loader image
Sabtu, Mei 10, 2025
Lainnya
    Beranda Blog Halaman 16

    Kongregasi Bruder/Frater

     

     
    1.
    Kongregasi Bruder Budi Mulia (BM)
     
    Alamat
    :
    Jl. Gunung Sahari 91, Jakarta – 10610
     
    Telp.
    :
    (021) 4219055
     
    Provinsial
    :
    Br. Yanuarius Sukirdi, BM
     
    Perwakilan di KAM
     
    Alamat
    :
    Bruderan Budi Mulia, Jl. Uskup Agung Soegiopranoto No. 1, Pangururan - Samosir 22392
     
    Telp.
    :
    853-2661-9878
     
    Koordin.
    :
    Br. Fransiskus Sirait, BM
     
    2.
    Kongregasi Frater Santa Maria Bunda Yang Berbelas Kasih (Frater CMM)
     
    Alamat
    :
    Jl. Ampel 6 Papringan, Yogyakarta – 55281
     
    Telp.
    :
    (0274) 514480
     
    Email
    :
    [email protected]
     
    Provinsisal
    :
    Fr. Pilipus Weridity CMM
     
    Perwakilan di KAM
     
    Alamat
    :
    Frateran CMM Perawan Maria dan Fatima, Jl. Pastor Sybrandus van Rossum, Soposurung, Kec. Balige, Kab. Toba 22312
     
    Telp.
    :
    0852 5386 2562
     
    Email
    :
    [email protected]
     
    Koordinator
    :
    Fr. Bonifasius Leston Situmorang CMM

     

     

    Paroki Lawe Desky

    Pelindung

    :

    Santo Yosef

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Maret 1952. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan dan Paroki Saribudolok (tahun 1939-1952)

    Alamat

    :

    Jl. Simpang RK, Lawe Desky, Kec. Babul Makmur Kab. Aceh Tenggara– 24673

    Telp.

    :

    -

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    1.120 KK/ 4.318 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    14

    01. Bukit Makmur
    04. Lau Garut
    07. Lau Pengulu
    10. Lumban Tua
    13. Ranto Dior
    02. Gunung Nias
    05. Lau Kesumpat
    08. Lawe Bekung
    11. Muara Situlen
    14. Sumbeikan
    03. Kuta Tengah
    06. Lau Mandin
    09. Lawe Kinga
    12. Rambe Mbelang

    RP. Tarsisius Son, SS.CC

    24.02.’78

    Parochus

    RP. Adrianus David Nautani, SS.CC

    05.06.’95

    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Yosef Lawe Desky

    Sejarah Paroki (klik untuk membuka)

    Untuk menggambarkan secara jelas dan detail mengenai awal berdiri gereja Katolik di paroki ini tidak ditemukan. Gereja Katolik masuk Aceh Tenggara sejak masa penjajahan Belanda melalui orang Batak. Yang menghadirkan gereja Katolik di Aceh Tenggara adalah Pater Elpidius Van Duinjhoven OFM Cap yang waktu itu datang dari Saribudolok. Stasi pertama yang dikunjungi oleh Pater Van Duinjhoven adalah Stasi Ranto Dior, selanjutnya Lawe Desky, Lawe Bekung, Kuta Tengah dan lain-lain. Jumlah umat stasi Ranto Dior waktu itu berjumlah 12 KK dan di Lawe Desky 10 KK. Kehadiran umat Katolik di wilayah ini datang dari Tapanuli Utara, Tanah Karo dan Simalungun.

    Keterbatasan ruang gerak dan kebebasan membuat gereja Katolik bertumbuh dan berkembang lamban secara kuantitatif. Namun Paroki ini makin bertumbuh dan berkembang setelah Pater Reginaldus Bleys OFM Cap menetap di Lawe Desky dan mendirikan Paroki ini.

    Berdasarkan data Liber Baptizatorum (Buku Baptis), ada pembaptisan yang pertama pada tanggal 07 Maret 1952 di Lawe Desky. Tidak tercatat kapan tanggal peresmian paroki ini (tidak ditemukan data yang valid mengenai hal ini). Namun menurut dugaan, besar kemungkinan paroki ini diresmikan tanggal 19 Maret 1952 (Dua Minggu setelah baptisan pertama) bertepatan dengan Hari Raya Santo Yosef, Suami Maria yang merupakan pelindung paroki ini.

    Pastor paroki yang pertama adalah Pastor RegenaldusBleys OFM Cap. Pastor Regenalus Bleys OFM Cap berkarya selama 10 tahun mulai tahun 1952 – 1962. Jumlah stasi pada awal pendirian paroki ini adalah 6 stasi, yakni Ranto Dior, Lawe Bekung, Lawe Desky, Kuta Tengah, Lumban Tua dan Lawe Kinga. Jumlah umat awal kira-kira 210 orang.

    Peranan umat awam dalam karya perintisan Gereja Katolik di wilayah ini sungguh mengagumkan. Mereka membantu pastor dalam menyebarkan dan mewartakan Injil di wilayah Aceh Tenggara dan Tanah Karo. Tokoh awam yang patut disebutkan namanya di sini adalah Bapak Petrus Datubara (Ayah Kandung dari Uskup Emeritus Mgr. Pius Datubara) dari stasi Lawe Bekung, Bapak Tian Saragih, Bapak Martinus Purba dari Stasi Lawe Desky.

    Tanggal 10 Agustus 1997, Paroki St Yosef Lawe Desky diserahterimakan dari Ordo Kapusin kepada SVD. Waktu diadakan serahterima dari Ordo Kapusin kepada ordo SVD jumlah stasi sudah jauh bertambah yakni 32 stasi yang menyebar di 3 (tiga) kabupaten: Aceh Tenggara, Kabupaten Karo dan kabupaten Dairi dengan jumlah umat 1196 KK (5191 jiwa) yang digabungkan dalam 3 (Tiga) rayon, yakni:
    1. Rayon Lawe Desky (10 stasi)
    2. Lau Baleng (13 stasi)
    3. Mardinding (9 stasi)
    Pada tahun 2013, paroki St Yosef membuat pemekaran paroki untuk dua rayon (Lau Baleng dan Mardinding) dengan pusat paroki pemekaran yakni Lau Baleng.

    Sejak Januari 2019, paroki St Yosef mengalami pergantian penggembalaan. Keuskupan Agung Medan menyerahkan tata penggembalaan paroki St Yosef dari Ordo SVD ke Ordo SSCC (Hati Kudus Yesus dan Maria). Jumlah stasi paroki St Yosef setelah dimekarkan dan pergantian tata penggembalaan yakni 15 stasi yang terbagi menjadi dua rayon: Rayon Satu Aceh Tenggara 8 stasi dan Rayon Dua tanah Karo 7 stasi.

    Berdasarkan data pada Liber Baptizatorum, para pastor yang pernah bertugas di paroki ini untuk melanjutkan karya kerasulan dan pastoral adalah sebagai berikut:
    1. P. Livinius Fasol OFMCap
    2. P Elpidius Van Duijnhoven OFMCap
    3. P. Reginaldus Bleys OFMCap
    4. P. Maximus Brans OFMCap
    5. P. R. Raessens OFMCap
    6. P. Mikael Hutabarat OFMCap
    7. P. Simon Sinaga OFMCap
    8. P. Fernando Saveri OFMConv.
    9. P. Valentinus Barus OFMCap
    10. P. Ambrosius Sihombing OFMCap
    11. P. Ludovikus Siallagan OFMCap
    12. P. Albinus Ginting OFMCap
    13. P. Ignasius Simbolon OFMCap
    14. P. Norbert Ambarita OFMCap
    15. P. Karolus Sembiring OFMCap
    16. P. Nestor Manalu OFMCap
    17. P. Ezra Susanto SVD
    18. P. Yoseph Waryadi SVD
    19. P Paulus Payong SVD
    20. P. Fransiskus Sidok SVD
    21. P. Charles Lanang Ona SVD
    22. P. Agus Naru SVD
    23. P. Aloysius Wayan SVD
    24. P. Antonius Suprapto SSCC
    25. P. Tarsisius Son SSCC (2019... sekarang)
    26. P. Shenli Mario Angelo SSCC (2022 ... sekarang)

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Lau Baleng

    Pelindung

    :

    Santo Damian

    Buku Paroki

    :

    Sejak 18 Oktober 2013. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Lawe Desky dan Tiga Binanga

    Alamat

    :

    Jl. Renun No. 175 Gg. Wed-Pastoran Pondok, Kec. Lau Baleng, Kab. Karo, Tanah Karo - 22164

    Telp.

    :

    0821 6544 2922

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    1.283 KK/ 4.183 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    22

    01. Alur Subur
    04. Genting
    07. Kinangkong
    10. Lau Peranggunen
    13. Lau Timah
    16. Mardingding
    19. Pasir Tengah
    22. Siodang-odang
    02. Buluh Pancur
    05. Gunung Pamah
    08. Lau Mulgap
    11. Lau Peske
    14. Lingga Muda
    17. Mbal-mbal Petarum
    20. Pintu Angin
     
    03. Durian Rugun
    06. Huta Ginjang
    09. Lau Njuhar
    12. Lau Renun
    15. Mangan Molih
    18. Pasir Mbelang
    21. Simpang Banjar
     

    RP. Paulus Budi Yunianto SSCC 


    Parochus

    RP. Abel Nelo SSCC


    Vikaris Parokial

     
     

    Sejarah Paroki Santo Damian Lau Baleng

    Benih Iman di Lau Baleng (klik untuk membuka)

    Panggilan menjadi umat katolik merupakan sebuah sapaan dan tawaran Tuhan yang bersifat personal dan bebas bagi setiap umat manusia. Tumbuhnya benih iman di Lau Baleng bermula dari keterbukaan hati Bapak Bolong Maha untuk mengenal Kristus yang muncul saat dia menjadi tahanan penjara pada zaman Belanda. Ketika di dalam penjara, beliau berjumpa dan berbagi pengalaman dengan umat katolik dari Belanda yang ditahan waktu itu. Setelah keluar dari penjara (1949), beliau melanjutkan tugasnya sebagai kepala desa Lau Baleng. Rumahnya tidak hanya lagi menjadi pusat urusan administrasi pemerintahan tetapi juga terbuka bagi kunjungan pastor untuk mewartakan iman bagi warga sekitar yang saat itu masih beragama asli (agama pemena).

    Pada tahun 1953, Bpk Bolong Maha sekeluarga dan umat bersedia dibaptis menjadi Katolik. Kelompok ini menjadi komunitas awal tumbuh dan berkembangnya iman katolik di Lau Baleng. Awalnya semua kegiatan doa dilaksanakan di rumah bapak Bolong Maha. Namun dalam perkembangan waktu ketika jumlah umat semakin bertambah maka kegiatan gereja berpindah ke sebuah gedung sederhana di Kampung Baru. Selain berdoa bersama, para pengurus pun bergiat mengunjungi umat dari rumah ke rumah. Kunjungan keluarga menumbuhkan semangat kekeluargaan dan persaudaraan sebagai umat katolik. Iman umat semakin berkembang dan banyak warga tertarik menjadi Katolik. Pada tahun 1960an, kegiatan gereja dipindahkan ke daerah Jalan Renun Lau Baleng. Para pengurus gereja bersama umat membangun sebuah gedung setengah tembok di atas lahan yang sebelumnya menjadi lapangan terbang Belanda. Gedung gereja diresmikan oleh Mgr Batubara (2012) dan seluruh pelayanan pastoral dari Paroki Lawe Desky. Sejarah Kuasi Paroki St Damian Lau Baleng.

    Sebelum menjadi kuasi paroki, beberapa stasi Lau Baleng bergabung dengan paroki Lawedesky dan Tiga Binanga. Luasnya wilayah pastoral menumbuhkan sebuah refleksi baru atas tenaga pastoral bagi para pastor yang berkarya di kedua paroki tersebut. Pada tahun 2013 mulai ada penjajakan untuk melihat kemungkinan terbentuknya kuasi paroki yang baru. Keuskupan mempercayakannya kepada kongregasi Hati Kudus Yesus dan Hati Tersuci Maria (SS.CC). Kongregasi SSCC pun menanggapi undangan tersebut dengan mengirimkan Pst. Tangkas Dame Simatupang, SSCC untuk melakukan penjajakan awal.

    Sejak 18 Oktober 2013 nama kuasi paroki Lau Baleng tercatat di buku Paroki Keuskupan Agung Medan dengan nama pelindung St Damian. Nama pelindung ini dipilih dari nama santo dari salah satu anggota kongregasi SSCC. Selama hidupnya, St. Damian menjadi misionaris bagi para penderita Kusta di Molokai, Kalaupapa-Hawai. Dia adalah seorang misionaris sejati yang memberikan diri dalam pelayan secara tulus dan total sampai akhir hidupnya bagi para penderita kusta. Semoga semangat misionaris St. Damian juga menjiwai dan melandasi pelayanan di kuasi paroki yang baru.

    Secara administrasi pemerintahan, wilayah kuasi paroki St Damian melingkupi 2 kabupaten yaitu kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi. Sebelah utara berbatasan dengan Langkat dan Deli Serdang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah Barat berbatasan dengan Aceh Tenggara. Dalam lingkup wilayah paroki, sebelah Timur berbatasan dengan Paroki Tiga Binanga dan sebelah Barat berbatasan dengan paroki Lawedesky. Secara morfologis, wilayah kuasi paroki St Damian Lau Baleng berada di dataran tinggi. Sebagian besar wilayah di Paroki ini berada di daerah pemukiman penduduk yang dapat dijangkau sepeda motor, mobil dan jalan kaki. Umumnya mata pencaharian masyarakat adalah berladang (berupa padi, jagung, coklat dan papaya), tenaga guru dan wiraswasta.

