaharui. Saat itu Gereja Katolik Dolog Manahan masih menjadi bagian dari Paroki Saribu Dolog. Dalam masa pembangunannya para umat dan pengurus tentu akan menyiapkan peralatan untuk membangun gereja yang baru, seperti batu padas, pasir, dan kayu.
    Namun dalam pembangunannya terjadi beberapa konflik seperti kekurangan dana, mengalami penipuan, bahkan kesalah pahaman yang menyangkut hukum. Dalam hal kesalah pahaman ini ketua pembangunan yaitu Jon Paris Lingga, mendapat surat panggilan dari Polres Simalungun, beliau dan rekan – rekannya mendapat surat panggilan bukan hanya sekali tetapi sampai empat kali, karena tuduhan pencurian atau penjualan kayu. Ada pihak ke tiga yang melaporkan kepada Polres Simalungun bahwa beliau melakukan penjualan kayu untuk keperluan pribadi. Padahal yang sebenarnya tujuan dari pengambilan kayu tersebut adalah untuk pembangunan Gereja Katolik Dolog Manahan, lagi pula kayu tersebut bukan di curi tetapi sudah di minta kepada pihak yang bersangkutan yaitu Juliaman Purba (pemilik tanah) yang berlokasi di Kariahan Usang.
    Dalam surat panggilan, Polres Simalungun meminta penjelasan kepada tersangka dan para saksi. Yang menjadi saksi pada saat itu adalah Belsius Purba (Sekretaris Pembangunan), Rasamen Saragih (KDS), dan Jhon Teker (Penebang kayu). Lalu dengan tegas tersangka dan saksi-saksi mengatakan bahwa pengambilan kayu tersebut bukan untuk pribadi melainkan untuk pembangunan gereja. Selain itu banyak juga saksi dari luar pihak yang menyatakan bahwa Jon Paris Lingga (tersangka) tidak melakukan penjualan kayu. Di antaranya adalah Parlindungan Purba (anggota DPD Sumatera Utara), Jhon Hugo (mantan Bupati Simalungun), Albert Sinaga (Dewan Paroki Saribu Dolog), dan Pastor Pandiangan selaku Pastor Paroki. Mereka menelepon ke Polres Siantar- Simalungun, bahkan Pastor Pandiangan berbicara langsung kepada salah satu Polres Simalungun bahwa masalah ini hanya kesalah pahaman. Sampai-sampai Polres Simalungun kewalahan karena banyaknya pihak pendukung.
    Satu hal yang perlu di ketahui bahwa pengambilan kayu ini bukan hanya kesepakatan sepihak atau kesepakatan pengurus saja, tetapi ini sudah menjadi keputusan dan kesepakatan atas hasil rapat bersama umat Stasi Dolog Manahan. Namun yang paling misterius adalah siapa orang yang melaporkan tersangka kepada Polres Simalungun tidak di ketahui sampai sekarang, dan polisi juga tidak mempersoalkan hal itu. Sebelumnya para saksi dan tersangka sudah menanyakan kepada Polres Simalungun, siapa sebenarnya yang melaporkan mereka, namun sayangnya Polisi tersebut tidak mau memberi tahu siapa yang melaporkan mereka.
    Dalam hal ini umat sampai berhenti ke gereja sekitar satu bulan, setelah itu umat di anjurkan melakukan ibadat di rumah salah satu umat (Op. Luis Purba). Seiring berjalannya waktu umat Katolik yang ada di Stasi Dolog Manahan merasa bosan atau jenuh karena tidak dapat mengadakan ibadat di gereja seperti yang seharusnya. Sehingga para umat membuat tindakan masing-masing dan kegiatan menggereja sempat terhenti dengan jangkauan waktu yang cukup lama. Umat juga pernah beribadat menggunakan tenda biru. Untuk mengatasi ini, para umat melakukan pencarian dana dengan cara ber vokal group ke Stasi Saribu Dolog dan Stasi Harang Gaol. Pencarian dana ini di lakukan kurang lebih sekitar tiga kali. Sesudah dana mulai terkumpul pembangunan dapat di lanjutkan. Tayub tenda pun di bangun sehingga gereja tidak perlu memakai tenda biru untuk menjadi atap gereja tersebut.
    Pada tanggal 18 Oktober 2009 Gereja Katolik Santo Petrus Dolog Manahan di resmikan. Gereja ini di resmikan langsung oleh Mgr. Anicetus Bongsu Antonius Sinaga, OFMCap. Satu tahun setelah peresmian yang menjadi Ketua Dewan Stasi masih Rasamen Saragih, lalu masuk pergantian KDS, Rasamen di gantikan oleh Belisius Purba yang menjabat jadi KDS mulai dari Tahun 2011- 2016. Lalu setelah itu di gantikan lagi oleh Juni Faif Saragih mulai dari Tahun 2016-2020. Namun karena KDS yang sekarang meninggal dunia pada November 2020, sehingga mulai saat itu tugasnya sebagai KDS di ambil alih oleh Wakil KDS yaitu Jon Paris Lingga. Untuk KDS 2021 dipimpin oleh Bona Ventura Purba.
    Sejarah Stasi St. Mikael - Bintang Mariah (1948)
    Gereja Katolik mulai berdiri di Stasi Santo Mikael Bintang Mariah pada tahun 1948 dengan umat pertama berjumlah 5 keluarga. Pada awalnuya dilayani oleh Pastor Elpidius Van Duijnhoven atau lebih dikenal dengan nama Oppung Dolog, kelahiran Belanda. Kemudian dilanjutkan oleh seorang umat bermarga Simarmata, namun memiliki semangat luar biasa dalam penyebaran iman Katolik. Gereja Katolik Santo Mikael Bintang Mariah sudah berdiri sendiri tanpa adanya pemimpin (KDS) selama 10 tahun (1948-1958). Untuk perayaan Ekaristi sendiri, para umat akan diundang ke Paroki Saribu Dolog. Kemudian pada tahun 1959 Bapak L. Josep Sipayung diangkat sebagai Ketua Dewan Stasi. Bapak L. Josep Sipayung menjabat sebagai Ketua Dewan Stasi dengan masa jabatan paling lama sepanjang sejarah berdirinya Gereja sampai saat ini. Beliau menjabat sebagai KDS selama 26 tahun (1959-1985).
    Pada tahun 1985 umat mulai membangun sebuah Gereja dengan pilar-pilar yang terbuat dari kayu potong bulat tanpa sentuhan tukang yang handal dengan atap dan dinding terbuat dari pohon bambu. Umat Katolik pun saat itu bertambah dengan jumlah sebanyak 19 kepala keluarga.
    Pastor Samuel Aritonang saat menjadi Pastor paroki di Saribu Dolog, menjadi Pastor pertama yang melayani, mencurahkan injil Kristus di Stasi Bintang Mariah setelah Oppung Dolog, tentunya. Kemudian disusul oleh Pastor Albert Pandiangan yang juga melayani cukup lama. Setelah itu umat Stasi Bintang Mariah menerima berkat kembali dengan kedatangan Pastor Ambrosius Nainggolan. Pada tahun 1990, Stasi Bintang Mariah membangun Gereja kedua dengan jumlah umat yang semakin bertambah menjadi 26 kepala keluarga. Pada saat itu, semua umat Bintang Mariah yang masih sangat minim ekonomi.
    Walaupun minim secara ekonomi, umat turut membantu dan bekerja keras dalam menyukseskan pembangunan Gereja kedua tersebut. Umat dengan cara patungan, mengumpulkan beras sebanyak sepuluh kilogram per kepala keluarga setiap bulannya selama pembangunan gereja. Lalu, umat Bintang Mariah juga ikut bergotong-royong mengumpulkan batu dan pasir dari sungai besar yang mengalir di tengah hutan desa Bintang Mariah. Tentu saja upaya semacam ini dilakukan karena kondisi ekonomi yang tidak memadai. Puji Tuhan pembangunan dilancarkan oleh karena kerja keras semua umat stasi maupun Paroki Saribu Dolog.
    Perkembangan Gereja Katolik Santo Mikael Bintang Mariah memang terbilang sangat lama dan lambat. Pada Tahun 2000, umat Katolik Bintang Mariah kembali merencanakan pembangunan Gereja, dalam menyiasati biaya pembangunan ini, umat Katolik Bintang Mariah bahkan menyicil dana hampir Rp. 4.000.000 per kepala keluarga setiap tahunnya. Di tahun ini Bapak Jaidan Turnip sebagai Ketua Dewan Stasi.
    Pada tahun 2006 seiring datangnya Pastor Ambrosius dalam mewartakan karyanya ke Paroki Saribu Dolog, disitu juga proposal permintaan persetujuan untuk pembangunan Gereja Katolik Bintang Mariah yang ketiga diluncurkan. Kabar gembira datang dengan adanya persetujuan dari Pastor Ambrosius membuat para umat semakin antusias. Pada tahun 2012 pembangunan telah selesai tanpa menara gereja dan memakai bangku gereja lama. Gereja diresmikan oleh Vikep RP. Michael Manurung OFMCap.
    Setelah pemekaran Paroki Pamatang Raya, saat RP. Giovanno OFMCap menjadi Parokus, beliau menyemangati umat agar melanjutkan pembangunan menara Gereja. Pembangunan dilakukan pada tahun 2017. Pada tahun 2019 setelah Parokus Pamatang Raya RP. Togu Nestor Sinaga OFMCap, pengurus gereja dan umat bermusyawarah untuk membeli bangku yang didatangkan dari Palipi beserta lonceng Gereja yang baru.
    Perkembangan umat di stasi Bintang Mariah hingga saat ini terhitung sebanyak 55 kepala keluarga. Saat ini, stasi Bintang Mariah terbagi atas dua lingkungan, yakni Lingkungan Santa Maria dan Lingkungan Santo Yosep. Dengan adanya "partonggoan" di setiap Lingkungan atau acara pendalaman iman bersama, Gereja Katolik Santo Mikael Bintang Mariah diharapkan mampu menjadi sumber mata air yang baru bagi kelangsungan iman umat Katolik di Bintang Mariah. Nama-nama yang pernah menjadi Ketua Dewan Stasi Stasi Bintang Mariah adalah
