loader image
Minggu, Mei 11, 2025
Lainnya
    Beranda Blog

    Paroki P.Siantar Jalan Bali

    0
     
    Pelindung
    :
    Santo Joseph
    Buku Paroki
    :
    Sejak tahun 1966. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Jl. Sibolga.
    Alamat
    :
    Jl. Bali - Kain Batik, Kec. Siantar Utara, Pematang Siantar - 21142
    HP.
    :
    0853 6056 7969
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    2.672 KK / 10.258 jiwa
    (data Biduk per 27/03/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    18
     
    01. Bah Kapul
    04. Marjandi
    07. Pargampualan
    10. Sibaganding
    13. Simbou Baru
    16. SKI
    19. Manik Rejo
    02. Bukit Hataran
    05. Martoba
    08. Parjalangan
    11. Sibisa
    14. Simpang Dua 
    17. Tiga Bolon

    03. Kampung Baru
    06. Panombean
    09. Sawah Dua
    12. Simbolon
    15. Sipoldas
    18. Jl. Kain Batik

    RD. Marianus Gilo A. Kedang
    17.02.’75
    Parochus
    RD. John Paul Tri Siboro
    11.01.’92
    Vikaris Parokial
         

    Sejarah Paroki St. Joseph - Jl. Bali, Pematang Siantar

    Perjalanan Singkat Paroki (klik untuk membaca)
    Pematangsiantar merupakan pusat Daerah Simalungun yang menjadi bagian dari Gouvernement van de Ookust (Gubernemen Pantai Timur). Karya Zending Protestan di kalangan Orang Batak Simalungun sudah dimulai sejak tahun 1901. Akan tetapi masih banyak di daerah Simalungun ini belum menjadi Kristen. Alasannya adalah mereka sudah menjadi Islam dan pewartaannya tidak sampai ke pedalaman. Misi Katolik memperoleh kesulitan larangan Pemerintah Hindia Belanda dalam Buku Hukum pasal 123 (sesudah tahun 1952 tahun 177) yang mengatakan : “Guru-guru Kristen, imam-imam dan pendeta-pendeta” bila hendak masuk suatu daerah untuk melaksanakan tugas harus lebih dahulu mendapat izin dari Gubernur Jendral. Kalau tugas mereka dianggap dapat menggangu keamanan suatu daerah, maka izin masuk mereka dapat dicabut oleh Gubernur Jendral.Terumata “dobel-zending” dilarang (sekaligus Misi Katolik dan zending protestan)”.
    Misi di Pematangsiantar dan sekitarnya sudah mulai sebenarnya sejak Juli 1929 oleh permintaan yang diajukan oleh 120 orang Katolik di sekitar Pematangsiantar. Kerohanian umat di sini dilayani oleh Pastor Aemilius Van Der Zanden dari Medan. Pada waktu itu timbul usaha untuk mengajukan usul kepada Mgr. Mathias Brams agar di Pematangsiantar dibangun sebuah gereja dan ditempatkan seorang Pastor untuk memimpin umat di daerah ini. Pada bulan Juni 1931 diperoleh izin seorang imam Katolik menetap di Pematangsiantar. Akan tetapi, izin tersebut disertai dengan larangan memperluas ajaran agama di luar tempat kedudukan. Stasi Batak pertama didirikan di dekat Pematangsiantar yaitu Laras di wilayah perkebunan, pada tahun 1931.
    Pada tanggal 3 Juli 1931, P. Aurelius Kerkers memulai karyanya di Pematangsiantar. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata disadari tidak mungkin mentaati larangan pengajaran agama Katolik di daerah lain. Ketidakmungkinan tersebut bukan terutama dari pihak pastornya, tetapi juga oleh karena semakin banyak permintaan dari pihak orang Batak agar Katolik diperkenalkan. Di Pematangsiantar, pada 1 Januari 1932 umat Katolik sudah ada sebanyak 203 orang: 174 orang Eropa, 19 orang Batak (yang dipermandikan di Medan), 5 orang Cina, 5 orang Jawa. Pada 1 Juni 1932, dibukalah sebuah Hollands Inlandse School. Pada akhir 1932 diajukan permohonan izin bagi karya misi di daerah Simalungun dengan bertolak Pematangsiantar. Tanggal 17 Februari 1933, datanglah jawaban positif. Pada tahun yang sama, yakni melalui surat tertanggal 12 Agustus 1933, akhirnya keluarlah izin umum yang memperbolehkan penyebaran pengajaran keagamaan. Maka dibentuklah beberapa Stasi-Stasi bantuan pertama yakni, Laras, Pantoan, Tanah Djawa, dan Panei.
    Penyebaran misi Katolik di Pematangsiantar semakin mantap dengan diangkatnya seorang Katekis yang membantu penyebaran ke- Katolikan-an, yakni Kenan Hutabarat. Bersama Katekis ini, karya misi semakin mantap. Pastor Aurelius Kerkers melihat jumlah umat semakin banyak. Pada saat itu dilihat bahwa sudah saatnya membangun fasilitas yang sungguh berguna. Pembangunan gereja, sekolah, pastoran dan susteran (seperti sekarang ini) mulai dilakukan. Gereja tersebut diberkatinya tahun 1934.
    Beberapa catatan tentang perkembangan misi di Pematangsiantar ini perlu ditambahkan. Pastor Aurelius Kerkers kemudian hari dibantu oleh Pastor Elpidius Van Duinhoven yang tiba di Pematangsiantar pada tanggal 16 Februari 1934. P. Elpidius Van Duinhoven dengan sangat gigih mendirikan beberapa Stasi baru. Dia mendirikan Stasi baru di Sawah Dua-Panei tanggal 1 Januari 1936. Stasi ini menjadi pusat kegiatan untuk daerah Panei dan sekitarnya: Tigadolok, Sidamanik, dan sampai ke Saribudolok yang berdiri sejak 30 Agustus 1938.
    Pada masa pendudukan Jepang, kegiatan misi lumpuh. Hanya para Suster berkebangsaan Jerman di Balige yang boleh tinggal. Akan tetapi, masih ada keuntungan besar lain yakni karena P. Marianus van den Acker selaku pemelihara rohani para Suster tersebut tidak ikut ditawan. Pada kesempatan itulah dia membentuk Badan Pimpinan Gereja selama masa sulit itu dengan mengangkat beberapa katekis. Yang menjadi Ketua Badan Pimpinan Gereja tersebut adalah Y. B. Panggabean sekaligus katekis kepala di Balige. Di Wilayah Simalungun, K. Hutabarat menjadi katekis kepala di Pematangsiantar, P. Datubara (Saribudolok).
    Pada tahun 1965, karmelit membangun biara di Pematangsiantar yakni Seminari Agung (Fakultas Teologi Karmel). Alasan perpindahan pusat pendidikan Karmel dari Malang ke Pematangsiantar adalah alasan keamanan, yakni terjadinya ketegangan pasca peristiwa “G30S/PKI” di Jawa. Pimpinan Karmel saat itu melihat bahwa Sumatera merupakan tempat yang aman sekaligus tepat, untuk kelanjutan pendidikan para fraternya.
    Wacana kehadiran para Karmelit di Pematangsiantar disambut dengan baik. Umat dan lembaga-lembaga Gereja memberikan dukungan. Yayasan Cinta Rakyat turut memberi dukungannya yang sangat berharga, karena mereka memperboleh Seminari Agung Karmelit tersebut didirikan di atas tanah mereka. Dalam surat keterangan dukungan Yayasan Cinta Rakyat, dituliskan demikian. “Ketua Pengurus Jajasan Tjinta Rakjat Pematangsiantar, menjatakan, tidak berkeberatan bahwa Badan Pengurus Geredja Katolik dan Amal di Pematangsiantar akan mendirikan Geredja dan Seminari Agung di tanah kami yang terletak disebelah Kebun Siantar State didekat Djalan Bali dan Djalan Sisingamangaradja”. Berdasarkan kutipan di atas, bisa dikatakan bahwa sejak awal telah direncanakan juga sekaligus pembangunan Gereja untuk umat. Bangunan Karmel inilah yang digunakan umat.
    Di sekitar bangunan ini sudah ada beberapa umat Katolik. Mereka beribadat di rumah-rumah umat. Berdasarkan Buku Baptis (LB) paroki, kita ketahui lebih terang bahwa sudah ada pembaptisan pertama di tiga titik daerah: Jl. Bali (20 Februari 1958), Martoba (1 November 1964), Bah Kapul (31 Mei 1958). Maka dengan kehadiran Karmel ini umat disekitarnya juga mengikuti kebaktian di gereja biara (sejak Juni 1966). Stasi St. Yusup Jalan Balipun berdiri. Pembaptisan pertama di Gereja ini sesudah kehadiran para Karmelit pada tanggal 16 Oktober 1966. Gereja ini seringkali dituliskan (dikenal) dengan nama Gereja Karmel atau Gereja St. Jusup Karmel.
    Karmel juga sekaligus mendirikan Sekolah Dasar, yang diberi nama Sekolah Dasar Karmel 1. Tidak banyak informasi yang diperoleh tentang hal ini. Misalnya, apakah SD Karmel 1 ini yang kemudian menjadi SD Cinta Rakyat saat ini (cikal bakal?). Keterangan keberadaan SD Karmel ini sangat terang dari Surat Permohonan kepada Walikota Pematangsiantar tentang memohon pembuatan Jalan Karmel, untuk jalan yang menghubungkan Jalan Bali dengan Kompleks biara, gereja dan sekolah. Pada no. 2 dikatakan demikian, “ S.D jang terletak di udjung jalan itu adalah S.D Karmel 1 yang diurus oleh pastor-pastor karmel”.
    Sesudah Stasi baru St. Yusup-Jl. Bali berdiri (1966), Badan Pengurus Gereja dan Amal Katolik mulai memikirkan pemekaran paroki Jl. Sibolga tahun 1967 Paroki St. Laurensius-Jl. Sibolga dimekarkan. Pada tahun 1968, Paroki Jl. Sibolga dimekarkan kemudian dengan mendirikan Paroki St. Fransiskus-Jl. Medan. Demi efektivitas pelayanan, Paroki Jl. Sibolga terus dimekarkan dengan membentuk paroki-paroki baru: Paroki Kristus Raja-Perdagangan (1970), Paroki Kristus Raja Tanah Jawa (1976), Paroki Saribudolok, Paroki Parapat. Selain Stasi Jl. Bali sendiri, Stasi Bah Kapul diserahkan pada pelayanan Karmelit. Dengan diserahkan kepada pelayanan Karmelit, akhirnya muncul gagasan baru, yakni mendirikan gereja permanen. Maka, pada tahun 1968, pembangunan gereja di Bah Kapul- Sibatubatu mulai digagas. Pastor Paroki saat itu, Pastor Koning, O.Carm, segera mengajukan permohonan pembangunan gereja baru kepada Bupati Simalungun.
    Pada tahun 1969, Stasi Martoba kemudian diserahkan kepada pelayanan para Pastor Karmelit. Baptisan di Stasi ini dicatat di Paroki St. Laurensius terakhir pada tanggal 29 juni 1969. Sesudah tanggal ini, segala yang berhubungan dengan Stasi ini dicatatkan di Paroki St. Jusu-Jl. Bali. Maka, disimpulkan bahwa sampai tahun 1969, Paroki St. Jusup memiliki tiga Stasi: Jl: Bali (Stasi Induk), Bah Kapul, dan Martoba. Pada tahun 1970, Para Karmelit segera meninggalkan pematangsiantar pimpinan Karmel melihat bahwa pemberontakan PKI tidak lagi merupakan ancaman serius. Alasan keamanan dirasa tidak tepat lagi menjadi alasan membagi dua tempat pendidikan frater. Disisi lain, perpindahan ini juga dipengaruhi kerumitan internal tentang program pendidikan para frater mereka. Misalnya, bagaimana menyesuaikan program kuliah dengan Seminari Agung di Pematangsiantar.
    Bagaimana dengan keberadaan gedung biara yang besar tersebut? Setelah theologicum Karmelit pindah kembali ke Malang pada akhir tahun 1970, Ordo Karmel ingin menjual gedung mereka. Gabungan kongregasi suster-suter berpendapat bahwa gedung tersebut cocok untuk pusat pendidikan dan rumah retret. Namun, karena gedung itu terlalu besar untuk hal dimaksud, para suster mengusulkan agar pihak keuskupan membeli gedung tersebut dan menyewakannya kepada suster. Akan tetapi, akhirnya sebagian besar gedung tersebut dibeli oleh gabungan suster-suster. Maka pada tanggal 6 juli 1970, mulailah para suster tinggal disana. Gedung besar tersebut akhirnya digunakan sebagai Pusat Pembinaan Para Biarawan/wati, sampai akhirnya mereka membangun pusat yang baru di Sinaksak, Pematangsiantar tahun 1993.
    Maka sejak saat itu, gedung tersebut difungsikan untuk dua hal sekaligus, yakni sebagai kantor paroki (Sekaligus Pastoran), dan tempat pembinaan para suster (Bina Samadi). Maka segala hal yang menyangkut tentang gedung tersebut, perbaikan, batas tanggungjawab masing-masing pihak, senantiasa diperbaharui dalam dan dengan surat perjanjian antara pihak P3B (Pusat Pembinaan Para Biarawan/wati). Hanya beberapa kamar saja yang digunakan untuk paroki, terlebih sebagai kantor paroki.
    Bagaimana pelayanan Paroki? Sejak para Karmelit meninggalkan Paroki St. Joseph, dan kehadiran P3B disana, paroki ini dilayani oleh Pastor Kapusin P. Marianus van den Acker, yang diangkat menjadi rektor pembimbing para suster, beliau sekaligus juga menjadi pastor paroki. Pada tahun 1973, Pastor Clemens Hamers, diangkat menjadi pastor paroki. Akan tetapi, beliau baru pindah pada bulan Maret 1974 ke Pastoran St. Joseph, sesudah gedung tersebut ditata kembali penggunaannya. Gereja tersebut dibuat dinding baru, sehingga sebagian menjadi kapel para suster, dan sebagian lagi menjadi gereja paroki.
    Dari beberapa arsip surat menyurat yang masih tertinggal, diketahui adanya perkembangan jumlah umat yang pada akhirnya gereja yang ada pada saat itu tidak cukup untuk menampung umat. Ketika P. Gonzalvus Snijders sebagai Pastor Paroki (1976-1984), dia beberapa kali mohon kepada pihak Keuskupan untuk segera memperbesar gereja atau memperbesar/membangun gereja baru (tahun 1977, 30 Jan 1980, 27 Maret 1980 ). Dalam surat-surat permohonan tersebut P. H Snijders menyebutkan beberapa alasan pengajuan permohonan tersebut: Perpindahan SPG tahun 1977 sehingga gereja tidak cukup untuk menampung umat, perluasan kota dan pertambahan jumlah penduduk. Pembangunan Gereja tersebut baru bisa dimulai pada tahun 1983. Pada tahun 2005, digagas juga didirikan gereja baru di depan gedung paroki/gereja saat ini. Gedung gereja baru tersebut telah berdiri besar, gagah dan unik dan sudah diresmikan April 2012 dan sejak itu sampai sekarang umat beribadah di dalamnya dan gedung gereja lama dipakai sebagai aula paroki.
    Paroki Jl. Bali kemudian menjadi paroki besar. Pada tahun 1987, stasi-stasi ke arah sisi kanan parapat sampai ke arah Tigaras, menjadi bagian (stasi) Paroki Jl. Bali. Mengapa paroki Jl. Bali menjadi paroki “raksasa” ?. Dugaan P. Ari van Diemen adalah karena semua stasi tersebut dari segi wilayah (secara praktis) lebih cocok dimasukkan menjadi bagian dari Paroki St. Joseph-Jl. Bali. Dugaan lain menurutnya adalah karena paroki sendiri memiliki gedung yang sangat luas, dan sangat cocok untuk tempat pembinaan. Paroki Jl. Sibolga menjadi paroki tanpa Stasi lebih merupakan karena pertimbangan jumlah umat. Pada tanggal 11 juli 2010, Paroki “raksasa” ini dimekarkan dengan mendirikan Paroki Tiga Dolok meliputi Tiga Balata dan Tiga Dolok. Penggembalaan paroki ini diserahkan kepada para Saudara Dina Konventual.
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Warta Kuria KAM (Maret-April 2025)

    18 Maret 2025

    Kapitel Umum ke-9 Kongregasi Suster KYM telah berlalu menandai tonggak baru dalam perjalanan hidup bakti para suster. Sebagai ungkapan dukungan dan kasih pastoral, pada 18 Maret 2025, Bapa Uskup Agung Medan datang ke Samadi Vincent untuk memberikan ucapan selamat kepada dewan pimpinan kongregasi KYM yang baru terpilih. Kehadiran beliau menjadi tanda keakraban dan perhatian gereja terhadap perjalanan hidup membiara para suster. Dengan penuh sukacita, Bapa Uskup menyampaikan apresiasi atas dedikasi para suster serta berkat bagi dewan pimpinan yang baru agar senantiasa dikobarkan hatinya dalam pengabdian. Momen ini disemarakkan oleh pemberian salam hangat para suster kepada pimpinan baru sebagai wujud saling meneguhkan satu sama lain dalam semangat sinodal.