    Gereja kuasi paroki St Damian Lau Baleng terletak di Jln Renun, Desa Lau Baleng, Kec. Lau Baleng, Tanah Karo. Letak gereja ini sangat strategis karena berada di pusat kecamatan dan di pinggir jalan raya yang menghubungkan Medan dan Kota Cane, Aceh Tenggara. Kuasi paroki ini membawahi 3 rayon (22 stasi dan 25 lingkungan). Kuasi paroki ini memiliki 1400 kepala keluarga dan 5344 jiwa umat. Umat di Kuasi Paroki ini terdiri dari Suku Batak Karo, Batak Toba, Nias dan Pak-Pak. Sejak berdiri telah dibentuk 4 presidium Legio Maria yang terdiri dari 3 presidium senior dan 1 presidium yunior.

    Pada tanggal 4-5 Desember 2013, Kuasi Paroki St. Damian mengadakan Sermon Simbelin perdana di Gereja St. Damian Lau Baleng. Rapat paripurna ini diikuti oleh Pst. Baltasar Mili, SSCC, dan Pst Dame Simatupang, SSCC serta para anggota DPPH dan semua DPP, pengurus rayon, stasi dan lingkungan. Para peserta mengadakan diskusi berkaitan dengan peraturan-peraturan yang akan diterapkan di kuasi paroki St Damian. Keputusan-keputusan hasil sermon simbelin menjadi keputusan bersama untuk ditaati dan dijalankan di seluruh wilayah kuasi paroki yang meliputi 22 stasi. Pada 12 Januari 2014 diadakan misa pelantikan pengurus DPP Kuasi Paroki yang dipimpin oleh Pst. Ignasius Simbolon, OFM.Cap,Vikep St. Yakobus Rasul Kabanjahe. Ada tiga pastor SS.CC yang diutus untuk berkarya di kuasi paroki st Damian yaitu Pst Baltasar Mili, SSCC (pastor paroki), Pst. Antonius Suprapto, SSCC (pastor rekan) dan Pst. Tangkas Dame Simatupang, SSCC (pastor rekan).

    Perkembangan Menuju Gereja Paroki St. Damian Lau Baleng

    Manajemen Kuasi Paroki dilaksanakan berdasarkan kebijakan Keuskupan Agung Medan dan dalam Sermon Simbelin yang dilaksanakan di Kuasi Paroki St. Damian. Pengelolaan manajemen Kuasi Paroki ini selalu ada dalam bingkai pedoman pelaksanaan keuskupan, yakni dalam lingkup Keuskupan Agung Medan. Pola manajerial di sini adalah pola yang melibatkan umat beriman untuk bersama-sama mengembangkan dan memberdayakan kehidupan menggereja yang sungguh berdaya guna, berdaya ubah dan berdaya sapa sesuai dengan semangat Injil dengan tetap ada dalam payung Arah Dasar Keuskupan Agung Medan.

    Dewan paroki berfungsi sebagai wadah pelayanan dan koordinasi keterlibatan semua umat beriman di paroki dalam melaksanakan panggilan dan tugas perutusan Gereja. Dewan paroki berwenang mengambil keputusan reksa pastoral paroki dalam kesatuan dengan arah pastoral Keuskupan Agung Medan. Reksa pastoral adalah pemeliharaan dan pengembangan iman umat yang dijiwai oleh semangat Kristus Sang Gembala sesuai dengan situasi dan kondisi di kuasi paroki St. Damian Lau Baleng.

    Keuangan paroki berasal dari Kolekte, Dana Mandiri, persembahan/intensi, dan dana APP, kolekte khusus yang dipersembahkan dengan tujuan tertentu berdasarkan kesepakatan bersama dengan dewan paroki dan persembahan-persembahan lainnya. Adapun beberapa prinsip yang selalu dipegang teguh dalam pengelolaan keuangan paroki antara lain: transparan dan akuntabel, mandiri dalam solidaritas dan subsidiaritas. Penanggung jawab pengelolaan keuangan adalah pastor paroki dan dewan paroki, dan untuk lingkungan-lingkungan dipercayakan pada koordinator lingkungan masing-masing. Pelaksana harian pengelola keuangan dilakukan oleh bendahara dewan paroki.

    Saat ini kuasi paroki sudah memiliki kantor sekretariat yang sederhana. Di kantor sekretariat paroki tersimpan segala berkas yang berkaitan dengan aktivitas dari paroki. Jam kerja dari petugas sekretariat paroki adalah setiap hari kerja. (pukul 08.00-13.00). Hari Senin, Minggu dan hari libur petugas sekretariat mengambil waktu tersebut sebagai hari libur juga. Berkat usaha bersama umat itu telah membuahkan berkat istimewa bagi kuasi ini, tanggal 30 Juli 2018, Bapa Uskup Mgr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap., mengangkat Kuasi Paroki ini menjadi paroki dengan SK: 344/PAR/LB/KA/VII/18.

    Pelayanan Pastoral Paroki St. Damian

    Setelah menjadi paroki, secara perlahan umat mulai mengalami dan merasakan pelayaan pastoral yang semakin efektif dan efisien. Para pastor secara rutin membuat jadwal kunjungan pastoral dan mengevaluasinya setiap bulan. Penyusunan jadwal ini membantu para tim pastoral untuk mengunjungi semua stasi (umat). Kunjungan pastoral yang dilakukan menghantar umat untuk semakin mengenal iman katolik dan tergerak hati untuk terlibat dalam kegiatan hidup menggereja. Ada dua tim yang senantiasa berperan aktif dalam membantu kunjungan pastoral yaitu tim katekese dan tim evangelisasi. Tim katekese berperan dalam mengajarkan iman kepada umat dan tim evangelisasi hadir di tengah umat untuk mendengarkan pergulatan hidup iman umat serta memberikan motivasi dan semangat bagi umat agar tetap setia dalam iman. Selain itu, tim pastores mengadakan kunjungan umat, terkadang ke rumah atau juga menjumpai umat di ladang.

    Wilayah pastoral yang luas dan jauh membuat tim pastoral membagi skala prioritas kunjungan ke stasi-stasi. Stasi-stasi terdekat dapat dilayani setiap bulan, sekali dalam 4 bulan dan ada stasi jauh yang hanya dapat dikunjungi sekali dalam setahun. Ada dua stasi jauh yang hanya dapat dikunjungi setahun sekali yaitu Stasi Alur Subur dan Stasi si Odang-Odang. Ada 27 kepala keluarga katolik yang tinggal di kedua stasi tersebut. Kedua stasi tersebut terletak di kabupaten Dairi. Perjalanan menuju kedua stasi tersebut dapat ditempuh selama 7-8 jam dengan biaya yang cukup besar. Alat transportasi yang biasa digunakan ke stasi-stasi ini adalah mobil hardtop. Dalam kunjungan tersebut, tim pastoral langsung mengadakan pelayanan sakramental (baptis, perkawinan dan komuni pertama). Meskipun kunjungan pastoral ini membutuhkan tenaga dan biaya yang banyak, namun tim pastoral tetap melaksanakannya. Sebab kunjungan pastoral ini sangat dirindukan umat katolik yang tinggal di kedua stasi tersebut.

    Ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam karya pastoral yaitu jarak antara stasi yang cukup jauh dengan medan yang menantang; pengetahuan umat tentang iman katolik yang masih rendah; perkawinan beda gereja; adat yang masih menjadi primadona bagi umat dibandingkan dengan gereja dan masih sedikit umat yang terlibat dalam hidup menggereja. Dalam menghadapi tantangan tersebut, tim pastoral membuat fokus pelayanan ke depan yaitu meningkatkan katekese untuk memperkaya dan memperdalam pengetahuan dan penghayatan iman umat; mendidik katekis-katekis awam yang mampu membantu pelayanan pastoral dan melakukan promosi panggilan agar muncul benih panggilan menjadi biarawan-biarawati dan imam.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Kabanjahe SPP

    Pelindung

    :

    Santo Petrus dan Paulus

    Buku Paroki

    :

    Sejak 15 November 2007. Sebelumnya bergabung dengan Paroki SPM Kabanjahe

    Alamat

    :

    Jl. Irian No. 1, Kabanjahe, Kab. Karo - 22114

    Telp.

    :

    0628 - 20469, 0821 3276 9181

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    2.911 KK/ 10.069 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    33

         
    Rayon Kacaribu:
     
     
    01. Barung Kersap
    04. Kacaribu
    07. Kuta Gerat
    10. Nageri
    13. Siasor
    02. Bandar Meriah
    05. Kandibata
    08. Kutambelin Singa
    11. Singa
     
    03. Guru Benua
    06. Kineppen
    09. Lau Simomo
    12. Sirumbia
     
         
    Rayon Munthe:
     
     
    01. Biak Nampe
    04. Kabantua
    07. Parimbalang
    10. Singgamanik
    02. Buluh Naman
    05. Kutambaru
    08. Sarimunte
    11. Sukababo
    03. Gunung Manumpak
    06. Munte
    09. Sarinembah
     
     
     
     
    Rayon Simpang Empat:
     
     
    01. Beganding
    04. Lingga
    07. Rumah Kabanjahe
    02. Berastepu
    05. Naman
    08. Sigarang Garang
    03. Kutambelin Naman
    06. Ndeskati
    09. Surbakti

    RD. Sautma Toho Maruba Manullang

    10.07.’86

    Parochus

    RD. Lukman Rafael Pandiangan

    29.09.’96

    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Petrus dan Paulus Kabanjahe

    Sejarah Berdirinya Paroki SPP (klik untuk membaca)

    Perkembangan umat katolik pertama kali di Kabupaten Tanah Karo terjadi di desa Sukajulu oleh P. Van Duynhoven pada tahun 1939, kemudian ke Berastagi, Guru kinayan dan Sembeikan. Selanjutnya Uskup Mathias Brans mandirikan Paroki Kabanjahe pada tanggal 3 Agustus 1948 dengan Pastor Paroki pertama P. Maximus Brans dan paroki ini sekarang kita kenal dengan nama Paroki Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga Kabanjahe.

    Pada tahun 1965 an, Keuskupan Agung Medan mendirikan Lembaga Latihan Pertanian (LLP) Kabanjahe yang diresmikan pada tanggal 19 Desember 1967. Lembaga Latihan Pertanian Kabanjahe merupakan sarana pelatihan ketrampilan bagi para petani se-Keuskupan Agung Medan khususnya masyarakat tanah karo dengan tujuan agar pengelolaan usaha tani lebih profesional menjadi asas kesejahteraan keluarga. LLP Kabanjahe yang dibangun berada di lokasi Jl Irian, Kelurahan Lau Cimba Kec. Kabanjahe yang merupakan tanah atas jasa dan bantuan dari Keluarga Bapak Leman Purba dengan luas lahan kurang lebih 6 Ha yang dibeli atas nama Ketua Badan Pengurus Gereja dan Amal Roma Katholik di Kabanjahe yakni oleh Bapak Stefanus Naik Ginting dengan harga Rp 354.846,- dan akte jual beli no. 121/1967.

    Adapun pengelolaan LLP Kabanjahe diserahkan kepada Kongregasi Budi Mulia dengan pimpinan yang pertama adalah Br. Alfons kemudian berganti kepada Br. Wolfram selanjutnya berganti lagi kepada Br. Paul Damen (seorang insinyur pertanian dari Belgia) selanjutnya pimpinan beralih kepada Br. Yoris. Setelah Br. Yoris, pimpinan LLP Kabanjahe beralih kepada Br. Tarsisius dan yang terakhir dipimpin oleh Br. Yanuarius. LLP Kabanjahe dikelola dengan dana mandiri (tanpa dana Keuskupan) dan dengan perjanjian kontrak pengelolaan dengan KAM selama 30 tahun yang berakhir pada tahun 1990. Pada akhir kontrak tahun 1990 Kongregasi Budi Mulia sudah mengusulkan agar LLP dilanjutkan oleh KAM akan tetapi pihak KAM saat itu meminta kembali kepada Kongregasi Budi Mulia untuk melanjutkannya.

    Di tahun 2000 Br. Yanuaraius akan pindah tugas, sementara pengganti pimpinan LLP Kabanjahe belum ada sehingga Br. Yanuarius berkoordinasi dengan Pastor Leo Josten Ginting untuk membuat dan mengajukan surat penyerahan LLP Kabanjahe kepada KAM dan pada hari Jumat 22 Desember 2000 terjadilah acara serah terima LLP Kabanjahe dari Kongregasi Budi Mulia Kepada KAM yang dilaksanakan di Maranatha dibuka dengan Misa Syukur yang dipimpin oleh Vikjen Pastor Paulinus Simbolon OFMCap kemudian dilanjutkan dengan acara lokakarya : “Quo Vadis LLP Kabanjahe”.

    Sejak serah terima LLP Kabanjahe kepada KAM (20 Des 2000) hingga tahun 2004, LLP Kabanjahe dikelola/ditangani oleh KAM akan tetapi tidak berjalan dengan baik dan akhirnya lahan dan aset LLP Kabanjahe diserahkan pengelolaannya ke Paroki Kabanjehe pada saat itu pengelolaan lahan dikoordinatori oleh Edison Saragih. Pada bulan April 2004, Pastor Leo mulai melakukan pembenahan di lokasi LLP Kabanjahe dengan membangun pagar tembok, pemugaran bruderan dan penambahan beberapa kamar dan menjadikan lokasi LLP Kabanjahe sebagai Pastoran dan kantor Paroki Kabanjahe. Kantor Paroki yang dulu dan sekarang masih tetap sama yakni pengalihfungsian dari ruang tamu LLP menjadi Kantor Paroki.