    1. L. Josep Sipayung (1959-1985)
    2. Hitler Sinaga (1985-1990)
    3. Jaidan Turnip (1990-1995)
    4. Jaidan Turnip (1995-2000)
    5. Hitler Sinaga (2000-2005)
    6. Jasalmen Sumbayak (2005-2010)
    7. Jaidan Turnip (2010-2015)
    8. Hitler Sinaga (2015-2020)
    9. Oloan Sipakkar (2021-sekarang).
    Sejarah Stasi St. Benediktus Abbas - Bangun Raya
    Gereja Katolik Bangun Raya terletak di Kecamatan Raya Kahean Kabupaten Simalungun. Awal mula gereja RK beranggotakan 10 keluarga saja, yang terdiri dari : 1. Keluarga Op. Saperaja Purba Pak-pak, 2. Keluarga Op. Pesta Saragih Garingging, 3. Keluarga Op. Morga Saragih Garingging, 4. Keluarga Op. Kamar Purba Siboro, 5. Keluarga Op. Tamalam Saragih Jawak, 6. Keluarga Op. Jaurung Simarmata, 7. Keluarga Op. Darea Sipayung, 8. Keluarga Op. Jamali Damanik, 9. Keluarga Op. Jahira Purba Pak-pak, 10. Keluarga Op. Gaga Sinaga.
    Pada saat itu umat beribadah dengan menggunakan bahasa Batak Toba. Hal ini disebabkan karena lingkungan sekitar gereja mayoritas Batak Toba. Begitu juga dengan buku-buku liturgi seperti, Bibel dan Buku Ende dohot Tangiang Katolik dan doa-doa yang digunakan dalam bahasa Batak Toba seperti: Ama Nami, Sattabi Maria, dohot Tangiang haporseaon dan doa Hasesaon dosa (doa tobat).
    Pada tahun 1950-an yang mendirikan dan mengembangkan sekaligus pengurus Gereja katolik Bangun Raya yaitu; Voorhanger bapak Jaminta Purba Pak-pak, sekretaris Op. Darea Sipayung, bendahara Op. Kamar Purba Siboro, Sintua Op. Jahusor Purba Tambun Saribu. Lokasi di Bangun Raya tepatnya di Bangun Raya Buntu.
    Pada saat dulu kondisi Gereja masih kecil dan keadaan Gereja masih lebih jauh dari kata sederhana. Gereja beratapkan “bagod puli”, berlantai tanah, kursi terbuat dari pakkuh (batang pinang) dan dinding gereja terbuat dari bambu (tepas). Pastor yang pertama kali berkunjung ke Gereja Katolik Bangun Raya merupakan Pastor misionaris dari Negeri Belanda yang bernama Pastor Elpidius Van Duynhoven OFM Cap atau lebih dikenal dengan sebutan Oppung Dolog, dan Pastor Jannis OFM Cap. Mereka berdua datang dari Pematang Siantar dengan mengendarai Sepeda.
    Pada tahun 1960-an umat mulai berkembang lalu Gereja dipindahkan ke lokasi sekarang, tepatnya di samping Gereja. Sebagai Voorhanger pada masa itu adalah Bapak Antonius Nadeak, Sekretaris Op. Kamar Purba, bendahara Op. Pesta Saragih Garingging. Ruang pengakuan dosa sudah ada dan mempunyai ruangan yang ditutup. Tahun 1970-an Gereja kembali dipindahkan ke lokasi yang sekarang. Para Bruder dan umat bergotongroyong umat dan membangun Gereja dengan bangunan semi permanen.
    Panitia pembangunan Gereja saat itu diketuai oleh Op. Saperaja Purba Pak-pak. Bapak Antonius A. Nadeak menjabat menjadi Ketua Dewan Stasi (KDS) selama 3 periode. Pada saat bapak Antonius A. Nadeak menjabat, beliau mengumpul kan orang orang untuk mau bergereja di RK . Pastor juga pada saat itu ikut membantu untuk menarik perhatian para anggota lainnya dengan cara memberikan obat-obatan secara gratis dan para pastor setiap kali berkunjung ke Stasi Bangun Raya akan selalu membawa roti untuk para anak sekolah Minggu, agar mereka lebih giat lagi untuk mendengarkan Firman Tuhan. Pada saat itu pastor yang memimpin pearyaan liturgi masih menggunakan bahasa latin.
    Pada tahun 1980-an Voorhanger digantikan oleh Bapak Dahamat Saragih Simarmata, sekretaris Op. Saperaja Purba Pak-pak, bendahara Bapak Apen Saragih Garingging. Di tahun inilah Pastor Arie Van Diaman OFMCap, dan bergabung lah dengan Paroki St. Yoseph Tebing Tinggi. Peralihan bahasa liturgis sudah ke bahasa Simalungun, para Frater dan Pastor mengajari umat berdoa dan bernyanyi. Pastor tersebut adalah Pastor Benyamin Purba. Selama Pastor Arie Van Diaman menjadi Pastor Paroki, pelayanan tetap berjalan dengan baik. Seperti Pastor Yoseph Rajagukguk OFMCap, Pastor Ignasius Simbolon OFMCap, Pastor Samuel Aritonang OFMCap, dll. Mereka pernah melayani Gereja Katolik stasi Bangun Raya dan saat itu masih ke paroki St. Yoseph Tebing Tinggi. Mereka sering bermalam di kampung Bangun Raya, tepatnya dirumah para pengurus dan umat Bangun Raya, dan umat bergantian memberikan makanan dan minuman.
    Pada tahun 1990-an Paroki Tebing Tinggi memasukkan Stasi Bangun Raya kedalam Rayon Bah Tonang. Periodesasi pertama pun dilakukan dengan dipilih oleh umat (secara demokrasi) yang mana hasil periodesasi tersebut mengangkat : Voorhanger Dahamat Saragih Simarmata, sekretaris Juliater Damanik, bendahara Sariaman Saragih Jawak. Setiap sekali dalam 5 tahun dilaksanakan lah periodesasi pengurus dan seksi-seksi. Di tahun ini juga lahirnya MUDIKA (Muda-Mudi Katolik) dan ASMIKA (Anak Sekolah Minggu Katolik). Perkembangan iman pun sudah semakin baik dan ada beberapa anak umat terpanggil menjadi biarawati.
    Pada tahun 1995 dilakukan periodesasi kedua untuk pemilihan pengurus, sintua dan seksi-seksi, pada masa pemilihan itu terpilih lah : Voorhanger Juliater Damanik, sekretaris Redwin Purba, bendahara M boru Saragih. Pada tahun 2000 dilakukan periodesasi ketiga untuk pemilihan pengurus, sintua dan seksi-seksi, pada masa pemilihan itu terpilih lah : Voorhanger Bisara Damanik, sekretaris J. Malau , bendahara Jahormat Saragih Jawak. Pada masa jabatan mereka ini lah dimulai tahap pembangunan Gereja.
    Pada tahun 2011-2015 Bapak Juliater Damanik. Pada saat beliau menjadi KDS di gereja keadaan berubah menjadi cukup cepat, karena mulai banyak yang mau bergabung di gereja perkembangan terus terjadi pada saat itu, baik itu pada umat yang semakin lama semakin mulai bertambah. Gedung Gereja yang mulai di renovasi dari setengah beton menjadi beton seutuhnya. Semenjak beliau menjadi KDS bahasa yang digunakan sudah berubah yang dulunya menggunakan bahasa Batak Toba sekarang Sudah menggunakan bahasa Simalungun.
    Pada tahun 2016 yang menjadi KDS yaitu Bapak Mentriaman Saragih. Setelah pembangunan gedung Gereja menjadi beton, selang beberapa tahun gereja melakukan pembangunan aula Asmika disamping kanan gedung gereja, sehingga sekarang Asmika dapat melakukan aktivitas dengan nyaman. Ya walaupun hanya berlantai semen dan jauh dari kata sempurna tetapi aula tersebut mempunyai manfaat yang banyak bagi Asmika. Pada periode beliau adanya pembangunan pagar depan, dan kamar mandi dua ruangan.
    Pada bulan April 2016 diadakan pertemuan Se Rayon Bah Tonang untuk merayakan paskah bersama. Pada saat itu pastor dari paroki St Yoseph Tebing Tinggi mengadakan perayaan ekaristi bersama bersama se-Rayon Bah Tonang. Orang muda Katolik Stasi Bangun Raya juga aktif dengan mengikuti perayaan Natal OMK separoki St Yoseph Tebing Tinggi tahun 2017. Ada banyak pertandingn yang dilaksanakan pada hari itu. Dengan adanya pertemuan tersebut untuk menambah sosialisasi antara OMK separoki Tebing Tinggi. Gereja katolik Stasi Bangun Raya pindah dari Paroki St. Yoseph Tebing Tinggi dan bergabung ke Paroki St. Stefanus Martir Pamatang Raya tanggal 31 Januari 2018 pada saat RP. Giovanno Sinaga, OFMCap.sebagai Pastor Paroki.
    Pada tahun 2019-April 2021 yang menjadi KDS yaitu bapak Fransiskus Damanik. Sebelum pengesahan gereja adanya perbaikan gerbang depan, dan perubahan pada lantai, yang dulunya berlantai semen sekarang diganti dengan keramik. Pada tahun 2019 April 2021 yang menjadi KDS yaitu Fransiskus Damanik. Sebelum peresmian gereja adanya perbaikan gerbang depan, dan perubahan pada lantai, yang dulunya berlantai semen sekarang diganti dengan keramik. Pada tanggal 14 Juli 2019 diadakanlah pemberkatan dan peresmian Gereja Katolik Santo Benediktus Abbas oleh Vikep Siantar RP. Fridolinus Simanjorang, OFMCap. dan didampingi Parokus RP. Togu Nestor Sinaga, OFMCap.
    Setelah Bapak Fransikus Damanik selesai menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, maka umat gereja Katolik Santo Benediktus Abbas melakukan musyawarah. Hasil musyawarah tersebut menghasilkan bahwasanya yang menjadi KDS yaitu Bapak Nelson Purba. Umat stasi St Benediktus Abbas Bangun Raya sekarang berjumlah 65 KK.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Batang Kuis