    19 Maret 2025
    Pada tanggal 19 Maret 2025, Bapa Uskup Agung Medan meluangkan waktu untuk duduk bersama para pengurus Yayasan Harapan Penuh Rahmat di kantor Yayasan, Pematangsiantar. Pertemuan yang penuh semangat keterbukaan ini adalah momen berahmat bagi para pengurus Yayasan untuk menyampaikan laporan mengenai strategi pelayanan di Rumah Sakit Harapan. Langkah-langkah strategis telah ditempuh guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pekerjaan bangunan yang telah selesai dan proyek yang masih dalam tahap pengerjaan dilakukan sebagai bagian dari langkah strategis yang dimaksudkan. Kehadiran Gembala ini memberikan semangat berkobar-kobar bagi para pengurus Yayasan dan semua pegawai yang menjalankan kerasulan bidang kesehatan di unit pelayanan ini. Semoga semua mendapatkan berkat darinya.
    21 Maret 2025
    Patut diacungkan jempol kepada Bpk. Roni Sitanggang, kepala BPN Serdang Bedagai, bersama stafnya yang datang berkunjung kepada Bapa Uskup pada 21 Maret 2025, didampingi oleh Parokus Sei Rampah, RP. Bernardus Yusa Bimo OSC, untuk menyerahkan secara langsung kepada Bapa Uskup 47 sertifikat hak milik atas tanah gereja yang tersebar di wilayah kabupaten Serdang Bedagai. Proses sertifikasi yang sepenuhnya tanpa pungutan biaya merupakan wujud nyata dukungan pemerintah terhadap legalisasi aset-aset Gereja. Kepastian status hukum tempat ibadah menjamin keamanan kegiatan peribadatan. Apresiasi tinggi disampaikan Uskup Agung Medan kepada pihak BPN kabupaten Serdang Bedagai yang telah bekerja keras dalam menyelesaikan sertifikat tersebut. Penyerahan sertifikat ini adalah dukungan pemerintah bagi eksistensi gereja Katolik di wilayahnya.
    26 Maret 2025

    Keuskupan Agung Medan, diwakili oleh RP. Joseph Lesta Pandia bersama dua suster SFD, menghadiri undangan sosialisasi dan rapat Paskah Nasional 2025 pada Rabu, 26 Maret 2026 di aula RSU Advent Medan. Perayaan Paskah Nasional 2025 akan diadakan di kota Medan, Sumatera Utara yang diselenggarakan oleh Forum Umat Kristiani Indonesia (FUKRI). Keikutsertaan Gereja Katolik dalam Forum ini diwakili oleh KWI yang ditandatangani oleh Romo Aloysius Budi Purnomo. Penyelenggaraan Paskah Nasional 2025 sepenuhnya ditanggungjawabi oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK). Direncanakan pada 24-26 April 2026 akan diadakan Napak Tilas Kekristenan di Sumatera Utara; 15-16 Mei 2025 diisi dengan kegiatan Parade, Jalan Salib, Pelayanan Kesehatan, Pameran UMKM di Medan serta Perayaan Puncak Paskah Nasional 2025 di GBI Rumah Persembahan, Medan. Semoga perayaan ini berjalan dengan baik demi kemuliaan Tuhan yang bangkit.

    29 Maret 2025

    Wajah Gereja ditampakkan secara nyata dalam pelayanan karitatif yang dikoordinir oleh Yayasan Caritas Keuskupan Agung Medan. Unit pelayanan ini melangsungkan rapat Tri Organ pada 29 Maret 2025 di lantai 2 gedung Catholic Center Medan. Rapat ini melaporkan dan mengevaluasi program yang sudah direalisasikan sepanjang tahun 2024 dan merumuskan langkah-langkah strategis demi peningkatan pelayanan karitatif di wilayah KAM.

    Turut dipaparkan dalam pertemuan ini pekerjaan divisi-divisi pada tahun 2024 itu. Divisi tanggap darurat bencana melakukan banyak kegiatan pemulihan sosial ekonomi di Simangulampe. Divisi kesehatan yang terdiri dari dua bagian, yaitu rehabilitasi narkoba di Lubuk Pakam dan pencegahan HIV yang hadir di lima kabupaten. Yang terakhir ini erat terkait dengan divisi pastoral migran perantau yang bekerja untuk menangani korban yang datang dari Kamboja dan Kuala Lumpur. Yayasan juga mengadakan fundraising untuk menunjang keberlangsungan Yayasan Caritas KAM. Semua usaha ini dirangkumkan dalam RKAT 2025. Yayasan Caritas berperan sebagai unit pelayanan gereja kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan.
    1 April 2025
    Tim Kaderisasi Awam Keuskupan Agung Medan mengadakan Latihan Kepemimpinan Kristiani (LKK) paada 28 Maret - 1 April 2025 di Gedung Catholic Center Christosophia. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali kader-kader keuskupan agar siap berkarir sebagai perwira TNI, Polri atau pegawai pemerintahan. Dukungan kuat bagi pelatihan ini diberikan Bapa Uskup dengan merayakan Ekaristi bersama seluruh peserta pada 30 Maret 2025. Identitas kader Katolik ditentukan oleh kasih Allah sebagai fondasi pembangunan karakter yang kokoh. Menyadari diri dicintai tanpa batas oleh Allah menjadi kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup dengan rendah hati dan percaya diri yang kokoh. Berdasarkan pesan ini, Bapa Uskup menyemangati mereka dengan seruan, “Bangkitlah anak muda, masa depanmu cerah karena Bapa di surga besertamu, jangan takut selalu ada harapan baru.”
    2 April 2025
    Kuria keuskupan Agung Medan tersenyum menyambut kehadiran dua suster sebagai jajaran personalia masing-masing di komisi keluarga dan managemen pengelolaan gedung Catholic Center pada 2 April 2025. Mereka ialah Sr. Morianita FSA dan Sr. Hilaria KSSY. Kehadiran Sr. Hilaria akan memastikan berjalannya dengan baik penyediaan konsumsi bagi tamu Catholic Center dan pegawai kuria dan komisi. Bapa Uskup secara khusus menyampaikan terima kasih kepada kongregasi FSA dan KSSY yang telah menanggapi permintaan personalia yang sangat dibutuhkan. Semoga pelayanan dan pengabdian yang diemban oleh kedua suster ini berjalan dengan baik sebagai menjadi wujud nyata kasih dan pelayanan bagi Gereja dan masyarakat. Selamat mengabdi!
    4 April 2025
    “Saudara-saudari masa Prapaskah bukan sekedar waktu untuk menghindari dosa, tetapi juga untuk membentuk kekuatan jiwa agar tetap setia meski menghadapi salib dan penderitaan. Di ujung salib ada kebangkitan. Dalam masa tobat ini, mari kita perbarui komitmen kita untuk hidup benar bukan demi pengakuan dunia, tetapi demi kesetiaan dan demi jawaban kita atas kasih Allah yang begitu besar kepada kita. Kalau dunia bertanya, mengapa kamu setia? Jawablah dengan rendah hati karena Tuhan tidak pernah meninggalkan Aku.” Pesan mendalam ini disampaikan oleh Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap dalam homilinya yang disampaikan pada perayaan Ekaristi Jumat, 4 April 2025 di Gereja Katedral setelah diawali dengan kegiatan devosi jalan salib. Penghayatan perayaan iman diperdalam oleh alunan lembut musik sasando yang sengaja dipakai untuk mengiringi liturgi suci.
    6 April 2025
    Pada hari Minggu, 6 April 2025 menjadi hari yang penuh sukacita dan bersejarah bagi umat stasi Santo Petrus dan Paulus Resdes Raden Paroki Santa Lusia, Salak. Pada hari ini, gereja yang telah lama dinantikan akhirnya diberkati oleh Bapa Uskup Agung Medan dalam suatu perayaan Ekaristi yang penuh hikmat dan sukacita. Setelah itu, Bapa Uskup menerimakan sakramen penguatan kepada umat di paroki ini. Semoga para penerima karunia Roh Kudus ini semakin berakar dalam iman dan tampil dewasa sebagai terang dan garam di tengah dunia.
    9 April 2025
    Semangat sinodalitas mengajak kita untuk mampu mendengarkan. Dalam semangat ini, permohonan Top Manager PT. TPL Tbk untuk beraudiensi kepada Uskup Agung Medan dijawab positif oleh Bapa Uskup dengan mengundang para Vikep teritorial dan Parokus di wilayah di mana lahan PT. TPL Tbk berada hadir dalam pertemuan yang diadakan pada 9 April 2025 di ruang DEPKAM, Lt. 3 Catholic Center Christosophia. Setelah menjelaskan legalitas operasional perusahaan, Bpk. Jandre Salomoan Silalahi, direktur PT. TPL memaparkan luas lahan yang sudah digarap oleh perusahaan dan konflik-konflik yang sedang dihadapi dan usaha penyelesaiannya. Konflik mengakibatkan pasokan kayu ke pabrik tidak bisa dipenuhi sehingga operasional pabrik harus dihentikan sejak 29 Desember hingga 11 Mei 2025.

    Berdasarkan pandangan moral ekologis Gereja Katolik sebagaimana digariskan dalam ensiklik Paus Fransiskus tentang bumi adalah rumah kita bersama, Bapa Uskup bersama para pastor menyoroti perusakan alam yang diakibatkan oleh TPL dan konflik yang sangat merugikan masyarakat. Secara tajam disoroti strategi penyelesian konflik yang ditempuh oleh pihak managemen PT TPL dengan mengandalkan Pam Swakarsa untuk mendiamkan masyarakat. Seharusnya jajaran direksi dan manager PT. TPL mengadakan pendekatan PADIATAPA dalam penyelesaian konflik. Sangat disayangkan bahwa Direktur PT. TPL menuntut surat tanah dari masyarakat sebagai bukti bahwa lahan yang dipermasalahkan adalah tanah masyarakat sambil mengandalkan surat yang dimiliki oleh PT sebagai bukti hak mereka untuk mengolah tanah tersebut. Sebagai tindak lanjut dari audiensi ini, Keuskupan akan membentuk sebuah tim yang terdiri dari tiga orang untuk merumuskan apa yang bisa dilakukan demi konservasi alam dan kesejahteraan masyarakat. PT. TPL akan membentuk tim yang berjumlah sama untuk berdiskusi dengan tim Keuskpan Agung Medan.

    10 April 2025
    Ikatan Dosen Katolik Keuskupan Agung Medan yang terbentuk pada 6 April 2025 datang beraudiensi kepada Uskup Agung Medan di Gedung Catholic Center Medan pada 10 April 2025. Kelompok kategorial ini memperkenalkan dirinya sebagai wadah kegiatan pastoral Keuskupan Agung Medan terutama dalam bidang intelektual. Ikatan dosen ini diketuai oleh Profesor Kimberly, dosen di LLDikti yang ditempatkan di Universitas Islam Sumatera Utara UISU. Wakilnya ialah Dr. Bonar Raja Purba. Turut hadir bersama mereka para pengurus organisasi yang semuanya berprofesi sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi di wilayah KAM.
    Patut kita dukung inisiatif para dosen katolik untuk berpartisipasi dalam karya kerasulan gereja, secara khusus di Keuskupan Agung Medan. Inisiatif ini sangat diapresiasi oleh Bapa Uskup dan berharap agar mereka merasul di perguruan tingginya masing-masing dengan menjadi dosen yang hidup dan bersikap menghasilkan buah-buah Roh. “Hadir dan tampillah sebagai dosen yang sungguh berkarakter Katolik, yang selalu ingin membantu mahasiwa-mahasiswi, bukan sebaliknya mempersulit urusan kemahasiswaan,” demikian pesan Bapa Uskup kepada ikatan ini. Para pengurus akan dilantik oleh Bapa Uskup pada bulan Mei 2025, setelah menyempurnakan draf Anggaran Dasar yang telah disusun berdasarkan anggaran dasar Ikatan Dosen Katolik Indonesia.
    14 April 2025
    Pada 14-15 April 2025 semua imam di Keuskupan Agung Medan berkumpul bersama Bapa Uskup Agung Medan di CC-PPU Pematangsiantar untuk mengikuti rangkaian acara hari pengudusan imam yang dipersiapkan dengan baik oleh Tim Ongoing Fromation Keuskupan Agung Medan. Acara diawali dengan perkenalan imam dan diakon yang baru berkarya di keuskupan Agung Medan lalu diteruskan dengan masukan dan informasi dari Bapa Uskup. Untuk memasuki permenungan tentang imamat dan karya para imam di Keuskupan, RP. Nasarius Rumairi SX sebagai pemimpin menyajikan dengan menarik dan mendalam tema rekoleksi “Gereja bermisi: semangat dan strategi babak II.”Berdasarkan pengalamannya bermisi di Afrika, pastor Nattye mengajak para imam untuk selalu bersemangat melayani dan menyapa umat dalam setiap situasi yang dihadapinya. Ada imam yang sudah kelelahan dan kehabisan tenaga, sakit fisik dan dimakan usia, semangat mulai memudar. Tetapi Tuhan menguatkan dan menyembuhkan. Kita bangkit lagi oleh kekuatan kerahiman Tuhan.
    15 April 2025
    Pada 15 April 2025, pukul 16.30 WIB dirayakan Misa Krisma yang dipimpin oleh Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap di gereja paroki Jl. Sibolga Pematangsiantar. Perayaan agung ini menunjukkan kesatuan imamat semua imam dengan uskup. Imam yang ikut berkonselebrasi sebanyak 295 orang disemangati oleh umat yang dengan sangat baik menganimasi perayaan ekaristi.

    Bapa uskup mengarisbawahi peran imam sebagai pembebas umat yang tertekan dengan memberi waktu untuk mendengarkan umat. Imam bukanlah penguasa Rohani, melainkan pelayan umat yang dituntun oleh Roh kudus. Para imam diajak untuk semakin menampakkan kesatuannya yang intim dengan Allah sebagai kekuatan utama dalam setiap pelayanannya. Semoga melalui pelayanan imamat kebaikan dan Rahmat Allah dilihat oleh orang buta, didengar oleh orang tuli dan diwartakan oleh orang bisu.

    16 April 2025
    Rabu, 16 April 2025, meneruskan apa yang sudah dimulai pada hari pengudusan imam tahun 2024, para parokus, kuria, para vikaris dan ketua-ketua komisi mengadakan wawan hati dengan Bapa Uskup di aula CC PPU Pematangsiantar. Kegiatan yang dimulai pukul 08.30 – 12.45 diawali dengan animasi dari Bapa Uskup yang menekankan sinodalitas, kerja sama dan keakraban para imam di paroki.
    Ada banyak tantangan yang harus disadari dan dihadapi bersama-sama. Individualisme yang sangat ditopang oleh alat-alat teknologi, terutama smartphone membuat para imam asyik dengan dirinya sendiri dan tinggal di kamar. Kebersamaan menghilang dan prinsip jangan saling mengganggu semakin merusak kekompakan para imam.

    Sinodalitas adalah Penawar terbaik bagi virus yang semakin menggerogoti kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu rindu untuk ada dan duduk bersama. Dalam kerangka animasi ini para imam menyampaikan sejumlah pertanyaan praktis kepada Bapa uskup. Dengan sikap kebapaan yang lembut Bapa uskup menanggapi setiap pertanyaan yang diajukan para imam demi kemajuan paroki dan unit pelayanannya masing-masing. Suasana akrab mewarnai acara wawan hati ini. Semoga kegiatan seperti ini semakin menyemangati para imam dan Bapa Uskup sebagai gembala agung.

    Sampai jumpa dalam aktualita KAM selanjutnya.

    RP. Adrianus Sembiring OFMCap
    Kanselarius Keuskupan Agung Medan

    Hari Doa Panggilan Sedunia ke 62 – 11 Mei 2025

    Selamat pagi saudara-saudari, suster/bruder/frater, bapak, ibu, anak- anak, remaja, dan kaum muda yang terkasih dalam Kristus. Hari ini adalah Minggu IV Masa Paskah atau kita sebut dengan Hari Minggu Gembala Baik.

    Pada Hari Minggu Gembala Baik ini, secara khusus Gereja semesta merayakan Hari Doa Sedunia untuk Panggilan ke-62, dengan tema: “Peziarah Pengharapan: Anugerah Kehidupan”.

    Paus Fransiskus dalam pesannya mengundang kita semua untuk menjadi peziarah pengharapan, dengan berbagi hidup secara murah hati dan menanggapi panggilan Tuhan dalam berbagai bentuknya: panggilan awam, panggilan hidup bakti, hidup imamat, dan panggilan hidup berkeluarga.

    Di tengah dunia yang penuh kecemasan, ketidakpastian, dan krisis makna — khususnya bagi kaum muda — Allah tetap hadir dan tidak membiarkan manusia terjebak dalam ketidakpastian. Allah memanggil kita semua untuk berani bermimpi, menjadi saksi pengharapan, dan menghadirkan terang Kristus di tengah dunia.

    Kita diajak untuk mendoakan semua yang telah dan sedang menanggapi panggilan Tuhan, dan juga untuk kaum muda yang sedang mencari jalan hidupnya, agar memiliki keberanian untuk mendengarkan suara Allah, dan menjadikan hidupnya anugerah bagi sesama.

    Mari kita mempersiapkan hati untuk mengikuti perayaan Ekaristi Kudus ini, dan membawa hati kita sebagai persembahan bagi-Nya. Dalam suasana hati gembira dan penuh syukur, kita memulai perayaan Ekaristi Kudus ini dengan menyanyikan lagu pembuka.

    Komisi Liturgi KAM
    Download TPE Minggu Panggilan

    Kita Memiliki Seorang Paus! Habemus Papam !

    0

    Kami menyambut dengan penuh sukacita dan syukur atas terpilihnya Yang Mulia Paus Leo XIV sebagai Bapa Suci Gereja Katolik. Kami percaya bahwa Roh Kudus telah membimbing para Kardinal dalam memilih seorang gembala yang penuh kasih, kebijaksanaan, dan semangat pelayanan.

    Kami berdoa agar Tuhan senantiasa menyertai dan menguatkan Yang Mulia dalam setiap langkah dan keputusan untuk membangun Gereja yang penuh kasih, harapan, dan perdamaian. Viva il Papa!

    SAMBUTAN PERDANA PAUS LEO XIV

    Saudara-saudari terkasih,
    Semoga damai menyertai kalian semua! Ini adalah salam yang diucapkan pertama oleh Kristus yang Bangkit, sang Gembala baik yang memberikan nyawanya untuk kawananNya. Saya pun ingin agar salam damai ini masuk ke dalam hati kalian, menjangkau keluarga kalian, dan semua orang dimanapun mereka berada, di seluruh penjuru bumi. Damai menyertai kalian semua!

    Inilah damai dari Kristus yang bangkit. Damai tanpa senjata bahkan melucuti senjata, damai yang rendah hati dan gigih bertahan, berasal dari Allah, Allah yang mencintai kita semua tanpa syarat.

    Masih kita kenang, suara lemah namun selalu berani dari Paus Fransiskus yang telah memberi berkat pada kota Roma. Paus Fransiskus yang memberi berkat juga pada dunia pada pagi hari paskah yang lalu. Kini izinkan saya juga untuk meneruskan berkat yang sama… Allah mencintaimu, Allah mencintai kamu semua… kejahatan tidak akan menang, kita semua berada di tangan Allah..

    Oleh karena itu tanpa rasa takut, mari kita bersatu, bergandengan tangan satu sama lain, berjalan bersama Allah, bergerak maju. Kita adalah murid-murid Kristus, Kristus akan menyertai kita. Dunia sedang membutuhkan cahayaNya, kemanusiaan membutuhkanNya, mari kita bangun jembatan agar cinta kasih Allah dapat meraih mereka yang membutuhkan. Mari kita saling bahu-membahu membangun jembatan melalui dialog, melalui perjumpaan yang menyatukan kita semua menjadi satu umat, selalu dalam damai.