    Pemekaran Paroki

    Seiring berjalannya waktu dan juga perkembangan serta pertambahaan umat katolik di Kabupaten Tanah Karo khususnya di Kota Kabanjahe dan sekitarnya maka untuk memaksimalkan pelayanan parokial pada tahun 2005 terjadilah pemekaran Paroki Kabanjahe dengan Paroki Berastagi. Pada tahun 2006, Pastor Leo Josten Ginting merasa wilayah pelayanan masih terlalu luas sehingga diwacanakan untuk pembangunan Gereja Katolik yang baru di Jalan Irian. Rencana ini kemudian dibicarakan dalam rapat-rapat kecil dan ternyata disambut dengan meriah oleh pengurus-pengurus Gereja Katolik dan DPP (Paroki SPM) sehingga terbentuklah Panitia Pembangunan Gereja Katolik dengan Susunan :

    Ketua : Ganti Kaban SE
    Wakil Ketua I : Drs. Swingly Sitepu
    Wakil Ketua II : Drs. Mangat Ginting
    Wakil Ketua III : Hadamean Lumban Gaol S.Pd
    Sekretaris : Drs. Harmonis Bukit M. Si Wakil
    Sek I : Ir. Markus Malau M.Si
    Wakil Sek II : Permulaan Sebaya B.A
    Wakil Sek III : Roni Barus S.E
    Bendahara : Pastor Leo Josten Ginting OFMCap.
    Wakil Bend I : Marheni Br Sembiring
    Wakil Bend II : Sabarita Br Tarigan dan dilengkapi dengan seksi-seksi.

    Pada tanggal 6 Agustus 2006 dilaksanakanlah acara Peletakan Batu I Pembangunan Gereja Katolik yang baru Sekaligus memperingati 50 tahun berdirinya Paroki Santa Perawan Maria di angkat ke Surga oleh Uskup Alfred Gonti Pius Datubara, OFMCap. Pembangunan Gereja yang baru berukuran 20m x 34m dengan biaya Rp 1.403.715.000,- (Satu Milyar Empat Ratus Tiga Juta Tujuh Ratus Lima Belas Ribu Rupiah) yang merupakan tanggung jawab umat Paroki Kabanjahe dan saat itu sudah terkumpul dana sebesar Rp 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) dan tahapan Pembangunan Gereja Katolik di Jalan Irian ini selesai pada tahun 2007.

    Dalam perjalanan waktu banyak perdebatan yang terjadi dikarenakan semula DPP, pengurus Gereja dan umat mengira bahwa pembanguan Gereja Katolik yang baru adalah merupakan gereja stasi yang baru yang merupakan pemekaran dari Gereja Stasi Induk Paroki SPM, sementara Pastor Leo menginginkan Gereja Stasi Induk pindah ke Jalan Irian sehingga selanjutnya banyak perdebatan terutama dari kalangan pengurus dan umat katolik yang berada di wilayah kota Kabanjahe karena dipandang sejarah awal terbentuknya Paroki Kabanjahe adalah Gereja Katolik yang berada di Jl. Letnan Rata Perangin-angin sehingga beberapa pengurus lebih setuju kalau pemekaran Paroki. Untuk rencana pemekaran Paroki juga mendapat banyak tantangan dan perdebataan karena perkembangan kedapan yang sudah direncanakan untuk pemekaran Paroki di tujukan ke Stasi Suka Kecamatan Tiga Panah.

    Status Gereja Katolik yang baru dibangun hingga Nov 2007 belum jelas, apakah pemekaran Stasi atau pemekaran Paroki atapun perpindahan Gereja Stasi Induk. Pada tanggal 25 Nov 2007 dilaksanakanlah acara peresmian Gereja Katolik yang baru selesai dibangun, yang diresmikan oleh Mgr Pius A.G Datubara OFM.Cap dan Bupati Karo Drs. DD. Sinulingga. Pada kesempatan ini pulalah diputuskan oleh Uskup bahwa gereja yang baru merupakan pemekaran Paroki Kabanjahe. Di tahun 2007 lahan LLP kembali dikelola oleh Keuskupan Agung Medan melalui PSE KAM yang saat itu ditangani oleh RD. Sabat Saulus Nababan (Wakil Ketua PSE KAM) dimana saat itu RD. Sabat Saulus Nababan bertugas di Paroki Kabanjahe sebagai Pastor rekan.

    Sambil berjalannya waktu hingga 2009 paroki di Kabanjahe masih tetap satu yakni Paroki SPM dan dilayani oleh imam dari Kapusin dan imam Diosesan. Tahun 2010 baru terjadi pemisahan administrasi, keuangan dan pelayanan secara total dengan nama pelindung St. Petrus Dan Paulus untuk Paroki yang baru dengan jumlah umat 19366 jiwa dengan meliputi wilayah Kabanjahe (Stasi Induk) : Lingkungan Paulus A, Lingkungan Paulus B, Lingkungan Veronika, Lingkungan Vicentius, Lingkungan Yosafat, Lingkungan Matius, Lingkungan St. Maria, Lingkungan Ignatius, Lingkungan Lorentius dan Lingkungan Valentinus, serta stasi stasi yang berada di

    Rayon Simpang Empat : Stasi Rumah Kabanjahe, Stasi Lingga, Stasi Surbakti, Stasi Beganding, Stasi Naman, Stasi Ndeskati, Stasi Sigarang-garang, Stasi Kutambelin Naman, Stasi Berastepu dan Stasi Bakerahsemacem (Bekasi),

    Rayon Kacaribu : Stasi Kacaribu, Stasi Singa, Stasi Kutambelin Singa, Stasi Lau Simomo, Stasi Kutagerat, Stasi Guru Benua, Stasi Barung Kersap, Stasi Sirumbia, Stasi Kandibata, Stasi Kineppen, Stasi Nageri dan Stasi Bandar Meriah,

    Rayon Munte : Stasi Biak Nampe, Stasi Buluh Naman, Stasi Gunung Manumpak, Stasi Kabantua, Stasi Kutambaru, Stasi Munte, Stasi Sarimunte, Stasi Singgamanik, Stasi Sarinembah, Stasi Parimbalang dan Stasi Sukobabao ; dan Rayon Tiga Nderket.

    Pastor Paroki pertama : RD. Rudianto Sitanggang dan
    Pastor Rekan adalah : RD. Sabat Saulus Nababan dan RD. Sesarius Petrus Mau
    Pelaksana I DPP: Antoni Bangun
    Pelaksana II DPP : Masa Bangun (+),
    Sekretaris DPP: Romanius Tarigan S.Pd
    Wakil Sekretaris : Josua Ginting
    Bendahara DPP : RD. Sesarius Petrus Mau
    Wakil Bendahara : Mazmur Christoper Ginting dengan anggota : Sr. Margaretha Kaloko SFD, Ir. Ragam Sinamo (Kabanjahe), Moris Sinukaban (Lingga), Marimin Tarigan (Berastepu) Martha Br Ginting (Kabanjahe), Kincar Perangin-angin (Guru Benua) dan Pinerlina Br Munthe (Kabanjahe) dengan SK Uskup untuk tahun 2010 hingga 2011.
    SK Uskup untuk Periode 2011 hingga 2015 :
    Pastor Paroki : RD. Marianus G.A. Kedang
    Pastor Rekan : RD. Sesarius Petrus Mau
    Pelaksana I DPP : Antoni Bangun
    Pelaksana II : Nelson Lingga
    Sekretaris DPP : Romanius Tarigan S.Pd
    Wakil Sekretaris : Josua Ginting
    Bendahara : RD. Sesarius Petrus Mau
    Wakil Bendahara : Mariati Br Barus dengan
    Anggota DPP : Sr. Beatrix Saragih SFD, Valentinus Tarigan, Bastanta Purba, Kincar Perangin-angin dan Moris Sinukaban.

    Perkembangan Paroki

    Perkembangan dan pertambahan umat katolik di wilayah Paroki St. Petrus dan Paulus Kabanjahe yang begitu pesat dan dengan tujuan untuk memaksimalkan pelayanan pengembalaan umat Katolik maka di tahun 2014 terjadi pemekaran Paroki St. Petrus dan Paulus Kabanjahe dengan Paroki St. Monika Tiga Nderket yang semula pemekaran ini direncanakan ke Stasi Batu Karang dengan wilayah pelayanan meliputi Stasi Induk Tiga Nderket, Stasi Batu Karang, Stasi Payung, Stasi Selandi, Stasi Mardinding, Stasi Buah Raya, Stasi guru Kinayan, Stasi Amburidi, Stasi Tanjung Pulo, Stasi Jinabun, Stasi Sukatendel, Stasi Njandi Meriah, Stasi Kuta male, Stasi Kutabuluh dengan Pastor Paroki Pertama Pastor Liber Sihombing OFM.Cap dan dengan jumlah umat 7.421 jiwa sehingga umat di paroki St. Petrus Dan Pulus Kabanjahe tinggal 11.945 jiwa.

    Perkembangan Paroki St. Petrus Dan Paulus Kabanjahe sejak tahun 2014 hingga sekarang mengalami pertambahan umat yang masih cukup signifikan dengan jumlah 2.985 KK (18.619 Jiwa).

    No

    Nama Stasi

    Tahun Berdiri

    Jumlah KK

    I

    Rayon Munte

     

    730 KK

    1

    Biaknampe (St. Benediktus)

    ± 1982

    15

    2

    Buluhnaman (St. Paulus)

    1967

    112

     3

    Gunung Manumpak (St. Gabriel)

    1968

    28

    4

    Kabantua (St. Leonardo)

    2000

    27

    5

    Kutambaru (St. Maria)

    1958

    155

    6

    Munte (St. Silvester)

    1967

    180

    7

    Parimbalang (St. Maria Tak Bernoda Asal)

    1981

    15

    8

    Sarimunte (St. Antonius dari Padua)

    1965

    42

    9

    Sarinembah (St Theresia Avila)

    1998

    26

    10

    Singgamanik (St. Petrus)

    1953

    60

    11

    Sukababo (St. Yoseph)

    1981

    70

     

    II

    Rayon Kacaribu

     

    1.071 KK

    1

    Barung Kersap (St. Laurensius)

    1982

    66

    2

    Bandar Meriah (St. Fransiskus)

    2004

    20

    3

    Guru Benua (St. Kornelius)

    1978

    138

    4

    Kacaribu (St. Paulus)

    1963

    151

    5

    Kandibata (St. Paulus)

    1953

    200

    6

    Kineppen (St. Yohannes Paulus II)

    1981

    65

    7

    Kutagerat (St. Theresia dar Kalkuta)

    1980

    32

    8

    Kutambelin Singa (St. Maria Vianney)

    1975

    74

    9

    Lau Simomo (St. Damian)

    1955

    57

    10

    Nageri (St. Mikhael)

    1980

    18

    11

    Singa (St. Paulus)

    1975

    162

    12

    Sirumbia (St. Skolastika)

    1978

    63

    13

    Siosar / Bakerah Simacem (St. Clara)

    2019 (1981)

    25

     

    III

    Rayon Simpang Empat

     

    727 KK

    1

    Beganding (St. Paulus)

    1966

    142

    2

    Berastepu (St. Theresia Avila)

    1963

    125

    3

    Kutambelin Naman (St. Fansiskus Asisi)

    1982

    56

    4

    Lingga (St. Petrus)

    1977

    63

    5

    Naman (St. Ignatius Loyola)

    2002

    40

    6

    Ndeskati (Stefanus Martir)

    1995

    18

    7

    Sigarang-garang (St. yoseph)

    1997

    123

    8

    Surbakti (St. Lukas)

    1966

    60

    9

    Rumah Kabanjahe (St. Clara)

    1970

    100

     

    IV

    Wilayah Kabanjahe/ Gereja Paroki

     

    457 KK

    1

    Lingkungan St.Ignatius

     

    26

    2

    Lingkungan St.Laurentius

     

    24

    3

    Lingkungan St. Maria

     

    22

    4

    Lingkungan St.Matius

     

    19

    5

    Lingkungan Paulus A

     

    36

    6

    Lingkungan Paulus B

     

    33

    7

    Lingkungan St.Valentinus

     

    30

    8

    Lingkungan St.Veronika

     

    20

    9

    Lingkungan St.Vincentius

     

    25

    10

    Lingkungan St.Yeremia

    2010

    44

    11

    Lingkungan St.Yosafat

     

    34

    12

    Lingkungan St.Yusuf

     

    22

    13

    Lingkungan St.Petrus

    2012

    25

    14

    Lingkungan St.Bonifasius

    2012

    25

    15

    Lingkungan St.Elisabeth

    16-02-2015

    36

    16

    Lingkungan St. Fransiskus Asisi

    29-09-2017

    18

    17

    Lingkungan St. Yohanes

    30-11-2018

    18

    Stasi Bakerah Simacem yang semula masuk dalam wilayah Rayon Simpang Empat berpindah ke wilayah Rayon Kacaribu karena Stasi Bakerah Simacem terkena dampak erupsi Gunung Sinabung yang cukup parah sehingga desa tersebut di relokasi pemerintah ke Siosar sehingga sekarang bernama Stasi Siosar dan masuk Rayon Kacaribu.

    Stasi Sigarang-garang terdiri dari umat yang berada di Desa Sigarang-garang, Desa Kutarakyat dan Dusun Kuta Gugung. Gereja Katolik Stasi Sigarang-garang berada di Dusun Kuta Gugung yang merupakan kawasan zona Merah ketetapan pemerintah untuk erupsi Gunung Sinabung dan akan di relokasikan pemerintah ke daerah Siosar.

