PESAN NATAL 2025
“Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga dan Masyarakat yang Terluka”
(Bdk. Matius 1:21-24)
Natal bukan sekadar perayaan tahunan, tetapi misteri agung inkarnasi Allah yang hadir dan tinggal di tengah dunia yang terluka. Dalam Injil Matius, kita mendengar malaikat berkata kepada Yusuf: "Maria akan melahirkan seorang anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Mat 1:21). Inilah inti Natal: Allah hadir untuk menyelamatkan, bukan dari jauh, tetapi dari dalam luka umat manusia.
Di tengah peristiwa kelahiran-Nya, Allah tidak memilih istana, tetapi palungan; bukan kemewahan, tetapi kesederhanaan. Seperti yang dikatakan Yohanes, “Sabda telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita” (Yoh 1:14). Allah hadir dalam keluarga sederhana di Betlehem, memberi pesan kuat bagi kita: Allah hadir dalam keluarga-keluarga kita, khususnya yang sedang menderita, terpinggirkan, dan dilanda bencana.
Solidaritas Sebagai Jalan Pertobatan Natal
Natal sejati bukanlah tentang gemerlap lampu, dekorasi, dan pesta, tetapi tentang pertobatan yang melahirkan solidaritas. Paus Benediktus XVI dalam Spe Salvi mengingatkan bahwa “pengharapan Kristiani tidak pernah bersifat individualistis, tetapi selalu bersifat bersama, membangun dunia baru bersama Kristus dan orang lain.” (SS 14).
Maka, di tengah bencana banjir dan longsor di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, kita tidak dapat merayakan Natal hanya dengan liturgi yang indah atau makanan yang lezat. Kita dipanggil untuk menjadikan Natal sebagai peristiwa transformasi hidup, membuka rumah dan hati bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal, yang kelaparan, yang putus asa.
Yesus sendiri bersabda, “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Maka setiap tindakan kasih kepada para pengungsi, anak-anak korban bencana, petani yang kehilangan mata pencaharian, adalah tindakan menyambut Kristus yang lahir.
Membangun Harapan di Dunia yang Terluka
Dalam Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus menyampaikan bahwa “Ketika kita mengenal kasih Allah yang menyelamatkan, kita sadar bahwa hidup tidak bisa sama lagi. Kita dipanggil untuk menjadi murid-murid misioner yang membawa Injil ke tengah dunia yang penuh luka.” (EG 3). Gereja tidak boleh bersikap netral di hadapan penderitaan.
Pesan ini semakin kuat ketika kita membaca seruan Laudato Si’ yang menegaskan: “Teriakan bumi dan teriakan orang miskin adalah satu dan sama.” (LS 49). Maka pertobatan ekologis dan sosial adalah jalan Natal kita bersama. Jangan sampai kita hanya bersedih sesaat, lalu kembali hidup tanpa perubahan. Dunia menantikan umat beriman yang berani berubah dan menyembuhkan.
Gereja dipanggil menjadi tanda harapan dan kasih bagi dunia yang terluka, seperti ditekankan dalam Compendium of the Social Doctrine of the Church (CSDC 4). Ini bukan panggilan tambahan, melainkan jati diri Gereja sebagai Tubuh Kristus. Maka, marilah kita hadir di tengah penderitaan masyarakat sebagai “sahabat pengharapan” dan agen pemulihan.
Penutup: Keluarga sebagai Taman Harapan
Natal adalah undangan bagi setiap keluarga untuk menjadi tempat kelahiran harapan. Di tengah runtuhnya nilai kekeluargaan karena egoisme dan konsumerisme, kita diundang untuk membangun rumah yang menjadi oase kasih, pengampunan, dan kepedulian.
Sebagaimana Yusuf dan Maria merawat Yesus dalam segala keterbatasan, demikian pula keluarga-keluarga Kristen di Sumatera, dari pedalaman Aceh hingga lembah Minang, dari desa pesisir Sibolga hingga kampung-kampung di Tanah Karo, dipanggil menjadi tempat di mana Kristus hadir dan tumbuh.
Mari kita jadikan Natal 2025 sebagai momentum kebangkitan harapan. Allah sudah datang untuk menyelamatkan kita, sekarang giliran kita menjadi terang dan pembawa harapan bagi dunia.
Selamat Natal 2025.
Damai Kristus tinggal di keluargamu.
Harapan Allah menyala dalam tindakan kasihmu.
Deus Meus et Omnia,
†Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap
Uskup Keuskupan Agung Medan