    Terimakasih pada Paus Fransiskus, dan juga kepada para saudara kardinal yang telah memilih saya menjadi pengganti Santo Petrus dan berjalan bersama dengan kalian semua, sebagai gereja yang satu selalu mencari perdamaian, keadilan, tetap setia pada Yesus Kristus, tanpa takut mewartakan kabar sukacita sebagai misionaris.

    Saya adalah putra Santo Agustinus (anggota Ordo Santo Agustinus). Ia yang pernah mengatakan. “Bersama kalian, aku seorang kristen dan untuk kalian aku adalah seorang uskup”. Demikian kita semua dapat berjalan bersama menuju tanah air yang telah disiapkan Allah bagi kita.

    Salam khusus saya sampaikan juga pada Gereja Roma. Mari kita berjalan bersama menjadi gereja misionaris, gereja yang membangun jembatan, membangun dialog, gereja yang selalu terbuka untuk menerima seperti bentuk dari alun-alun santo Petrus ini, dengan tangan terbuka bagi semua yang membutuhkan cinta kasih kita, kehadiran kita dan dialog kasih.

    (Dalam Bahasa Spanyol) Izinkanlah saya menyapa mereka yang pernah saya layani di Keuskupan Chiclayo, Peru. Dimana umat beriman mendampingi dengan setia uskup mereka menjadikan gereja yang setia pada Yesus Kristus.

    Dan kepada kalian semua saudara-saudari terkasih, yang ada di Roma, di seluruh Italia dan seluruh dunia, kita jadikan gereja kita gereja yang sinodal, Gereja yang berjalan bersama, Gereja yang selalu mencari perdamaian, mencari selalu kasih, selalu berusaha untuk dekat dengan mereka yang menderita.

    Hari ini adalah peringatan Bunda Maria dari Pompey. Bunda kita Maria akan selalu berjalan bersama, dekat dengan kita. Membantu kita dengan perantaraannya dan dengan cintanya. Maka saya hendak berdoa bersama kalian semua, kita berdoa untuk tugas baru ini, dan tentu saja untuk seluruh gereja, dan untuk perdamaian dunia. Dan kita mohonkan ini rahmat khusus ini dengan perantaraan Bunda Maria,
    Bunda kita…
    Salam Maria….

    PAUS LEO XIV (69 Tahun)

    Meskipun ia lahir di Chicago, ia juga memiliki kewarganegaraan Peru! Dia bekerja di Peru selama beberapa dekade; dia adalah seorang uskup Amerika Latin.

    Dia seorang migran, seperti jutaan orang di dunia. Ceritanya melintasi batas negara, bahasa, dan budaya. Ini adalah tanda harapan bagi semua orang yang harus meninggalkan tanah air mereka. Tuhan berjalan bersama mereka yang bermigrasi. Di sana ia memenangi kasih sayang orang-orang yang rendah hati dengan kedekatannya, kerendahan hatinya, dan kerja kerasnya yang tak kenal lelah bagi mereka yang paling membutuhkan.

    Dia adalah seorang Paus yang berbau rakyat. Itu tidak datang dari kekuasaan atau hak istimewa, itu datang dari jalanan berdebu di Amerika Latin. Ia termasuk dalam ordo religius Augustinian. Sebelum menjadi uskup, ia adalah Superior Jenderal Ordo-nya di seluruh dunia. Ordo ini terkenal karena penekanannya pada komunitas, refleksi, dan pencarian kebenaran batin. Dia adalah seorang pria dengan wajah tenang dan tutur katanya lembut. Dia selalu lebih suka mendengarkan daripada memaksakan. Mereka yang mengenalnya mengatakan kekuatan terbesarnya adalah belas kasihnya.

    Marilah kita berdoa untuknya!! 🙏🏻🕊🙏🏻
    Semoga semangat misioner Sri PAUS Leo XIV lanjutkan warisan Almarhum Paus Fransiskus🙏🙏🙏

     

    Renungan Minggu Paskah III

    0

    Minggu, 04 Mei 2025 - Minggu Paskah III

    Bacaan I : Kis. 5:27b-32,40b-41
    Bacaan II : Why. 5:11-14
    Bacaan Injil :  Yoh. 21:1-19

    "Paskah dan Misi: Dari Perjumpaan Menuju Kesaksian"

    Saudara-saudari terkasih, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Dalam Minggu Paskah III Tahun C ini, liturgi membawa kita merenungkan relasi yang erat antara pengalaman perjumpaan dengan Yesus yang bangkit dan panggilan untuk bersaksi dalam dunia. Semua bacaan hari ini menegaskan bahwa kebangkitan Kristus bukan sekadar pengalaman spiritual pribadi, melainkan pendorong misi untuk mewartakan Injil.

    1. Yesus Bangkit dan Menyapa dalam Hidup Sehari-hari 
    Injil Yohanes 21 hari ini menunjukkan bagaimana Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada para murid di danau Tiberias. Para murid kembali ke aktivitas lama mereka sebagai nelayan. Setelah semalaman tanpa hasil, mereka mengikuti suara seorang asing di pantai untuk menebarkan jala ke sebelah kanan. Hasilnya melimpah. Dalam peristiwa ini, murid yang dikasihi menyadari: “Itu Tuhan!”.

    Pengalaman ini mencerminkan hidup harian kita. Kita sering tidak menyadari kehadiran Tuhan, sampai Ia menyentuh hidup kita secara tak terduga. Murid yang dikasihi adalah simbol dari orang yang memiliki kedekatan rohani dengan Yesus sehingga dapat mengenal-Nya, bahkan dalam hal-hal kecil. “Carilah Tuhan dalam hal-hal kecil dan tersembunyi. Di sanalah Ia menunggu.” – St. Thérèse dari Lisieux

    2. Dari Perjumpaan Menuju Misi: “Gembalakanlah Domba-domba-Ku” 
    Setelah sarapan bersama di pantai, Yesus berbicara kepada Petrus. Tiga kali Ia bertanya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan tiga kali Petrus menjawab: “Ya, Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Maka Yesus bersabda: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”

    Dialog ini bukan hanya rekonsiliasi antara Yesus dan Petrus setelah penyangkalannya, tetapi juga peneguhan misi. Kasih sejati kepada Tuhan tidak cukup hanya diucapkan, tetapi harus dinyatakan dalam penggembalaan dan pelayanan. St. Yohanes Paulus II berkata: “Kasih yang tidak menjadi pelayanan akan mati; pelayanan yang tidak dilandasi kasih akan kosong.”

    3. Kesaksian yang Berani Meski Ditolak 
    Bacaan pertama dari Kisah Para Rasul menggambarkan para rasul yang bersaksi tentang kebangkitan Yesus, meski harus menghadapi larangan, intimidasi, dan hukuman. Namun mereka menjawab dengan tegas, “Kami harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia.”

    Kesaksian mereka lahir dari pengalaman nyata perjumpaan dengan Yesus. Paskah bukan hanya tentang sukacita pribadi, tetapi keberanian bersaksi di tengah tantangan. Gereja perdana menunjukkan bahwa kesaksian iman bukan tanpa risiko, namun dilandasi oleh keyakinan bahwa Kristus hidup dan mendampingi.

    St. Ignatius dari Antiokhia menulis: “Kini aku mulai menjadi murid. Biarkan aku meniru Sengsara Tuhanku.”

    4. Pujian dan Penyembahan kepada Anak Domba yang Disembelih  
    Kitab Wahyu menggambarkan pujian surgawi kepada Anak Domba yang layak menerima kuasa dan kemuliaan. Dialah Yesus yang disalibkan dan bangkit. Gereja di bumi yang bersaksi dan Gereja di surga yang memuji adalah satu dalam semangat: meninggikan Kristus Sang Anak Domba. St. Fransiskus dari Assisi berkata: “Marilah kita mencintai dan menyembah Dia yang telah menebus kita dengan darah-Nya.”

    Ini memberi harapan dan kekuatan: penderitaan kita dalam bersaksi bukanlah akhir, tetapi bagian dari kemenangan Paskah.

    Penutup: Paskah adalah Awal Perutusan

    Saudara-saudari, Paskah bukan hanya pesta iman, tapi panggilan perutusan:
    Untuk mengenali kehadiran Tuhan dalam kehidupan harian,
    Untuk menjawab kasih-Nya dengan pelayanan,
    Untuk bersaksi tentang Dia meski ada tantangan,
    Dan untuk memuji Dia sebagai Anak Domba yang layak disembah.

    St. Katarina dari Siena berseru: “Jika kamu menjadi seperti dirimu seharusnya, kamu akan menyalakan dunia.”

    Seperti Petrus yang telah disembuhkan dan diutus, seperti murid yang dikasihi yang mengenali-Nya, seperti para rasul yang tidak takut bersaksi, mari kita pun melanjutkan misi Paskah dalam hidup kita: mengenali, mencintai, menggembalakan, dan bersaksi. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap

    Arsip Renungan Bapa Uskup Agung Medan : (klik untuk membacanya)

    27 April 2025 - Minggu Kerahiman Ilahi Paskah II

    Minggu, 27 April 2025 - Minggu Kerahiman Ilahi

    "Kerahiman Allah: Kasih yang Mengampuni dan Memulihkan"

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.
    Hari ini kita merayakan Minggu Kerahiman Ilahi, hari penuh rahmat yang diwartakan melalui Santa Faustina Kowalska, Rasul Kerahiman. Hari ini Gereja mengundang kita untuk memandang wajah sejati Allah — wajah belas kasih yang hidup dalam Yesus Kristus yang bangkit.

    Dalam terang Minggu Kerahiman Ilahi, kita diundang untuk merenungkan hati terdalam Allah: bukan murka, bukan hukuman, melainkan belas kasih yang mengalir dalam bentuk pengampunan.
    Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada murid-murid yang ketakutan dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu.” (Yoh 20:19) Tetapi damai itu bukan sekadar kata. Yesus menunjukkan luka-luka kasih-Nya dan menghembusi mereka dengan Roh Kudus sambil berkata: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni.” (Yoh 20:23)

    Inilah wajah sejati Allah: Allah yang memulihkan, bukan menghukum; Allah yang mengangkat, bukan menjatuhkan.

    1. Kerahiman Allah: Wajah yang Mengampuni 
    Dalam seluruh Injil, kita melihat bahwa kerahiman Allah tidak pernah hanya teori. Ia nyata dalam tindakan Yesus:
    - Kepada perempuan yang berzinah: "Aku pun tidak menghukum engkau." (Yoh 8:11)
    - Kepada Petrus yang menyangkal-Nya: Ia memulihkan kepercayaannya dengan kasih.
    - Kepada musuh-musuh di salib: "Ya Bapa, ampunilah mereka." (Luk 23:34)
    Kerahiman itu hadir dalam pengampunan nyata. Sebagaimana St. Yohanes Paulus II bersaksi: “Dunia lebih membutuhkan saksi kerahiman daripada saksi keadilan.”

    2. Dunia Kita: Dunia yang Sulit Mengampuni 
    Dunia lebih mengenal balas dendam daripada pengampunan. Dunia lebih menyukai penghakiman daripada pemulihan. Dunia lebih cepat menyebarkan aib daripada melindungi martabat. Bahkan dalam keluarga, komunitas, dan Gereja, sering luka-luka tidak disembuhkan karena pengampunan dianggap kelemahan. 
    Tetapi Paus Fransiskus mengingatkan: “Mengampuni bukan berarti melupakan keadilan, melainkan menyembuhkan hati.” (Misericordiae Vultus) 

    3. Mengapa Harus Mengampuni? 
    Jika kita tidak mengampuni:
    - Luka kita tetap terbuka,
    - Dendam menjadi racun dalam jiwa,
    - Hidup menjadi tawanan masa lalu. 

    Sebaliknya, jika kita mengampuni:
    - Kita dibebaskan,
    - Luka disembuhkan,
    - Kita menjadi serupa dengan Allah.

    St. Faustina Kowalska menulis: “Kasih sejati terwujud dalam pengampunan.”

    4. Pengampunan: Pusat dari Pewartaan Injil 
    Kerahiman dan pengampunan tidak dapat dipisahkan.
    Pengampunan adalah wajah operatif dari Kerahiman Allah. Yesus mempercayakan tugas besar ini kepada para murid: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni.”
    St. Augustinus berkata: “Percaya bahwa engkau diampuni akan membebaskanmu untuk mengampuni.”

    5. Tomas: Dari Ragu Menjadi Saksi Kerahiman 
    Tomas tidak ditolak oleh Yesus. Ia memperlihatkan luka-luka-Nya. Dari sentuhan itu, Tomas berseru: "Tuhanku dan Allahku!" Iman yang lahir dari kerahiman jauh lebih kuat daripada iman yang lahir dari ketakutan.

    Penutup: Jadilah Wajah Allah
    Di dunia yang penuh luka: Jadilah pembawa pengampunan.
    Di dunia yang penuh kebencian: Jadilah wajah Allah yang Maharahim. 
    St. Fransiskus dari Assisi berdoa: “Di mana ada kebencian, biarkan aku membawa cinta.
    Di mana ada luka, biarkan aku membawa pengampunan.” Mari kita sambut sabda Yesus: "Damai sejahtera bagi kamu." Damai yang lahir dari hati yang mengampuni. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    20 April 2025 - Hari Raya Paskah

    Minggu, 20 April 2025 - Hari Raya Paskah

    Bacaan I : Kel. 14:15-15:1
    Bacaan II :  Rm. 6:3-11
    Bacaan Injil : Mat. 28:1-10

    “Iman yang Bangkit dari Dalam Gelap: Mengalahkan Prasangka, Mewartakan Harapan”

    Untuk Perayaan Paskah dan Penerimaan Sakramen Penguatan Dalam Terang Tahun Yubileum Pengharapan 2025

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, selamat Hari Raya Paskah

    Pagi hari itu, ketika hari masih gelap, Maria Magdalena berjalan ke kubur Yesus. Ia larut dalam kesedihan, pikirannya dibayangi kehilangan, dan hatinya belum diterangi pengertian iman. Maka, ketika melihat kubur kosong, pikirannya langsung dipenuhi prasangka, “Tuhan telah diambil orang...” (Yoh 20:2)

    Ia belum melihat kebenaran bahwa Yesus telah bangkit, karena, seperti ditulis dalam Injil, “Sebab selama ini mereka belum mengerti Kitab Suci, yang mengatakan bahwa Dia harus bangkit dari antara orang mati.” (Yoh 20:9)

    1. Prasangka Lahir dari Kegelapan Iman

    Mengapa Maria mengira jenazah Yesus dicuri? Karena hatinya sedang gelap. Gelap oleh kesedihan, gelap karena kehilangan arah. Dalam Injil Yohanes, “gelap” bukan sekadar waktu dini hari, tetapi simbol kebingungan batin dan ketidaktahuan rohani.

    Prasangka buruk tumbuh ketika terang Sabda Tuhan belum menerangi pikiran. Maria belum mengerti janji Yesus. Maka ia menafsirkan realitas dari sudut pandang rasa takut, bukan iman.

    Kita pun sering bersikap demikian:

    Ketika masalah datang, kita cepat curiga.
    Ketika doa belum dijawab, kita mudah merasa ditinggalkan.
    Ketika dunia tampak gelap, kita bertanya, “Di mana Tuhan?”
    Padahal Tuhan tidak absen. Ia hidup. Tapi kita hanya bisa mengenali-Nya jika hati kita diterangi Sabda.

    2. Sabda: Terang yang Membebaskan dari Prasangka

    Injil hari ini mengatakan, “Sebab selama ini mereka belum mengerti Kitab Suci...” (Yoh 20:9) Tanpa Sabda, kubur kosong adalah misteri yang menakutkan. Dengan Sabda, kubur kosong menjadi tanda kemenangan.
    Sabda adalah terang yang mengubah tafsir keliru menjadi pengenalan akan kebenaran. Sabda adalah cahaya yang menuntun kita keluar dari ketakutan.

    Maria berubah bukan karena melihat jenazah, tetapi karena ia mendengar Sabda pribadi dari Yesus, “Maria!” — “Rabuni!” (Yoh 20:16)
    Dalam sekejap, prasangka hilang, pengharapan lahir. Sabda Yesus menyentuh hatinya dan membangkitkan imannya.

    3. Sakramen Krisma: Roh Kudus Membuka Pengertian dan Misi 
    Hari ini, saudara-saudari kita menerima Sakramen Penguatan. Sakramen ini bukan sekadar ritual. Ini adalah pencurahan Roh Kudus, agar kamu:
    Dapat mengingat dan mengerti Sabda Tuhan,
    Dapat membedakan kebenaran dari kebingungan dunia,
    Dapat berdiri teguh saat dunia meragukan imanmu,
    Dan menjadi saksi kebangkitan Kristus di mana pun kamu berada.
    Roh Kudus adalah terang yang membakar hati dan membuka mata iman.
    Dalam terang-Nya, prasangka digantikan oleh pengertian, dan ketakutan berubah menjadi keberanian.

    4. Tahun Yubileum: Waktu untuk Bangkit dan Bersaksi 
    Tahun Yubileum 2025 adalah Tahun Pengharapan. Dan harapan itu bukanlah optimisme buta, tapi keyakinan bahwa, “Kristus telah bangkit, dan karena itu tidak ada malam yang terlalu gelap untuk dikalahkan terang-Nya.” 

    Seperti Maria, kita dipanggil:
    Untuk tidak berhenti dan tinggal pada tangisan,
    Untuk tidak hidup dalam prasangka, Tapi berbalik dan melihat Yesus yang hidup,
    Dan pergi memberitakan: “Aku telah melihat Tuhan!” (Yoh 20:18)

    5. Penutup: Pegang Sabda, Wartakan Harapan 
    Saudara-saudari, Jangan tunggu semuanya jelas baru percaya. Percayalah, dan kamu akan melihat. Pegang Sabda, dan kamu akan dibebaskan dari ketakutan.

    Untuk para penerima Krisma:
    Jadilah saksi iman di sekolah, di rumah, di dunia digital. Bawalah terang Kristus ke dalam dunia yang penuh prasangka. Hidupkan Sabda dan wartakan harapan.
    Kristus telah bangkit. Alleluya. Harapan tidak mengecewakan. Alleluya. 
    Amin.