    Para Imam/Pastor yang bertugas di Paroki St. Petrus Dan Paulus Kabanjahe sejak diakuinya berdiri Paroki St. Petrus Dan Paulus Kabanjahe (mulai SK 2010) :

    1. RD. Rudianto Sitanggang tahun 2010 – 2011 Pastor Paroki
    2. RD. Sabat Saulus Nababan tahun 2010 – 2011 Pastor Rekan
    3. RD. Marianus G.A Kedang tahun 2010 – 2011 Pastor Rekan
    4. RD. Marianus G.A Kedang tahun 2011 – 2015 Pastor Paroki
    5. RD. Sesarius Petrus Mao tahun 2010 – 2015 Pastor Rekan
    6. RD. Sesarius Petrus Mao tahun 2015 – 2016 Pastor Paroki
    7. RD. Silvester Asan Marlin tahun 2015 - 2018 Pastor Rekan
    8. RD. Mansuetus Amadeus tahun 2016 - skrg Pastor Paroki
    9. RD. Iwan S. Lumban Gaol tahun 2017 – 2019 Pastor Rekan
    10. RD. Limson Manalu tahun 2018 - skrg Pastor Rekan
    Pelindung Paroki St. Petrus & Paulus Rasul Kabanjahe

    Nama pelindung paroki pertama kali di usulkan oleh Pastor Leo Josten dengan melihat sejarah perkembangan berdirinya Paroki yang baru dimana banyak sekali perdebatan dan tangtangan yang terjadi begitu juga dengan wilayah paroki yang umatnya bercampur dari berbagai suku. Demikian dikutip dari Alkitab Surat Paulus kepada jemaat di Galatia 2 : 1- 21; dimana Rasul Petrus dipercayakan oleh Allah untuk menjadi rasul dan memberitakan injil kepada orang-orang Yahudi sedangkan Rasul Paulus dipercayakan oleh Allah untuk menjadi rasul dan memberitakan injil kepada orang-orang non Yahudi.

    Ada 2 kelompok yang berbeda, demikian juga awalnya perkembangan berdirinya Paroki yang baru ada beberapa kelompok yang berbeda serta di wilayah Gereja Katolik yang baru ada beberapa suku yang berbeda sehingga diharapkan dengan nama pelindung St. Petrus Dan St. Paulus kelompok-kelompok yang berbeda tersebut dapat bersatu dan saling bekerja sama saling bahu-membahu dalam Gereja Katolik untuk mengembangkan iman katolik di kalangan umat.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Kabanjahe SPM

    Pelindung

    :

    Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga

    Buku Paroki

    :

    Sejak 1 Agustus 1948. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan.

    Alamat

    :

    Jl. Letnan. R. Peranginangin No. 13, Kabanjahe - 22111

    Telp/WA

    :

    0812-6946-0402

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    4.012 KK/ 13.750 jiwa (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    20

     
    Rayon Tiga Panah:
     
     
    01. Bulanjahe
    04. Ketaren
    07. Pertumbuken
    10. Sukanalu
    02. Bulanjulu
    05. Kubu Simbelang
    08. Seberaya
    11. Tiga Panah
    03. Bunuraya
    06. Kuta Kepar
    09. Suka
     
     
     
     
    Rayon Sukadame:
       
    01. Bawah
    04. Rumamis/Tambunen
    07. Sukamandi
    02. Cingkes
    05. Sinaman
    08. Talimbaru
    03. Dokan
    06. Suka Dame
    09. Ujung Bawang
     
     
     
     

    RD. Daniel Manik

    23.03.’85 Parochus

    RD. Dedi Ananta Sembiring

    20.03.'85

    Vikaris Parokial

         

    Sejarah Paroki St. Perawan Maria Diangkat ke Surga Kabanjahe

    A. Awal Gereja Katolik di Karo (klik untuk membaca)

    Pengantar
    Kehadiran Gereja Katolik di daerah Kabanjahe dibawa oleh para Misionaris. Para Misionaris ini adalah para pastor dari Ordo Kapusin yang berasal dari Belanda. Misionaris pertama yang membawa ajaran Katolik ialah P. Elpidius Van Duyhoven, OFM,Cap. Pewartaan ajaran Gereja Katolik ini mulai di bawa oleh para misioanaris pada masa kolonial di bawah pemerintahan Belanda. Akan tetapi, pewartaan kemudian menjadi terganggu, ketika pemerintahan Jepang berhasil menguasai Indonesia sejak tahun 1940. Dari catatan sejarah, para misionaris yang datang dari Belanda juga ikut menjadi tawanan tentara Jepang.

    Sebelum ditawan oleh jepang P.Elpidius Van Duyhoven,OFM,Cap yang tinggal di Simalungun telah mengunjungi beberapa daerah di tanah Karo. Ketika itu , dikota Berastagi sendiri telah berdiri biara Suster Fransiskanes St. Elisabeth. Sedangkan Suster Fransiskanes Dongen telah mendirikan biara di Kabanjahe. Selain mengunjungi daerah-daerah pedesaan, P.Elpidius juga sering mengunjungi kedua biara suster fransiskanes ini. Selain P.Elpidius, P. De Wolf,Ofm.Cap pun pernah tinggal di biara suster fransikanes Santa Elisabeth. Namun patut disayangkan, kedua biara tersebut terbakar waktu revolusi perang dunia II.

    Dalam sejarah perkembangan kehadiran Gereja Katolik di tanah Karo, Paroki St. Perawan Maria yang Diangkat Ke Surga (SPM) merupakan pusat penyebaran kehadiran Gereja Katolik di Kabupaten Karo. Maka melalui tulisan ini, kami akan membagi dalam beberapa periode.

    1. Periode Awal 1939 - 1952

    Pada tahun 1939 P.Elpidius membuka stasi Sukajulu. Waktu itu ia pun sering mengunjungi daerah Berastepu, Gurukinayan, Munthe dan Sembeiken. Ketika perang dunia II Pecah, para misionaris sangat merasakan akibatnya sejak bulan Mei 1940 semua hubungan dengan belanda terputus. Misionaris dilarang masuk ke Indonesia. Bantuan finansial dan perlengkapan misi terhenti. Pada masa itu P.Elpidius dan beberapa pastor kapusin lainnya dipenjarakan di KAMP Tahanan Siringoringo (Labuhan Batu). Situasi ini terus berlangsung hingga Jepang menyerang kepada sekutu tahun 1945. Para misionaris yang ditahan akhirnya dibebaskan.

    Pada tanggal 03 Agustus 1948 Mgr. Matias Brans mengutus P. Maximilianus Brans dan P. Elpidius untuk mendirikan sebuah paroki di tanah Karo. Umat yang sudah tercatat berjumlah 59 KK. Selanjutnya mereka mendirikan pastoran dan sebuah gereja darurat di Kabanjahe yang diresmikan oleh Mgr. Matias Brans pada tanggal 19 Desember 1948. Selain itu mereka juga mengirim 18 anak ke Pematangsiantar untuk melanjutkan pendidikan keguruan(OVVO). Kedua Pastor ini pun dibantu oleh oleh seorang guru agama, yakni Nimbasi Purba.

    2. Periode Tahun 1953 - 1997

    Pada masa ini tidak ditemukan catatan sejarah yang tepat dan teratur tentang perkembangan Gereja dan Misi Katolik di Tanah Karo. Gerakan Perkembangan Gereja dan Misi lama periode ini diperoleh dan disarikan dari tulisan beberapa orang pastor yang pernah bertugas di Tanah Karo, Tepatnya di Paroki St. Perawan Maria Diangkat Ke Surga (P.Theodosius Van Eijk, P.Kleopas Van Laarhoven, P.Yustinus Tinambunan, P. Simon Sinaga dan P. Ignatius Simbolon) dan beberapa orang awam yang terlibat aktif dalam karya kerasulan. Berikut ini akan disarikan beberapa tulisan yang kiranya bisa membantu kita untuk mengetahui perkembangan Gereja Katolik di Tanah Karo. Periode tahun 1953-1965 diambil dari tulisan P.Theodosius Van Eijk. Menurutnya yang menjadi perintis Misi Gereja Katolik di Tanah Karo adalah P. Brans Sitepu Bebere Ginting. Gereja Katolik ditanah karo resmi dimulai sejak datang dan tinggalnya P.Brans di Kabanjahe. Pada masa ini mulai didirikan sekolah, biara untuk para suster SFD (Tahun 1954), asrama dan beberapa pembenahan lainnya. Keberhasilan mengembangkan Gereja dan Misi Katolik di tanah karo sesungguhnya berlangsung melalui kegiatan pendidikan (SMP dan SKP). Melalui siswa-siswi inilah agama dan Gereja disebarkan. Perkembangan Gereja dan agama katolik di tanah karo semakin pesat setelah tahun 1965.

    Pada tahun 1965, P.Kleopas bertugas di paroki St.Perawan Maria- Kabanjahe sampai tahun 1981. Sejak menginjakkan kaki di sumatera P.KLeopas langsung ditempatkan di Kabanjahe untuk membantu P.Lici dan P.Paduanus Kramer. Pada masa itu paroki kabanjahe memiliki 18 stasi dengan jumlah umat sekitar 3.600 jiwa. Setelah 16 tahun jumlah ini bertambah menjadi 56 stasi dengan 16.000 jiwa. Dalam kurun waktu ini pastor yang berkarya di paroki kabanjahe ini antara lain: P.Kramer, P.Lici , P.Justinus Tinambunan, P. Mikael Hutabarat, dan P.Simon Sinaga. Hingga tahun 1977 di Kabupaten Tanah Karo ini hanya terdapat satu paroki dan Kabanjahe lah yang menjadi pusatnya. Karena pesatnya pertumbahan umat dan luasnya wilayah pelayanan, maka sejak bulan juli 1977 P.Simon Sinaga bersama P.Mikael hutabarat memulai membuka paroki yang baru yakni paroki Tiga Binanga.

    Pada awal tahun 1980-an di tanah Karo ini terjadi persaingan yang sangat ketat antara agama (Protestan, Islam dan Katolik) dalam rangka merebut simpati umat atau masyarakat yang relative besar masih menganut animisme atau agama sipemena. Pada masa inilah pimpinan Keuskupan Agung Medan menetapkan tanak karo sebagai daerah “evangelisasi”. Hingga tahap ini, Gereja Katolik di tanah karo sangat pesat berkembang.

    3. Periode Tahun 1997 - 2005

    Setelah kepindahan P.Laurentius Sinaga OFM,Cap, P. Ignatius Simbolon OFM.Cap kembali ditempatkan di kabanjahe sebagai Parokus. Pada periode ini beliau ditemani oleh P.Damianus Anggiat Sihotang, P. Kornelius Sipayung, Uliraja Simarmata dan P.Marselino Simamora, OFM.Cap. Hampir kurang lebih sepuluh bulan P.ignatius Simbolon menjabat sebagai Pastor Paroki menunggu kedatangan P.Leo Joosten, OFM.Cap dari pangururan.

    Menurut data statistik 1999 data umat kabanjahe telah mencapai 38.093 jiwa. Pesatnya pertambahan umat dan luasnya wilayah menyebabkan pelayanan pastoralpun kurang memadai. Patut disyukuri bahwa awam dan para susterpun turut ambil bagian dalam kegiatan pastoral di paroki ini. Melihat situasi ini, maka sejumlah pihak dan pimpinan KAM mulai berpikir untuk memekarkan paroki ini menjadi tiga yakni Berastagi dan Tiganderket sebagai pusat paroki yang baru serta kabanjahe. Karena itulah diangkat sebuah komisi khusus untuk mewujudkan pembangunan gereja di Berastagi. Pada periode ini juga atas usul pihak keuskupan direncanakan pastoran kabanjahe, kantor dan sekretariat paroki yang terletak di Jl.Letnanrata perangin-angin dipindahkan ke jalan irian kabanjahe (bekas tempat lembaga latihan pertanian) yang telah diserahkan ke paroki kabanjahe.

    4. Periode Tahun 2005 - Pemekaran

    Sebelum pemekaran, umat paroki kabanjahe yang berjumlah 45.594 jiwa tersebar di 87 stasi (10 rayon) sesudah pemekaran Paroki kabanjahe memiliki 67 stasi (7 rayon) dan paroki berastagi memiliki 20 stasi (3 rayon). Setelah persemian paroki berastagi , selanjutnya dibuat dalam master plan paroki st. Perawan maria diangkat ke surga kabanjahe tahun 2006 adalah pemekaran paroki. Sebagai tindak lanjut dari master plan tersebut maka diusulkan agar pemekaran kabanjahe dapar direalisasikan pada akhir tahun 2007. Pemekaran telah terealisasi dengan didirikannya paroki St.Petrus dan St.Paulus Jl.Irian kabanjahe(47) stasi. Dengan demikian pelayanan pastoral di SPM semakin ramping. Paroki ini sekarang terdiri dari 21 stasi (3 rayon) dan jumlah umat kurang lebih 18.700 jiwa.

    Seiring dengan perjalanan waktu yang lebih dari 50 tahun sejak didirikannya pada tahun 1956, gereja katolik paroki SPM yang berada di Jl.Letnan Rata Perangin-angin kabanjahe mengalami perkembangan pesat. Paroki ini merupakan pusat pengembangan pelayanan dan pewartaan kabar gembira sekaligus paroki induk gereja katolik tanah Karo simalem. Dari paroki inilah mekar 4 paroki baru yakni paroki Tigabinanga(1979), paroki Berastagi (2005), paroki St. Paulus dan Petrus(2007) dan 1 kuasi paroki Tiganderket (2013).

    B. Sejarah Pendirian Stasi-stasi di Paroki SPM Kabanjahe

    1. Rayon Kabanjahe
    Gereja pertama di Kabanjahe didirikan oleh militer-militer Belanda pada bulan November 1948. Pada tanggal 19 Desember 1948, Gereja itu diberkati oleh Mgr. Mathias Brans OFMCap. Pada tahun 1957, Gereja pertama ini menjadi gudang setelah gereja baru dibangun. Gedung gereja kedua dibangun pada tahun 1956 oleh Br. Anscharius OFMcap. Diberkati oleh Mgr Ferrerius van den Hurk OFMCap pada 5 Agustus 1956. Bagian altar disesuaikan dengan Liturgi Konsili Vatikan II pada September 1971. Bangunan gereja sekarang ini diberkati pada tanggal 16 Februari 2014 oleh Mgr. Anicetus Sinaga.