    Pelindung

    :

    Santa Agatha

    Buku Paroki

    :

    Sejak 11 Agustus 2011. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Lubuk Pakam, Delitua, dan Martubung.
    Dedikasi Paroki sejak 13 Oktober 2024.

    Alamat

    :

    Jl. Pancasila No. 88, Paya Gambar, Kec. Batangkuis, Kab. Deli Serdang, Sumatera Utara - 20372

    HP/WA

    :

    0823-6666-9558 

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    870 KK / 3.547 jiwa (BIDUK, 04 Maret 2025)

    Jumlah Stasi

    :

    8

    1. Bandar Klippa
    2. Janji Matogu
    3. Paluh Merbau
    4. Pardomuan Nauli
    5. Pasir Putih
    6. Saurmatio
    7. Serdang
    8. Tanjung Rejo

         

    RD. Fransiskus Ginting

    07.07.’88

    Parochus

    RD. Anggiat Sihotang

    05.05.’66

    Vikaris Parokial







     

    Sejarah Paroki Santa Agatha | Batang Kuis

    A. Pendahuluan (klik untuk membaca)

    Paroki Batangkuis terletak di daerah kabupaten Deli Serdang. Suku asli penghuni Deli Serdang adalah Suku Melayu: 49,5%, Suku Karo: 35,5%, Suku Batak Toba: 13%, minang: 1%, Tionghoa: 1% dan ditambah beberapa suku pendatang seperti suku Jawa, Batak Karo, dan India. Luas wilayah kabupaten Deli Serdang 2.808,91 km². Populasi; total: 2.029.308 jiwa. Agama; Islam: 61,24%, Protestan: 28,01 %, Katolik: 5.50 %, Buddha: 4,05%, Hindu: 0,18%, Konghucu: 0,02%.

    Penamaan kabupaten Deli Serdang ini diambil dari dua kesultanan, yaitu Melayu Deli serta Melayu Serdang. Dahulu, wilayah ini disebut Kabupaten Deli dan Serdang, dan pemerintahannya berpusat di kota Medan. Dalam sejarahnya, sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah ini terdiri dari dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu kesultanan Deli berpusat di kota medan, dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan. Peninggalan sejarah kesultanan ini masih ada sampai sekarang berupa istana kerajaan dengan berbagai macam kekayaan yang ada di dalamnya.

    Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 kecamatan sebagai berikut: Bangun Purba, Batang Kuis, Beringin, Biru-biru, Deli Tua, Galang, Gunung Meriah, Hamparan Perak, Kutalimbaru, Labuhan Deli, Lubuk Pakam, Namo Rambe, Pagar Merbau, Pancur Batu, Pantai Labu, Patumbak, Percut Sei Tuan, Sibolangit, Sinembah Tanjung Muda Hilir, Sinembah Tanjung Muda Hulu, Sunggal dan Tanjung Morawa. Kabupaten Deli Serdang ini sudah mengalami banyak perubahan atau bisa juga disebut perkembangan dengan segala pengaruh perubahan dan perkembangannya.

    Di wilayah kabupaten ini ada sekian banyak berdiri perusahaan-perusahaan. Ada banyak berdiri perumahan-perumahan. Dan perubahan atau kemajuan yang sangat terasa adalah berdirinya Bandara Kualanamu di wilayah Kabupaten Deli Serdang ini yang diresmikan dan dibuka pada tanggal 25 Juli 2013. Keberadaan perumahan dan bandara ini memberi nuansa tersendiri bagi pelayanan pastoral di Paroki Batangkuis ini. Dalam perkembanganya ke depan Kabupaten Deli Serdang ini direncanakan menjadi simpul terhubungnya tranportasi darat, laut dan udara. Pelabuhan Belawan akan terkoneksi ke Bandara Kualanamu demikian juga Kereta Api akan terkoneksi. Maka wilayah kabupaten Deli Serdang ini menjadi pusat keramaian pada masa yang akan datang.

    Maka dari penuturan Mgr. Anicetus B. Sinaga Uskup Emeritus KAM, dikatakan bahwa pendirian Kuasi Paroki ini sebagai bagian dari perkembangan itu dan juga sebagai tindakan tanggap pelayanan pastoral. Untuk itulah Uskup Agung Medan, Mgr. Anicetus B. Sinaga berdasarkan Surat Keputusan perihal Pendirian Kuasi – Paroki St. Agatha Batang Kuis, No: 490/PAR/BTK/KA/VIII/’11, pada tanggal 11 Agustus 2011 menetapkan Gereja St. Agatha Batang Kuis sebagai Kuasi – Paroki.

    Pendirian Kuasi Paroki St. Agatha Batangkuis ini selain pengembangan dan penggembalaan umat, juga sangat dilatarbelakangi oleh keberadaan Bandara Kualanamu yang secara geografis menjadikan Batangkuis sebagai sentral dalam pelayanan maupun akses ke bandara karena posisinya yang dekat ke Bandara tersebut. Untuk itu, di tahun-tahun mendatang pelayanan pastoral di paroki ini secara khusus di pusat paroki ini diwarnai keberadaan bandara Kualanamu dan juga keberadaan perumahan.

    Di samping dari akibat keberadaan Bandara, pertumbuhan perumahan juga sebagai akibat dari semakin padatnya perumahan di pusat kota Medan. Dari penuturan Uskup Mgr. Anicetus B. Sinaga juga, kelak paroki ini secara khusus adalah sebagai tempat transit menginap sebelum terbang dengan pesawat bagi umat secara umum dan para pastor biarawan-biarawati secara khusus.

    Di Kabupaten Deli Serdang ini terbagi dalam 4 paroki; Paroki St. Konrad Martubung, Paroki Gembala Yang Baik Lubuk Pakam, Paroki St. Yosef Delitua dan Kuasi Paroki St. Agatha Batangkuis. Wilayah penggembalaan Kuasi Paroki St. Agatha ini tepatnya berlokasi di Kecamatan Batangkuis, Kecamatan Tanjung Morawa dan Kecamatan Percut Sei Tuan. Dari empat Paroki ini, Kuasi Paroki St. Agatha yang terakhir didirikan yaitu pada 11 Agustus 2013. Maka tak heran bila stasi-stasi yang berada dalam penggembalaan Kuasi Paroki St. Agatha ini berasal dari ke tiga paroki itu. Selain itu, akan menjadi tantangan tersendiri dalam penggembalaan bahwa stasi-stasi itu sebelumnya berada dalam penggembalaan Paroki yang sudah mandiri kini “turun kelas” dalam penggembalaan Kuasi Paroki. St. Agatha dari Cicilia – Italia dipilih menjadi pelindung paroki ini. Kesucian diri di hadapan Tuhan, kesetiaan dan ketangguhan iman akan Kristus berhadapan godaan dunia menjadikan St. Agatha sebagai orang kudusnya Tuhan. Dan spirit itulah yang hendak dibangun di paroki ini.

    Paroki St. Agatha Batangkuis ini terdiri dari 9 gereja stasi dan satu gereja Paroki. Jumlah umat 882 KK. Dari segi profesi umat: 75% umat petani, 20% pedagang, 5% guru atau pegawai kantor. Wilayah Kuasi Paroki Batangkuis ini sangat didominasi oleh umat yang beragama Islam dengan adat Melayunya yang sangat kental. Sedangkan umat Katolik berasal dari suku Batak Toba dan Karo yang sangat kental juga dengan adat Bataknya. Di tambah satu, dua keluarga yang berasal dari suku Jawa, Simalungun dan Nias.

    B. Sejarah singkat Stasi - Stasi

    1. Gereja St. Maria Ratu Semesta Alam Batang Kuis
      Gereja ini berdiri pada 16 Mei 1985 di bawah pelayanan Paroki Gembala yang Baik Lubuk Pakam. dalam perkembangan nya Gereja ini menjadi Paroki St. Agatha Batang Kuis dengan nama pelindung orang kudus St. Agatha.

    2. Gereja St. Petrus Bandar Klippa
      Berdiri tahun 1986 dimulai di Rumah Bapak Ambarita dengan jumlah umat 9 KK. Gereja ini mengalami perkembangan secara fisik gedung maupun jumlah umat. Saat itu stasi ini di bawah pelayanan Paroki Luar Kota-Katedral. Kemudian pada tahun 1996 Gereja mengalami rehabilitasi dan bergabung dengan Paroki St. Konrad Martubung. Dengan berdiri Paroki St. Agatha Batang Kuis pada tahun 2011 Gereja Stasi St. Petrus ini tergabung di bawah pelayanan nya.  
    3. Gereja St. Petrus Tanjung Morawa
      Pada awalnya merupakan salah satu lingkungan dari stasi St. Maria Paroki St. Yosef Deli Tua. Pada tahun 2003 RP Murru OFM Conv menganjukan pembangunan Gereja. Maka pada tahun 2003 umat mendirikan Gedung Gereja dengan jumlah umat 38 KK dengan nama Gereja Stasi St. Petrus. Gedung Gereja pada saat itu masih darurat. Pada tahun 2012 diadakan pembangunan Gereja. Pada tahun 2011, stasi St. Petrus Tanjung Morawa ini begabung dengan Paroki St. Agatha Batang Kuis.  
    4. Gereja St. Paulus Tanjung Rejo 
      Gereja Tanjung Rejo berdiri pada tahun 1968 dengan jumlah umat 5 KK. Pelayanan Ibadat masih dari Voorhanger Palu Gelombang dan ibadat diadakan di rumah Bapak F. Situmorang. Pada tahun 1974 umat membangun gereja dengan jumlah umat 16 KK. Stasi ini di bawah pelayanan Paroki Luar Kota – Katedral. Pada tahun 1989 gereja dibangun lagi dan diberkati oleh RP Elias Sembiring OFMCap. Pada saat itu sudah di bawah pelayanan Paroki St.Konrad Martubung. Lalu pada tahun 2011 di bawah pelayanan Paroki St. Agatha Batang Kuis.   
    5. Gereja St. Petrus Palu Merbau
      Stasi ini berdiri pada bulan Desember tahun 1995 dan masih memakai rumah umat. Pada tahun 1995 umat membangun Gereja di bawah pelayanan Paroki St. Konrad Martubung. Lalu pada tahun 2011 di bawah pelayanan Paroki St. Agatha Batang Kuis.  
    6. Gereja St. Theresia Janji Matogu
      Gereja stasi ini dibangun pada tahun 1963, saat itu gereja stasi ini digolongkan dalam stasi-stasi Medan Luar Kota di bawah pelayanan Paroki Katedral Medan. Pada tahun 1993 stasi ini bergabung dan berada di bawah pelayanan Paroki St. Konrad Martubung. Lalu pada tahun 2011 di bawah pelayanan Paroki St. Agatha Batang Kuis.  
    7. Gereja St. Antonius – Pasir Putih
      Gereja ini berdiri tahun 1966 di daerah pematang Lalang dalam penggembalaan Paroki Medan Luar Kota. Jumlah umat pada tahun itu sebanyak 15 KK. Tahun 1986, Gereja pindah ke lokasi Pasir Putih (lokasi saat ini) dan umat mulai bertambah menjadi kira-kira 60 KK. Dalam perjalanan waktu beberapa KK memisahkan diri dari Gereja Pasir Putih masuk dalam penggembalaan Paroki St. Konrad Martubung hingga tahun 2011 kemudian bergabung dengan Paroki St. Agatha Batang Kuis. Hingga saat ini jumlah umat yang bertahan di stasi St. Antonius Pasir Putih kurang lebih 30 KK dengan jumlah jiwa 158 jiwa.  
    8. Gereja St. Fransiskus Asisi – Sei Tuan (Saur Matio)
      Sebelum menjadi stasi tersendiri, stasi ini bergabung dengan Gereja St. Antonius – Pasir Putih, Paroki Luar Kota Katedral. Sejak tahun 1991, sebanyak 15 KK memisahkan diri dari Gereja St. Antonius – Pasir Putih dan berusaha memohon izin dari uskup Agung Medan, Mgr. Pius Datubara. Izin diberikan oleh Uskup bulan Oktober tahun 1992 bergabung dengan Paroki Gembala yang baik-Lubuk Pakam pada masa RD Eka Bhakti Sutapa dan selama itu mereka beribadat di sebuah Balai Desa, Dusun 2 Sei Tuan. Bulan Juli tahun 1994 didirikan Gereja St. Fransiskus Asisi di lokasi saat ini. Jumlah umat saat ini 34 KK (175 Jiwa).
    9. Gereja St. Fransiskus Asisi – Pardomuan Nauli
      Gereja ini berdiri tahun 1952 masih seperti rumah biasa. Gereja ini masuk dalam penggembalaan Paroki Medan Luar Kota. Ketika berdiri Paroki St. Konrad Martubung, Stasi St. Fransiskus Asisi bergabung dalam penggembalaan Paroki Martubung. Pada masa itu dipimpin oleh P.Librex.Setelah ditetapkan Uskup Agung Medan tahun 2011, paroki Batang Kuis, maka Gereja ini kemudian masuk dalam penggembalaan paroki St. Agatha Batang Kuis. Jumalh umat saat ini 54 KK dengan jumlah jiwa 325 jiwa.  
    10. Gereja St. Fransisus Xaverius Serdang
      Gereja ini berdiri pada tahun 1956 pada masa penggembalaan Pastor Borno dan Opung Dolok. Pada masa itu, umat beribadat di sebuah rumah. Kemudian dalam perjalanan waktu mereka mendrikan gereja di lokasi saat ini tapi masih setengah tembok. Atas kerjasama dan dukungan dari Paroki gembala yang Baik-Lubuk Pakam, akhirnya pada tahun 2006, bangunan Gereja Stasi Serdang ini dapat berdiri dengan kokoh dan indah seperti saat ini. Di bawah penggembalaan RD Anggiat Sihotang itulah akhirnya Stasi Serdang diberi nama pelindung St. Fransiskus Xaverius. Saat ini jumlah umat Stasi Serdang berjumlah 82 KK dengan jumlah jiwa 400 orang, pria 121 orang dan wanita 289 orang.