    Penutup

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    13 April 2025 - Minggu Palma

    Minggu, 13 April 2025 - Hari Minggu Palma Mengenang Sengsara Tuhan

    Bacaan I : Yes. 50:4-7
    Bacaan II : Flp. 2:6-11
    Bacaan Injil : Luk. 22:14- 23:56

    “Dari Hosana ke Salibkan Dia: Kerapuhan Hati Manusia dan Kasih yang Tetap Setia”

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Hari ini kita memasuki Pekan Suci. Kita baru saja mendengarkan kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Kita diajak untuk merenungkan kontras dramatis antara sambutan penuh sukacita di pintu gerbang Yerusalem dan teriakan kebencian di halaman pengadilan Pilatus.

    “Hosana bagi Anak Daud!” berubah menjadi “Salibkan Dia!”

    Pertanyaannya: mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang membuat manusia—yang mengaku percaya kepada Allah—begitu cepat berbalik dari pujian ke pengkhianatan?

    1. Kekecewaan terhadap Harapan yang Tidak Terpenuhi

    Banyak orang menaruh harapan bahwa Yesus akan menjadi Mesias politis yang membebaskan Israel dari penjajahan Romawi. Tapi Yesus tidak menuruti ekspektasi mereka. Ia datang sebagai Hamba yang menderita, bukan sebagai pahlawan bersenjata. Ketika harapan mereka runtuh, kekecewaan berubah menjadi penolakan.

    Hal yang sama bisa terjadi dalam hidup kita. Ketika Tuhan tidak bertindak seperti yang kita harapkan—saat doa tidak segera dijawab, atau salib terasa berat—apakah kita tetap setia, atau ikut berteriak “Salibkan Dia”?

    2. Massa yang Mudah Tergoyah dan Ketakutan yang Menyebar

    Iman yang tidak berakar mudah goyah dalam tekanan. Orang-orang yang sebelumnya bersorak “Hosana” bisa berubah karena:
    Takut dikucilkan,
    Terbawa arus,
    Atau sekadar tidak mengerti siapa Yesus sebenarnya.

    Yesus tidak pernah menjanjikan popularitas atau kenyamanan. Ia menjanjikan salib yang membawa kehidupan. Maka, mengikuti Yesus adalah keberanian untuk tetap setia meski dunia berbalik arah.

    3. Dosa dan Ketertutupan Hati

    Penolakan Yesus juga lahir dari hati yang tidak mau bertobat. Ia datang membawa terang, tapi banyak yang lebih memilih kegelapan karena:
    Takut dikoreksi,
    Nyaman dengan kebiasaan lama,
    Tidak rela kehilangan kekuasaan atau ego.

    Yesus disalibkan bukan hanya oleh paku dan kayu, tapi juga oleh penolakan batin manusia yang tak mau diubah.

    4. Tapi Yesus Tetap Setia

    Yang luar biasa dari kisah sengsara ini adalah: kasih Yesus tidak berubah. Ia tetap diam saat dihina. Ia tetap mengasihi saat disalibkan. Ia bahkan mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya.

    Inilah Injil kasih: Tuhan tidak menyesal mengasihi kita, walau kita sering berkhianat.

    5. Undangan untuk Masuk ke Jalan Salib

    Saudara-saudari, Pekan Suci ini bukan sekadar kenangan. Ini adalah undangan untuk ikut berjalan bersama Yesus.

    Bukan hanya ikut arak-arakan palma, tapi juga ikut memanggul salib.

    Bukan hanya ikut liturgi, tapi juga menjadi saksi kasih yang setia dalam hidup nyata.

    Jangan biarkan suara “Salibkan Dia!” terdengar lagi—dari sikap kita, dari ketidakpedulian kita, dari kompromi kita terhadap kebenaran.

    Sebaliknya, marilah kita berkata: Hosana yg berarti "Selamatkanlah, tolonglah kami sekarang" “Hosana dalam arti yang sejati: Yesus, datang dan ubahlah hatiku.”

    Penutup

    Pekan Suci telah dimulai. Kita diajak masuk ke dalam misteri sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan. Mari kita ikut berjalan dengan-Nya—dalam iman, pengharapan, dan kasih. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    06 April 2025 - Prapaskah V

    Minggu, 06 April 2025 - Hari Minggu Prapaskah V

    Bacaan I : Yes. 43:16-21
    Mazmur :  Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6
    Bacaan II :  Flp. 3:8-14
    Bacaan Injil : Yoh. 8:1-11

    Allah yang Mahapengampun

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Minggu ini, Injil membawa kita ke sebuah kisah yang amat kuat, penuh luka dan kasih, penghakiman dan pengampunan: perempuan yang tertangkap basah dalam perzinahan. Sebuah kisah yang menggambarkan dua dunia—dunia manusia yang ingin menghukum, dan dunia Allah yang memilih mengampuni.

    1. Dosa yang Nyata dan Penghakiman yang Cepat

    Perempuan itu bersalah. Ia tertangkap basah. Tak ada dalih. Hukum Musa jelas: ia harus dirajam. Tapi anehnya, hanya dia yang dibawa. Tidak ada pasangan lelakinya. Keadilan menjadi alat manipulasi, bukan kebenaran. Orang-orang Farisi datang bukan mencari kebenaran. Mereka datang untuk menjebak Yesus. Jika Yesus menghukum, kasih-Nya dipertanyakan. Jika membebaskan, Ia dianggap melawan hukum Musa. Sebuah dilema.

    Yesus tidak menjawab. Ia menunduk dan menulis di tanah. Ketika mereka mendesak, Yesus berdiri dan berkata, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”

    Sunyi. Batu-batu dijatuhkan. Dari yang tertua, satu per satu pergi. Tinggal Yesus dan perempuan itu.

    2. Allah Mengampuni, Bukan Menghakimi

    Yesus berdiri dan bertanya: “Di mana mereka? Tidak adakah yang menghukum engkau?” Perempuan itu menjawab: “Tidak ada, Tuhan.” Lalu Yesus berkata, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi.”

    Saudara-saudari, inilah wajah Allah kita. Bukan Allah yang mencatat dan menghitung dosa kita, tetapi Allah yang membuka lembaran baru. Yesus tidak membiarkan dosa, tapi mengampuni dan mengundang untuk bertobat.

    3. Kita Adalah Perempuan Itu – Dan Juga Farisi Itu

    Dalam hidup, kita pernah berdosa seperti perempuan itu. Kita pernah gagal. Kita pernah jatuh.

    Tapi sering pula, kita berdosa seperti orang Farisi: merasa lebih suci, cepat menghakimi, lambat mengampuni.

    Yesus hari ini berdiri di tengah kita dan berkata, “Kalau engkau tidak berdosa, silakan lempar batu pertama." Kita semua berdosa. Tapi kita semua juga dikasihi.

    4. Pengampunan Adalah Awal, Bukan Akhir

    Yesus tidak hanya menyelamatkan perempuan itu dari hukuman. Ia memberinya arah hidup baru. Kata-Nya, “Jangan berdosa lagi mulai sekarang.”

    Itu bukan perintah keras, tapi undangan penuh kasih, “Aku tahu engkau bisa berubah.” Inilah keadilan ilahi: bukan menghukum, tapi membangun kembali.

    5. Paulus: Dari Penganiaya Menjadi Pewarta Pengampunan

    Bacaan kedua dari surat Filipi memperkuat pesan ini. Paulus dulunya Farisi yang fanatik. Tapi setelah dijamah kasih Kristus, ia berubah. Ia menulis, “Yang lama kulupakan, dan aku berlari menuju yang di depan.” (Flp 3:13)

    Allah memanggil kita bukan karena kita pantas, tapi karena kasih-Nya tidak pernah menyerah.

    6. Tahun Yubileum Pengharapan: Saatnya Memulai Lagi

    Dalam Spes Non Confundit, Paus Fransiskus menulis, “Tuhan tidak bosan memberi kesempatan baru. Dialah Allah yang membukakan pintu.”

    Hari ini kita diundang menjadi seperti Kristus: Bukan melempar batu, tapi merangkul sesama. Bukan mengungkit luka lama, tapi memberi harapan baru. '

    Penutup: Jangan Takut Datang Kembali

    Saudara-saudari, Yesus tidak melihat siapa kamu kemarin. Ia melihat siapa kamu bisa jadi hari ini. Ia tidak tertarik menghukum. Ia ingin menyembuhkan. Maka datanglah kepada-Nya. Terimalah kasih yang mengampuni dan membebaskan. Dan jadilah pembawa harapan di tengah dunia yang penuh penghakiman. “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berdosa lagi.” Itulah sabda kasih. Itulah suara Allah. Dan itulah undangan bagi kita semua hari ini.

     Apakah aku bersedia mengampuni seperti Kristus mengampuni—tanpa mengungkit masa lalu, dan memberi harapan pada masa depan? Para saudara dan saudari, mari beri jawaban singkat pada kolom komentar! Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    30 Maret 2025 - Prapaskah IV

    Minggu, 30 Maret 2025 - Hari Minggu Prapaskah IV

    Bacaan I : Yos. 5:9a,10-12
    Bacaan II :  2Kor. 5:17-21
    Bacaan Injil : Luk. 15:1-3,11-32

    “Bapa yang Tak Pernah Lelah Menunggu: Prapaskah, Ziarah Kembali ke Rumah Kasih”

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Di tengah Masa Prapaskah ini, kita tiba di Minggu yang kerap disebut sebagai Laetare Sunday—Minggu Sukacita. Liturgi mengenakan warna merah muda, sebagai tanda bahwa terang Paskah sudah mulai tampak di ujung jalan pertobatan kita.

    Dan hari ini kita menerima salah satu kabar paling indah dari Injil: Kisah Anak yang Hilang—atau lebih tepat, kisah Bapa yang tak pernah lelah menunggu. Dalam Tahun Yubileum Pengharapan, bacaan ini menjadi pusat kontemplasi kita: Allah bukan hanya Bapa, tapi juga Rumah yang hangat, yang selalu terbuka, dan hati yang tak pernah menutup pintunya.

    1. Bapa yang Tidak Pernah Lelah Menunggu

    Bayangkan sosok Bapa itu: setiap hari menanti, menatap jauh ke jalan, berharap anaknya pulang. Bukan karena sang anak layak, bukan karena ia berhasil memperbaiki semua kesalahan—tetapi cukup karena ia kembali. Bahkan ketika anak itu masih jauh, Bapa sudah berlari menjemputnya. Tak peduli bau babi, tak peduli pakaian compang-camping, tak peduli skrip permintaan maaf yang belum selesai diucapkan.

    Inilah Injil kasih: Allah tidak mencatat daftar dosa, tapi menghitung setiap langkah pulang.

    Seperti dikatakan oleh Paus Fransiskus: “Tuhan tidak pernah lelah mengampuni kita. Tapi kita yang sering lelah untuk datang kepada-Nya dan meminta belas kasih.”

    2. Pertobatan adalah Pulang, Bukan Hukuman

    Dalam budaya manusia, ketika seseorang gagal, ia dihukum. Tetapi dalam Kerajaan Allah, ketika seseorang gagal dan pulang, ia dipeluk.

    Pertobatan sejati bukan hanya perasaan bersalah. Pertobatan adalah keberanian untuk pulang. Dan Bapa surgawi tidak berdiri dengan tangan menyilang menunggu penjelasan. Ia berlari. Ia menghambur. Ia mencium dan menyambut. Pertobatan bukan pintu sempit yang menyiksa, tapi jalan lebar yang penuh pelukan.

    St. Ambrosius berkata: “Allah tidak menunggu kita menjadi layak, tetapi menunggu kita membuka hati.”

    3. Tahun Yubileum: Tahun Pengharapan yang Pulang

    Tahun Yubileum selalu dimaknai sebagai tahun pembebasan, tahun pemulihan, dan tahun pulang. Dalam terang Injil hari ini, Yubileum 2025 menjadi panggilan bukan hanya untuk memperbaiki struktur hidup kita, tapi menyambung relasi yang putus—dengan Tuhan, dengan keluarga, bahkan dengan diri sendiri.

    Kita semua seperti anak yang hilang—pernah menjauh, pernah menyia-nyiakan kasih. Tapi Allah masih setia di ujung jalan.

    St. Yohanes Paulus II mengatakan: “Tidak ada dosa yang lebih besar dari kerahiman Allah. Tidak ada luka yang tak bisa disembuhkan oleh pelukan Bapa.”

    4. Jangan Jadi Anak Sulung yang Tertinggal di Luar Pesta

    Jangan lupa, kisah ini bukan hanya soal anak bungsu. Yesus juga mengangkat cermin kepada mereka yang seperti anak sulung: taat tapi pahit hati. Di gereja, di pelayanan, bahkan dalam hidup doa, kita bisa merasa ‘lebih baik’ dari mereka yang kembali dari kehidupan kacau.

    Tapi Bapa berkata kepada anak sulung, “Engkau selalu bersama-Ku, tapi adikmu ini telah kembali, dan itu adalah sukacita!”

    Sayangnya, banyak orang seperti anak sulung: secara lahiriah dekat dengan rumah Bapa, tapi hatinya jauh dari semangat Bapa. Mereka menjalankan kewajiban agama, tetapi kehilangan sukacita Injil. Mereka tahu semua hukum, tetapi lupa kasih. Mereka setia hadir, tetapi tidak ikut berpesta.

    Paus Benediktus XVI pernah berkata: “Iman Kristen bukan pertama-tama tentang moralitas atau hukum, melainkan tentang perjumpaan dengan Kasih yang mengubah hati.”

    Anak sulung tidak ditolak oleh Bapa. Ia juga diajak masuk. Tapi ia harus memilih: tetap di luar karena kepahitan atau masuk ke dalam karena kasih.

    Penutup: Prapaskah adalah Perjalanan Pulang

    Saudara-saudari terkasih,
    Hari ini Allah berkata, “Anakku, pulanglah. Tak perlu penjelasan panjang. Tak perlu alasan. Aku hanya ingin kau pulang.”
    Dan di Tahun Yubileum Pengharapan ini, mari kita jawab dengan langkah sederhana: kembali ke doa, kembali ke sakramen tobat, kembali ke pelayanan, kembali ke pelukan Bapa.

    Karena kita punya Allah yang tidak pernah lelah menunggu. Dan begitu kita pulang, Ia bukan hanya menyambut, tapi menyembuhkan, memulihkan, dan memahkotai.

    Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    23 Maret 2025 - Prapaskah III

    Minggu, 23 Maret 2025 - Hari Minggu Prapaskah III

    Bacaan I : Kel. 3:1-8a,13-15
    Bacaan II : 1Kor. 10:1-6,10-12
    Bacaan Injil : Luk. 13:1-9

    Penyakit Rohani yang Tak Terlihat: Waspadai, Bertobatlah, dan Berharaplah!

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

    Dalam Injil hari ini, Yesus menerima kabar dari beberapa orang: bahwa Pilatus telah membunuh orang-orang Galilea dan mencampur darah mereka dengan darah kurban. Sebuah berita yang mengerikan. Tapi yang lebih mengejutkan adalah cara Yesus menanggapinya:

    “Kamu menyangka bahwa mereka lebih berdosa daripada semua orang lain? Tidak! Tetapi jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara yang sama.” (Luk. 13:5)

    1. Penyakit Rohani yang Disingkapkan Yesus

    Apa yang sedang Yesus soroti? Ia menyingkapkan sebuah penyakit rohani yang sangat berbahaya dan sering tersembunyi: rasa superioritas religius, kecenderungan cepat menghakimi, dan pembenaran diri melalui dosa orang lain.

    Dalam budaya waktu itu, orang Galilea sering dipandang rendah oleh orang Yudea, terutama mereka yang tinggal di sekitar Yerusalem. Orang Galilea dianggap kurang saleh, lebih sibuk berdagang, dan tidak setaat orang-orang di pusat ibadah. Maka ketika ada tragedi menimpa orang Galilea, mereka langsung dinilai: “Pantas, mereka memang pendosa!”.

    Yesus langsung menggugurkan cara berpikir ini. Ia menyadarkan bahwa bukan hanya orang Galilea yang butuh pertobatan, tapi semua orang! Penyakit rohani bukan milik satu kelompok, tapi bisa bercokol dalam hati siapa saja.

    Paus Fransiskus menyebut ini sebagai “sikap Farisi rohani” — merasa saleh di luar, tetapi hati penuh kebanggaan tersembunyi. Ini bisa menjangkiti siapa saja, bahkan pemuka agama dan orang yang rajin berdoa dan melayani. “Jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara yang sama.” (Luk. 13:5)

    2. Mengapa Penyakit Ini Masih Bercokol Sampai Sekarang?

    Karena mudah sekali membandingkan diri dengan orang lain untuk merasa lebih baik. Ketika melihat orang lain jatuh, kita tergoda untuk berkata dalam hati: “Syukurlah itu bukan aku.” Tapi kita lupa bahwa dosa bukan hanya soal tindakan lahiriah, melainkan juga sikap hati yang sombong, keras, dan tidak berbelas kasih.

    St. Teresa dari Avila pernah mengingatkan: “Lebih baik jatuh seribu kali dalam kerendahan hati, daripada berdiri tegak dalam kesombongan rohani.”

    3. Nasihat Yesus dan Obatnya

    Yesus tidak hanya menyalahkan. Ia menawarkan jalan penyembuhan. Dalam perumpamaan pohon ara yang tidak berbuah, Allah digambarkan sebagai pemilik kebun yang sabar. Pohon itu sudah tiga tahun tak berbuah, tetapi masih diberi kesempatan.

    Yesus adalah sang pengurus kebun yang berkata: “Biarkanlah dia tumbuh setahun lagi. Aku akan mencangkul tanahnya dan memberi pupuk.” (Luk. 13:8) Inilah Yubileum Pengharapan kita! Tuhan tidak langsung menghukum. Ia menunggu, membimbing, menyirami dengan sabda dan sakramen, memberi pupuk lewat kasih dan teguran. Tapi jangan menunda, sebab waktu rahmat tidak selamanya terbuka.

    4. Tiga Langkah Menyembuhkan Penyakit Rohani Ini

    Pertama, milikilah kerendahan hati. Jangan merasa lebih benar. Kita semua adalah pendosa yang membutuhkan rahmat.

    Kedua, berhentilah menghakimi. Paus Fransiskus berkata: “Ketika kita menghakimi orang lain, kita kehilangan kesempatan untuk mencintai mereka.”

    Ketiga, bertobatlah sungguh-sungguh. Buka hati pada Allah. Minta Dia menyirami tanah hatimu yang keras, agar bertumbuh buah-buah belas kasih, pengampunan, dan pertobatan sejati.