    2. Rayon Suka Dame
    Gereja pertama di Kabanjahe didirikan oleh militer-militer Belanda pada bulan November 1948. Pada tanggal 19 Desember 1948, Gereja itu diberkati oleh Mgr. Mathias Brans OFMCap. Pada tahun 1957, Gereja pertama ini menjadi gudang setelah gereja baru dibangun. Gedung gereja kedua dibangun pada tahun 1956 oleh Br. Anscharius OFMcap. Diberkati oleh Mgr Ferrerius van den Hurk OFMCap pada 5 Agustus 1956. Bagian altar disesuaikan dengan Liturgi Konsili Vatikan II pada September 1971. Bangunan gereja sekarang ini diberkati pada tanggal 16 Februari 2014 oleh Mgr. Anicetus Sinaga.

    a. Stasi Suka Dame
    Stasi dibuka pada : 1963

    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 560 m
    Tahun pembelian : 26 April 1964
    Pembangunan gereja : 1963 (Rumah Papan);
    Gereja pertama adalah Rumah Papan berukuran 7 x 9 m. Pada tahun 1999 dibangun gereja baru dan diberkati oleh Bapak Uskup Agung Medan Mgr. Pius Datubara tahun 2001.

    b. Stasi Sinaman

    Stasi dibuka pada : 1962
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap, Licinus Fasol-Ginting OFMcap dan Bapak Tangsi Tarigan
    Luas tanah aset gereja : 15 x 20
    Tahun pembelian : 1962
    Pembangunan gereja : 1962 (Pada 29 Juni 2003 Gereja dibangun kembali karena perkembangan umat)

    c. Stasi Rumamis Tambunen
     

    Stasi dibuka pada : 1963
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Bungan Raja Sitepu
    Luas tanah aset gereja : 20 x 29 m
    Tahun pembelian : 6 Oktober 1963
    Pembangunan gereja : 1964
    d. Stasi Bawang 
    Stasi dibuka pada : 1956
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMCap
    Jumlah umat yang dipermandikan pertama kali: 25 orang
    Tanah aset gereja : 10 x 21 m
    Tahun pembelian : 1951
    Pembangunan gereja : 5 Maret 1990
    Ukuran gereja : 8 x 12 m (permanen)Nama pelindung gereja : St. Antonius dari Padua

    e. Stasi Suka Mandi
    Stasi dibuka pada : 2 Mei 1956
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap dan Bapak Purba
    Luas tanah aset gereja : 12 x 23 m (276m) hibah dari Nerang Karo-karo tahun 1956. Surat Hibah tanggal 2 Februari 1997.
    Tanah ukuran baru : 21 x 12 m (252 m) terbuat dari semi permanen. Ukuran 8 x 12 m.
    Nama pelindung gereja : St. Yohanes Rasul

    f. Stasi Cingkes
    Stasi dibuka pada : 1966
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Artis Sembiring dan Bapak Arus Ginting (pindah ke GBKP)
    Luas tanah aset gereja : 18 x 25 m
    Tahun pembelian : 6 Agustus 1969
    Pembangunan gereja darurat : 1966. Pada 23 Juli 1969 Gereja dibangun oleh Bp. Madan berukuran 7 x 9 dan diberkati pada 5 Oktober 1969. Pada 16 Juni 2006 dibangun kembali Gereja baru.
    Nama pelindung gereja : St. Maria Diangkat ke Surga

    g. Stasi Ujung Bawang
    Stasi dibuka pada : 1982
    Dibuka oleh : Pastor Thomas Sinabarita OFMcap, Pastor Anggiat Sihotang Pr, Pastor Antonius Siregar OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 20 x 18 m
    Tahun pembelian : 1 Maret 1974
    Pembangunan gereja : Gereja awal dibangun darurat pada tanggal 13 Juni 2005
    Nama pelindung gereja : St. Maximilianus Kolbe OFM Konv.

    h. Stasi Talimbaru
    Stasi dibuka pada : 1953
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap, Bapak Palas Perangin-angin, Mancang Sitepu, Tambat Barus
    Luas tanah aset gereja : 15 x 15 m
    Tahun hibah : 10 Desember 1953
    Dihibahkan oleh : Motor Barus dan Ngulih Barus
    Luas bangunan gereja saat ini : 11 x 14 m
    Nama pelindung gereja : St. Fransiskus Xaverius

    i. Stasi Dokan
    Stasi dibuka pada : 1950
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMcap dan Jangasi Ginting/Purba
    Luas tanah aset gereja : -
    Tahun pembelian : 1950
    Pembangunan gereja : 1951 (Gedung gereja diganti jadi permanen pada tahun 1987 dengan ukuran 8 x 12 m.) ;
    2. Rayon Tiga Panah
    a. Stasi Suka
    Stasi dibuka pada : 1953
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 8 x 12 m
    Tahun pembelian : 18 Mei 1967
    Pembangunan gereja : 1961 (Pada tahun 1995 Gereja dibangun kembali karena perkembangan umat)
    b. Stasi Suka Nalu
    Stasi dibuka pada : 1963
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 41 x 39 m
    Tahun pembelian : Lahan gereja pertama dijual dan diganti dengan tapak gereja baru yang dibeli pada 30 Maret 1967 dengan luas 41 x 39 m.
    Pembangunan gereja : 1967 luas 12 x 8 m oleh Pak Madan Sitepu. Gereja selanjutnya dibangun pada tahun 1989.
    Nama pelindung gereja : St. Paulus
    c. Stasi Bunu Raya
    Stasi dibuka pada : 1970
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 10 x 20 m (26 Desember 1977)
    Tahun pembelian : 26 Desember 1977
    Pembangunan gereja : 1977 dan dibangun kembali 11 Januari 2004 (13 x 23 m)
    d. Stasi Kubu Simbellang
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Bapak Mbaru Lingga
    Pembangunan gereja : Gereja Darurat 1967
    Renovasi Bangunan Gereja : 2021
    e. Stasi Bulan Julu 
    Stasi dibuka pada : 1976
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap, Limakuta Girsang, Maju Tarigan dan Sada Ukut Kemit (Tiga Panah)
    Gereja Sekarang diresmikan : 2021
    Nama pelindung gereja : Sta. Maria Diangkat ke Surga
    f. Stasi Bulan Jahe
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap dan Pastor Kleopas van Laarhoven OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 15 x 35
    Tahun pembelian : 1 Februari 1969
    Pembangunan gereja : 1970 dan pada tahun 2004 dibentuk panitia pembangunan untuk membangun gereja baru
    Nama pelindung gereja : St. Petrus
    g. Stasi Pertumbuken 
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Tanah aset gereja : 12 x 8 m (Dibangun pada tahun 1985)
    Tahun pembelian : 10 Oktober 1967
    Pembangunan gereja : 1985
    h. Stasi Tiga Panah 
    Stasi dibuka pada : 1955
    Dibuka oleh : P. Maximus Brans OFMcap dan b. Ngolu Purba
    Luas tanah aset gereja: 20 x 50 m
    Tahun Pembelian : 20 November 1967
    Pembangunan gereja : 1968 (12 x 8 m)
    Diberkati oleh Mgr. Ferrerius van den Hurk OFMcap pada tanggal 22 September 1968
    Nama pelindung gereja : St. Padre Pio
    i. Stasi Ketaren
    Stasi dibuka pada : 1967
    Dibuka oleh : Pastor Licinus Fasol-Ginting OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 12 x 20 m (240 m persegi)
    Tahun pembelian : 1978
    Pembangunan gereja : 1979 (7 x 13 m) – semi permanen
    Nama pelindung gereja : -
    j. Stasi Kutakepar
    Stasi kuta kepar berkembang dari stasi Suka. Rencana pendirian stasi ini di mulai tahun 2013. Pemberkatan gereja dilaksanakan pada tahun 2016 0leh Mgr. Pius Datubara
    k. Stasi Seberaya
    Stasi dibuka pada : 1955
    Dibuka oleh : Pastor Maximus Brans Sitepu OFMCap
    Luas tanah aset gereja : 20 x 18 m
    Tahun pembelian : 1 Maret 1974
    Pembangunan gereja : Gereja awal dibangun dengan dinding bambu. Pada tahun 1974 gereja lama dibongkar dan dipindahkan ke Kuta Mbelin.
    Nama pelindung gereja : -
    C. Model Kerasulan

    Para pastor yang berkarya di paroki Santa Perawan Maria sangat baik dan semangat dalam melaksanakan karya kerasulan sebagai seorang pewarta Injil. Para pastor melakukan banyak tugas pelayanan seperti: kunjungan stasi-stasi, pelayanan sakramen-sakramen, seperti: Ekaristi, perkawinan dan orang sakit, tobat, adorasi dan pemberkatan rumah dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen: baptis, komuni pertama, krisma dan pemeriksaan kanonik untuk perkawinan.

    Untuk memperdalam penghayatan iman kekatolikan, para Pastor selalu setia mengadakan sermon (katekese) perihal kehidupan pendalaman iman gereja katolik. Sermon atau katekese ini di laksanakan secara rutin setiap bulan dengan mengundang para pengurus gereja, seksi-seksi dalam kepengurusan gereja dan juga umat Allah.

    Umat katolik paroki SPM memiliki semangat yang tinggi untuk merayakan Ekaristi. Hal itu tampak dari banyaknya permintaan umat kepada para pastor untuk melayankan Ekaristi baik untuk keluarga, lingkungan ataupun stasi. Umat paroki SPM sangat meyakini dan menginginkan bahwa setiap kegiatan penting sebisa mungkin diisi dengan Ekaristi. Niat dan penghayatan umat yang tinggi akan imannya menjadikan para pastor sering melakukan kerasulan ke lingkungan dan stasi. Para pastor hampir setiap hari memiliki jadwal pelayanan ke lingkungan dan stasi untuk melayankan pelayanan sakramen.

    Para pastor yang melayani di paroki SPM juga melakukan pelayanan dalam kelompok-kelompok kategorial (BIAK, OMK, Paduan Suara, Kerahiman Ilahi, Kumpulan perbapaan dan perkumpulan Pernanden). Para pastor memimpin dan membimbing umat dalam kelompoknya masing-masing demi kemajuan kehidupan religius umat beriman. Para pastor beserta pengurus Gereja sangat aktif dan semangat dalam melaksanakan tugas pelayanan di seksi masing-masing.

    Dalam pemberdayaan ekonomi umat, paroki SPM hadir melalui seksi PSE untuk memberikan penyuluhan dalam bidang pertanian. Sebab 80% dari umat di paroki adalah petani. Maka dari itu, paroki ini telah membentuk tiga kelompok tani untuk mengembangkan perekonomian umat Allah.

    Selain dari pada itu, paroki SPM juga mengelola sekolah PAUD yang berada di stasi sukanalu dan serberaya. PAUD Santa Maria Sukanalu didirikan dan dibuka pada tahun 2003. Pada awal didirikan PAUD Santa Maria ini adalah atas inisiatif umat setempat dan didukung oleh Pastor Leo Joosten OFM.Cap, yang pada waktu itu sebagai Pastor Paroki Santa Perawan Maria Di angkat Ke surga Kabanjahe. Dengan berdirinya PAUD ini diharapkan anak -anak usia dini mendapatkan pendidikan taman kanak-kanak khususnya yang tinggal di pedesaan. Awal dibuka PAUD ini banyak orang tua yang mempercayakan anak-anak mereka untuk dididik dan berkembang bukan hanya dalam ilmu pengetahuan tetapi juga dalam iman dan budi pekerti dibawah pimpinan seorang umat yang merangkap menjadi guru sekaligus sebagai Kepala Sekolah, namun melihat perkembangan PAUD supaya lebih efektif, maka pihak Yayasan dalam hal kepeminpinan selanjutnya PAUD dipercayakan kepada Suster SFD menjadi Kepala sekolah dan merangkap sebagai guru di PAUD tersebut, dengan harapan PAUD (TK) Santa Maria menjadi lebih berkembang.