     

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tanah Jawa

    0

    Pelindung

    :

    Kristus Raja

    Buku Paroki

    :

    Sejak 3 Desember 1986. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Jl. Sibolga Pematang Siantar

    Alamat

    :

    Jl. Besar Huta Bayu Raja, Desa Tanjung Pasir, Kab Simalungun - 21181

    HP.

    :

    0822 7690 5738

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    1.284 KK / 5.020 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    24

    01. Santo Yustinus Martir Aek Bontar
    02. Santa Anna Bagot Puloan
    03. Santo Yosef Balimbingan
    04. Santa Agnes Bosar Galugur
    05. Santo Atanasius Buntu Bayu
    06. Santo Markus Huluan Nauli
    07. Santo Nikolaus Huta Kalapa
    08. Santo Padre Pio Huta Padang
    09. Santo Petrus Jawa Tongah
    10. Santo Dominikus Karang Mulia
    11. Santo Thomas Rasul Maligas Tongah
    12. Santo Fransiskus Assisi Marjanji Asih
    13. Santo Bartolomeus Nagojor
    14. Santa Sesilia Pasir Mandoge
    15. Santa Theresia Pokan Baru
    16. Santo Lukas Pulo Bayu
    17. Santa Maria Diangkat Kesurga Rintis V
    18. Santo Benediktus Rondang
    19. Santo Mikael Sei Kopas
    20. Santo Ireneus Silobosar
    21. Santa Agatha Simp. Tonduhan
    22. Santa Klara Talun Karnas
    23. Santo Hieronimus Tangga Batu
    24. Santo Johannes Pardomuan Nauli


    RD. Parlindungan Sinaga

    23.03.'83

    Parochus

    RD. Martin Marbun

    04.07.’95

    Vikaris Parokial 

     
     
     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Pematang Siantar Jalan Medan

    0
    Pelindung
    :
    Santo Fransiskus Assisi
    Buku Paroki
    :
    Sejak 3 Desember 2004. Sebelumnya bergabung dengan Paroki  Jl. Asahan Pematang Siantar
    Alamat
    :
    Jl. Medan, Km. 5,6 RT 41/RW 15 Kec. Siantar Marihat, Pematang Siantar – 21101
    Telp.
    :
    0852 9610 063
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    423 KK / 1.642 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    -
    RP. Karolus Sembiring OFMCap   
    06.06.’62
    Parochus