    5. Penutup: Pertobatan Adalah Kabar Gembira

    Yesus tidak datang membawa vonis, tetapi undangan untuk sembuh. Pertobatan bukan ancaman, tetapi tawaran kasih. Tahun Yubileum ini adalah waktu untuk menggali kembali akar harapan, agar kita dibebaskan dari rasa benar sendiri, dan hidup oleh belas kasih Tuhan.

    St. Yohanes Paulus II berkata: “Tidak ada dosa yang begitu besar sehingga belas kasih Allah tidak mampu menyembuhkannya—asal hati manusia mau bertobat.” Saudara-saudari terkasih, Hari ini, mari kita tinggalkan penyakit rohani yang tersembunyi itu—dan pulang kepada Tuhan dengan hati yang rendah. Agar kita tidak binasa bersama kesombongan kita, tetapi hidup oleh rahmat pengampunan-Nya.

    Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    09 Maret 2025 - Prapaskah I

    Minggu, 9 Maret 2025 - Hari Minggu Prapaskah I

    Bacaan I : Ul. 26:4-10
    Bacaan II :  Rm. 10:8-13
    Bacaan Injil : Luk. 4:1-13 

    MENOLAK GODAAN INSTAN, MEMILIH JALAN HARAPAN

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,

    Masa Prapaskah adalah waktu istimewa bagi kita untuk merenungkan iman, bertobat, dan memperkuat pengharapan kita kepada Tuhan. Tahun ini, Gereja Universal merayakan Yubileum 2025 dengan tema "Pengharapan Tidak Mengecewakan" (Roma 5:5). Pengharapan sejati bukan hanya sekadar optimisme, tetapi kesabaran untuk percaya pada waktu dan cara kerja Tuhan.

    Namun, dunia modern menawarkan sesuatu yang berlawanan dengan harapan: mentalitas instan. Segala sesuatu harus cepat, mudah, dan tanpa perjuangan. Itulah sebabnya godaan pertama yang Yesus hadapi di padang gurun menjadi sangat relevan bagi kita hari ini.

    1. Godaan Instan: Mengubah Batu Menjadi Roti

    📖 "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah batu ini menjadi roti." (Lukas 4:3)

    Iblis menggoda Yesus untuk menggunakan kuasa-Nya agar mendapatkan hasil instan. Setelah berpuasa selama 40 hari, Yesus pasti lapar. Tapi bukankah Tuhan bisa langsung menyediakan roti untuk-Nya? Mengapa harus menunggu?

    Godaan ini adalah simbol dari mentalitas manusia yang ingin segala sesuatu cepat dan tanpa usaha.

    2. Mentalitas Instan dalam Dunia Modern

    Zaman ini, kita hidup dalam era kecepatan, teknologi, dan kecerdasan buatan (AI).
    ✅ Informasi dapat diakses dalam hitungan detik.
    ✅ Belanja bisa dilakukan hanya dengan klik.
    ✅ Makanan bisa tiba dalam beberapa menit.
    ✅ AI bahkan bisa membantu menyelesaikan tugas tanpa berpikir keras.

    Semua ini memberi manfaat besar, tetapi juga membentuk budaya serba instan yang menghilangkan kesabaran, perjuangan, dan harapan.

    📌 Paus Fransiskus berkata:

    "Kita sering kali ingin hasil cepat, tetapi Tuhan bekerja dengan waktu-Nya sendiri. Harapan sejati adalah kesabaran dalam percaya kepada-Nya."

    Akibat dari mentalitas instan ini, kita melihat banyak orang kehilangan keutamaan harapan:

    Kurang sabar dalam doa, ingin jawaban segera.
    Cepat putus asa jika tidak segera melihat hasil.
    Enggan bekerja keras, mencari jalan pintas.
    Kurang menghargai proses, hanya fokus pada hasil.

    Yesus menolak godaan ini dan menjawab: 📖 "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." (Matius 4:4)

     

    Yesus mengajarkan bahwa hidup tidak hanya tentang pemenuhan kebutuhan fisik dan hasil instan, tetapi tentang kesetiaan pada proses Tuhan.

    3. Harapan Sejati: Kesabaran dalam Perjuangan

    Dalam Bacaan Pertama, Kitab Ulangan (Ul 26:4-10) mengisahkan bangsa Israel yang bersyukur setelah perjalanan panjang dari perbudakan di Mesir menuju tanah terjanji. Mereka tidak mendapatkannya secara instan, tetapi melalui proses yang penuh kesabaran dan pengharapan.

    📌 Santo Yohanes Paulus II berkata:
    "Harapan bukanlah tentang menunggu dengan pasif, tetapi tentang berjalan dengan iman di tengah ketidakpastian."

    Sebaliknya, mentalitas instan meniadakan pengharapan sejati.
    💡 Orang ingin sukses tanpa usaha keras.
    💡 Orang ingin kebahagiaan tanpa pengorbanan.
    💡 Orang ingin jawaban tanpa refleksi mendalam.

    Namun, harapan mengajarkan kita untuk percaya dan berproses. Dalam Bacaan Kedua, Roma 10:8-13, Rasul Paulus menegaskan bahwa keselamatan datang kepada mereka yang percaya kepada Kristus. Keselamatan bukan hasil instan, tetapi perjalanan iman dan pertobatan.

    📌 Paus Benediktus XVI berkata:

    "Harapan Kristen berarti percaya bahwa Tuhan sedang bekerja, bahkan ketika kita tidak melihatnya."

    4. Belajar dari Yesus: Menolak Jalan Pintas, Memilih Jalan Tuhan

    Yesus bisa saja menggunakan kuasa-Nya untuk menghindari penderitaan dan mengambil jalan pintas. Tetapi Ia memilih untuk taat kepada kehendak Bapa, meskipun itu berarti penderitaan dan salib.

    Hari ini, kita pun diundang untuk menolak mentalitas instan dan belajar bersabar dalam harapan:
    ✅ Dalam doa: Percaya bahwa Tuhan menjawab di waktu terbaik.
    ✅ Dalam pekerjaan: Menghargai proses, bukan hanya hasil.
    ✅ Dalam relasi: Membangun hubungan dengan kasih dan kesetiaan.
    ✅ Dalam penderitaan: Tidak menyerah, tetapi tetap berjuang dengan iman.

    📌 Paus Fransiskus dalam Yubileum Pengharapan 2025 berkata:

    "Harapan sejati bukanlah ilusi. Harapan adalah kekuatan yang memberi kita keberanian untuk melangkah dalam iman."

    5. Menjadi Saksi Harapan di Dunia Serba Instan

    Sebagai umat yang hidup di zaman modern, kita dipanggil untuk menjadi saksi harapan yang sejati:
    ✅ Bersabar dalam perjuangan hidup, percaya bahwa Tuhan bekerja dalam proses.
    ✅ Mengutamakan nilai-nilai kekal daripada hanya mengejar hasil instan.
    ✅ Menjadi contoh bagi generasi muda untuk tetap setia dalam iman dan kerja keras.

    📖 "Berbahagialah orang yang berharap kepada Tuhan." (Mazmur 146:5)

    📌 Santo Agustinus berkata:

    "Tuhan terkadang menunda jawaban-Nya bukan karena Ia tidak peduli, tetapi karena Ia ingin membentuk iman kita lebih kuat."

    Penutup: Pilih Jalan Harapan, Tolak Mentalitas Instan

    Saudara-saudari terkasih, Yesus telah menunjukkan kepada kita jalan yang benar.
    💡 Maukah kita memilih harapan sejati, atau tetap mencari jalan instan?
    💡 Maukah kita bersabar dalam doa, atau menyerah karena tak langsung mendapat jawaban?
    💡 Maukah kita menapaki jalan Tuhan, meski itu membutuhkan waktu dan pengorbanan?

    📌 Paus Fransiskus berkata:

    "Tuhan tidak menjanjikan jawaban instan, tetapi Ia menjanjikan bahwa kita tidak akan berjalan sendirian."

    Masa Prapaskah ini, marilah kita meneladani Yesus dalam menolak godaan jalan pintas dan memilih jalan pengharapan sejati. Sebab, pengharapan di dalam Tuhan tidak akan pernah mengecewakan.
    Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    05 Maret 2025 - Rabu Abu

    Rabu, 5 Maret 2025 - Hari Rabu Abu (Pantang & Puasa)

    Bacaan I : Yl. 2:12-18;
    Bacaan II :  2Kor. 5:20-6:2;
    Bacaan Injil : Mat. 6:1-6,16-18

    DERMA, DOA, DAN PUASA SEBAGAI WUJUD PEMULIHAN DAN PENDAMAIAN DALAM TAHUN YUBILEUM 2025

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Tahun Yubileum 2025 yang bertema "Peziarah Harapan" adalah panggilan bagi kita untuk mengalami pemulihan dan pendamaian dengan Tuhan, sesama, dan seluruh ciptaan. Dalam tradisi Gereja, setiap Tahun Yubileum adalah momen rahmat untuk pembaruan rohani, di mana kita diajak untuk bertobat, memperbaiki relasi, dan hidup dalam kasih Tuhan yang memperbarui segalanya. Sebagai bagian dari perjalanan menuju pemulihan dan pendamaian, Gereja menekankan tiga praktik utama dalam kehidupan keagamaan, yaitu:

    1. DERMA (KASIH KEPADA SESAMA) 
    2. DOA (HUBUNGAN DENGAN TUHAN) 
    3. PUASA (PENGUASAAN DIRI DAN PENGORBANAN)

    Ketiga hal ini bukan sekadar kewajiban agama, tetapi sarana pemurnian hati yang membawa kita kembali kepada kehendak Tuhan.

    📌 Paus Fransiskus dalam Misericordiae Vultus berkata:

    "Tahun Suci adalah saat rahmat, di mana hati yang keras dilunakkan, relasi yang retak diperbaiki, dan kasih Tuhan memulihkan semua yang rusak."

    Bagaimana ketiga praktik ini menjadi jalan menuju pemulihan dan pendamaian dalam Yubileum 2025?

    1. DERMA: MEMULIHKAN KASIH DAN KEADILAN SOSIAL

    Dalam Matius 6:3-4, Yesus berkata:

    "Apabila engkau memberi sedekah, janganlah tangan kirimu mengetahui apa yang diperbuat tangan kananmu."

    Derma bukan hanya sekadar memberi materi, tetapi mewujudkan keadilan, kepedulian, dan belas kasih kepada mereka yang membutuhkan.

    💡 Bagaimana derma menjadi sarana pemulihan dan pendamaian?

    ✅ Pemulihan relasi dengan sesama: Kita menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tetapi juga tentang menolong mereka yang menderita.

    ✅ Pendamaian dengan mereka yang tersisih: Derma membantu kita membangun kembali solidaritas dengan kaum miskin dan tersingkir.

    ✅ Menghidupkan keadilan sosial: Tahun Yubileum selalu menekankan keadilan, penghapusan hutang, dan perhatian kepada kaum tertindas.

    📌 Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti (FT 119) berkata:

    "Setiap tindakan kasih yang kita lakukan adalah langkah menuju dunia yang lebih manusiawi dan lebih adil."

    💡 Dalam Yubileum ini, kita dipanggil untuk menjadi lebih murah hati, tidak hanya dengan harta, tetapi dengan kasih dan kepedulian kepada sesama.

    2. DOA: MEMULIHKAN HUBUNGAN DENGAN TUHAN

    Yesus mengajarkan dalam Matius 6:6:
    "Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu, dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi."

    Doa adalah napas kehidupan rohani, tempat kita kembali kepada Tuhan dan memperbaiki relasi kita dengan-Nya.

    💡 Bagaimana doa membawa pemulihan dan pendamaian?

    ✅ Pemulihan hubungan dengan Tuhan: Kita menyadari bahwa tanpa Tuhan, kita tidak dapat hidup dengan benar.

    ✅ Pendamaian dengan diri sendiri: Doa membantu kita menerima kasih dan pengampunan Tuhan, serta berdamai dengan luka-luka batin kita.

    ✅ Memurnikan hati: Dengan doa, kita belajar untuk tidak hanya meminta, tetapi juga mendengarkan kehendak Tuhan.

    📌 Paus Benediktus XVI berkata:

    "Doa bukan sekadar berkata-kata kepada Tuhan, tetapi membiarkan Tuhan menyentuh dan mengubah hati kita."

    💡 Dalam Yubileum ini, marilah kita memperdalam kehidupan doa kita, agar pemulihan dan damai sejati dari Tuhan memenuhi hati kita.

    3. PUASA: MEMULIHKAN DIRI MELALUI PENYANGKALAN DIRI

    Yesus berkata dalam Matius 6:16:

    "Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik."

    Puasa bukan hanya soal tidak makan, tetapi juga menahan diri dari segala sesuatu yang menghambat hubungan kita dengan Tuhan.

    💡 Bagaimana puasa membawa pemulihan dan pendamaian?

    ✅ Pemulihan dari dosa: Puasa membantu kita melawan kelemahan manusiawi yang menjauhkan kita dari Tuhan.

    ✅ Pendamaian dengan ciptaan: Dengan berpuasa dari konsumerisme, kita belajar untuk hidup lebih sederhana dan menghargai ciptaan Tuhan.

    ✅ Mengendalikan diri: Puasa melatih kita untuk lebih fokus pada hal-hal rohani daripada hal-hal duniawi.

    📌 Santo Yohanes Paulus II berkata:

    "Puasa adalah bentuk kasih: ketika kita mengendalikan diri, kita lebih terbuka untuk berbagi dengan orang lain."

    💡 Dalam Yubileum ini, kita dipanggil untuk berpuasa bukan hanya dari makanan, tetapi juga dari kebiasaan buruk yang merusak hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.

    PENUTUP: MENGHIDUPI YUBILEUM DENGAN PERTOBATAN YANG SEJATI

    Saudara-saudari, Tahun Yubileum 2025 adalah kesempatan untuk memperbarui hidup kita dan memperdalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.

    💙 Derma mengajarkan kita untuk berbagi dan membangun keadilan sosial.
    💙 Doa membawa kita kembali kepada Tuhan dan memulihkan jiwa kita.
    💙 Puasa melatih kita untuk hidup lebih sederhana dan lebih dekat dengan Tuhan.

    📌 Paus Fransiskus berkata dalam Evangelii Gaudium (EG 27):

    "Kita tidak dipanggil untuk hidup bagi diri sendiri, tetapi untuk menjadi tanda harapan dan kasih di dunia."

    Di Tahun Yubileum ini, mari kita bertanya kepada diri sendiri:
    💡 Apakah aku sudah berbuat cukup bagi mereka yang membutuhkan?
    💡 Apakah aku sudah benar-benar menjadikan doa sebagai jalan hidup?
    💡 Apakah aku bersedia berkorban demi bertumbuh dalam iman dan kasih?

    Semoga derma, doa, dan puasa tidak hanya menjadi kewajiban agama, tetapi menjadi jalan menuju pemulihan dan pendamaian sejati di hati kita, dalam keluarga kita, dan di dunia. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    02 Maret 2025 - Minggu Biasa VIII

    Minggu, 2 Maret 2025 - Minggu Biasa VIII

    Bacaan I : Sir. 27:4-7 
    Bacaan II : 1Kor. 15:54-58
    Bacaan Injil : Luk. 6:39-45

    "DARI PERBENDAHARAAN HATINYA YANG BAIK,
    ORANG MENGELUARKAN YANG BAIK"

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
    Hari ini kita merenungkan sebuah prinsip penting dalam kehidupan rohani kita: apa yang tersimpan dalam hati kita akan terpancar dalam perkataan dan tindakan kita.

    Yesus bersabda dalam Lukas 6:45: "Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik, dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Karena dari kelimpahan hati, mulutnya berbicara."

    Ayat ini mengajarkan kita bahwa hati kita ibarat sebuah gudang atau perbendaharaan. Apa yang kita simpan di dalamnya akan menentukan kehidupan kita.

    1. APA ITU PERBENDAHARAAN HATI?

    William Barclay dalam The Daily Study Bible menjelaskan:
    "Perbendaharaan hati adalah sesuatu yang telah dikumpulkan secara terus-meneru dalam hatis. Jika hati kita diisi dengan kasih, pengampunan, empati, sukacita dan kebaikan, maka yang keluar pun adalah kasih, pengampunan, sukacita, empati dan kebaikan."
    Hati kita bisa diibaratkan sebagai gudang tempat menyimpan segala sesuatu yang kita alami, pikirkan, dan rasakan. Apa yang kita simpan di dalamnya, entah itu kebaikan atau keburukan, akan menentukan bagaimana kita bertindak dan berbicara dalam hidup kita.

    Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium (EG 77) berkata:
    "Jika hati kita penuh dengan kasih, maka perkataan dan perbuatan kita akan mencerminkan kasih itu. Tetapi jika hati kita penuh dengan kepahitan, sakit hati, kekecewaan, marah maka dunia pun akan merasakan getirnya."
    Pertanyaannya bagi kita: Apa yang selama ini kita kumpulkan dalam hati kita? Apakah kita menyimpan cinta dan pengampunan, ataukah kebencian dan kepahitan?

    2. BAGAIMANA MEMENUHI PERBENDAHARAAN HATI KITA?

    Seperti gudang yang perlu diisi dengan barang-barang yang baik, hati kita juga perlu dipenuhi dengan hal-hal yang baik. Apa yang dapat mengisi hati kita dengan kebaikan? 
    Sabda Tuhan dan doa: Membaca Kitab Suci dan berdoa setiap hari membuat hati kita dipenuhi dengan kebijaksanaan ilahi. Sakramen dan Ekaristi: Mengikuti Ekaristi dan menerima sakramen secara teratur membantu kita mendapatkan rahmat untuk bertumbuh dalam kasih.
    Pergaulan yang baik: Bergaul dengan orang-orang yang memiliki iman kuat akan membantu kita menjaga hati tetap bersih.
    Melayani sesama: Dengan berbagi kasih kepada orang lain, kita mengisi hati kita dengan kebaikan yang nyata.

    Santo Yohanes Maria Vianney berkata: "Jika kita mengisi hati kita dengan Yesus, maka kita tidak akan punya ruang untuk hal-hal duniawi yang sia-sia."
    Bagaimana kita mengisi hati kita? Dengan Firman Tuhan, kasih, dan pengampunan, atau dengan kemarahan, dendam, dan kesombongan?

    3. PERBENDAHARAAN HATI YANG BAIK DAN YANG BURUK

    Yesus membedakan antara hati yang baik dan hati yang jahat.
    Perbendaharaan hati yang baik adalah hati yang dipenuhi dengan kasih, kesabaran, kerendahan hati, dan belas kasih.
    Perbendaharaan hati yang buruk adalah hati yang dipenuhi dengan kemarahan, iri hati, kesombongan, dan kebencian.