    D. Para Pastor yang Bertugas

    Gereja Katolik Paroki SPM Kabanjahe semakin berkembang dengan pesat dalam bidang kerasulan dan petambahan umat dari tahun ke tahun. Hal ini tidak terlepas oleh para gembala yang berusaha memberikan pelayanan dalam bidang pastoral. Di bawah ini adalah para pastor yang pernah bertugas:

    1. Pastor Elpidius van Duijnhoven (1948-1949)
    2. Pastor lukas Renders (1949) 
    3. Pastor Maximus Brans (1948-1962) 
    4. Pastor Licinus Fasol-Ginting (1962-1984) 
    5. Pastor Theodosius Van Eijk (1953-1965) 
    6. Pastor Marianus Van den Acker (1960-1962;1966-1968) 
    7. Pastor Ildofonsus van Atraalen (1961) 
    8. Pastor Fredericus Finaut (1961) 
    9. Pastor Paduanus Kramer (1948-1962) 
    10. Pastor Kleopas van Laarhoven (1965) 
    11. Pastor Stefanus Krol (1970) 
    12. Pastor Yustinus Tambunan (1970) 
    13. Pastor Mikhael Hutabarat (1973-1980) 
    14. Pastor Timoteus Sinaga (1976-1980) 
    15. Pastor Simon Sinaga (1977-1986) 
    16. Pastor Redemptus Simamora (1980-1982) 
    17. Pastor Thomas Sinabariba (1981-1984) 
    18. Pastor Ignatius Simbolon (1981-1984;1997-1998) 
    19. Pastor Nestor Manalu(1984-1988) 
    20. Pastor Anselmus Haloho {1985) 
    21. Pastor Philipus Manalu (1985-1989) 
    22. Pastor Yan van Maurik (1986-1987) 
    23. Pastor Gabriel Lumban Tobing (1986-1996) 
    24. Pastor Monaldus Banjarnahor (1989-1993)
    25. Pastor Albert Pandiangan (1991-1993)
    26. Pastor Urbanus Tamba (1992)
    27. Pastor Laurentius Sinaga (1993-1997)
    28. Pastor Heribertus Cartono (1994-1997) 
    29. Pastor Antonius Siregar (1996-2002) 
    30. Pastor Anggiat Sihotang 91997-2001) 
    31. Pastor Uliraja Simarmata (1997-2002) 
    32. Pastor Leo Joosten 1998-2005) 
    33. Pastor Marselino Simamora (1998-1999) 
    34. Pastor Kornelius Sipayung (1999-2002) 
    35. Pastor Marianus Manullang (2002-2003) 
    36. Pastor Stefanus Kota Tarigan (2002-2003) 
    37. Pastor Moses Situmorang (2002-2003) 
    38. Pastor Maximilianus (2002) 
    39. Pastor Adrianus Sembiring (2003-2006) 
    40. Pastor Stefanus Sihotang (2005-2008) 
    41. Pastor Martinus Sarjan(2005-2009) 
    42. Pastor Bernardus Sijabat (2010-2015) 
    43. Pastor Rudi Sitanggang (2013-2017) 
    44. Pastor Gundo Saragih (2015-2021) 
    45. Pastor Dedi ananta Sembiring (2020-Sekarang) 
    46. Pastor Jameslin Damanik (2019-2021) 
    47. Pastor Daniel Manik (2021-Sekarang)
    E. Lembaga Hidup Bakti (Sukter-Suster Fransiskanes Dongen)

    Prefek Apostolik di Padang Mgr. Liberatus Cluts mengutur pastor Mattheus de Wolf OFMCap (pastor di Medan) ke Belanda pada Januari 1921. Beliau diutus untuk mencari kongregasi-kongregasi suster yang bersedia untuk mengambil bagian dalam karya kerasulan Ordo Kapusin di Sumatera Utara. Pastor De Wolf pergi ke kota kecil Dongen, rumah induk Kongregasi suster Fransiskanes Dongen dan berbicara dengan Pemimpin Umum Kongregasi SFD. Dewan pimpinan umum SFD sudah berencana memperluas kegiatannya ke luar negeri. Mereka langsung berjanji akan mengutus beberapa suster ke Sumatera Utara. Tujuan mereka ialah untuk menolong Ordo Kapusin yang sedang menanam Gereja Katolik di Sumatera Utara dan membuka sekolah-sekolah Katolik supaya banyak orang pribumi diterangi cahaya iman Katolik. Waktu pimpinan umum mulai mempersiapkan semuanya, Mgr Liberatus Cluts OFMcap meninggal dunia di Padang dan Pastor Mathias brans OFMcap resmi diangkat sebagai penggantinya.

    Pada akhir tahun 1922, kontrak Prefektur dengan SFD ditandatangi dan enam suster diutus. Pada 1 April 1923 mereka sampai ke Belawan dan disambut dengan senang hati oleh Mgr. Mathias Brans dan Pastor de Wolf. Para suster mendirikan sekolah St. Yoseph dan diberkati pada 2 Juli 1923. Pada tahun 1926 rumah suster dan Asrama dibuka dengan resmi. Pada tahun 1926, 11 suster Missionaris SFD pergi untuk pertama kalinya ke Kabanjahe. Mgr. mathias Brans, Prefek Apostolik Padang telah membeli sebuah rumah untuk sementara dengan biaya dari Prefektur.

    Pada tanggal 25 Juli 1954 dimulai komunitas baru di Kabanjahe. Pemimpin komunitas ialah Zr. Constantinen. Dia mengurus SD. Sr, Bibiana untuk sekolah Frobel/TK dan Suster Maria Magdalena untuk Asrama. Rumah Suster pada waktu itu sedang dibangun dan para suster untuk sementara waktu tinggal di pastoran. Kerasulan di Kabanjahe menghasilkan buah yang baik. Masyarakat pribumi memiliki minat untuk terlibat sepenuhyna dalam karya para Misionaris. Pada 1955, dibuka Novisiat dengan ibu Novis yang pertama Zr. Mauritia.

    Suster Fransiskanes Dongen ingin melayani kesehatan masyarakat setempat dan mereka membuka Poliklinik. Di samping kesehatan, pendidikan di sekolah pun diperhatikan. Pada tanggal 1 Agustus 1954 TK Sint Xaverius dibuka. Pada tahun 1990, SFD menangani kembali SD St. Yosep di Jl. Let. Perangin-angin no. 11 kabanjahe. Suster SFD ingin mengangkat harkat wanita karena itu Asrama St. Teresia yang didirikan oleh para missionaris tetap dikelola sampai saat ini.

    Pada Agustus 1954, Sekolah Kepandaian Puteri (SKP) dibuka oleh SFD. Sesuai Visi SFD yang mengangkat harkat wanita dan SKP ini digemari oleh orang karena pada waktu itu keterampilan Putri sangat penting. Seiring berkembangnya zaman, minat masyarakat masuk SKP berkurang sehingga SKP diganti menjadi SMP Maria Goretti. SFD juga menangani sekolah SMP-SMA Santa Maria Kabanjahe dan Asrama Putera dan Komunitas Fioretti Kabanjahe.

    Pada saat ini, para suster SFD yang berada di biara Maria Ratu Dame, bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan. Para suster memiliki poliklinik yang diberi nama Klinik Bakti murni yang dilengkapi dengan satu Apotik. Sedangkan sekolah yang mereka tangani adalah SMA St. Maria, SD St. Yosef dan TK St. Saverius. Sekolah tepat berada di samping bangunan gereja paroki.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Siborongborong

    Pelindung
    :
    Santo Kristoforus
    Buku Paroki
    :
    Sejak 25 September 2012. Sebelumnya termasuk dalam Paroki Lintongnihuta, Tarutung, dan Dolok Sanggul.
    Alamat
    :
    Jl. Siswa No.32, Siborong-borong, Tapanuli Utara – 22474
    HP.
    :
    0633 - 41628 / 0821-6435-7388
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.636 KK/ 7.024 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    22
    01. Aritonang
    04. Batubinumbun
    07. Hariara Silaban
    10. Lobu Siregar
    13. Pangambatan
    16. Purba Sinomba
    19. Sipultak
    22. Sitiotio
    02. Bahal Batu
    05. Buhit Nangge
    08. Huta Bulu
    11. Onan Runggu
    14. Pealinta
    17. Sibaragas
    20. Sitabotabo
     
    03. Bariba Niaek
    06. Dolok Bintatar
    09. Huta Ginjang
    12. Pamansuran
    15. Pulo Sibandang
    18. Simatupang
    21. Sitinjo
     
    RP. Krispianus Kia Anen, SVD
    05.09.’67
    Parochus
    RP. Korinus Budaya, SVD
    05.02.’83
    Vikaris Parokial
     

    Sejarah Paroki St. Kristoforus | Siborong-borong

    Sejarah Singkat Paroki (klik untuk membaca)
    PENDAHULUAN
    Paroki St. Kristoforus Siborongborong merupakan pemekaran dari Paroki St. Koendraad Parzham Lintongnihuta. Penetapan paroki ini berdasarkan SK Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan, No.515/PAR/BOR/KA/IX/2013 tertanggal 25 September 2013 dengan nama Pelindung St. Kristoforus Siborongborong, dan SK Bapak Uskup Keuskupan Agung Medan No.516/PAR/BOR/KA/IX/2013 menetapkan 23 Stasi. Berdasarkan SK tersebut 16 stasi dari Paroki St. Koendrad Parzham Lintongnihuta, 6 Stasi dari Paroki St. Fidelis Dolok Sanggul dan 1 stasi dari Paroki St. Maria Tarutung.
    Wilayah Paroki St. Kristofurus Siborongborong berada pada wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dan tersebar pada 4 kecamatan. Kecamatan Muara, 6 stasi (St. Yosef Baribaniaek, St. Antonius Sitotio, Aritonang, Simatupang, Batubinumbun, Pulo Sibandang), Kecamatan Pagaran, 5 stasi (St. Maria Ratu Rosari Pamansuran, Sipultak, St. Paulus Sibaragas, Kristus Raja Semesta Alam Pealinta, St. Lusia Onan Runggu dan St.arkus Dolok Bintatar), Kecamatan Siborongborong, 11 stasi (St. Yakobus Siborongborong, St. Petrus Pagambatan, St. Andreas Lobu Siregar, Hariara Silaban, St. Paulus Huta Bulu, St. Theresia Ginjang, St. Fidelis Buhit Nangge, Purba Sinomba, St. Thomas Sitabotabo, St. Nikolaus Bahabatu). Kecamatan Sipahutar, 1 stasi (Sitinjo).
    Pastor paroki pertama adalah RP. Plavianus Lidi, SVD. Dan selanjutnya pastor yang melayani, RP. Viktorianus Yanto Laung, SVD (Pastor Paroki) dan RP. Anton Lelaona, SVD, Br Karolus Ferdinando K S, SVD , SVD. (Pastor & Bruder Rekan , PR. Krispianus Kia Anen, SVD (Pastor Paroki) dan RP. Yohanes G Seran, SVD (pastor rekan).
    DATA STASI DAN LINGKUNGAN
    PAROKI ST. KRISTOFORUS SIBORONGBORONG

    No

    Nama Pelindung Stasi & Tanggal Pesta/Peringatan

    Nama Lingkungan

    Tanggal Pesta/ Peringatan Pelindung

    Tahun Berdiri

    1

    St. Kristoforus
    Siborongborong

    (25 Juli)

    St. Lusia

    13 Desember

    1971

    St. Theresia

    1 Oktober

    St. Yoseph

    19 Maret

    St. Fransiskus Asisi

    4 Oktober

    2

    St. Andreas Lobu Siregar

    (30 Nopember)

    St. Yoseph

    19 Maret

    1962

    St. Paulus

    29 Juni

    St. Maria

    1 Januari

    St. Filipus

    3 Mei

    3

    St. Mateus Hariara Silaban

    (21 September)

    -

    21 September

    1975

    4

    St. Petrus Pagambatan

    (22 Pebruari)

    St. Maria

    1 Januari

    1959

    St. Paulus

    29 Juni

    St. Lusia

    13 Desember

    5

    St. Thomas Sitabotabo

    (3 Juli)

    St. Maria

    1 Januari

    1936

    St. Bonaventura

    15 Juli

    St. Timoteus

    26 Januari

    St. Yoseph

    19 Maret

    6

     

    St. Markus Dolok Bintatar

    (25 April)

     

    -

    25 April

    1953

    7

    St. Nikolaus Bahal Batu

    (6 Desember)

    -

    6 Desember

    1963

    8

    St. Yustinus Sitinjo

    (1 Juni)

    St. Maria

    1 Januari

    1962

    St. Yustinus

    1 Juni

    9

    St. Yoseph Sipultak

    (1 Mei)

    St. Maria Goretti

    6 Juli

    1967

    St. Yohanes

    18 Mei

    10

    St. Maria Ratu Rosari Pamansuran

    (7 Oktober)

    St. Paulus

    29 Juni

    1953

    St. Maria

    1 Januari

    11

    St. Paulus Sibaragas

    (29 Juni)

    St. Maria

    1 Januari

    1934

    St. Paulus

    29 Juni

    12

    Kristus Raja Semesta Alam Pealinta

    St. Maria

    1 Januari

    1951

    St. Theresia

    1 Oktober

    St. Petrus

    22 Pebruari

    St. Lusia

    13 Desember

    St. Yoseph

    19 Maret

    13

    St. Lusia Onan Runggu

    (13 Desember)

    -

    13 Desember

    1960

    14

    St. Paulus Huta Bulu

    (29 Juni)

    St. Yoseph

    19 Maret

    1959

    St. Fidelis

    24 April

    St. Petrus

    22 Pebruari

    St. Maria

    1 Januari

    15

    St. Theresia Huta Ginjang

    (1 Oktober)

    -

    1 Oktober

    1978

    16

    St. Fidelis Buhit Nangge

    (24 April)

    St. Maria

    1 Januari

    1968

    St. Yoseph

    19 Maret

    17

    St. Benediktus Purba Sinomba

    (14 Maret)

    -

    14 Maret

    1971

    18

    St. Fransiskus Aritonang

    (4 Oktober)

    -

    4 Oktober

    1938

    19

    St. Maria Batu Binumbun

    (8 Desember)

    St. Paulus

    29 Juni

    1935

    St. Yohanes

    18 Mei

    St. Petrus

    22 Februari

    20

    St. Paulus Simatupang

    (29 Juni)

    St. Lusia

    13 Desember

    1957

    St. Petrus

    22 Februari

    21

    St. Antonius Sitiotio

    (13 Juni)

    St. Maria

    1 Januari

    1938

    St. Petrus

    22 Pebruari

    St. Mikael

    29 September

    22

    St. Yoseph Baribaniaek

    (19 Maret)

    St. Petrus

    22 Pebruari

    1994

    St. Yoseph

    19 Maret

    23

    St. Petrus Pulo Sibandang

    (22 Pebruari)

    -

    22 Februari

    1978

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tiga Juhar

    0
    Pelindung
    :
    Santa Katarina
    Buku Paroki
    :
    Sejak 11 Agustus 2011. Sebelumnya bergabung dengan Paroki St. Yoseph Delitua
    Alamat
    :
    Jl. Veteran No. 1, Tiga Juhar, Kec. Sinembah Tanjung Muda Hulu, Deli Serdang - 20582
    Telp.
    :
    0852-9616-6828
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.140 KK / 3.995 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    14
     
    01. Buntu
    04. Karya Jaya
    07. Pangkasilo
    10. Simada-mada
    13. Tanjung Raja
    02. Deleng Gerat
    05. Kuta Jurung
    08. Rumah Sumbul
    11. Talapeta
    14. Tanjung Timur
    03. Durin Tinggung
    06. Namo Linting
    09. Sibunga-bunga
    12. Tanjung Bampu
     
    RP. Silverius Gilbert P. Hutauruk OFMConv
    21.11.’83
    Parochus
    RP. Richardus Natun OFMConv
    17.07.'90
    Vikaris Parokial
         
         
         

     

    Lokasi Paroki :

     

    Paroki Berastagi

    Pelindung

    :

    Santo Fransiskus Asisi

    Buku Paroki

    :

    20 Februari 2005. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Kabanjahe

    Alamat

    :

    Jl. Letjen Jamin Ginting, Desa Sempajaya, Berastagi, Tanah Karo – 22156, Sumatera Utara

    Telp.