    Sejarah Paroki St. Fransiskus Asisi - Jl. Medan, Pematang Siantar

    Pengantar (klik untuk membaca)
    Merindukan Rumah Tuhan
    Pada tahun 1960-an, sudah ada kerinduan besar dari umat Katolik yang berada di sekitar Pabrik Rami Jalan Medan, Pematangsiantar, untuk mempunyai gedung gereja. Saat itu umat Katolik di sekitar Jalan Medan masih terhitung sebagai umat Katolik Paroki St. Laurentius Brindisi Jl. Sibolga Pematangsiantar. Kerinduan untuk memiliki gedung gereja disampaikan oleh umat kepada RP Herman Rompa OFM Cap, Pastor Paroki Jl. Sibolga. Akan tetapi usulan tersebut belum dikabulkan oleh Pastor.
    Sejak November 1965 umat di Jl. Medan yang berada di wilayah Rami Atas mengadakan ibadat bersama di rumah Bapak Thomas Gultom. Umat melaksanakan ibadat dalam suasana takut karena pada masa itu situasi negara kurang aman, berkaitan dengan peristiwa G30S. Sesudah situasi negara semakin aman, sejak tahun 1966 tempat ibadat kemudian berpindah ke rumah Bapak B. Sinabariba. Di depan rumah itu mereka memasang papan nama “Gereja Katolik Rami” agar umat mengetahui dan datang untuk beribadat setiap hari Minggu di sana.
    Tahun 1966 merupakan tahun rahmat bagi umat di Jl. Medan. Mereka sangat senang atas adanya kunjungan Br. Ernest OFMCap. dan seorang suster Belanda yaitu Sr. Aurelia KYM. Kemudian RP. Idesbaldus Domen OFMCap, yang bertugas di Komisi Kepemudaan KAM, juga pernah datang dan merayakan ekaristi bersama mereka. Itulah perayaan Ekaristi pertama bagi umat Katolik Jl. Medan. Pada tahun itu juga untuk pertama kalinya umat Katolik Jl. Medan mengadakan perayaan natal bersama di Lingkungan Jl. Medan.
    Susunan pengurus gereja juga sudah ada pada tahun 1966: Bapak F. Situngkir (Ketua Dewan Gereja), B. Sinariba (Wakil Ketua), J. Siahaan (Sekretaris), E. Parapat (Bendahara) dan K. A. Situmorang (Voorhanger pertama), A.Z. Situmorang (sebagai Ketua Pemuda Katolik Jl. Medan).
    Pendirian Gereja dan Paroki
    Pendirian Gereja di Jl. Medan perlahan-lahan terwujud melalui kehadiran Ordo Kapusin di sekitar Jl. Medan. Pada tahun 1966 Ordo Kapusin memulai rencana untuk mendirikan Seminari Agung di Pematangsiantar. RP Gonzalvus Snijders OFMCap memilih sebuah lokasi yang dikenal sebagai “Bukit Panjang” di Jalan Medan sebagai tempat Seminari Agung yang baru. Sejak itu RP Gonzalvus rutin datang dari Parapat untuk meninjau pembangunan Seminari Agung sembari juga merayakan ekaristi bersama umat Katolik Jl. Medan. Umat turut berpartisipasi dalam pembangunan biara dengan rutin.
    Pada tahun 1967, gedung Biara Kapusin Jl. Medan selesai dibangun. Pastor memberi salah satu ruangan biara untuk dipergunakan oleh umat menjadi tempat ibadat sembari menunggu selesainya pembangunan Gereja Biara. Pada tahun 1968, gedung gereja biara selesai dibangun. Tempat peribadatan umat kemudian pindah ke gereja ini meskipun gereja sendiri belum diberkati. Sejalan dengan selesainya pembangunan gereja biara maka diputuskan oleh pimpinan Keuskupan Agung Medan bahwa gereja ini menjadi gereja Paroki yang memiliki 11 stasi. Gereja ini kemudian dikenal sebagai gereja Paroki Pastor Bonus. RP. Gonzalvus Snijders OFMCap bertugas sebagai pastor paroki pertama. Pemberkatan gereja baru terjadi pada 19 Maret 1970 oleh Mgr. A.H. van den Hurk OFMCap. Dalam perayaan itu dilaksanakan juga penerimaan Sakramen Krisma.
    Umat Katolik Jl. Medan pun kian berkembang dari waktu ke waktu terutama dengan keterlibatan para penghuni Biara Kapusin Jl. Medan melayani umat. Selain itu kehadiran para suster dari Kongregasi FCJM, KYM, SCMM, dan KSSY di wilayah paroki ini sungguh membantu perkembangan umat Katolik Jl. Medan. Demikian juga kehadiran SD RK7 yang dibangun tahun 1973 turut berperan mendukung pengembangan paroki ini.
    Sejarah Singkat Pendirian Paroki
    1.1 Berinduk pada Paroki St. Laurensius Brindisi Jl. Sibolga Pematangsiantar
    Mempunyai gedung gereja adalah suatu kerinduan besar di hati umat Katolik yang berada di sekitar Jalan Medan, Pematangsiantar, sejak tahun 1960-an. Saat itu umat Katolik di sekitar Jalan Medan merupakan satu lingkungan dari Paroki St. Laurentius Brindisi Jl. Sibolga Pematangsiantar. Kerinduan itu muncul karena jarak ke gereja di Jl. Sibolga cukup jauh. Oleh karena itu, umat Jl. Medan menyampaikan usulan mendirikan gereja di sekitar Jl. Medan kepada RP Godehardus Liebreks OFMCap di Paroki St. Laurensius Brindisi Jl. Sibolga. Akan tetapi usulan tersebut belum dikabulkan oleh Pastor.
    Sejak November 1965 umat di Jl. Medan mulai mengadakan ibadat lingkungan di rumah Bapak Thomas Gultom. Umat melaksanakan ibadat dalam suasana takut karena pada masa itu situasi negara kurang aman, berkaitan dengan peristiwa G30S. Sesudah situasi negara semakin aman, sejak tahun 1966 tempat ibadat kemudian berpindah ke rumah Bapak B. Sinabariba. Di depan rumah itu mereka memasang papan nama “Gereja Katolik Rami” sebagai pertanda bagi umat yang berada di Jl. Medan dan sekitarnya.
    Tahun 1966 merupakan tahun rahmat bagi umat di Jl. Medan atas kunjungan Br. Ernest OFMCap., dan seorang suster Belanda yaitu Sr. Aurelia KYM. Kemudian RP. Idesbaldus Domen OFMCap, yang bertugas di Komisi Kepemudaan KAM, juga pernah datang dan merayakan ekaristi bersama mereka. Itulah perayaan Ekaristi pertama bagi umat Katolik Jl. Medan. Pada tahun itu juga untuk pertama kalinya umat Katolik Jl. Medan mengadakan perayaan natal bersama di Lingkungan Jl. Medan.
    1.2 Mendirikan Gereja dan Paroki “Pastor Bonus”
    Niat untuk mendirikan Gereja di Jl. Medan perlahan-lahan terwujud melalui kehadiran Ordo Kapusin di sekitar Jl. Medan. Pada tahun 1966 Ordo Kapusin memulai rencana untuk mendirikan Seminari Agung di Pematangsiantar. RP Gonzalvus Snijders OFMCap memilih sebuah lokasi yang dikenal dengan nama “Bukit Panjang” di Jalan Medan sebagai tempat Seminari Agung yang baru. Sejak itu RP Gonzalvus rutin datang dari Parapat untuk meninjau pembangunan Seminari Agung sembari juga merayakan ekaristi bersama umat Katolik Jl. Medan. Umat turut berpartisipasi dalam pembangunan biara dengan ikut gotong royong dan berjaga di lokasi demi keamanan secara rutin.
    Pada tahun 1967, gedung Biara Kapusin Jl. Medan selesai dibangun. Pastor memberi salah satu ruangan biara untuk dipergunakan oleh umat menjadi tempat ibadat seraya menunggu selesainya pembangunan Gereja Biara. Pada tahun 1968, gedung gereja biara selesai dibangun. Tempat peribadatan umat kemudian pindah ke gereja ini meskipun gereja belum diberkati. Sejalan dengan selesainya pembangunan gereja biara maka diputuskan oleh pimpinan Keuskupan Agung Medan bahwa gereja ini menjadi gereja Paroki yang memiliki 11 stasi. Gereja ini kemudian dikenal sebagai gereja Paroki Pastor Bonus. RP. Gonzalvus Snijders OFMCap bertugas sebagai pastor paroki pertama. Pemberkatan gereja baru terjadi pada 19 Maret 1970 oleh Mgr. A.H. van den Hurk OFMCap. Dalam perayaan itu dilaksanakan juga penerimaan Sakramen Penguatan.
    Umat Katolik Jl. Medan pun kian berkembang dari waktu ke waktu terutama dengan keterlibatan para penghuni Biara Kapusin Jl. Medan melayani umat. Selain itu kehadiran para suster dari Kongregasi FCJM, KSSY, SCMM, dan KYM di wilayah paroki ini sungguh membantu perkembangan umat Katolik Jl. Medan. Demikian juga kehadiran SD RK7 yang dibangun tahun 1973 turut berperan mendukung pengembangan Paroki St. Fransiskus Assisi ini.
    1.3 Menjadi Paroki Mandiri: Paroki St. Fransiskus Assisi
    Dari waktu ke waktu Paroki Pastor Bonus semakin berkembang. Secara iuridis Paroki ini adalah otonom di bawah otoritas Uskup Agung Keuskupan Agung Medan, tetapi dalam pelayanannya Paroki ini selalu berkaitan dengan Ordo Kapusin dalam diri Badan Kerjasama Kapusin Indonesia (BKS Kapindo) yang mengelola pendidikan Kapusin di Seminari Tinggi atau Biara Kapusin St. Fransiskus Assisi Jl. Medan. Kerjasama yang baik antara Keuskupan dan pihak Kapusin ini pantas disyukuri yang membuat perkembangan paroki ini tetap baik.
    Meskipun pelayanan di Paroki ini disadari baik dengan peran serta para Pastor dan frater Biara, disadari juga ada kekurangannya oleh umat. Peranan umat untuk mandiri tampaknya tidak optimal karena banyak hal karya pelayanan di gereja dikerjakan oleh para Frater. Selain itu umat juga sangat membutuhkan adanya ruangan di sekitar gereja yang dapat mereka pergunakan dalam karya pelayanan bagi umat.
    Oleh karena itu, sejak Oktober 1997 BKS Kapindo sudah mulai berpikir untuk meninjau status paroki Pastor Bonus menjadi paroki khusus (paroki tersendiri) atau gereja rektorat. Dengan demikian gedung paroki atau kantor paroki kiranya dibangun di luar kompleks biara. Pembicaraan ini dipicu oleh adanya usulan Paroki untuk membangun ruang Dewan Paroki di dalam kompleks Seminari Tinggi atau Biara Kapusin.
    Membangun ruang Dewan Paroki atau kantor paroki tersebut tampaknya kurang cocok lagi di lokasi gereja karena keterbatasan lahan. Maka pada Agustus 1998 BKS Kapusin mengusulkan supaya gereja Jl. Medan menjadi paroki tersendiri yang dilayani oleh para staf Rumah Pendidikan Kapusin. Sementara, kantor paroki untuk Paroki Siantar II (nama lebih umum kemudian untuk Pastor Bonus) diusulkan akan dipindahkan ke lokasi Gereja Katolik Stasi Termin, Pematangsiantar. Atas persetujuan Uskup Agung, pada tahun 1998 pusat dan kantor paroki dipindahkan dari Jalan Medan ke Gereja St. Petrus dan Paulus Termin, Pematangsiantar. Gereja Pastor Bonus ini menjadi satu stasi dari Paroki yang baru. Meskipun kantor paroki pindah ke Termin, tetapi Pastor Paroki masih tetap berdomisili di Biara Kapusin St. Fransiskus Assisi.
    Ide untuk menjadikan Gereja Jl. Medan sebagai paroki tersendiri tetap hidup di hati umat meskipun kantor paroki telah pindah ke Termin. Secara prinsipil, pada tahun 1999, Uskup menyatakan persetujuannya bahwa gereja Jl. Medan sebagai paroki tersendiri; bahkan diberi peluang bahwa ide paroki mandiri itu dapat direalisasikan sejak 01 Januari 2000. Namun rencana itu belum segera diwujudkan karena Parokus Siantar II waktu itu, RP Yosef Rajagukguk OFMCap, masih perlu mempersiapkan hal-hal penting untuk merealisasikannya melalui rapat-rapat di Paroki. Sehingga, Gereja Pastor Bonus Jl. Medan masih tetap berstatus sebagai salah satu stasi dari Paroki St. Petrus dan Paulus Termin.
    Dari tahun 2002 hingga 2004 pembicaraan dalam rapat-rapat Paroki demikian juga dalam rapat-rapat BKS Kapusin Indonesia masih merumuskan ulang ide pembentukan gereja Jl. Medan menjadi paroki tersendiri. Hal itu dibicarakan juga bersama dengan Pastor Paroki Siantar II, RP Thomas Sinabariba OFMCap. Pembentukan paroki mandiri ini pun dibicarakan dengan lebih seksama bersama dengan umat dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya, terutama Pastor Paroki, Dewan Paroki, Pengurus Stasi Jl. Medan dengan umat, dan pihak Biara Kapusin Jl. Medan.
    Maka, pada tahun 2004 sesudah pembicaraan para pimpinan Kapusin Indonesia (BKS Kapindo) dengan sejumlah umat, permohonan untuk menjadikan Gereja Katolik Jl. Medan sebagai satu paroki tersendiri disampaikan kepada Uskup Agung Medan. Paroki ini dimaksudkan untuk dikelola secara khusus oleh Ordo Kapusin. Kekhususan tersebut juga dimaksud bahwa paroki ini akan dijadikan sebagai lahan kerasulan para pastor dan frater yang tinggal di Biara Kapusin Jl Medan dengan melibatkan para anggota Lembaga Hidup Bakti yang berdomisili di wilayah Paroki. Secara resmi usulan ini dimohonkan kepada KAM seraya mengingat sejarah berdirinya gereja ini tidak terpisah dari berdirinya Biara Kapusin di Jl. Medan.
    Pihak Keuskupan menyambut baik permohonan itu dan dengan Surat Keputusan Uskup Agung Keuskupan Agung Medan, Mgr. A.G. Pius Dabutbara, OFMCap., dengan surat nomor 655/GP/KA/2004 tertanggal 03 Desember 2004, Gereja Katolik Jl. Medan diresmikan sebagai satu paroki dengan nama pelindung St. Fransiskus Assisi. Tugas pelayanan paroki ini dipercayakan Uskup Agung Medan kepada Ordo Kapusin/BKS Kapusin Indonesia. Hal itu sejalan dengan usulan dari BKS Kapusin dengan pertimbangan nilai historis bagi Ordo Kapusin, di satu sisi, dan nilai pedagogis dan pastoral bagi para Frater Biara Kapusin St. Fransiskus Assisi Jl. Medan serta para Suster yang berdomisili di wilayah paroki, di sisi yang lain.
    Sejak Desember 2004 hingga Juli 2005 Paroki ini masih dalam masa transisi dan masih dipimpin oleh Parokus Paroki Siantar II, RP Thomas Sinabariba OFMCap., meskipun operasional paroki yang baru sudah mulai dijalankan sejak Februari 2005 oleh RP Bonifasius Simanullang OFMCap. Ini terjadi karena BKS Kapusin telah mengusulkan kepada Uskup bahwa RP Bonifasius Simanullang menjadi Pastor Paroki di Paroki yang baru. Pesta peresmian Paroki St. Fransiskus Assisi ini baru dilaksanakan di Gereja Paroki St. Fransiskus Assisi pada 3 Juli 2005.
    Penggembalaan reksa pastoral paroki ini dilaksanakan oleh RP Bonifasius Simanullang OFMCap pada periode tahun 2004 - 2009. Selanjutnya tugas penggembalaan dilanjutkan oleh RP Albinus Ginting OFMCap. pada periode tahun 2009-2012. Akan tetapi sebelum kedatangan P. Albinus, tugas pastoral paroki dilaksanakan untuk beberapa bulan oleh RP Yoseph Sinaga OFMCap (2009), yang ditugaskan sebagai administrator paroki. Sejak tahun 2012-2015 reksa pastoral paroki kemudian dilanjutkan oleh RP Fidelis Sabinus OFMCap. Sesudahnya, RP Henri Sihotang OFMCap. menjalankan karya pastoral pada periode tahun 2015-2018. Dan, sejak 01 Agustus 2018 (acara serah terima dan pergantian parokus dilaksanakan pada hari Minggu, 12 Agustus 2018) hingga laporan ini dibuat dan dilaporkan pada 14 Agustus 2022, tugas pastoral di paroki kita dilanjutkan oleh RP Christian L. Gaol OFMCap.
    Beberapa hal yang dikerjakan dalam masa pelayanan parokus periode terakhir ini adalah:
    1) Pembangunan/rehab:
    a) Gereja
    - memasang Salib San Damiano di Gereja atas usaha yang telah digagas oleh RP Henri Sihotang OFMCap,
    - membuat tempat arca Bunda Maria dan mengganti arca Bunda Maria di dalam gereja,
    - merehab talang gereja dan kaki lima di belakang gedung gereja.

    b) Pekuburan
    - melanjutkan pembangunan pekuburan untuk tingkat kedua,
    - penataan kaki lima di bagian dalam dan bagian luar pekuburan,
    - memperlebar jalan masuk ke lokasi pekuburan.