    Santo Agustinus berkata: "Hati manusia adalah cermin dari apa yang dia cintai. Jika seseorang mencintai Tuhan, maka hatinya akan dipenuhi terang. Tetapi jika seseorang mencintai dunia lebih dari Tuhan, maka hatinya akan gelap." Apakah hati kita lebih banyak diisi dengan kebaikan atau dengan keburukan?

    4. BAGAIMANA MENJAGA PERBENDAHARAAN HATI KITA TETAP BAIK?

    Agar hati kita tetap bersih dan penuh kebaikan, kita harus:
    Menyingkirkan segala kebencian dan kepahitan: Jangan menyimpan dendam, karena itu hanya akan meracuni hati kita.
    Mengampuni dengan tulus: Orang yang tidak mengampuni akan selalu hidup dalam beban yang berat.
    Menjaga pikiran tetap positif: Jangan biarkan pikiran negatif merusak hati kita.
    Memperbanyak doa dan introspeksi: Berdoa setiap hari dan bertanya kepada diri sendiri: Apakah aku masih hidup dalam kasih Kristus?

    Paus Benediktus XVI dalam Deus Caritas Est berkata: "Hati yang penuh kasih kepada Tuhan tidak akan mudah dikuasai oleh kejahatan." Bagaimana kita menjaga hati kita tetap bersih? Dengan memeriksa isi hati kita setiap hari dan menyerahkannya kepada Tuhan.

    5. BUAH-BUAH DARI PERBENDAHARAAN HATI YANG BAIK

    Ketika kita memiliki hati yang dipenuhi kebaikan, maka yang keluar dari hidup kita adalah:
    Perkataan yang membangun: Kita tidak akan mudah mencela orang lain, tetapi mengucapkan kata-kata yang menghibur dan menguatkan.
    Tindakan kasih: Kita akan lebih sabar, lebih mudah membantu orang lain, dan lebih murah hati.
    Sikap pengampunan: Kita tidak akan menyimpan dendam, tetapi selalu memberi kesempatan kedua bagi sesama.
    Sukacita sejati: Orang yang hatinya baik akan hidup dalam damai dan kebahagiaan yang sejati.

    Paus Fransiskus berkata dalam Fratelli Tutti (FT 223): "Kasih yang sejati akan selalu menghasilkan buah perdamaian dan persaudaraan dalam komunitas kita." Apakah kita sudah menghasilkan buah yang baik dalam kehidupan kita?

    PENUTUP: MEMBANGUN PERBENDAHARAAN HATI YANG BAIK

    Saudara-saudari terkasih, hari ini kita diundang untuk melihat ke dalam hati kita. Apa yang kita simpan dalam hati kita akan menentukan bagaimana kita berbicara dan bertindak. Jika kita mengisi hati dengan kasih, maka hidup kita akan menghasilkan buah yang baik. Tetapi jika kita membiarkan hati kita dipenuhi kebencian, maka hidup kita akan penuh kegelapan.

    Santo Yohanes Paulus II berkata: "Dunia tidak butuh kata-kata kosong, tetapi kesaksian nyata dari hati yang baik."

    Hari ini, mari kita bertanya:

    Apakah hati kita sudah dipenuhi kasih atau masih menyimpan luka?
    Apakah perkataan dan tindakan kita sudah mencerminkan kasih Kristus?
    Apakah kita sudah berusaha menghasilkan buah yang baik dalam hidup kita?

    Marilah kita mohon rahmat Tuhan, agar hati kita selalu menjadi perbendaharaan kebaikan, dan hidup kita selalu menjadi cerminan kasih Kristus di dunia ini. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
    23 Februari 2025 - Minggu Biasa VII

    Minggu, 23 Februari 2025 - Minggu Biasa VII

    Bacaan I : 1Sam. 26:2,7-9,12-13,22-23
    Bacaan II : 1Kor. 15:45-49
    Bacaan Injil : Luk. 6:27-38

    MENGASIHI SEPERTI YESUS MENGASIHI

    "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu." (Lukas 6:27)

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Hari ini, bacaan liturgi mengajak kita untuk merenungkan kasih yang sejati—bukan kasih yang terbatas hanya pada mereka yang baik kepada kita, tetapi kasih yang mampu mengampuni, merangkul, dan bahkan mengasihi musuh.

    Kita sering mendengar bahwa mengasihi adalah perintah utama dalam kehidupan Kristiani. Namun, bagaimana kita bisa mengasihi mereka yang telah menyakiti kita? Bagaimana mungkin kita mengampuni orang yang berbuat jahat kepada kita?

    Yesus telah memberikan jawabannya: kasih yang sejati tidak tergantung pada bagaimana orang lain memperlakukan kita, tetapi pada keputusan kita untuk mencintai seperti Kristus mencintai.

    1. TELADAN DAUD: KASIH YANG MENOLAK BALAS DENDAM 
      Dalam bacaan pertama (1 Samuel 26:2,7-9,12-13,22-23), kita melihat Daud memiliki kesempatan untuk membunuh Raja Saul, yang selama ini mengejarnya untuk membunuhnya. Namun, apa yang dilakukan Daud? 
      > "Tuhan akan membalas setiap orang sesuai dengan kebenarannya dan kesetiaannya." (1 Samuel 26:23)
      Daud tidak memilih balas dendam, tetapi memilih kasih. Ia percaya bahwa keadilan sejati adalah milik Tuhan, bukan milik manusia.

      📌 Paus Benediktus XVI berkata:
      > "Memaafkan tidak berarti mengabaikan kejahatan, tetapi menolak untuk membiarkan kejahatan menguasai hati kita."
      Betapa sering kita merasa sulit untuk mengampuni? Kita lebih mudah menyimpan dendam daripada memberikan pengampunan. Tetapi hari ini, Daud mengajarkan kita bahwa mengampuni bukan tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan sejati. 

    2. MAZMUR: ALLAH ITU MAHA PENYAYANG, DAN KITA DIAJAK UNTUK MENIRU-NYA
      Mazmur hari ini (Mazmur 103:1-2,3-4,8,10,12-13) menggambarkan betapa besar kasih dan belas kasih Tuhan.
      > "Tuhan adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia." (Mazmur 103:8).
      Kasih Tuhan tidak tergantung pada kebaikan kita. Ia tetap setia, meskipun kita sering kali gagal dan berdosa.

      📌 Paus Fransiskus berkata:
      > "Kasih dan pengampunan adalah jantung Injil. Jika kita tidak tahu bagaimana mengasihi dan mengampuni, kita belum memahami Yesus."
      Tuhan mengampuni kita bukan karena kita layak, tetapi karena kasih-Nya yang tak terbatas. Begitu pula kita, dipanggil untuk mengasihi dan mengampuni tanpa batas.

    3. AJARAN YESUS: KASIH YANG MELAMPAUI BATAS MANUSIAWI
      Dalam Injil Lukas 6:27-38, Yesus memberikan salah satu ajaran yang paling menantang dalam hidup Kristiani:
      > "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu." (Lukas 6:27)
      Yesus tidak hanya mengajarkan teori kasih, tetapi menunjukkannya dalam hidup-Nya: Di kayu salib, Yesus mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya:
      > "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
      Ia makan bersama para pemungut cukai dan pendosa, menunjukkan kasih tanpa syarat. Ia menyembuhkan orang-orang yang dianggap tidak layak oleh masyarakat. Kasih Yesus melampaui logika manusia, karena kasih-Nya tidak bersyarat.

      📌 Santo Yohanes Paulus II berkata:
      > "Kebahagiaan sejati ditemukan bukan dalam membalas dendam, tetapi dalam mengampuni."
      Hari ini, Yesus memanggil kita untuk meninggalkan kebencian, membuang dendam, dan memilih kasih. 

    4. APA MANFAAT MENGASIHI DAN MENGAMPUNI?
      Mungkin kita bertanya, apa gunanya mengasihi mereka yang menyakiti kita?
      ✅ Mengasihi dan mengampuni membebaskan hati kita. Kebencian hanya akan menyakiti kita sendiri.
      ✅ Mengasihi dan mengampuni membawa sukacita sejati. Kebahagiaan sejati tidak datang dari membalas dendam, tetapi dari hati yang damai.
      ✅ Mengasihi dan mengampuni membuat kita semakin menyerupai Kristus.

      📌 Paus Fransiskus berkata:
      > "Tidak ada kekuatan yang lebih besar di dunia selain kasih dan pengampunan." Jika kita ingin menjadi murid Kristus yang sejati, kita harus berani mengasihi tanpa batas. 

    5. BAGIAN PRAKTIS: MENGASIHI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI 
      Saudara-saudari, bagaimana kita bisa menghidupi ajaran kasih ini? Jika ada orang yang telah menyakiti kita, mari kita berusaha untuk mengampuni. Jika ada orang yang membenci kita, mari kita tetap mendoakan mereka. Jika ada kesempatan untuk membalas dendam, mari kita memilih jalan kasih seperti Daud. Jika kita sendiri merasa sulit mengampuni, mari kita datang kepada Tuhan dan meminta rahmat-Nya.

      📌 Santo Ignatius dari Loyola berkata:
      > "Kasih bukan sekadar perasaan, tetapi tindakan nyata yang mencerminkan hati Allah." 

    PENUTUP: MARI KITA MENJADI UTUSAN KASIH KRISTUS

    Saudara-saudari, Yesus tidak hanya mengajarkan kasih, tetapi Ia sendiri adalah kasih itu.

    💙 Apakah kita siap untuk mengikuti jejak-Nya?
    💙 Apakah kita mau mengasihi seperti Dia mengasihi?
    💙 Apakah kita berani mengampuni seperti Dia mengampuni?

    📌 Paus Fransiskus berkata: > "Kasih yang sejati tidak mengenal batas, tidak menuntut balasan, dan selalu siap mengampuni."

    Hari ini, marilah kita berkomitmen untuk mengasihi seperti Yesus mengasihi. Jangan biarkan kebencian menguasai hati kita, tetapi bukalah hati untuk kasih Tuhan, karena di sanalah kebahagiaan sejati ditemukan. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap

    16 Februari 2025 - Minggu Biasa VI

    Minggu, 16 Februari 2025 - Minggu Biasa VI

    Bacaan I : Yer. 17:5-8
    Bacaan II : 1Kor. 15:12,16-20
    Bacaan Injil :  Luk. 6:17,20-26

    DIBERKATILAH ORANG YANG MENGANDALKAN TUHAN

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan. Hari ini, kita merenungkan dimana kita menaruh kepercayaan dan harapan dalam hidup ini. Bacaan pertama dari Yeremia 17:5-8 menegaskan perbedaan antara orang yang mengandalkan manusia dan mereka yang mengandalkan Tuhan.

    "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari Tuhan!" "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:5,7) Yeremia menggambarkan mereka yang mengandalkan manusia sebagai semak di padang gurun—kering, tandus, dan tidak berbuah. Sebaliknya, mereka yang mengandalkan Tuhan seperti pohon yang ditanam di tepi air, berakar kuat, daunnya tetap hijau, dan selalu menghasilkan buah, meskipun menghadapi musim kering.

    Lalu dalam Injil Lukas 6:17, 20-26, Yesus memberikan Sabda Bahagia, yang menegaskan kembali bahwa kebahagiaan sejati bukan dalam kekayaan dan kepuasan duniawi, tetapi dalam hidup yang bersandar kepada Tuhan. "Berbahagialah kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah." "Celakalah kamu yang kaya, karena kamu telah memperoleh penghiburanmu." (Lukas 6:20,24)

    Pesan Yesus ini sangat radikal. Dunia mengajarkan bahwa orang kaya, kenyang, dan populer adalah orang-orang yang bahagia. Tetapi Yesus membalikkan pandangan itu: yang miskin, lapar, dan dianiaya demi kebenaran justru lebih diberkati.

    1. MENGANDALKAN TUHAN, BUKAN HAL-HAL DUNIAWI

    Yeremia dan Yesus mengajarkan bahwa kepercayaan kepada Tuhan adalah sumber kebahagiaan sejati. Namun dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mengandalkan kekuatan sendiri, uang, pekerjaan, koneksi, atau status sosial.

    ✅ Kita berpikir bahwa dengan uang, kita bisa mengatasi semua masalah.

    ✅ Kita lebih percaya pada kekuasaan manusia daripada penyelenggaraan Tuhan.

    ✅ Kita takut kehilangan kenyamanan dunia sehingga mengabaikan nilai-nilai iman.

    📌 Paus Benediktus XVI berkata: "Dunia menawarkan banyak janji kosong yang terlihat menggiurkan, tetapi hanya Tuhan yang dapat memberikan keamanan dan kebahagian sejati."

    Yesus mengingatkan bahwa mereka yang hanya mengandalkan dunia akan mengalami kekecewaan. Mereka mungkin memiliki segalanya, tetapi tetap merasa kosong dan tidak puas. Sebaliknya, orang yang mengandalkan Tuhan akan memiliki ketenangan dalam segala situasi. Mereka tidak takut dalam kesulitan, karena tahu bahwa Tuhan memegang hidup mereka.

    2. HIDUP DALAM KEADILAN DAN KASIH: MENGHIDUPI SABDA BAHAGIA

    Sabda Bahagia dalam Injil Lukas menawarkan visi sosial yang lebih konkret tentang Kerajaan Allah. Yesus berkata: "Berbahagialah kamu yang lapar, karena kamu akan dipuaskan." "Celakalah kamu yang kenyang sekarang, karena kamu akan lapar!" Yesus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari kepuasan duniawi, tetapi dari solidaritas dengan sesama.

    ✅ Orang miskin dipuji bukan karena kemiskinan mereka, tetapi karena mereka mengandalkan Tuhan.

    ✅ Orang kaya diperingatkan bukan karena mereka kaya, tetapi karena mereka sering lupa akan Tuhan dan sesama.

    📌 Santo Yohanes Krisostomus berkata: "Jika kamu memiliki lebih banyak dari yang kamu butuhkan, itu bukan milikmu; itu adalah milik mereka yang kekurangan."

     

    Yesus tidak hanya ingin kita menjadi pribadi yang suci secara rohani, tetapi juga menjadi pribadi yang peduli kepada mereka yang lemah, lapar, dan tersingkirkan. Apakah kita sudah peduli terhadap sesama? Apakah kita sudah menggunakan harta, waktu, dan talenta kita untuk menolong mereka yang membutuhkan?

    3. MENGANDALKAN TUHAN DI TAHUN YUBILEUM 2025

    Tahun 2025 adalah Tahun Yubileum, yang diangkat oleh Paus Fransiskus sebagai Tahun Harapan. Dalam bullanya Spes Non Confundit (Harapan Tak Mengecewakan), Paus Fransiskus menegaskan: "Harapan Kristen bukan optimisme kosong, tetapi kepercayaan bahwa Tuhan yang memegang masa depan kita."

    Sebagai umat Katolik, kita dipanggil untuk:

    ✅ Menaruh harapan kita hanya kepada Tuhan.

    ✅ Mewujudkan harapan itu dalam tindakan kasih dan keadilan.

    ✅ Menjadi pembawa harapan bagi dunia, terutama bagi mereka yang kehilangan harapan. Di tengah ketidakpastian dunia—krisis ekonomi, konflik sosial, dan penderitaan—Yesus mengajak kita untuk tetap berakar pada Tuhan.

    📌 Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti menegaskan: "Kita dipanggil untuk membangun masyarakat yang lebih adil, di mana tidak ada seorang pun yang merasa tersingkir atau terbuang."

    Jangan takut berbagi dan menolong orang lain. Jangan takut memperjuangkan kebenaran, meskipun dunia mengejek kita. Karena hanya dengan mengandalkan Tuhan, kita akan mengalami kebahagiaan sejati.

    KESIMPULAN: PILIHAN ADA DI TANGAN KITA

    Hari ini, Tuhan memberi kita dua pilihan:

    ❌ Menjadi seperti semak di padang gurun—hidup dalam kekeringan rohani karena hanya mengandalkan dunia.

    ✅ Menjadi seperti pohon di tepi air—berakar dalam Tuhan dan selalu menghasilkan buah kebaikan.

    Yeremia telah mengingatkan kita: "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" Yesus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan diukur dari harta, kekuasaan, atau pujian dunia, tetapi dari iman dan kepedulian kepada sesama.

    💙 Apakah kita siap mengandalkan Tuhan dalam hidup kita?

    💙 Apakah kita mau menjadikan Sabda Bahagia sebagai pedoman hidup kita?

    💙 Apakah kita bersedia menjadi berkat bagi orang lain? Semoga kita hidup seperti pohon yang berakar dalam Tuhan, tetap hijau di tengah badai kehidupan, dan menghasilkan buah kasih dan keadilan bagi dunia.

    Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan! Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap

    09 Februari 2025 - Minggu Biasa V

    Minggu, 9 Februari 2025 - Misa Biasa V

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap

    02 Februari 2025 - Pesta Yesus Dipersembahkan di Kanisah

    Minggu, 2 Februari 2025 - Pesta Yesus Dipersembahkan di Kanisah

    Bacaan I : Mal 3:1-4
    Bacaan II :  Ibr 2:14-18
    Bacaan Injil : Luk 2:22-40

    Kotbah Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah Tema: "Mataku Telah Melihat Keselamatan yang Datang Daripada-Mu".

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Hari ini kita merayakan Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah, sebuah peristiwa yang bukan hanya menandai ketaatan Maria dan Yusuf kepada hukum Tuhan, tetapi juga penggenapan janji Allah tentang keselamatan bagi umat manusia. Di dalam peristiwa ini, kita bertemu dengan Simeon, seorang tua yang saleh dan penuh harapan. Roh Kudus telah berjanji kepadanya bahwa ia tidak akan meninggal sebelum melihat Sang Mesias, yang dinanti-nantikan oleh Israel selama berabad-abad. Ketika akhirnya ia melihat bayi Yesus di Bait Allah, Simeon berseru dengan penuh sukacita: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, menurut firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang datang dari pada-Mu" (Luk 2:29-30).

    Ungkapan ini bukan sekadar kegembiraan pribadi, tetapi sebuah kesaksian iman yang penuh harapan. Simeon melihat dalam diri Yesus janji Allah yang digenapi, terang yang menyinari dunia, dan keselamatan yang membawa pengharapan bagi semua bangsa. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, penderitaan, dan tantangan, apa yang dapat kita pelajari dari iman dan harapan Simeon? Bagaimana kita juga bisa melihat keselamatan Tuhan dalam kehidupan kita?