    :

    0628 – 93564

    Email

    :

    [email protected]

    Jumlah Umat

    :

    3.215 KK/ 10.566 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi

    :

    21

    01. Aji Buhara
    04. Barus Julu
    07. Doulu Kuta
    10. Juma Padang
    13. Paribun
    16. Sampun
    19. Serdang
    02. Aji Julu
    05. Basam
    08. Doulu Pasar
    11. Kubucolia
    14. Raya
    17. Semangat Gunung
    20. Sukajulu/ Tigajumpa
    03. Barus Jahe
    06. Merdeka
    09. Gurusinga
    12. Sada Perarih
    15. Rumah Rih
    18. Siberteng/ Kabung
    21. Tanjung Barus

    RP. Evangelis Pardede OFMCap

    20.10.’77

    Parochus

    RP. Ucok Dani Irawan Manik OFMCap

    15.03.'92

    Vikaris Parokial

    Sejarah Paroki St. Fransiskus Asisi | Berastagi

    A. Sejarah Awal (klik untuk membaca)

    Sebelum pendudukan Jepang dan juga sesudahnya, Pastor Elpidius van Duynhoven, OFMCap (1906-1993), yang tinggal di Simalungun sudah sering mengunjungi kampung di Tanah Karo untuk mengabarkan sukacita Injil, termasuk ke kampung-kampung yang masuk teritorial paroki Berastagi sekarang ini. Sebelum berangkat ke kampung-kampung beliau biasanya menjumpai Pastor Mattheus de Wolf OFMCap (1865-1950) yang bertempat tinggal di biara suster Fransiskanes St. Elisabet (FSE), komunitas St. Lidwina di Berastagi. Dalam rangka kunjungan-kunjungan itu Pastor Elpidius van Duynhoven (sering disebut Opung Dolok) membuka stasi Berastagi dan Sukajulu pada tahun 1939 (lihat Mbuah Page Nisuan dan Kenangan Tujuh Puluh Lima Tahun Gereja Katolik Tanah Karo.).

    Sejak tahun 1934 suster FSE sudah membuka komunitas pelayanan untuk korban TBC di wilayah Berastagi. Namun rumah pelayanan itu dibakar oleh tentara Jepang waktu Revolusi Perang Dunia II dan para suster dibawa untuk diisolasi di Pamingke. Pada tanggal 3 Agustus 1948, Pastor Maximus Brans OFMCap bertemu dengan Pastor Elpidius van Duynhoven OFMCap di Berastagi untuk merancang pendirian paroki Tanah Karo seturut penugasan uskup Medan, Mgr Matthias Brans. Ketika itu sudah ada 30 keluarga Katolik di Sukajulu dan 10 keluarga Katolik di Berastagi. Selebihnya, 10 keluarga di Kabanjahe dan 9 keluarga di Sumbeikan (Lawe Deski). Data ini mengungkapkan satu fakta bahwa pada awal mula pembukaan paroki Tanah Karo, umat Katolik yang berdomisili di wilayah paroki Berastagi lebih banyak jumlahnya daripada yang berada di Kabanjahe ditambah dengan yang berada di Sembeikan.

    Keberadaan umat Katolik di Sukajulu dan Berastagi dapat dikatakan sebagai cikal bakal penting dalam pendirian Paroki Tanah Karo pada tahun 1948 tersebut. Namun karena kota Kabanjahe merupakan kota terbesar di Tanah Karo, lagi pula sebagai pusat pemerintahan dan perniagaan, serta letaknya yang lebih sentral dibanding Berastagi, maka pusat paroki didirikan di Kabanjahe bertempat di atas tanah di mana suster kongregasi SFD sudah mendirikan komunitas sejak tahun 1937.

    B. Dinamika Perkembangan Stasi Sukajulu dan Sekitarnya
    Sejarah Paroki Berastagi 1

    Sejak awal pendirian paroki Tanah Karo, selain mengusahakan sarana fisik berupa pendirian rumah darurat sebagai pastoran, pastor Maximus Brans dan pastor Elpidius van Duynhoven seketika itu jugamengutus seorang katekis awam (guru agama) bernama Nimbasi Purba untuk membimbing “perpulungen” di Sukajulu.

    Ada sebanyak 30 keluarga Katolik di Sukajulu pada waktu itu. Dari catatan periode 1939- 1952 buku Mbuah Page Nisuan yang ditulis P. Leo Joosten Ginting, OFMCap teranglah bahwa setahun kemudian tepatnya pada tanggal 18 Juli 1949 sudah sebanyak 130 orang berminggu di gereja simpang Sukajulu, yang didirikan pada tahun 1940. Pada tanggal 04 September 1949 diadakan permandian massal untuk 60 orang, diantaranya adalah: Ngambang Sitepu, Ngerat Sitepu, Gering Sitepu, Surung Sitepu, Netap Sembiring, Meja Ginting, Tangsi Karo-karo, Loh Sembiring dan Gugung Ginting.

    Di Kubucolia sendiri, atas jerih payah pastor Maximus Brans dan Bpk. Nimbasi Purba pada tanggal 04-09-1949 telah dipermandikan umat sebanyak 57 orang oleh pastor Brans didampingi pastor Elpidius. Umat Katolik dari Kubucolia ini awalnya beribadat di gereja simpang Sukajulu.

    image

    Karena terjadi perang dan masyarakat harus mengungsi, sempat terjadi kemerosotan kehadiran umat yang beribadat di gereja itu, kemudian walau perang telah usai dan masyarakat telah pulang kampungnya masing-masing, gereja sempat dialihfungsikan menjadi gudang. Gereja itu kemudian dibongkar serta papan-papannya dipindahkan untuk mendirikan gereja di Kubucolia.

    Semangat menggereja umat Katolik Stasi Kubucolia selain mewarnai dinamika awal perkembangan Gereja Katolik di seputaran daerah ini, dari stasi ini pula kemudian berasal pastor pertama dari masyarakat Karo Katolik yang bernama Semangat Sembiring atau lebih dikenal dengan pastor Elias Sembiring, OFMCap.

    image

    Pelayanan beliau selama berkali-kali menjadi Vikjen Keuskupan Agung Medan tentu juga ikut mewarnai dinamika perkembangan Keuskupan kita ini. Beberapa tahun sesudahnya tepatnya pada periode 1953-1993, gereja papan Sukajulu kembali dibangun bertempat di lokasi gereja St. Yohanes Don Bosco sekarang berada. 

    Gereja itu ditujukan untuk tempat beribadat bagi tuan rumah: Sukajulu dan Tigajumpa, juga untuk umat Katolik dari kampung-kampung sekitar, yakni dari: Paribun, Jumapadang, Barusjahe dan Serdang. Barusjahe kemudian menjadi stasi tersendiri mekar pada tahun 1960 (baptis pertama 1969), Paribun pada tahun 1966 (baptis pertama tahun tahun 1967), dan Serdang pada tahun 1978 (baptis pertama tahun 1980), Jumapadang pada tahun 1982 (baptis pertama tahun 1983). Sampai sekarang, setasi-stasi ini tetap dalam satu koordinasi rayon, yakni rayon Alverna.

    Pada tahun 2003 direncanakanlah pembangunan gereja Sukajulu-Tigajumpa yang baru bernuansa inkulturatif Karo. Misa peletakan Batu Pertama dipimpin oleh Uskup Mgr. Pius Datubara yang dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2004. Setelah beberapa kali acara pengumpulan dana diadakan, gereja selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 2007. Jumlah umat Katolik Stasi Sukajulu Tigajumpa pada tahun 2006 sebanyak 250 KK.

    image
    C. Dinamika Perkembangan Stasi Berastagi

    Ketika stasi Berastagi dibuka oleh pastor Elpidius van Duynhoven pada tahun 1939, sebagaimana telah disebut di atas, sudah ada 10 keluarga (38 orang) Katolik Di Berastagi. Kebanyakan dari keluarga Katolik itu merupakan perantau dari Samosir yang sudah dibaptis di kampung halamannya dan beberapa di antaranya diterima resmi dari Gereja Protestan. Air baptisan yang diterimanya menghubungkan persaudaran baru dan kental dengan beberapa keluarga Karo yang kemudian menerima air baptisan yang sama dari pastor Elpidius itu. Sebelum tahun 1949 pastor Maximus Brans juga mempermandikan 14 orang menjadi umat Katolik di Berastagi. Keluarga-keluarga Katolik di Stasi Berastagi awalnya beribadat di sebuah rumah kecil yang kosong yang letaknya di sekitar Pasar Berastagi yang sekarang.

    image

    Karena pertambahan umat kemudian rumah itu tidak muat lagi. Mereka mencari tempat yang baru dan mendapatkan tempat peribadatan yang baru yakni sebuah gudang atau garasi bekas peninggalan Belanda di Komplek SMA Negeri 1 Berastagi yang sekarang. Pengurus Gereja Stasi Berastagi pada saat itu yakni, Ketua: Gidion Sigiro; Sekretaris: Marulitua Sianipar dan Bendahara: Lantom Sagala. Tempat ini kemudian diambil-alih oleh orang Tionghoa dan dijadikan sekolah.

    Karena sulitnya mendapatkan tempat yang baru, pada tahun 1952 akhirnya mereka pindah ke salah satu bagian dari bangunan rumah suster FSE yang tidak ikut terbakar di kompleks susteran Maranatha. Di tempat ini pernah dilaksanakan permandian untuk 65 orang, paschantes italic 75 orang dan ada katekumen 10 orang. Karena umat merasa tempat di Maranatha terlalu jauh, kemudian Bpk. J. Lantom Sagala memberikan loteng rumahnya untuk dijadikan tempat beribadat. Pada tahun 1958 stasi ini mendapatkan sebidang tanah bekas pembuangan sampah kota Berastagi yaitu pertapakan gereja pertama stasi Berastagi, yang mulai dibangun pada tahun 1962 oleh Bruder Victricius, Humilis dan Bapak Bungaru Ginting.

    Pada tanggal 15 Oktober 1967 Uskup Mgr. Ferrius van Hurk memberikan Krisma kepada 257 orang di Berastagi. Ini membuktikan bahwa kehidupan menggereja di Stasi ini sungguh dilandasi nilai militansi dan semangat yang tinggi. Adapun totoh-tokoh awam Gereja Katolik dari Stasi Berastagi yang selain gigih menyemangati mendorong kemajuan kehidupan menggereja baik di stasi Berastagi sendiri maupun yang terjun berevangelisasi ke stasi-stasi untuk menyemangati dan mendorong kemajuan stasi-stasi yang baru dibuka di seputaran rayon Berastagi, di antaranya adalah: Gidion Sigiro, Marulitua Sianipar, J. Lamtom Sagala, J. Liman Sagala, Julius Limbong, Argius Sagala, Ndelmat Tarigan, Saur Simamora, Aleksander Sinaga, Njeno Sinuhaji, Ngerajai Sitepu, Kenek Tarigan, Marsudin Sinaga dan Naman Barus. Dan jejak-jejak mereka kemudian diteruskan oleh Zakaria Sinuhaji dan Manggung Sembiring, Saut Pasaribu.

    Pertambahan umat yang pesat menjadikan gereja Berastagi semakin lama semakin tidak memadai lagi dalam menampung jumlah kehadiran warga Katolik yang datang berkumpul merayakan imannya. Beberapa tahun mengadakan kebaktian dengan menambah kursi-kursi di luar gereja sampai ke jalan umum. Di samping itu, dirasakan bahwa pantaslah umat Katolik Berastagi memiliki gereja yang lebih besar karena direncanakan oleh Keuskupan Agung Medan, Berastagi menjadi paroki tersendiri dalam waktu dekat. Paroki Kabanjahe dipandang sudah terlampau luas, memiliki umat yang terbesar di Keuskupan Agung Medan, yakni 39.993 jiwa (statistik tahun 2000).

    Tambah lagi bahwa perlu dibangun suatu gereja inkulturatif arsiktektur Karo dan Berastagi dianggap sebagai kota yang paling cocok untuk gereja bernuansa Karo, karena Berastagi adalah kota pariwisata. Pertapakan gereja dan lokasi pastoran seluas 7200m² dibeli dari keluarga Nelang Sembiring (pemilik hotel Bukit Kubu), dan berada di pinggi jalan besar.

    Pada tanggal 19 Mei 2001 dilaksanakan peletakan batu pertama gereja inkulturatif oleh Bapak uskup Agung Medan, Mgr Pius Datubara. Arsitek gereja adalah Ir. Henry Lumban Gaol (Unika Medan) dan pemborongnya Bruder Anianus Snik OFMCap, kepala Pusat teknik Katolik Medan (PTK. KAM).

    Pada tanggal 20 Februari 2005 gereja inkulturatif Karo di Berastagi diberkati oleh Mgr. Pius Datubara, Uskup Agung Medan, di dampingi Uskup Padang, Mgr Martinus D. Situmorang bersama lebih dari 30 imam, dari dalam dan luar Negeri. Perayaan itu dihadiri oleh ribuan umat dan undangan. Pada akhir Ekaristi Kudus Mgr. Pius Datubara mengumumkan kepada umat bahwa pada hari itu juga tanggal 20 Februari 2005 hadir satu paroki baru di Keuskupan Agung Medan yaitu: Paroki Berastagi dengan pelindung St Fransiskus Assisi.