    2) Membenahi sekretariat/kantor Paroki.
    a) melaksanakan program data BIDUK Paroki KAM,
    b) melengkapi dan menata ruang arsip serta buku-buku serta arsip paroki.

    3) Mengembangkan karya pastoral.
    a) membentuk Tim Liturgi Paroki,
    b) mengembangkan pemekaran lingkungan (St. Antonius dan Padre Pio)
    c) Mengembangkan Legio Maria menjadi 2 presidium: LM Bejana Rohani dan LM Ratu Rosario (2019).

    4) Menyusun pedoman-pedoman praktis dalam rangka reksa pastoral paroki:
    a) P2-DPP Paroki
    b) P4-DPP Paroki,
    c) Pedoman DPL Paroki
    Statistik dan Wilayah Paroki
    2. Letak dan Batas-batas Wilayah Paroki
    Paroki St. Fransiskus Assisi ini berada wilayah Kotamadya Pematangsiantar. Geraja Paroki berada di Jl. Medan KM 5,6 Kel. Sumber Jaya, Kec. Siantar Martoba, Kotamadya Pematangsiantar. Letak geografisnya berada di bentangan Jl. Medan dan kampung-kampung sekitar Jl. Medan dari Simpang Rambung Merah hingga jembatan menuju Sinaksak. Wilayah paroki ini meliputi bagian dari Kecamatan Siantar Martoba (Kota Madya Pematangsiantar) dan bagian dari Kecamatan Siantar (Kabupaten Simalungun).
    Dalam lingkup pembagian wilayah vikariat KAM, Paroki St. Fransiskus Assisi berada di wilayah Vikariat St. Paulus Rasul. Paroki ini bertetangga dengan Paroki St. Petrus dan Paulus (arah kota: Stasi Rambung Merah dan Stasi Termin; dan arah Medan: Stasi Baringin), serta Paroki St. Yosef Jl. Bali (khususnya Stasi Martoba).
    3. Jumlah Lingkungan
    Awal tahun 2005 jumlah Lingkungan di Paroki ini ada 13 Lingkungan. Seiring dengan berjalannya waktu jumlah umat terus bertambah maka lingkungan pun kemudian dimekarkan. Maka dari tahun 2005 hingga 2018 jumlah lingkungan menjadi 15. Pada Agustus 2018 ketika terjadi pergantian parokus, paroki ini masih 15 lingkungan. Kemudian sejak tahun 2020 jumlah lingkungan sudah menjadi 17 lingkungan. Lingkungan yang baru dimekarkan tahun 2020 yaitu Lingkungan St. Padre Pio (pemekaran dari Lingk. Angelus ) dan St. Antonius (pemekaran dari Lingk. Yoakim). Pemekaran tersebut telah dibicarakan dalam rapat Paripurna 2019 dan direalisasikan pada bulan Februari (Lingk. Padre Pio) dan Maret 2020 (Lingk. Antonius).

    NO

    LINGKUNGAN

    THN BERDIRI

    PESTA PELINDUNG

    1

    Santo Angelus

    2005

    05 Mei

    2

    Santo Antonius (Abbas)

    2020

    17 Januari

    3

    Santo Fidelis (dari Sigmaringen)

    2005

    24 April

    4

    Santo Fransiskus Assisi 

    2005

    17 September

    5

    Santo Ignatius (dari Antiokia)

    2005

    17 Oktober

    6

    Santa Klara

    2005

    11 Agustus

    7

    Santa Maria (Bunda Gereja)

    2005

    01 Juni

    8

    Santo Markus (Pengarang Injil)

    2005

    25 April

    9

    Santo Mikael (Malaikat Agung)

    2005

    29 September

    10

    Santo Padre Pio

    2020

    23 September

    11

    Santo Paulus

    2005

    25 Januari

    12

    Santo Petrus Rasul

    2005

    29 Juni

    13

    Santo Theresia (dari Avila)

    2005

    15 Oktober

    14

    Santa Thomas Rasul

    2005

    03 Juli

    15

    Santo Vincentius

    2017

    27 September

    16

    Santo Yoakim

    2015

    26 Juli

    17

    Santo Yosef (suami St. Maria)

    2005

    19 Maret

    5. Jarak Gereja Paroki
    Posisi atau letak Gereja Paroki St. Fransiskus dapat dilihat cukup sentral untuk seluruh lingkungan yang ada di wilayah paroki. Jarak gereja Paroki ke lingkungan-lingkungan dapat disebut cukup dekat dan dapat dijangkau umat dengan cukup mudah.
    Letak gereja Paroki cukup strategis dan dekat dengan jalan raya, sehingga mudah dijangkau oleh umat. Namun ada sebagian umat yang berada lumayan jauh ke Paroki yakni lingkungan Santo Thomas dan sebagian dari lingkungan St. Petrus (tersebar di wilayah Stasi Termin, Rambung Merah, dan Martoba) dan sebagain umat St. Theresia (tersebar di wilayah stasi Baringin).
    6. Jumlah Umat
    Pendataan umat di Paroki Jl. Medan telah berjalan sejak tahun 2013 mengikuti program Data Umat Katolik (DUK) yang berlaku di KAM. Hasil dari program DUK ini sudah ada di Sekretariat Paroki dan Paroki sudah mencetak Kartu Keluarga Katolik yang dibagikan ke setiap KK. Program DUK itu kemudian direvisi dengan program baru, yakni Basis Integrasi Data Umat Keuskupan (BIDUK). Secara resmi, Sosialisasi dan pelatihan BIDUK KAM sudah terlaksana pada Oktober 2019 oleh KAM bekerja sama dengan Tim Biduk KAJ dan kemudian di-launching pada 08 Februari 2020 di gedung Catolic Center oleh Uskup Agung KAM, Mgr. Kornelius Sipayung, OFMCap.
    Pengisian BIDUK Paroki sudah terlaksana di Paroki Jl. Medan sejak sosialisasi Biduk tahun 2019. Admin pendataan Biduk tersebut adalah Sekretaris Paroki dan didampingi oleh Pastor Paroki. Data umat Paroki, berdasar pada data BIDUK Paroki, telah disampaikan pada rapat Paripurna Paroki, Desember 2021. Dan, data itu telah disampaikan secara berkala ke Sekretariat Keuskupan melalui pelaporan data statistik paroki. Pengisian BIDUK masih tetap berlanjut hingga sekarang untuk meng-update data umat semaksimal mungkin karena data umat akan selalu bergerak seturut situasi umat yang lahir, meninggal, masuk, pindah, dan pelaksanaan aneka perayaan sakramen dalam gereja yang terlaksana setiap tahun berjalan.
    Pada awal tahun 2018, umat Paroki St. Fransiskus ini berjumlah 365 KK dengan 1.630 Jiwa. Dan pada akhir tahun 2018 umat paroki menjadi 371 KK dengan 1643 jiwa yang tersebar dalam 15 lingkungan. Setiap tahun jumlah KK dan Jiwa bertambah sebagaimana dilihat dalam tabel berikut. Dan, seturut data BIDUK, maka dapat disampaikan bahwa jumlah umat di Paroki St. Fransiskus Assisi Jl. Medan saat ini pada tahun 2021/2022 terdiri dari 385 Kepala Keluarga dan 1.483 jiwa yang tersebar di 17 lingkungan.

    Lingkungan

    2018

    2019

    2020

    2021

    2022

    KK

    JIWA

    KK

    JIWA

    KK

    JIWA

    KK

    JIWA

    KK

    JIWA

    Santo Angelus

    33

    131

    33

    131

    24

    97

    22

    87

    25

    89

    Santo Antonius

    -

    -

     

    -

    18

    64

    19

    64

    20

    66

    Santo Fidelis 

    27

    152

    31

    152

    30

    153

    27

    117

    29

    92

    Santo Fransiskus

    19

    75

    17

    75

    17

    75

    17

    75

    17

    75

    Santo Ignatius

    21

    107

    19

    107

    19

    108

    23

    88

    16

    80

    Santa Klara

    27

    124

    27

    124

    26

    124

    26

    108

    26

    108

    Santa Maria

    21

    80

    21

    80

    21

    80

    19

    80

    21

    63

    Santo Markus

    26

    107

    27

    107

    26

    107

    30

    102

    29

    102

    Santo Mikael

    27

    134

    26

    134

    29

    134

    31

    133

    31

    131

    Santo Padre Pio

    -

    -

    -

    -

    12

    38

    11

    53

    13

    53

    Santo Paulus

    32

    126

    30

    126

    30

    130

    29

    128

    29

    128

    Santo Petrus

    24

    100

    22

    100

    26

    100

    27

    103

    26

    103

    Santo Theresia

    29

    113

    29

    113

    29

    122

    29

    102

    30

    106

    Santa Thomas

    12

    60

    16

    60

    15

    69

    14

    52

    20

    80

    Santo Vincentius

    24

    107

    24

    107

    24

    107

    24

    91

    25

    91

    Santo Yoakim

    27

    114

    30

    114

    13

    59

    12

    59

    11

    58

    Santo Yosef

    16

    100

    16

    100

    16

    99

    16

    49

    17

    58

    JUMLAH

    371

    1.643

    368

    1.630

    375

    1.666

    376

    1.694

    385

    1.483

    7. Persentasi Pertambahan/Perkembangan Umat
    STATISTIK PERKEMBANGAN UMAT PAROKI 2005-2017

     