    1. Keselamatan yang Dijanjikan, Keselamatan yang Digenapi 
      Simeon adalah simbol dari pengharapan yang teguh dalam janji Tuhan. Ia tidak hidup dalam keputusasaan, meskipun sudah bertahun-tahun menantikan Mesias. Ia percaya bahwa Allah setia dan bahwa janji-Nya pasti akan digenapi.
      ✔ Bangsa Israel telah lama menantikan Sang Mesias, tetapi kebanyakan orang mengira bahwa Mesias akan datang sebagai seorang raja duniawi yang penuh kuasa.
      ✔ Namun, Simeon melihat sesuatu yang lebih dalam: bayi kecil yang dihadirkan di Bait Allah ini adalah Terang yang akan menyinari bangsa-bangsa.
      ✔ Keselamatan ini bukan hanya bagi Israel, tetapi bagi seluruh umat manusia. Dalam kehidupan kita, kita sering kali bertanya-tanya kapan janji Tuhan akan digenapi. Kita mungkin berdoa dan berharap akan pemulihan, keberhasilan, atau jawaban atas persoalan kita. Tetapi apakah kita cukup sabar dan percaya seperti Simeon? Pengharapan dalam Tuhan tidak pernah mengecewakan. Paus Benediktus XVI berkata: "Pengharapan Kristen bukanlah sekadar optimisme, tetapi kepastian bahwa janji Tuhan akan digenapi dengan cara-Nya sendiri, pada waktu-Nya sendiri." Apakah kita memiliki mata iman seperti Simeon yang mampu melihat karya Tuhan dalam hidup kita?  
    2. Terang dalam Kegelapan: Kristus sebagai Sumber Pengharapan 
      Simeon menyebut Yesus sebagai "Terang bagi bangsa-bangsa" (Luk 2:32). Ini berarti bahwa
      Yesus datang untuk membawa pengharapan bagi dunia yang hidup dalam kegelapan.
      ✔ Dosa, penderitaan, ketidakadilan, dan kejahatan sering kali membuat dunia terasa gelap.
      ✔ Tetapi Kristus adalah terang yang menerangi hati manusia dan menunjukkan jalan menuju kehidupan yang benar.
      ✔ Terang ini mengundang kita untuk membuat pilihan: hidup dalam terang-Nya atau tetap berada dalam kegelapan dunia? Paus Yohanes Paulus II pernah berkata: "Jangan takut! Buka pintu hatimu bagi Kristus. Ia adalah pengharapan sejati yang tidak akan mengecewakan." Jika kita hidup dalam Kristus, maka tidak ada situasi yang begitu gelap hingga kita kehilangan pengharapan. Kristus telah datang untuk menghidupkan kembali harapan kita, bahkan di saat kita merasa lemah dan putus asa.
    3. Menjadi Peziarah Harapan dalam Tahun Yubileum 2025 Tahun 2025 adalah Tahun Yubileum, dengan tema Peziarah Harapan. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk merenungkan makna pengharapan dalam hidup kita.
      ✔ Apakah kita benar-benar hidup sebagai orang yang penuh harapan?
      ✔ Apakah kita sudah menjadi saksi terang Kristus bagi orang lain?
      ✔ Apakah kita membawa harapan bagi mereka yang sedang mengalami kegelapan hidup? Paus Fransiskus berkata: "Pengharapan Kristen tidak didasarkan pada ilusi, tetapi pada kepastian bahwa dalam Kristus, hidup kita memiliki makna, dan masa depan kita memiliki harapan." Seperti Simeon, kita dipanggil untuk melihat kehadiran Tuhan dalam hidup kita dan bersaksi kepada dunia bahwa keselamatan telah datang. 
    4. Kesetiaan Maria dan Yusuf: Teladan bagi Kita Maria dan Yusuf menjalankan kehendak Tuhan dengan penuh kesetiaan. Mereka membawa Yesus ke Bait Allah bukan karena mereka mengerti segala rencana Tuhan, tetapi karena mereka percaya kepada-Nya.
      ✔ Maria akan menghadapi banyak penderitaan, tetapi ia tetap taat pada rencana Allah.
      ✔ Yusuf, seorang yang sederhana, setia menjalankan tugasnya sebagai pelindung Keluarga Kudus.
      ✔ Mereka mengajarkan kepada kita bahwa iman sejati bukan berarti selalu mengerti rencana Tuhan, tetapi percaya bahwa rencana-Nya selalu baik. Ketika kita menghadapi tantangan dalam hidup, apakah kita tetap percaya kepada Tuhan seperti Maria dan Yusuf? 
    5. Hidup Sebagai Saksi Pengharapan Simeon melihat keselamatan dalam diri Yesus, tetapi ia juga menubuatkan bahwa Yesus akan menjadi tanda perbantahan dan bahwa Maria akan mengalami penderitaan (Luk 2:34-35).
      ✔ Artinya, hidup sebagai murid Kristus tidak selalu mudah.
      ✔ Akan ada kesulitan dan tantangan yang harus kita hadapi.
      ✔ Namun, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Kita dipanggil untuk menjadi saksi pengharapan di tengah dunia. Bagaimana caranya?
      ➤ Dalam keluarga: Menebarkan kasih dan kesabaran.
      ➤ Dalam pekerjaan: Hidup dalam kejujuran dan integritas.
      ➤ Dalam masyarakat: Membawa terang Kristus bagi yang tertindas dan tersisih. Sebagaimana Simeon melihat keselamatan dalam Yesus, kita juga dipanggil untuk melihat dan membawa keselamatan itu dalam hidup sehari-hari. 

    Kesimpulan: Mataku Telah Melihat Keselamatan

    Saudara-saudari yang terkasih, perkataan Simeon "Mataku telah melihat keselamatan yang datang daripada-Mu" adalah pengakuan iman yang penuh harapan.
    ✔ Ia melihat janji Allah digenapi dalam Kristus.
    ✔ Ia melihat terang yang akan menyinari dunia.
    ✔ Ia melihat keselamatan yang membawa pengharapan bagi semua bangsa. Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk memiliki pengharapan yang sama.
    ✔ Maukah kita membuka hati untuk keselamatan yang datang dari Tuhan?
    ✔ Maukah kita menjadi saksi terang Kristus dalam kehidupan sehari-hari?
    ✔ Maukah kita hidup sebagai peziarah harapan dalam Tahun Yubileum 2025 ini?

    Semoga kita, seperti Simeon, dapat melihat kehadiran Tuhan dalam hidup kita dan bersaksi kepada dunia bahwa keselamatan telah datang dalam diri Yesus Kristus. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap

    26 Januari 2025 - Hari Minggu Sabda Allah

    Minggu 26 Januari 2025 - Hari Minggu Sabda Allah

    Bacaan I : Neh. 8:3-5a,6-7,9-11
    Bacaan II : 1Kor. 12:12-30
    Bacaan Injil : Luk1:1-4;4:14-21

    Kotbah: Sabda Tuhan sebagai Kekuatan Transformasi Hari Minggu Sabda Allah

    Pengantar

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan. Hari ini, pada Minggu III Masa Biasa, Gereja Katolik merayakan Hari Minggu Sabda Allah. Sebagaimana ditetapkan oleh Paus Fransiskus melalui Motu Proprio Aperuit Illis pada tahun 2019, hari ini adalah undangan bagi kita untuk merenungkan peran Sabda Tuhan dalam hidup kita. Sabda Tuhan bukan hanya teks yang tertulis, tetapi Firman yang hidup, yang memiliki kuasa untuk mengubah hati, menyembuhkan luka, dan memperbarui hubungan kita dengan Allah dan sesama.

    1. Sabda Tuhan Mengubah Hati 
      Dalam Surat kepada Orang Ibrani 4:12, kita membaca, "Sabda Allah itu hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua mana pun!" Firman ini memiliki daya untuk menembus kedalaman hati manusia, mengubah pikiran, perasaan, dan tindakan kita. Seperti dalam kisah pertobatan Saulus, Sabda Tuhan mengubah seorang penganiaya menjadi rasul besar. Dalam Kisah Para Rasul 9, perjumpaan Saulus dengan Yesus yang bangkit mengubah hidupnya secara total. Ia, yang dulunya mengejar umat Kristen, menjadi pewarta Injil yang paling gigih. Ini menunjukkan bahwa ketika kita membuka hati pada Sabda Tuhan, hidup kita dapat diubahkan menjadi lebih penuh kasih, pengampunan, dan kebijaksanaan. Pertanyaannya bagi kita hari ini: Apakah kita telah memberikan ruang bagi Sabda Tuhan untuk mengubah hati kita? 
    2. Sabda Tuhan Menyembuhkan Luka 
      Mazmur 107:20 berkata, “Ia mengirimkan firman-Nya dan menyembuhkan mereka.” Sabda Tuhan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan luka batin kita, baik itu akibat dosa, penyesalan, atau trauma. Banyak dari kita membawa beban yang berat dalam hati kita, tetapi Sabda Tuhan hadir untuk memberikan penghiburan dan pemulihan. Dalam Injil, kita melihat bagaimana Yesus menyembuhkan banyak orang hanya dengan kata-kata-Nya. Ketika seorang perwira berkata, “Katakan saja sepatah kata, maka hambaku akan sembuh” (Mat 8:8), ia menunjukkan iman yang dalam pada kekuatan Sabda Yesus. Bagi kita, Sabda Tuhan dalam Kitab Suci dan Sakramen membawa penyembuhan spiritual. Apakah kita bersedia membawa luka-luka kita kepada Tuhan dan membiarkan firman-Nya bekerja dalam hidup kita? 
    3. Sabda Tuhan Memperbarui Hubungan dengan Allah 
      Dosa memisahkan manusia dari Allah, tetapi Sabda Tuhan membawa rekonsiliasi. Dalam Injil Lukas 15, kita membaca kisah anak yang hilang, di mana sang ayah dengan kasih menerima anaknya yang bertobat. Ini adalah gambaran kasih Allah yang selalu siap memulihkan hubungan dengan kita melalui Sabda-Nya. Yesus berkata, “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh 14:6). Ketika kita merenungkan Sabda Tuhan, kita diarahkan untuk hidup dalam kehendak-Nya, menjadikan Dia pusat hidup kita. 
    4. Sabda Tuhan Memperbarui Hubungan dengan Sesama 
      Sabda Tuhan tidak hanya menghubungkan kita dengan Allah, tetapi juga dengan sesama. Dalam Yohanes 13:34, Yesus memberi kita perintah baru: “Saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu.” Firman Tuhan mengajarkan kita untuk hidup dalam kasih, mengampuni, dan melayani sesama. Ketika Sabda Tuhan menjadi pedoman hidup kita, hubungan dalam keluarga, komunitas, dan masyarakat kita dapat diperbarui. Sebagai contoh, komunitas Kristen awal dalam Kisah Para Rasul 2:42-47 hidup dalam kasih dan solidaritas, saling berbagi, dan mendukung. 
    5. Gereja sebagai Rumah Sabda Tuhan 
      Gereja adalah rumah di mana Sabda Tuhan didengar, direnungkan, dan dihidupi. Dalam setiap perayaan Ekaristi, kita mendengarkan firman Tuhan melalui bacaan Kitab Suci. Homili adalah kesempatan untuk merenungkan dan mengaplikasikan Sabda itu dalam hidup kita. Paus Fransiskus berkata, “Sabda Tuhan adalah hati dari kehidupan Gereja.” Melalui Sabda Tuhan, Gereja menjadi ruang di mana kita dibentuk menjadi saksi kasih Allah di dunia. 

    Kesimpulan: Sabda Tuhan, Roh dan Kehidupan.

    Saudara-saudari terkasih, Sabda Tuhan memiliki kekuatan untuk mengubah hati, menyembuhkan luka, dan memperbarui hubungan kita dengan Allah dan sesama. Kita dipanggil untuk menjadikan Sabda Tuhan sebagai pusat hidup kita, membaca dan merenungkannya setiap hari, serta menjadikannya pedoman dalam setiap tindakan kita. Marilah kita menjawab undangan Paus Fransiskus untuk hidup dalam terang Sabda Tuhan, yang adalah roh dan kehidupan. Dengan membiarkan firman Tuhan bekerja dalam hidup kita, kita akan menjadi saksi kasih-Nya di dunia ini.

    Semoga Sabda Tuhan menuntun kita untuk hidup dalam kasih, pengampunan, dan kebenaran. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap

    19 Januari 2025 - Hari Minggu Biasa II

    Minggu 19 Januari 2025 - Hari Minggu Biasa II

    Bacaan I : Yes. 62:1-5;
    Bacaan II : Tit. 2:11-14; 3:4-7 
    Bacaan Injil : Lukas. 3:15-16,21-22

    "Apa yang Ia Katakan Kepadamu, Buatlah"

    Pengantar

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan. Hari ini, kita diajak untuk merenungkan salah satu peristiwa paling berkesan dalam Injil, yaitu mukjizat pertama Yesus di Kana. Peristiwa ini bukan hanya tentang air yang diubah menjadi anggur, tetapi juga tentang bagaimana ketaatan dan iman membuka jalan bagi karya Allah yang luar biasa. Kata-kata Maria kepada para pelayan, “Apa yang Ia katakan kepadamu, buatlah,” adalah pesan mendalam yang mengundang kita untuk mempercayai dan taat kepada kehendak Tuhan.

    1. Peran Maria dalam Peristiwa di Kana 
      Maria memainkan peran kunci dalam mukjizat ini. Ketika anggur habis, Maria memperhatikan kebutuhan yang mendesak dan langsung membawa persoalan ini kepada Yesus. Sebagai seorang ibu yang penuh kasih, ia menunjukkan perhatian terhadap kebahagiaan dan kehormatan tuan rumah pesta. Namun, Maria tidak berhenti pada perhatian manusiawi semata. Ia memiliki iman yang mendalam kepada Yesus. Meski Yesus awalnya berkata, “Waktu-Ku belum tiba,” Maria tetap percaya bahwa Yesus akan bertindak. Dengan keyakinan penuh, ia berkata kepada para pelayan, “Apa yang Ia katakan kepadamu, buatlah.” 
      Maria adalah teladan iman yang teguh. Ia mengajarkan kepada kita bahwa doa dan kepercayaan kepada Yesus adalah kunci untuk melihat mukjizat dalam hidup kita. Paus Fransiskus pernah berkata, “Maria adalah ibu yang tahu bagaimana membawa kebutuhan kita kepada Tuhan dan memercayakan segala sesuatu kepada-Nya dengan penuh iman.” 
    2. Perintah Yesus kepada Para Pelayan 
      Yesus memberikan dua perintah kepada para pelayan: Isi tempayan dengan air. Ini tampaknya perintah yang sederhana, tetapi membutuhkan usaha besar. Tempayan-tempayan itu besar, dan mengisinya berarti kerja keras. Cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta. Perintah ini menuntut keberanian. Para pelayan tidak tahu apa yang akan terjadi. Mereka mungkin bertanya-tanya apakah tindakan itu akan mempermalukan mereka jika yang mereka cedok hanyalah air. 
      Perintah Yesus mengajarkan kita bahwa ketaatan kepada Tuhan sering kali melibatkan usaha dan keberanian. Kita mungkin tidak selalu memahami alasan di balik perintah-Nya, tetapi ketika kita melangkah dengan iman, Tuhan bekerja melalui tindakan sederhana kita. 
    3. Sikap dan Aksi Para Pelayan 
      Para pelayan memberikan teladan luar biasa tentang ketaatan. Mereka tidak mempertanyakan atau menunda-nunda perintah Yesus. Meskipun mereka tidak memahami sepenuhnya apa yang sedang terjadi, mereka taat dan melaksanakan perintah dengan setia. 
      Sikap para pelayan ini mengingatkan kita bahwa iman sejati adalah tentang melakukan kehendak Tuhan, bahkan ketika kita tidak sepenuhnya mengerti rencana-Nya. Ketaatan mereka membuka jalan bagi mukjizat yang tidak hanya memuaskan kebutuhan pesta, tetapi juga menyatakan kemuliaan Yesus sebagai Anak Allah. 
    4. Mukjizat yang Kita Alami Ketika Taat pada Sabda Tuhan 
      Mukjizat di Kana bukan hanya tentang air yang berubah menjadi anggur, tetapi juga tentang transformasi yang terjadi ketika kita taat kepada Tuhan. Dalam kehidupan kita, ada banyak “tempayan kosong” yang membutuhkan campur tangan Allah: 
      Tempayan hati yang kosong: Ketika kita taat kepada Tuhan, Ia memenuhi hati kita dengan sukacita, damai, dan pengharapan. Tempayan hubungan yang retak: Tuhan mampu memulihkan hubungan yang rusak ketika kita mendengarkan dan melaksanakan sabda-Nya. 
      Tempayan hidup yang kehilangan arah: Dalam ketaatan kepada Tuhan, kita menemukan tujuan dan panggilan hidup yang sejati. 
      Paus Benediktus XVI berkata, “Mukjizat Yesus di Kana adalah tanda kasih Allah yang melimpah. Kasih-Nya tidak hanya mencukupi, tetapi juga meluap, membawa sukacita yang melampaui harapan manusia.”  
    5. Panggilan untuk Menjadi Pelayan yang Taat 
      Pesan Maria kepada para pelayan adalah undangan bagi kita semua: “Apa yang Ia katakan kepadamu, buatlah.” Dalam kehidupan sehari-hari, Tuhan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya, doa, dan suara hati. Kita dipanggil untuk mendengarkan dan melaksanakan kehendak-Nya dengan setia. 
      Sebagai pelayan Tuhan, kita diajak untuk: 
      Peka terhadap kebutuhan sesama: Seperti Maria, kita diajak untuk peduli terhadap mereka yang membutuhkan.
      Berani melangkah dalam iman: Seperti para pelayan di Kana, kita dipanggil untuk melaksanakan kehendak Tuhan meskipun kita tidak sepenuhnya mengerti.
       Percaya pada kuasa Tuhan: Seperti Maria, kita dipanggil untuk percaya bahwa Tuhan mampu melakukan hal-hal yang melampaui pemahaman kita.

    Penutup: Menjadi Bagian dari Mukjizat Tuhan

    Saudara-saudari terkasih, mukjizat di Kana mengajarkan kita bahwa Tuhan bekerja melalui ketaatan dan iman kita. Ketika kita taat kepada sabda Tuhan, kita membuka diri untuk karya-Nya yang luar biasa dalam hidup kita.