    D. Dua Puluh (20) Stasi Masuk ke Paroki Berastagi

    Berdasarkan catatan sejarah, setelah paroki Tigabinga dimekarkan pada 22 April 1979, setidaknya sejak tahun 1980-an sudah ada pembagian wilayah di Paroki Kabanjahe untuk mempermudah kordinasi pelayanan. Bahkan para pastor juga dibagi tugas menurut wilayah tersebut. Salah satu dari beberapa wilayah itu adalah daerah Berastagi. Stasi-stasi di seputaran Berastagi yang masuk ke wilayah (rayon) Berastagi, paroki Kabanjahe pada masa itu yakni:
    1. Ajibuhara;
    2. Ajijulu;
    3. Barusjahe;
    4. Basam;
    5. (Induk)Berastagi;
    6. Doulu;
    7. Gurusinga;
    8. Jumapadang;
    9. Kubucolia;
    10. Merdeka;
    11. Paribun;
    12. Raya;
    13. Rumahrih;
    14. Sadaperarih;
    15. Sampun;
    16. Semangat Gunung;
    17. Serdang;
    18. Siberteng-Kabung;
    19. Sukajulu-Tigajumpa; dan
    20. Tanjungbarus.

    Pada saat peresmian paroki baru St. Fransiskus Assisi Berastagi, 20 stasi tersebut langsung disahkan menjadi bagian penggembalaan dari paroki Berastagi, yang tersebar di 5 kecamatan, yakni: Kecamatan Berastagi, Merdeka, Dolat Rayat, Tigapanah, dan Barusjahe.

    Tahun 2010, dua stasi baru bertambah sebagai pemekaran dari stasi sekitarnya, seperti Stasi Barusjulu dimekarkan dari stasi Tanjung Barus oleh P. Ignatius Simbolon dan stasi Doulu Pasar dimekarkan dari stasi Doulu Kuta dan sebagian umatnya dari wilayah kota Berastagi. Maka sekarang tercatat bahwa paroki Berastagi memiliki 21 gereja stasi dan 1 Gereja Paroki.

    E. Santo Fransiskus Assisi: Pelindung Paroki Berastagi 04 Oktober

    Paroki Berastagi mengambil nama St. Fransiskus Assisi menjadi pelindung paroki tentu dengan beberapa alasan. Alasan yang menonjol adalah bahwa dikalangan umat sendiri nama St. Fransiskus Assisi tidak asing bagi mereka. Kemungkinan besar karena, Para Pastor yang melayani di wilayah ini sejak awal hingga saat ini adalah para Pastor dari Ordo Kapusin para pengikut Fransiskus (Ordo Fransiskan Kapusin). Cara hidup dan semangat pelayanan yang mereka tunjukkan tentu sesuai dengan karisma yang ditunjukkan dalam kisah St. Fransiskus sendiri. St. Fransiskus menunjukkan beberapa karisma yang membuat orang sungguh kagum dengan beberapa kisah seperti, kesederhanaan, persaudaraan dan cintanya akan Tuhan melalui doa. Fransiskus juga didedikasikan sebagai orang kudus pelindung segala ciptaan karena dengan cintanya menyebut segala ciptaan sebagai saudaranya termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Semangat inilah yang diinginkan umat juga tampak dalam seluruh pelayanan di Paroki St. Fransiskus Assisi Berastagi.

    Santo Fransiskus lahir pada tahun 1182 di Kota Asisi ketika ayahnya, Pietro Bernardone sedang berpergian ke Perancis. Ibunya Dona Pica memberi nama permandian baginya Yohanes Pembaptis. Namun setelah ayahnya pulang dari Perancis, maka ia mengubah nama puteranya itu menjadi Francesco (orang Perancis).

    Fransiskus pada masa mudanya merupakan seorang pedagang yang berbakat namun ia suka menghamburkan uang ayahnya. Ia sering berkeliaran dan bernyanyi sehingga menimbulkan keributan di Asisi. Pada umur dua puluh tahun, terjadi perang antara Asisi dan Perugia. Fransiskus turut berperang bersama pasukan Asisi untuk menyerang kota Perugia, tetapi Asisi kalah dalam perang itu. Fransiskus tertangkap dan dipenjarakan. Setelah satu tahun meringkuk dalam penjara, maka para tawanan dibebaskan. Fransiskus pulang ke rumah, tetapi tidak lama kemudian ia sakit keras bahkan nyaris meninggal.

    Penyakit itu ternyata menjadi sentuhan rahmat Tuhan baginya. Fransiskus tidak berminat lagi untuk berpesta dan berdagang. Ia berusaha untuk mengisi hidupnya dengan lebih baik. Suatu malam Fransiskus bermimpi melihat sebuah benteng besar yang penuh dengan perlengkapan senjata. Dalam mimpi itu dikatakan bahwa benteng tersebut adalah milik Fransiskus dan kawan-kawannya. Fransiskus terbangun dan mengira mendapat ilham yang jelas untuk mengisi hidupnya. Lalu Fransiskus ikut sebagai prajurit dari pihak Paus melawan kaisar Jerman dengan harapan akan dijadikan kesatria nantinya. Ia berangkat ke Apulia, tetapi tidak sampai, sebab di Spoleto Fransiskus yang sedang kena penyakit malaria mendengar suara yang berkata, “ Siapa mengganjar lebih baik, majikan atau hamba; tuan yang kaya untuk orang yang melarat ?” Fransiskus mengerti bahwa apa yang telah ditempuhnya tidak sesuai dengan kehendak Allah. Segera Fransiskus kembali ke Asisi.

    Mulai sejak itu, keheningan dan kemiskinan merasuki hati dan jiwanya. Ia mulai bertapa di gunung dan gua. Dalam keheningan, Fransiskus bertemu dengan orang kusta. Sebenarnya ia mau menolong orangorang itu, namun ia membantu mereka dari orang lain karena takut tertular. Akan tetapi, setelah berperang dengan diri sendiri maka ia sendiri membantu mereka dengan memeluk dan mencium mereka. Setelah kejadian itu banyak orang-orang kusta dilayaninya dengan kasih sayang.

    Fransiskus tetap merasa tidak puas, karena ia merasa bahwa merawat orang sakit bukanlah panggilannya. Pada suatu kali Fransiskus membawa setumpuk kain wol dari toko ayahnya untuk dijual di Foligno. Ia singgah sebentar di gereja San Damiano untuk berdoa. Ketika sedang berdoa Fransiskus mendengar suara dari salib berkata,”Fransiskus, tidakkah kaulihat bahwa rumah-Ku nyaris roboh? Pergilah dan perbaikilah itu bagi-Ku!” Dalam benak Fransiskus ialah gereja itu sendiri yang harus diperbaiki maka ia segera menjual bawaannya. Seluruh uang yang dibawanya diserahkan kepada pastor paroki untuk keperluan perbaikan gereja dan tinggal di pastoran San Damiano sambil mengemis ke rumah-rumah orang.

    Mendengar itu ayahnya tidak senang karena merasa harga dirinya dilecehkan sebagai orang terkemuka, dan hatinya begitu tertusuk. Maka ia mencari, menangkap, memukul dan dengan paksa menyeret Fransiskus ke rumah. Fransiskus dijebloskan ke dalam sebuah kamar yang terkunci rapat dan tidak akan dikeluarkan sebelum bertobat. Namun ibunya membebaskan Fransiskus ketika ayahnya pergi. Tak lama setelah ayahnya kembali, Fransiskus dipanggil ke pengadilan uskup. Uskup memutuskan bahwa Fransiskus harus mengembalikan harta milik ayahnya. Dengan segera Fransiskus meletakkan uang dan menanggalkan pakaiannya di hadapan orang banyak dan meletakkannya di hadapan kaki ayahnya. Sejak itu ia bebas dari ikatan hidupnya masa lalu.

    Ketika Fransiskus menghadiri misa, ia menemukan panggilannya tatkala ia mendengar Injil yang berisi tentang wejangan Yesus kepada para rasul yang diutus untuk mewartakan Injil ke mana-mana dengan tidak membawa apa-apa. Seusai misa, ia meminta penjelasan dengan pastor tentang isi Injil dan setelah mendengar penjelasan itu ia berteriak,”Itulah yang kuinginkan dengan segenap hati aku laksanakan!” Lalu Fransiskus mulai memberitakan Injil kepada siapapun dengan tidak membawa apa-apa. Tak lama kemudian datang dua orang yang hendak bergabung dengan Fransiskus. Tetapi Fransiskus tidak tahu harus berbuat apa.

    Pada tanggal 16 April 1209 pergilah Fransiskus bersama kedua orang itu yang bernama Bernardus dari Quintavalle dan Petrus Katani ke sebuah gereja dan tiga kali membuka Injil. Kemudian mereka melaksanakan Sabda Allah yang mereka temukan itu dan sejak itu lahirlah Ordo Saudara-saudara Dina Fransiskus, mencatatnya dalam sebuah Anggaran Dasar singkat yang disahkan secara lisan oleh Paus Innocentius III. Fransiskus sebagai pemimpin dan pendiri ordo tersebut menyebut ordonya: “Ordo Saudara-saudara Dina”, sebab saudara hidup sebagai perantau dan pewarta Injil, di bawah satu minister dan hamba seluruh persaudaraan.

    Dari waktu ke waktu mereka membicarakan cara hidup mereka dan menimba semangat baru. Cara hidup mereka dilukiskan dalam Anggaran Dasar yang mengikuti perkembangan hidup persaudaraan. Pada tanggal 29 Nopember 1223, Paus Honorius III mengesahkan Anggaran Dasar dengan bulla.

    Pada hari minggu Palma datanglah kepada Fransiskus seorang gadis keturunan bangsawan bernama Klara untuk mengikuti jalan yang sama menuju Allah. Fransiskus menerimanya ke dalam persaudaraan dan dalam waktu yang tidak lama banyak wanita termasuk adik dan ibu Klara mengikuti jejak Klara dan persaudaraan ini disebut Ordo Klaris. Beberapa tahun kemudian banyak awam yang sudah berkeluarga mau menggabungkan diri dengan persaudaraan. Fransiskus menerima mereka dalam persaudaraan dan mereka ini disebut Ordo Fransiskan Sekular (OFS).

    Menjelang akhir hidupnya, Fransiskus mendapat penglihatan Yesus yang tersalib dengan rupa malaikat serafin ketika berdoa sendirian di hutan. Penglihatan ini menyebabkan kaki, tangan dan lambungnya menampakkan luka-luka Yesus ( stigmata ).

    Akhirnya Fransiskus meninggal di Portiunkula pada tanggal 3 Oktober 1226 dan dimakamkan di Asisi. Paus Gregorius IX mengukuhkan Fransiskus sebagai orang kudus. Kekudusannya disebabkan karena kegembiraannya dalam hidup miskin dan dina. Fransiskus juga cinta akan Allah dan sesama serta seluruh ciptaan dan ia menjadi pembaharu dalam Gereja karena setia pada iman Katolik dalam menghayati Injil. Pada saat ini Ordo Saudara-saudara Dina mempunyai tiga cabang, yakni Ordo Konventual, Ordo Fransiskan dan Ordo Kapusin. Ordo-ordo ini berkembang pesat di Eropa, Timur Tengah bahkan sampai ke Asia termasuk Indonesia.

    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tiga Dolok

    0
    Pelindung
    :
    Santo Antonius Padua
    Buku Paroki
    :
    Sejak 11 Juli 2010. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Jl. Bali Pematang Siantar
    Alamat
    :
    Jl. Besar Parapat Km. 17, Dolok Panribuan, Simalungun - 21173
    Telp.
    :
    0812 6540 7036
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.163 KK / 4.511 jiwa
    (data Biduk per 05/02/2024)

    Jumlah Stasi
    :
    22
    01. Bah Sampuran
    04. Kasindir
    07. Marihat Baru
    10. Naga Saribu
    13. Palia Naopat
    16. Pinang Ratus
    19. Sijoring
    22. Tomuan Dolok
    02. Bosar Hataran
    05. Lumban Gorat
    08. Marihat Raja
    11. Utte Hau
    14. Pematang
    17. Siatasan
    20. Silampuyang

    03. Bukit Dua
    06. Lumban Ri
    09. Naga
    12. Negeri Asih
    15. Pansur Onom
    18. Sihaporas
    21. Tiga Balata
     
    RP. Bonaventura H.R. Gultom, OFMConv
    02.05.'79
    Parochus
    RP. Eriksend Okripo Sitepu, OFMConv
    19.03.'59
    Vikaris Parokial
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :

    Paroki Tomok Simanindo

    0
    Pelindung
    :
    Santo Antonio Maria Claret
    Buku Paroki
    :
    Sejak 29 Oktober 2006. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Parapat, Pangururan, dan Palipi
    Alamat
    :
    Jl. Horas No.33 Tomok – Simanindo, Pulau Samosir – 22395
    HP.
    :
    0822 7613 2588
    Email
    :
    [email protected]
    Jumlah Umat
    :
    1.913 KK / 7.717 jiwa 
    (data Biduk per 05/02/2024)
    Jumlah Stasi
    :
    17
    01. Ambarita
    04. Lintong
    07. Parmonangan
    10. Sibatubatu
    13. Sinuan Raut Bosi
    16. Tanjungan
    02. Buntu Bosar
    05. Sipinggan Lontung
    08. Peajolo
    11. Sibosur
    14. Siparapat
    17. Tuktuk
    03. Hutagurgur
    06. Pangaloan
    09. Sangkal
    12. Simanindo
    15. Sosortolong

     
             
    RD. Oktavius Tarigan
    RD. Iwan Swanto Lumbangaol
    24.10.’86
    06-09.’86
    Parochus
    Vikaris Parokial
     
     
    Video Profil :
    Lokasi Paroki :
    Rute