    2005

    2006

    2007

    2008

    2009

    2010

    2011

    2012

    2013

    2014

    2015

    2016

    2017

    Pembaptisan

    76

    61

    54

    75

    58

    59

    54

    57

    42

    45

    41

    47

    48

    Komuni I

    38

    -

    39

    39

    45

    45

    24

    37

    25

    25

    45

    33

    35

    Penguatan

    -

    64

    -

    27

    -

    -

    -

    -

    76

    4

    83

    14

    61

    Perkawinan

    9

    16

    13

    21

    12

    21

    16

    28

    13

    14

    9

    15

    12

    Pengurapan

    1

    8

    4

    6

    4

    4

    10

    1

    6

    3

    3

    7

    9

    Meninggal

    7

    12

    8

    15

    14

    5

    12

    4

    7

    10

    12

    14

    23

    Pindah

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    Masuk

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    JLH KK

    252

    282

    287

    314

    318

    324

    330

    334

    340

    348

    355

    362

    365

    JLH JIWA

    1177

    1291

    1285

    1348

    1368

    1419

    1498

    1546

    1567

    1595

    1630

    1642

    1630

    Secara umum, statistik perkembangan umat sangat dipengaruhi oleh kelahiran, perkawinan, perpindahan (masuk atau keluar), dan kematian. Dari data di atas, tampak bahwa perkembangan umat tidak cukup melonjak tinggi. Jumlah umat berkembang secara landai. Akan tetapi, jumlah tersebut berpeluang lebih besar dalam beberapa tahun ke depan dengan adanya perkembangan pemukiman penduduk di sekitar wilayah paroki St. Fransiskus ini.
    Gambaran Umat Paroki
    1. Kekhasan Paroki
    Ada beberapa kekhasan Paroki St. Fransiskus Assisi, Jl. Medan ini yang dapat disampaikan berikut ini:
    a. Paroki St. Fransisikus ini tidak mempunyai stasi.
    - Paroki St. Fransiskus merupakan gereja tunggal, tidak mempunyai stasi. Umat paroki tersebar di 17 Lingkungan Paroki yang berada di Kecamatan Siantar Martoba, Pematangsiantar, dan Kec. Siantar.
    - Oleh karena itu, fokus karya pastoral dilaksanakan di gereja dan di lingkungan-lingkungan serta di dalam kelompok-kelompok kategorial melalui perayaan-perayaan iman, katekese, doa lingkungan, dan kegiatan-kegiatan rohani lainnya.
    b. Pelayanan Pemakaman dan Misa Arwah
    - Paroki ini sudah memiliki lahan pemakaman. Lokasi tersebut telah ditata sedemikian sehingga semakin asri. Di dalamnya dibangun bangunan permanen untuk bagian pembusukan jenazah dan bagian penyimpanan tulang-belulang (saring-saring).
    - Umat yang meninggal di Paroki ini selalu dimakamkan oleh Pastor. Dan, sehari sebelum pemakaman akan diadakan Misa Arwah di rumah duka. Disadari bahwa Misa Arwah lebih ideal dilaksanakan di dalam Gereja pada hari pemakaman, tetapi karena alasan situasional, terutama atas alasan acara adat yang tidak dapat dipastikan kapan selesai maka Misa Arwah dilaksanakan di rumah duka pada hari sebelum pemakaman.
    - Pada saat misa, umat dan pengurus (DPP dan Lingkungan, Kelompok Kategorial) berusaha hadir.
    - Pada saat itu, diberikan juga bantuan sosial sebagai tanda turut berduka kepada keluarga. Besaran ilu manetek itu disepakati pada saat paraipurna. Atas pertimbangan pastoral, besaran ilu manetek itu bisa lebih dari ketentuan paripurna.
    c. Katekese 5-10 menit sebelum misa
    - Di Paroki ini sudah menjadi tradisi melaksanakan katekese 5-10 menit sebelum misa dimulai. Katekese ini dilaksanakan oleh Seksi-seksi DPP Paroki seturut jadwal dan penugasan serta oleh seorang Frater Tkt V, sebagai seksi Katekese Biara.
    d. Doa Rosario sebelum misa dan pada hari Jumat sore pada bulan Mei dan Oktober
    - Di Paroki ini semakin dibiasakan doa Rosario pada bulan Mei dan Oktober sebelum misa. Doa ini dipandu oleh Legio Maria.
    - Selain itu, diadakan juga doa Rosario secara bersama pada kedua bulan tersebut setiap hari Jumat sore di Gereja. Doa ini dianimasi oleh Lingkungan secara bergantian.
    e. Kehadiran Frater dan Suster
    - Kehadiran Frater dan Suster di Lingkungan juga menjadi kekayaan dan kekhasan di Paroki ini. Kehadiran mereka dirasakan membawa suasana positif bagi umat di Lingkungan entah dalam peribadatan maupun dalam kesatuan sebagai Lingkungan.
    - Kehadiran Frater dan Suster juga tampak dalam komposisi kepengurusan gereja baik di DPH maupun di DPP melalui seksi-seksi, Bagian Pelayanan, Tim pelayanan, dan Kelompok Kategorial.
    - Selama ini, Frater juga diberikan tugas untuk terlibat membagikan komuni pada hari Minggu di gereja dan melayani membagikan komuni kepada orang sakit dan lansia di lingkungan-lingkungan.
    f. Novena Pesta Pelindung Paroki
    - Di Paroki ini diadakan novena sebelum pesta pelindung Paroki. Novena itu dilaksanakan dalam perayaan Misa pada sore hari, kecuali pada hari Minggu. Misa dianimasi oleh Lingkungan dan Kelompok Kategorial secara bergiliran. Misa dipimpin oleh Pastor Paroki dan Pastor anggota Komunitas Biara Kapusin.
    2. Situasi Sosio-Kultural Umat
    a. Pekerjaan dan Mata Pencaharian
    - Keadaan umum ekonomi umat Paroki Jl. Medan Siantar sangat bervariasi: kebanyakan tergolong ekonomi lemah dan sederhana, meskipun ada yang sejahtera dan ada pula yang termasuk kategori mewah.
    - Sebagian besar umat paroki ini memiliki mata pencaharian sebagai petani, karyawan-ti perusahaan, bertenun (parkasuksak), buruh harian, pemulung, bahkan pengangguran. Sebagian kecil dari mereka memiliki pekerjaan tetap sebagai pegawai kantor pemerintah, guru negeri-swasta, pedagang, wiraswasta, Polisi, TNI, politisi.
    - Kesulitan dalam ekonomi tersebut tampak juga dari kondisi rumah yang dimiliki yang masih sederhana atau mengontrak serta kesulitan untuk mengurus pendidikan anak dan kesehatan keluarga. Dalam hal ini, Paroki bersama dengan DPPH cukup memberi perhatian untuk membantu umat melalui dana APP Paroki.
    b. Keberagaman Suku Paroki St. Fransiskus Assisi terdiri dari beraneka ragam suku. Batak Toba sebagai suku mayoritas, kemudian Simalungun, Karo, Jawa, Flores, Nias, Dayak, dll.
    3. Kekuatan dan Kelemahan umat di Paroki
    3.1 Kekuatan umat
    Beberapa hal tenang kekuatan umat paroki ini dapat digambarkan berikut ini:
    - Umat mau melaksanakan kegiatan umum menggereja dengan semangat,
    - Mempunyai rasa persaudaraan dalam melaksanakan doa-doa di lingkungan maupun kegiatan lainnya di Gereja Paroki,
    - Mempunyai iman Katolik yang cukup baik.
    - Sumber daya manusia dalam mengembangkan paroki cukup besar karena cukup banyak umat yang termasuk berpendidikan dan sudah terbiasa akrab dengan para pastor, frater, dan suster yang berada di paroki.
    - Perkembangan umat di paroki ini tampaknya akan semakin bertambah melihat semakin banyaknya pembangunan pemukiman penduduk atau perumahan-perumahan di wilayah Paroki. Dengan demikian paroki ini akan tetap hidup dan semakin berkembang karena adanya pertambahan umat di masa-masa yang akan datang.
    - Kehadiran pastor, frater, dan suster termasuk menjadi kekuatan bagi umat di paroki ini. Meskipun ada juga sekaligus kelemahan di dalamnya, karena banyak hal karya pastoral akhirnya dilaksanakan oleh Pastor, Frater, dan Suster.
    3.2 Kelemahan umat di Paroki
    Selain kekuatan yang disebutkan di atas, beberapa kelemahan umat boleh juga disebutkan berikut ini, antara lain:
    - Umat masih kurang disiplin waktu pada saat doa lingkungan tetapi misa lingkungan tepat waktu,
    - Ada umat tertentu yang kurang mau mendengarkan masukan, merasa sudah mapan,
    - Kurangnya kehadiran bapak-bapak pada kegiatan lingkungan.
    - Kadang-kadang terjadi kurang komunikasi antara pengurus dengan umat, sehingga informasi tidak sampai dengan baik kepada seluruh umat.
    - Pemberian diri untuk urusan gereja tampaknya semakin sulit karena aneka kesibukan umat dalam hidup sehari-hari.
    - Kehadiran umat untuk misa di gereja terutama pada hari-hari biasa belum menggembirakan. Hanya dua-tiga orang yang hadir misa setiap hari. Usaha untuk mengajak umat untuk ikut misa harian sudah diupayakan tetapi belum membuahkan hasil.
    - Kondisi ekonomi umat yang mayoritas lemah tentu merupakan kelemahan juga. Hal itu akan berkaitan dengan kesanggupan paroki untuk mandiri secara finansial dalam pelaksanaan karya pastoral. Bahkan, Paroki harus mengupayakan bantuan sosial kepada cukup banyak umat.
    4. Pengurus Gereja
    a. Pengurus Gereja secara keseluruhan merupakan pengurus baru karena baru dilaksanakan periodisasi pengurus di Paroki ini untuk tingkat DPL, DPP, dan DPPH.
    b. Beberapa pengurus Gereja masih termasuk orang baru di dalam perutusannya masing-masing, entah di DPPH, DPP (dengan seksi/bagian/tim), DPL, dan kelompok kategorial.
    c. Secara umum Sumber Daya Manusia (SDM) pengurus dalam hal pengetahuan kekatolikan termasuk memadai tetapi ketika tugas itu diterima tampak mereka masih banyak yang canggung.