    Mari kita, seperti Maria, para pelayan, dan semua yang hadir di Kana, percaya kepada Yesus dan melaksanakan apa yang Ia katakan kepada kita. Dengan demikian, kita akan melihat bahwa mukjizat Tuhan tidak hanya terjadi di masa lalu, tetapi juga dalam hidup kita hari ini. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung

    12 Januari 2025 - Pesta Pembaptisan Tuhan

    Minggu 12 Januari 2025 - Pesta Pembaptisan Tuhan

    Bacaan I : Yes. 40:1-5,9-11
    Bacaan II : Tit. 2:11-14; 3:4-7 
    Bacaan Injil : Lukas. 3:15-16,21-22

    "Ia Akan Membaptis Kamu dengan Roh Kudus dan dengan Api"

    Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, semoga Tuhan memberimu damai dan kebaikan.

    Hari ini kita merenungkan kesaksian Yohanes Pembaptis tentang Yesus dalam Injil. Yohanes berkata, “Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang… Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” Pernyataan ini bukan hanya pengakuan tentang siapa Yesus, tetapi juga pewartaan tentang misi dan kuasa-Nya untuk mengubah hidup manusia.

    Dalam pernyataan Yohanes ini, kita menemukan tiga aspek penting yang dapat kita renungkan: siapa Yesus, apa artinya baptisan dengan Roh Kudus dan api, serta bagaimana kita sebagai murid Kristus dipanggil untuk hidup dalam kuasa Roh Kudus.

     

    1. Yesus: Sang Pembaptis dengan Roh Kudus dan Api
      Yohanes Pembaptis mengakui bahwa Yesus adalah Dia yang lebih besar dan lebih berkuasa. Yohanes hanya membaptis dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Yesus datang untuk membawa pembaptisan yang lebih mendalam, yaitu dengan Roh Kudus dan api. Ini adalah pembaptisan yang tidak hanya membersihkan dosa, tetapi juga memperbarui hati, menguduskan hidup, dan memberikan kekuatan ilahi.
      Yesus, sebagai Sang Mesias, adalah Dia yang menggenapi janji Allah untuk mencurahkan Roh Kudus kepada umat-Nya. Dalam Perjanjian Lama, para nabi seperti Yesaya dan Yehezkiel berbicara tentang Roh Kudus sebagai kuasa yang membarui hati dan membawa manusia lebih dekat kepada Allah. Dalam diri Yesus, janji ini menjadi nyata.
      Paus Fransiskus dalam salah satu homilinya menegaskan, “Roh Kudus adalah nafas kehidupan baru yang diberikan Yesus kepada umat-Nya. Roh Kudus tidak hanya membimbing, tetapi juga menyalakan api kasih dalam hati kita.” 
    2. Baptisan dengan Roh Kudus dan Api: Pembaruan Total
      Apa artinya dibaptis dengan Roh Kudus dan api?
      Roh Kudus: Baptisan dengan Roh Kudus adalah pengalaman menerima kehidupan baru dari Allah. Roh Kudus adalah kuasa yang mengubah hati kita, membantu kita memahami sabda Tuhan, dan memampukan kita untuk hidup sebagai murid Kristus. Roh Kudus membawa damai, sukacita, dan pengharapan.
      Api: Api dalam Kitab Suci sering kali melambangkan penyucian, kekudusan, dan semangat. Baptisan dengan api berarti bahwa hidup kita dimurnikan dari dosa, dibersihkan dari segala yang menghalangi kasih Allah, dan dinyalakan dengan semangat untuk melayani Tuhan dan sesama.
      Baptisan dengan Roh Kudus dan api bukan hanya sebuah simbol, tetapi sebuah pengalaman transformasi total yang membuat kita hidup dalam kasih dan kebenaran Allah. 
    3. Hidup dalam Kuasa Roh Kudus
      Sebagai orang yang telah dibaptis, kita telah menerima Roh Kudus dalam hidup kita. Namun, panggilan kita tidak berhenti di sana. Kita dipanggil untuk hidup setiap hari dalam kuasa Roh Kudus:
      Dalam doa: Roh Kudus adalah penolong kita dalam doa. Ia membantu kita untuk berkomunikasi dengan Allah dan memahami kehendak-Nya.
      Dalam tindakan: Roh Kudus memampukan kita untuk mencintai tanpa batas, mengampuni dengan tulus, dan melayani dengan rendah hati.
      Dalam kesaksian: Kita dipanggil untuk menjadi saksi kasih Kristus di dunia. Seperti Yohanes Pembaptis, kita harus berani menunjukkan kepada dunia bahwa Yesus adalah Tuhan. Paus Yohanes Paulus II pernah berkata, “Roh Kudus adalah jiwa dari misi Gereja. Tanpa Roh Kudus, semua usaha kita akan sia-sia. Dengan Roh Kudus, kita menjadi saksi yang hidup bagi Injil.” 
    4. Tantangan untuk Hidup dalam Kuasa Roh Kudus
      Dalam dunia yang sering kali terjebak dalam dosa, ketidakadilan, dan ketidakpedulian, kita dipanggil untuk menjadi pembawa Roh Kudus. Tetapi, ini bukan tugas yang mudah. Dibutuhkan keberanian, ketekunan, dan kasih yang besar untuk hidup sebagai saksi Kristus.
      Baptisan dengan Roh Kudus dan api mengingatkan kita bahwa kita tidak pernah sendiri. Roh Kudus adalah kekuatan ilahi yang memampukan kita untuk menghadapi tantangan dunia dengan sukacita dan pengharapan.
      Penutup: Menjadi Saksi Yesus dengan Roh Kudus dan Api
      Saudara-saudari terkasih, kesaksian Yohanes Pembaptis mengingatkan kita bahwa Yesus adalah Sang Pembaptis dengan Roh Kudus dan api. Dalam Dia, kita menerima hidup baru yang penuh kasih, kekuatan, dan pengharapan.
      Marilah kita membuka hati kita untuk menerima Roh Kudus setiap hari, membiarkan api-Nya menyala dalam hati kita, dan menjadi saksi kasih Allah di dunia ini. Dengan demikian, hidup kita akan menjadi tanda nyata dari kehadiran Tuhan yang membawa pembaruan dan keselamatan. Amin.

    Mgr. Kornelius Sipayung

    Komisi Peziarahan Rohani

    0
    Gedung Catholic Center Christosophia, Lantai 3, Jl. Mataram No.21, Kel. Petisah Hulu, Kec. Medan Baru, Kota Medan 20152, Sumatera Utara – Indonesia
    0812-6935-3177
    RD. Gundo Franci Saragih

    Pesan Hari Raya Waisak 2025

    0
    Sahabat-sahabat Para Pemimpin dan Umat Buddha yang terkasih,

    Seperti tahun-tahun sebelumnya, kami dengan senang hati menyampaikan salam hangat dan harapan baik atas perayaan Waisak yang penuh sukacita ini. Perayaan suci ini, yang memperingati Trisuci hari kelahiran, pencerahan, dan wafat Sang Buddha, memiliki makna spiritual yang mendalam bagi Anda. Ucapan salam kami tahun ini semakin diperkaya oleh semangat Yubelium, yang bagi kita umat Kristen Katolik merupakan saat rahmat, rekonsiliasi, dan pembaruan spiritual.

    Sebagai mitra yang berjalan bersama dalam dialog, kami juga menyapa Anda dalam semangat Nostra Aetate, Deklarasi bersejarah Konsili Vatikan II tentang hubungan Gereja dengan agama-agama non-Kristiani, yang peringatan ulang tahunnya yang keenam puluh kita rayakan tahun ini. Sejak diumumkan pada tahun 1965, Nostra Aetate telah memperdalam keterlibatan kami dengan para pengikut dan penganut tradisi agama lain. Terinspirasi oleh visinya, kami sekali lagi menegaskan bahwa “Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang benar dan suci” dalam agama-agama lain dan “Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang” (Nostra Aetate, 2).

    Komitmen kami untuk berdialog semakin ditegaskan oleh pengakuan positif yang diungkapkan dalam Nostra Aetate sehubungan dengan tradisi Anda sendiri: “Buddhisme dalam berbagai bentuk dan alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba dan terus berubah ini sama sekali tidak mencukupi. Sang Buddha mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan, memperoleh pembebasan sempurna, atau - entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas” (Nostra Aetate, 2). Bagi Anda, jalan Buddhis menuju pembebasan melibatkan usaha melampaui ketidaktahuan, hasrat, dan penderitaan melalui wawasan, perilaku etis, dan disiplin mental. Perjalanan menuju Nirwana - kebebasan tertinggi dari siklus kelahiran, kematian, dan kelahiran kembali - menekankan kuasa hikmat dan bela rasa yang transformatif.

    Kerinduan akan pembebasan sejati ini menemukan resonansi yang mendalam melalui pencarian bersama kita akan kebenaran dan kepenuhan hidup, dan hal ini selaras dengan ajaran tradisi kita masing-masing. Sang Buddha mengajarkan bahwa, “Orang yang telah bebas dari nafsu keinginan dan kemelekatan, pandai dalam menganalisa serta memahami ajaran beserta pasangan-pasangannya, maka ia patut disebut seorang Pemilik Tubuh Akhir (Arahat), orang yang memiliki Kebijaksanaan Agung, seorang manusia agung” (Dhammapada, Bab 24, ayat 352). Bagi Yesus, pengetahuan tentang Kebenaran itu membebaskan: “Kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran akan memerdekakanmu” (Yohanes 8:32).

    Di zaman kita, yang ditandai oleh perpecahan, konflik, dan penderitaan, kita menyadari kebutuhan mendesak akan dialog yang membebaskan, dialog yang tidak terbatas pada kata- kata tetapi mampu menerjemahkan kata-kata tersebut menjadi tindakan konkret untuk perdamaian, keadilan, dan martabat bagi semua.

    Seperti halnya ketika Nostra Aetate diumumkan, dunia kita saat ini juga dibebani oleh ketidakadilan, konflik, dan ketidakpastian tentang masa depan. Namun, kita tetap yakin akan kapasitas agama yang mendalam untuk menawarkan tanggapan yang bermakna terhadap “teka- teki keberadaan manusia yang belum terpecahkan” (Nostra Aetate, 1). Dialog yang terjadi di antara kita berfungsi sebagai cara untuk mengkomunikasikan kekayaan tradisi agama kita dan memanfaatkan kebijaksanaannya untuk mengatasi tantangan mendesak di zaman kita.

    Kerinduan akan persaudaraan dan dialog yang autentik, yang diungkapkan dengan sangat indah dalam Nostra Aetate, memotivasi kita untuk berjuang demi persatuan dan cinta di antara semua orang dan bangsa. Kerinduan itu mengajak kita untuk membangun di atas kesamaan, menghargai perbedaan, dan saling memperkaya dari tradisi kita yang beragam. Semangat ini tumbuh lebih dalam saat kita berusaha merangkul budaya dialog sebagai jalan ke depan, dengan “kerja sama timbal balik sebagai kode etik (dan) pemahaman timbal balik sebagai metode dan standar” (Dokumen tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama, Abu Dhabi, 4 Februari 2019).

    Dengan refleksi penuh doa ini, kami sungguh-sungguh percaya bahwa, melalui dialog, tradisi kita masing-masing dapat menawarkan tanggapan yang layak terhadap tantangan zaman kita.

    Selamat Hari Raya Waisak. Kami berharap Anda merayakan Waisak dengan penuh berkat dan buah-buah kedamaian dan kebahagiaan!


    Dari Vatikan, 25 April 2025

    George Jacob Kardinal Koovakad
    Prefek

    Mgr. Indunil Kodithuwakku Janakaratne Kankanamalage
    Sekretaris

    Paus Fransiskus Meninggalkan Kekayaan Moral

    0

    Beberapa laporan menyebutkan bahwa Paus Fransiskus meninggal dunia dan hanya meninggalkan 100 dolar. Ya, seratus dolar. Kurang dari 90 euro. Tidak punya rumah. Tidak punya rekening bank. Tidak ada investasi atas namanya.

    Padahal, dia adalah kepala Gereja Katolik. Sebuah jabatan yang bisa memberinya sekitar €340.000 setahun. Namun, dia menolak uang itu. Setiap tahun. Sejak 2013.

    Mengapa? Karena dia seorang Jesuit, dan para Jesuit bersumpah untuk hidup miskin. Daripada tinggal di apartemen mewah Vatikan seperti para pendahulunya, dia memilih pindah ke Casa Santa Marta, tempat tinggal yang sederhana dan bersahaja.

    Tidak ada hiasan. Tidak ada pembantu pribadi. Hanya tempat tidur, meja, dan imannya. Dia mengenakan sepatu hitamnya yang sudah usang, menolak sepatu mokasin merah tradisional. Ia bepergian dengan mobil Ford Focus kecil, sementara para pemimpin agama lainnya berkendara dengan limusin.

    Ia makan bersama para karyawan Vatikan, bukan di ruang makan pribadi. Ia berpakaian sederhana, tanpa perhiasan khusus, hanya pakaian putih dan salib besi. Kekayaan yang tak terlihat...

    Sementara sebagian orang berpegang teguh pada harta benda, properti, dan citra mereka... Paus Fransiskus memilih untuk tidak memiliki apa pun untuk menawarkan segalanya.

    Tidak ada jutaan. Tidak ada surat wasiat yang rumit. Hanya 100 dolar... dan pesan yang kuat: "Yang penting bukanlah apa yang Anda miliki. Itulah diri Anda. Apa yang Anda lakukan untuk orang lain."

    Dunia terkejut... tetapi terinspirasi. Pada saat kekayaan sering menjadi tujuan akhir, Paus Fransiskus meninggalkan jejak abadi tanpa pernah berusaha memperkaya diri sendiri.

    Ia tidak mewariskan kekayaan materi apa pun. Ia meninggalkan kekayaan moral. Sebuah pelajaran tentang kerendahan hati. Sebuah visi pelayanan. Ia bukanlah seorang paus yang mewah. Ia adalah seorang paus yang berhati. Seorang pria yang telah membuktikan bahwa hidup sederhana berarti memerintah dengan cara yang berbeda.

    Bagaimana dengan Anda? Apa yang akan Anda tinggalkan? Uang? Barang? Atau inspirasi yang nyata?  

    Alih bahasa #brigitaendangsupriyati #Brigita

    Sumber The Black Catholic

     

    Sede Vacante dan Misa Requiem bagi Paus Fransiskus

    0

    Kepada Yth.
    Para Parokus KAM,
    Para Imam KAM,
    Seluruh Umat Allah KAM

    Salam Damai Sejahtera

    Dalam duka kita berdoa bagi Bapa Suci Paus Fransiskus yang telah menghadap kepada Bapa di surga pada 21 April 2025 pukul 07.35 waktu Roma. Ekaristi pemakaman akan dilaksanakan pada Sabtu 26 April 2025 jam 10.00 waktu Roma atau jam 15.00 WIB. Atas arahan Mgr. Kornelius Sipayung, Uskup Keuskupan Agung Medan, kami hendak menyampaikan hal berikut:

    1. Para imam diminta secara serentak mempersembahkan misa requiem bagi Bapa Paus Fransiskus di seluruh wilayah Keuskupan Agung Medan pada Jumat sore, 25 April 2025. Harap dikoordinir dengan baik agar sebanyak mungkin umat ikut dalam perayaan tersebut. 
    2. Komlit KAM akan Menyusun TPE Requiem 
    3. Warna liturgi: Oktaf Paskah (putih). 
    4. Kolekte yang dikumpulkan dalam misa requiem ini dikirimkan kepada ekonom KAM untuk kemudian dikirimkan kepada Nuntius sebagai uang duka. 
    5. Selama Sede Vacante, bagian Doa Syukur Agung (DSA) yang mendoakan paus dihilangkan. Contoh Doa Syukur Agung II: “Ingatlah Tuhan akan GerejaMu yang tersebar di seluruh bumi, agar Engkau menyempurnakannya dalam cinta kasih, dalam persatuan dengan uskup kami…, serta semua rohaniwan”. 
    6. Setelah pemakaman jenazah Paus Fransiskus pada Sabtu, 26 April 2025, Gereja memasuki 9 hari masa berkabung: sembilan hari doa dan misa arwah untuk mendoakan jiwa Paus Fransiskus. Selama masa berkabung ini dalam bagian doa syukur yang mendoakan orang meninggal disebutkan nama Paus Fransiskus.

    Demikian hal ini kami sampaikan untuk dijalankan dengan baik. Atas perhatian dan kerja sama yang baik kami haturkan limpah terima kasih.

     

    Homat kami,
    RP Adrianus Sembiring OFMCap
    Kanselarius KAM

    DOWNLOAD SURAT NO. 255/P/KA/IV/'25

     

    RIP RP. Ignatius Andreas Corsini Susilo Yakobus OFMConv

    0

    PENGHORMATAN & PEMAKAMAN JENAZAH SAUDARA SUSILO YAKOBUS

    Rabu, 23 April 2025

     

    • 11.30 : Jenazah tiba di Bandara Kualanamu
    • 12.30 : Jenazah tiba di Delitua
    • Perarakan melalui lapangan menujut Aula
    • badat
    • Makan siang di biara 
    • 13.00 : Menyambut yang melayat 
    • 18.00 : Ibadat dan Misa 
    • 19.00 : Makan Malam 
    • 20.00 : Berjaga-jaga 

    Kamis, 24 April 2025

     

    • 06.00 : Misa Pagi
    • 07.00 : Sarapan 
    • Sepanjang hari menerima yang melayat 
    • 12.00 : Ibadat Siang 
    • 12.30 : Makan Siang 
    • 18.00 : Misa Persaudaraan 
    • 19.00 : Makan Malam 
    • 20.00 : Berjaga-jaga 

    Jumat, 25 April 2025

     

    • 06.00 : Ibadat Pagi 
    • 07.00 : Sarapan 
    • 09.00 : Acara Adat Karo 
    • 12.30 : Makan Siang 
    • 15.00 : Misa Pemakaman di Gereja 
    • Pemakaman

     

    Selamat Jalan Bapa Sri Paus Fransiskus

    0

    Ya Allah yang Maharahim, Kami menyerahkan jiwa hamba-Mu tercinta, Sri Paus Fransiskus, ke dalam tangan-Mu yang penuh kasih. Dalam hidupnya ia telah menggembalakan umat-Mu dengan rendah hati, cinta, dan keberanian. Terimalah dia dalam terang kemuliaan-Mu dan beri dia istirahat yang kekal di surga-Mu. Teguhkan iman kami dalam pengharapan akan kebangkitan, dan tuntun kami untuk melanjutkan warisan kasih yang telah ia tinggalkan. Selamat jalan, Bapa Suci. Doakan kami dari surga. Amin.