    d. Kursus-kurus atau pembinaan masih sangat penting disampaikan kepada mereka selain kursus yang telah mereka terima.
    e. Kondisi ekonomi pengurus terbilang belum memadai secara umum. Kondisi ini pun kerap menjadi kendala dalam melaksanakan beberapa tugas di lingkungan dan di paroki.
    f. Kehadiran pengurus gereja dalam rapat-rapat tampaknya masih lemah. Masih sangat sulit untuk menggapai prosentasi kehadiran 50 %. g. Pandangan pastor centris tampaknya masih cukup kuat dalam diri para pengurus. Sehingga banyak hal seputar urusan praktis masih harus disampaikan kepada pastor. Boleh juga hal itu sebagai indikasi masih kurangnya pemahaman mereka akan aturan-aturan yang berlaku di gereja dan paroki.
    Kehadiran Komunitas
    5. Kehadiran Komunitas Lembaga Hidup Bakti
    5.1 Kehadiran Biara Kapusin St. Fransiskus Assisi
    Dalam uraian sejarah di atas telah dibicarakan perihal kehadiran dan peranan biara Kapusin St. Fransiskus Assisi Jl. Medan Pematangsiantar untuk mengembangkan karya pastoral di Paroki St. Fransiskus Assisi ini. Kehadiran Biara Kapusin ini pada tahun 1967 adalah menjadi pemicu berdirinya gereja di Jl. Medan ini sejak tahun 1968. Bahkan gereja itu dijadikan sebagai gereja Paroki Pastor Bonus.
    Dari tahun 1968 hingga berdirinya Paroki St. Fransiskus Assisi sebagai paroki tersendiri dan mandiri pada 03 Desember 2004 Biara Kapusin St. Fransiskus tetap berperan besar dalam pengembangan kerasulan Paroki. Demikian terus peranan itu sungguh tampak hingga sekarang.
    Peranan Biara Kapusin tersebut sangat terasa bagi paroki ini berkaitan dengan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh paroki, misalnya gedung gereja, kantor paroki. Meskipun pada dasarnya tanah dan gedung itu adalah milik Kapusin. Kebaikan hati dari Kapusin sangat trasa dalam pengembangan Paroki ini. Selain itu kehadiran para Pastor (staf) dan para Frater sangat tampak dalam pelayanan mereka di tengah-tengah umat, entah di dalam gereja atau pun dalam kerasulan di lingkungan-lingkungan. Anggota Biara Kapusin Jl. Medan sungguh menjadi bagian tak terpisahkan dari Paroki St. Fransiskus Assisi.
    5.2 Kehadiran Komunitas “San Damiano” FCJM
    Para suster Kongregasi FCJM telah berdomisili di Paroki St. Fransiskus Assisi ini sejak 18 Agustus 1967. Mereka berkomunitas di lokasi Biara dan Gereja paroki St. Fransiskus Jl. Medan. Kehadiran mereka pada mulanya adalah atas permintaan dari pimpinan Seminari Tinggi St. Fransiskus Assisi. Maka tugas pertama mereka adalah mengurus keperluan dapur dan rumah tangga Biara Kapusin. Tugas para suster kemudian bertambah ke pelayanan sekolah sejak SDRK7 dibuka pada tahun 1971.
    Selain itu, para suster pun terlibat dalam pengembangan paroki dengan aneka pelayanan yang dapat mereka lakukan. Mereka ada yang terlibat dalam pembinaan muda-mudi, pembinaan asmika, terlibat dalam katekese lingkungan, pembinaan kaum ibu, ikut dalam kepengurusan DPPH, dll. Melalui pelayanan tersebut, para suster terlibat menopang perjalanan dan perkembangan Paroki St. Fransiskus Assisi.
    5.3 Kehadiran Komunitas KSSY “St. Dionisius” dan PPU Karangsari.
    Kehadiran para Suster Kongregasi KSSY di wilayah Paroki St. Fransiskus Assisi tidak lepas dari berdirinya PPU KAM di Karangsari. PPU dan Susteran diresmikan oleh Mgr. Pius Datubara OFMCap pada 17 Maret 1982. Tujuan dari pendirian PPU ini adalah untuk mengembangkan karya pastoral umat di Keuskupan Agung Medan melalui kursus-kursus dan pembinaan-pembinaan rohani untuk umat. Untuk itu, Kongregasi KSSY diminta oleh Uskup dalam melaksanakan pelayanan di PPU KAM.
    Kehadiran Suster KSSY tidak hanya untuk PPU KAM saja tetapi juga ikut dalam pelayanan paroki St. Fransiskus Assisi. Para suster aktif dalam pelayanan kerasulan Lingkungan, khususnya Lingkungan St. Theresia, ikut dalam kepengurusan Seksi KS, dan Seksi lainnya seturut kebutuhan paroki.
    Akan tetapi, kehadiran komunitas suster dan PPU ini juga menjadi bagian dari pelayanan Paroki St. Fransiskus dalam hal reksa pastoral kerohanian. Maka Pastor mengadakan pelayanan misa di Komunitas Susteran dan juga untuk kebutuhan pelayanan di PPU seturut kebutuhan PPU sendiri. Dan, sarana serta prasarana PPU cukup sering juga dipergunakan oleh Paroki dalam beberapa keperluan entah untuk pelaksanaan Paripurna atau pembinaan umat lainnya.
    5.4 Kehadiran Komunitas “St. Maria” dan Novisiat SCMM Pematangsiantar
    Suster-suster Kongregasi SCMM memulai kehadiran mereka di wilayah Paroki St. Fransiskus Assisi dengan membangun komunitas St. Maria sejak tahun 1988 dan Novisiat SCMM sejak 1989 di Karangsari. Latarbelakang kehadiran para Suster di sini adalah untuk mengembangkan pendidikan dasar Kongregasi SCMM.
    Selain untuk urusan pengembangan internal pendidikan Kongregas SCMM, para Suster SCMM Komunitas dan Novisiat SCMM juga ikut terlibat dalam karya pelayanan tertentu di Paroki St. Fransiskus. Secara umum mereka terlibat dalam perkembangan Lingkungan St. Thomas. Selain itu mereka juga terlibat dalam pendampingan kaum muda, asmika, animasi liturgi, pendampingan Legio Maria, dll. Para Suster juga terbuka untuk menerima pelayanan lainnya sejauh dibutuhkan oleh Paroki.
    Sementara itu, pihak Paroki pun mempunyai tanggungjawab dalam pelayanan rohani untuk para suster di komunitas melalui misa harian, rekoleksi, sakramen tobat, perayaan-perayaan pesta-pesta kebiaraan Kongregasi SCMM yang dirayakan di Komunitas dan Novisiat Karangsari.
    5.5 Kehadiran Komunitas KYM “Mieke de Bref”
    Komunitas Mieke de Bref di bangun di wilayah Paroki St. Fransiskus Assisi. Lokasinya berada di Simpang Karangsari, dekat PPU KAM. Komunitas ini dibangun untuk menjadi Provinsialat KYM; sebelumya provinsialat berada di Susteran KYM, Jl. Sibolga 17, Pematangsiantar. Komunitas ini diresmikan pada 28 Maret 1989. Anggota komunitasnya bukan hanya pimpinan Provinsi tetapi juga para suster lainnya dengan beragam karya dan perutusan yang diemban.
    Kehadiran para Suster di Komunitas ini sungguh bermakna positif bagi perkembangan Paroki. Para suster terlibat aktif dalam kegiatan pelayanan gereja melalui kepengurusan seksi di DPP, mis. Seksi Keluarga, Katekese. Mereka juga aktif dalam kegiatan lingkungan khususnya di Lingkungan St. Petrus dan Lingkungan St. Vincentius. Tambah lagi, mereka terlibat dalam tugas animasi liturgi pada hari Minggu, Kamis Sore, dan hari-hari lainnya ketika Paroki meminta pelayanan mereka. Sementara itu, dengan kehadiran di wilayah paroki ini, maka Paroki juga punya tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan rohani para Suster di Komunitas. Itu dapat diwujudkan melalui pelayanan misa di Komunitas atau perayaan-perayaan lainnya yang dibutuhkan oleh Komunitas.
    6. Kehadiran Komunitas Pendidikan
    6.1 SD RK 7
    Kehadiran gereja dan paroki Pastor Bonus pada tahun 1968 membuat umat sungguh senang, bangga, dan bersyukur. Kemudian umat Jl. Medan sangat berharap bahwa di Jl. Medan juga didirikan sekolah. Umat sangat yakin bahwa agar iman dapat bertumbuh subur, pengetahuan juga mesti ditingkatkan. Sebab, “iman tanpa pengetahuan adalah buta, pengetahuan tanpa iman adalah lumpuh”. Karena itulah umat bertekad mendirikan SD di kompleks gereja. Niat umat ini ditanggapi positif oleh Ordo Kapusin. Bersama dengan umat, Ordo Kapusin bertekad untuk membangun Sekolah Dasar (SD).
    Dengan segala usaha dan upaya SD dibangun di lahan yang kemudian dibeli di samping lokasi gereja. Gedung SD selesai dibangun pada tahun 1973 dan mulai menerima murid baru pada tahun 1974. Sekolah ini dikenal dengan nama SDRK7 karena dimasukkan dalam naungan Yayasan Perguruan Katolik Cinta Rakyat yang sebelumnya telah memiliki 6 SD di Pematangsiantar.
    Kehadiran SDRK7 di wilayah Paroki ini hingga sekarang sangat positif dalam pengembangan umat paroki karena sekolah ini telah berhasil memberikan pendidikan kepada anak-anak umat paroki. Dengan demikian, selain pendidikan iman melalui Gereja, umat semakin dibekali dengan pengetahuan melalui sekolah. Selain itu, paroki juga sangat bersyukur dengan adanya gedung sekolah SDRK7. Sejak didirikan, gedung sekolah itu sangat sering dipergunakan paroki untuk pelaksanaan katekese, sermon, rapat, tempat kegiatan drama Natal atau Paska, kegiatan-kegiatan gerejawi, dan tempat penampingan Anak Sekami setiap hari Minggu.
    6.2 PAUD Terpadu KSSY
    Kehadiran PAUD Terpadu KSSY telah disampaikan secara resmi oleh Uskup Agung melalui SK. PAUD Terpadu tersebut berada di wilayah Kelurahan Tanjung Tonga Pematangsiantar. Parokus telah melaksanakan ritus peletakan batu pertama pembangunan pada hari Kamis, 19 Mei 2022.
    Besar harapan kita bahwa kehadiran PAUD tersebut akan berperan dalam mengembangkan reksa pastoral di Paroki ini. Sekaligus pula diharapkan bahwa di tempat itu bukan hanya gedung PAUD yang berdiri tetapi juga Komunitas Susteran KSSY.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :