Pelindung | : | Santo Paulus | |
Buku Paroki | : | Sejak tahun 1967. Sebelumnya bergabung dengan Paroki Katedral Medan | |
Alamat | : | Jl. Haji Muhammad Joni 64A, Medan – 20217 | |
HP / WA | : | 0812 4000 5033 | |
: | [email protected] | ||
Jumlah Umat | : | 1.563 KK / 6.037 jiwa (BIDUK, 5/3/2025) | |
Jumlah Stasi | : | 3 | |
1. St. Benediktus - Marindal | |||
2. St. Simon Stock - Selambo | |||
3. Maria Bunda Karmel - Marindal | |||
Parochus | RP. Agustinus Nurhadi G. Wibisono, O.Carm | 07.08.’64 | |
Vikaris Parokial | RP. Ignatius Tumarno, O.Carm | 14.03.'61 |
Jadwal Misa Paroki Medan Pasar Merah
Tahun Liturgi C/I, 2024-2025
Sumber: Sekretariat Paroki (21-11-2024)
Misa Harian (Selasa - Sabtu) | 06:00 WIB |
Misa Jumat Pertama | 19:00 WIB |
Misa Hari Minggu | 08:00 WIB & 10:00 WIB |
Stasi Marindal: 10.00 WIB | |
Stasi MBK: 08.00 WIB | |
Stasi Selambo: 09.00 WIB | |
Misa Malam Tahun Baru | 19:00 WIB |
Misa Tahun Baru | 08:00 WIB |
Misa Rabu Abu | 19:00 WIB |
Misa Pekan Suci (klik untuk melihat) | |
Hari Raya Natal | 08:00 WIB |
Malam Natal / Vigili Natal | 18:30 WIB |
*Jadwal misa bisa berubah sewaktu-waktu, silahkan dihubungi kontak sekretariat paroki yang bersangkutan, terima kasih. |
Sejarah Paroki St. Paulus - Medan Pasar Merah
Pada umumnya Paroki dibentuk dengan dua cara. Cara pertama adalah pendirian paroki secara langsung, tanpa adanya hubungan dengan paroki lain, seperti Paroki Katedral misalnya. Cara kedua adalah dengan pemekaran. Jika suatu paroki dianggap terlalu besar baik itu secara teritorial maupun jumlah umat, maka bagian dari paroki yang dianggap layak dimekarkan menjadi paroki baru. Paroki Santo Paulus Pasar Merah Medan adalah pemekaran dari Paroki Katedral. Keuskupan Agung Medan menyatakan bahwa Paroki ini secara resmi terpisah dari Paroki Katedral pada tahun 1967. Sejak tahun 1967, pencatatan pembaptisan dan Sakramen lainnya terpisah dari Paroki Katedral. Artinya, Paroki Santo Paulus Pasar Merah berdiri secara administratif sebagai paroki mulai dari tahun tersebut, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan paroki, tidak lagi dicatatkan di Buku Baptis Paroki Induk, Katedral. Inilah indikasi dasar dan utama menjadi Paroki Santo Paulus Pasar Merah, Medan. Akan tetapi, kehadiran gereja di Pasar Merah sudah mulai sejak tahun 1961, melalui pembaptisan 4 Juni.
Buku Baptis II dari Katedral, hlm.245-7. (Sumber : Arsip Keuskupan) Bukti tertulis ini telah cukup untuk menunjukkan bahwa Gereja telah hadir sejak 1961, walau tidak menutup kemungkinan bahwa sebelumnya umat beriman telah berada di Gereja ini.
Kehadiran Gereja di Pasar Merah hampir bersamaan dengan Stasi Santo Benediktus, Marindal. Walaupun berdasarkan bukti tertulis Buku Baptis, Pasar Merah masih lebih dulu (4 Juni 1961), sedangkan Stasi Santo Benediktus, Marindal pada 31 Desember 1961. Sementara itu juga, Stasi Santo Diego, Martoba sudah jauh lebih awal (6 Juni 1950).
Pada awal Ordo Karmel ingin memulai karya di Keuskupan Agung Medan, Uskup Mgr. Ferrerius van den Hurk, OFM.Cap memberikan tanda kepada Karmelit untuk berkarya di Medan, di samping karya lain (Teologi di Pematangsiantar dan paroki-paroki di Dairi). Tanda ini tampak dalam pembicaraan saat kunjungan Komisaris Jendral Ordo Karmel Indonesia, Rm. Martinus Sarko Dipojudo, O.Carm dengan Bapa Uskup dan kemudian dibahas bersama Dewan Ordo Karmel Indonesia. Beberapa bulan kemudian, Komisaris Jendral Ordo Karmel Indonesia, Rm. Martinus Sarko, O.Carm menginformasikan ke asisten Jendral Ordo Karmel di Roma, Gondulf Mesters, O.Carm bahwa Ordo Karmel Indonesia menerima satu paroki di Pasar Merah, Medan.
Untuk merealisasikan rencana sebelumnya antara Ordo Karmel dan Keuskupan Agung Medan, pada tahun 1966 Pastor Beatus Peper, O.Carm, atas tugas dari Ordo Karmel, tiba di Medan pada Mei 1966 yang sebelumnya tinggal di Malang, untuk merealisasikan pendirian sebuah paroki di Medan. Setelah berbicara dengan Mgr. Ferrerus van den Hurk, OFM.Cap, Pastor Beatus Peper tinggal di Katedral, di Jalan Pemuda, Medan. Bapa Uskup Medan memberikan tugas kepadanya untuk meninjau tempat di Medan untuk dijadikan paroki baru, untuk melengkapi tiga paroki yang telah ada (Katedral, Kristus Raja, dan Hayam Wuruk). Setelah melakukan peninjauan di berbagai lokasi, Pator Beatus Peper, O.Carm memutuskan untuk merintis Paroki baru di Pasar Merah Medan. Ia berusaha mencari tanah yang strategis untuk tempat gereja dan pastoran yang di luar sekolah, karena lokasi tersebut tidak memungkinkan untuk kedua bangunan tersebut.
Sebelum gereja dibangun, tempat pelaksanaan perayaan liturgi gerejani dilaksanakan di salah satu ruangan kelas Sekolah Dasar yang telah ada sekitar tahun 1961. Sementara itu, Pastor Beatus Peper, berkat bantuan Bapak Panjaitan, mencari dan menemukan tanah tempat lokasi gereja yang akan dibangun, yang letaknya tidak jauh dari Sekolah Dasar (Sebelah Timur). Ia juga membeli tanah di belakang tanah gereja tersebut yang luasnya sama dengan tanah gereja. Keberuntungan berikutnya, Pastor ini juga mendapatkan tanah di sebelah tanah gereja yang sebelumnya milik seorang Haji, sehingga tanah gereja semakin memadai untuk aktivitas paroki.
Dalam kurun waktu satu bulan, semua pengurusan sudah ditangani. Oleh sebab itu, Pastor Beatus Peper sudah bisa memulai pembangunan gereja pada awal tahun 1967. Umat juga ikut bergotong-royong untuk pembangunan gereja tersebut. Sementara itu, untuk efektivitas waktu, setelah setengah tahun tinggal di jalan Pemuda, Pastor Beatus Peper menyewa sebuah rumah marga Sitompul yang tidak jauh dari lokasi tempat gereja. Pembangunan gereja Santo Paulus Pasar Merah, juga mendapat bantuan dari Jerman yang proposalnya diajukan melalui Uskup Agung Medan, Mgr. Ferrerus van den Hurk, OFMCap.
Pada saat hampir bersamaan dengan pendirian gereja, Pastor Beatus Peper juga mendirikan pastoran. Pada awalnya antara Bapa Uskup Agung Medan dan Ordo Karmel memiliki kesepakatan bahwa pastoran yang dibangun di Paroki Santo Paulus Pasar Merah berfungsi untuk rumah singgah dan bahkan menjadi “domus religiosa” (rumah biara) bersama dengan Sidikalang. Alasannya agar para Karmelit yang bertugas di Kabupaten Dairi dan Pematang Siantar memiliki rumah rujukan di Medan untuk kebutuhan gerejani dan Ordo.
Kerja sama antara Keuskupan Agung Medan dan Ordo Karmel sehubungan dengan pastoran adalah suatu perwujudan untuk sarana efektivitas pelayanan gerejani. Di samping itu, urusan internal Ordo Karmel juga akan difasilitasi dan dipermudah baik itu ke Jawa maupun ke luar negeri. Pada waktu itu, mayoritas Karmelit yang berkarya di Keuskupan Agung Medan berasal dari Belanda. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan rumah singgah untuk mempermudah perjalanan cuti ke negara mereka. Pusat Ordo Karmel di Indonesia berada di Malang, Jawa Timur. Untuk keperluan administrasi, para Karmelit sering bepergian ke rumah induk dan mereka pasti membutuhkan tempat di Medan.
Setelah hampir selama dua setengah tahun bekerja keras, Pastor Beatus Peper menyelesaikan sekaligus gereja dan pastoran Santo Paulus Pasar Merah. Berkat kerja sama dengan berbagai pihak, terlebih dengan sikap gotong royong umat beriman termasuk kelompok Pemuda Katolik pada waktu itu yang dengan senang hati dan tanpa pamrih membantu pembangunan, akhirnya gereja dan pastoran diberkati oleh Mgr. Ferrerus van den Hurk, OFMCap, Uskup Agung Medan pada 9 November 1969. Sebelum diberkati, sejak 20 September 1969, Pastor Beatus Peper telah tinggal di Pastoran yang baru.
Jajaran Gembala di Paroki St. Paulus Pasar Merah
NO |
NAMA GEMBALA |
TAHUN |
JABATAN |
|
|||
1 |
L.C.J van de Biggelaar, OFM.Cap |
1967 |
Perintis Awali |
2 |
Johanes Beatus Peper, O.Carm |
1967 – 1973 |
Parochus |
3 |
Carmelius Kwee Thiam Gie, O.Carm |
1967 – 1973 |
Anggota Komunitas |
4 |
Fredericus Kasmono Purwoadisasmito, O.Carm |
1971 – 1972 |
Anggota Komunitas |
5 |
Paul Gurr, O.Carm |
1973 – 1974 |
Pejabat Parochus |
6 |
Johan Kuttschruetter, O.Carm |
1974 – 1986 |
Parochus |
7 |
Dionysius Kosasih, O.Carm |
1983 – 1984 |
Vikaris Parokial |
8 |
Bernard Teguh Kusdarmanto, O.Carm |
1983 |
Vikaris Parokial |
9 |
Damianus Christanto Parngadi, O.Carm |
1986 – 1996 |
Parochus |
10 |
Anthony Scerri, O.Carm |
1984 – 1995 |
Anggota Komunitas |
11 |
Simon Rande, O.Carm |
1993 – 2006 |
Anggota Komunitas |
12 |
Blasius Petrus Suu, O.Carm |
1996 – 2002 |
Parochus |
13 |
Agustinus Maryanto, O.Carm |
1998 – 2001 |
Vikaris Parokial |
14 |
Siriakus Ndolu, O.Carm |
1999 – 2001 |
Vikaris Parokial |
15 |
Adrianus Pristiono, O.Carm |
2001 – 2002 |
Parochus |
16 |
Paulus Redemptus Triyuwono, O.Carm |
2001 – 2002 |
Vikaris Parokial |
17 |
Servus Emanuel Nuwa, O.Carm |
2002 – 2004 |
Parochus |
18 |
Gregorius Karel Tola, O.Carm |
2002 – 2009 |
Parochus |
19 |
Carolus Vitalis Tribeno Yuwono, O.Carm |
2005-2006 |
Vikaris Parokial |
20 |
Petrus Nolascus Harsantyoko, O.Carm |
2004-2005 |
Anggota Komunitas |
21 |
Bernard Teguh Kusdarmanto, O.Carm |
2006 – 2009 |
Anggota Komunitas |
22 |
Reineldis Danrisman Sitanggang, O.Carm |
2009 – 2015 |
Parochus |
23 |
Diakon Samuel Anton Situmorang, O.Carm |
2010-2012 |
Praktek Dianonat |
24 |
Alfonsus Arpol Manik, O.Carm |
2012 – 2015 |
Vikaris Parokial |
25 |
Godlif Januarius Sianipar, O.Carm |
2014 – 2022 |
Anggota Komunitas |
26 |
Lukas Jokoprasetyo, O.Carm |
2015 – 2017 |
Vikaris Parokial |
27 |
Frans de Sales Borta P. Rumapea, O.Carm |
2015 – 2019 |
Parochus |
28 |
Aditya Permana Perangin-Angin, O.Carm |
2016 – 2020 |
Anggota Komunitas |
29 |
Bernardinus Thamrin Berutu, O.Carm |
2016 – 2018 |
Anggota Komunitas |
30 |
Angelus Soepratignjo, O.Carm |
2018 – 2021 |
Vikaris Parokial |
31 |
Emannuel Sonny Wibisono,O.Carm |
2019 – 2022 |
Anggota Komunitas |
32 |
Willibrodus Agus Purwanto, O.Carm |
2019 – |
Parochus |
33 |
Doni Malau, O.Carm |
2021 – 2023 |
Vikaris Parokial |
34 |
Frans de Sales Borta P. Rumapea, O.Carm |
2022 – |
Anggota Komunitas |
35 |
Paschalis Tumarno, O.Carm |
2022 – |
Anggota Komunitas |
Para Imam Putra Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan
1. RP. Petrus Pahala Hasudungan Parmonangan Lumban Gaol, O.Carm (alm.)
2. RP. Bonaventura Goklian Paraduan Haposan Lumban Gaol, OFM
3. RP. Aditya Permana Perangin-angin, O.Carm;
4. RP. Januarius Godlief Sianipar, O.Carm;
5. RD. Asrot Purba;
6. RP. Finantius Sidabutar, SDB.
Stasi pertama yang berintegrasi secara administrasi dengan Paroki St. Paulus Pasar Merah adalah Stasi St. Benediktus Marindal (1968), tidak lama setelah Pasar Merah resmi memisahkan diri dari Paroki Katedral. Catatan baptisan terakhir yang ditemukan dalam Buku Baptis di Katedral tertulis pada 6 Oktober 1968. Setelah tanggal tersebut, seluruh administrasi gerejani Stasi tersebut dicatatkan pada Paroki St. Paulus Pasar Merah.
Stasi berikutnya adalah Stasi St. Yohanes Penginjil Mandala (1978). Baptisan terakhir yang dilaksanakan di stasi ini tercatat di Buku Baptis Katedral pada 18 Agustus 1978. Dalam perkembangannya, Stasi St. Yohanes Penginjil Mandala memisahkan diri dari Paroki St. Paulus Pasar Merah dan menjadi Paroki Baru pada 26 Oktober 2008.
Stasi St. Diego Martoba adalah Stasi terakhir yang bergabung dengan Paroki St. Paulus Pasar Merah. Saat itu, walaupun Pasar Merah telah menjadi paroki mandiri, Stasi Martoba masih tetap dilayani oleh para Pastor dari Paroki Katedral. Hal ini ditegaskan oleh Uskup Emeritus Mgr. Pius Datubara, OFM.Cap. Baptisan terakhir dari Stasi St. Diego Martoba dicatat dalam Buku Baptis Katedral pada 20 Mei 1984. Oleh karena itu dapat dipastikan intregrasi Stasi St. Diego Martoba ke dalam Paroki St. Paulus Pasar Merah, dilaksanakan setelah tanggal tersebut.
Saat ini Paroki St. Paulus Pasar Merah telah melahirkan 2 (dua) stasi baru, yaitu Stasi St. Simon Stock Selambo dan Stasi St. Maria Bunda Karmel Marindal. Cikal bakal Stasi St. Simon Stock awalnya adalah merupakan Lingkungan Santo Simon Stock yang berdiri dan diresmikan pada tanggal 2002 dirumah Op. Kristin Sinaga/Br. Pandiangan. Stasi St. Simon Stock Selambo merupakan Stasi yang berdiri karena pengembangan Lingkungan St. Simon Stock, yang lokasinya tidak jauh dari Terminal Terpadu Amplas – Medan. Dengan Surat Keputusan Dewan Pastoral Paroki No. 021//Pan/VII/2014, 02 Juni 2014, dibentuklah Panitia Pembangunan Gereja St. Simon Stock, dengan dana awal telah disediakan oleh Dewan Pastoral Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan. Pelaksanaan Pembangunan dimulai pada 24 Oktober 2014, dengan Peletakan Batu Pertama oleh RP. Danrisman Sitanggang, O.Carm. Setelah bangunan gereja berdiri, maka Gereja ini pun diberkati/diresmikan oleh Uskup Emeritus MGR A.G.P. Datubara, OFMCap, dalam sebuah misa dan pesta yang meriah pada 06 September 2015.
Stasi Maria Bunda Karmel (MBK) Marindal merupakan stasi yang berdiri murni dari inisiatif dan perjuangan umat Stasi St. Benediktus Marindal. Stasi dan gereja ini berdiri sebagai jawaban kerinduan umat akan hadirnya Gereja Katolik di wilayah Marindal Dalam, sejak tahun 2014. Pembelian tanah untuk membangun gereja 100% berasal dari swadaya umat Stasi St. Benediktus Marindal pada tahun 2017. Setelah peletakan batu pertama pada 24 Februari 2019, kemudian pencanangan dimulainya pembangunan pada 15 Nopember 2019, diaktivasi pada 15 Nopember 2020, Gereja dan Stasi Maria Bunda Karmel (MBK) diresmikan/didedikasikan pada 05 September 2021, oleh Uskup Keuskupan Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, OFM.Cap.
Dengan demikian, maka kini Paroki St. Paulus Pasar Merah telah memiliki 5 Gereja, yaitu
(1) Gereja Paroki “St. Paulus” Pasar Merah,
(2) Gereja Stasi “St. Benediktus” Simpang Marindal,
(3) Gereja Stasi “St. Diego” Martoba,
(4) Gereja Stasi “St. Simon Stock” Selambo, dan
(5) Gereja Stasi “Maria Bunda Karmel” Marindal.
GEREJA Stasi St. Benediktus Marindal terletak di Jl. Garu IV No. 44 Simpang Marindal Medan. Buku Perjalanan 50 Tahun Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan (R.L. Tinambunan, O.Carm, 2017), mencatat bukti otentik sejarah awal stasi ini adalah Buku Baptis Paroki Katedral Medan yang mencatat baptisan pertama di Marindal pada 31 Desember 1961, atas nama Verena Reni, anak dari keluarga F. Toy dan Teresia Sujatmi. Bukti otentik ini menjadi koreksi untuk semua catatan sebelumnya bahwa Stasi ini bermula pada tahun 1966.
Sebelum tahun 1966, lokasi gereja stasi ini terletak di daerah Kebun Sayur, Pabrik Kapur (Jl. Tritura, sekarang). Saat itu sekelompok muda-mudi Katolik karyawan NV. Deli dan PT. Inatex bergabung dengan beberapa keluarga Katolik di Asrama Tentara Widuri (sekarang masuk Lingkungan St. Martinus), meminjam gudang kapur di Kebun Sayur sebagai tempat beribadah.
Dengan bangunan yang sangat darurat, umat pertama (gabungan Suku Batak Toba dan Karo) setia melaksanakan ibadat. Pastor L.C.J van de Biggelaar, OFM.Cap (Ompung Bornok Simbolon), menjadi gembala yang selalu mengunjungi dan melayani mereka. Waktu itu gereja ini masih berada dalam iurisdiksi Paroki Katedral Jalan Pemuda. Tahun 1966, atas inisiatif Ompung Bornok Simbolon dan didukung oleh tokoh umat serta para prajurit beragama Katolik yang berdomisili di Asrama Tentara Widuri, mereka membeli tanah (25 x 40 m) di Jalan Garu IV. Di atas tanah inilah didirikan bangunan gereja berdinding papan, beratap rumbai dan berlantai tanah, dengan lokasi yang dikelilingi rawa dan persawahan.
Tahun 1967, bersamaan dengan pendirian Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan, penggembalaan stasi ini ditetapkan berada dibawah iurisdiksi Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan. Pada waktu inilah terjadi renovasi kecil bangunan gereja, dengan mengganti atap rumbia dengan atap seng. Sekaligus di dalam kompleks gereja tersebut dibangun sebuah rumah sederhana untuk ‘penjaga gereja’. Atas kesepakatan Pastor dan pengurus gereja, penjaga gereja adalah tokoh umat yang diangkat sebagai voorhanger stasi. Pada waktu itu, umat juga sudah secara mandiri mampu memberikan balas jasa kepada penjaga gereja.
Tahun 1980, gedung gereja lama dibongkar dan dibangun secara permanen. Tahun 1990, terjadi renovasi pada sakristi, panti imam dan altar. Pada tahun 1991 terjadi Perayaan Pesta Perak Stasi St. Benediktus. Tahun 2000, dikala pertumbuhan dan perkembangan jumlah umat semakin berbanding terbalik dengan kapasitas gereja, maka atas prakarsa RP. Petrus Suu, O.Carm (parochus saat itu), bangunan gereja lama dibongkar habis, dan dibangunlah sebuah gereja baru yang lebih luas dan megah seperti saat ini, dengan dukungan seluruh umat dan para donatur.
Berbagai karya pelayanan umat Allah semakin berkembang. Umat sadar akan kebutuhan sebuah bangunan serbaguna yang dapat mendukung seluruh aktivitas organisasi dan pelayanan untuk kemuliaan Tuhan, maka pada tahun 2007 dimulai proses pembangunan aula. Saat itu umat sudah berjumlah 334 keluarga, 1495 jiwa yang tersebar pada 9 lingkungan.
Pada Minggu, 1 Mei 2011, gereja baru yang dibangun sejak tahun 2000 dan aula yang didirikan sejak tahun 2007 dengan semangat seluruh umat, telah diberkati oleh RP. Harold Harianja, OFM.Cap (Vikjen KAM saat itu) atas nama Yang Mulia Bapak Uskup Agung Medan, Mgr. Dr. A.B. Sinaga, OFM.Cap.
- Renovasi Gereja Stasi St. Benediktus Marindal (SBM)
Pada Rabu 13 Oktober 2021, salah satu sisi plafon Gereja SBM ambruk karena dimakan rayap. DPS SBM kemudian mengadakan beberapa kali pertemuan untuk menyikapi situasi ambruknya plafon Gereja SBM ini:
1) 17 Oktober 2021, DPS dan DPL sepakat membongkar plafon gereja dan aula demi keamanan dan kenyaman umat dalam beribadah;
2) 24 Oktober 2021, DPS dan DPL sepakat menunjuk Bapak PMF. Sidabutar untuk memeriksa kondisi plafon gereja dan aula, serta membuat perhitungan biaya renovasi;
3) 31 Oktober 2021, DPS dan DPL sepakat dengan Rencana Anggaran Biaya yang diajukan Bapak PMF. Sidabutar, dan sepakat membongkar dan mengganti seluruh atap karena sebagian kuda-kuda juga sudah dimakan rayap, serta sepakat membentuk kepanitiaan khusus untuk mengurus pekerjaan renovasi ini;
4) 1 Nopember 2021, DPS SBM mengirim surat ke Parochus dan DPP SPPM, melaporkan secara tertulis (sebelum laporan lisan via telepon) perihal ambruknya plafon, Rencana Anggaran Biaya Renovasi dan rancangan susunan Panitia;
5) 19 Desember 2021, Panitia Renovasi gereja SBM dilantik oleh Parochus SPPM dalam sebuah Perayaan Ekaristi Hari Minggu; Panitia segera mengadakan Rapat Perdana bersama DPS untuk membahas dan menjelaskan tugas-tugas kepanitiaan;
6) 21 Desember 2021, Rapat DPS, DPL dan Panitia memutuskan besaran kontribusi (toktok ripe) umat sebesar minimal Rp. 1.000.000; per KK, yang dicicil selama tahun 2022;
7) 10 Januari 2022, Rapat Panitia (Tim Teknis) bersama DPP SPPM dan Parochus, membahas Rencana Kerja dan Anggaran;
Berdasarkan perhitungan Panitia dan telah disetujui DPP dan Parochus SPPM, maka rincian biaya Renovasi Gereja SBM adalah: (1) Bagian atap, kap dan plafon : Rp. 507.000.000; (2) Bagian panti imam : Rp. 39.000.000; (3) Instalasi listrik, cat dan pintu kaca : Rp. 78.000.000; (4) Perbaikan dan pembuatan toilet : Rp. 80.000.000. Jumlah biaya : Rp. 789.575.000;
Adapun rencana sumber pemasukan untuk pembiayaan renovasi ini adalah : Janji iman Panitia (123.300.000); Hasil saldo Panitia Pembangunan Gereja MBK Marindal (29.449.000); Toktok Ripe umat SBM (181.000.000); Toktok Ripe umat MBK (80.000.000); Kolekte III di Gereja SBM (31.200.000); Kolekte II di Lingkungan (15.600.000); Bantuan dari Paroki (25.000.000); Bantuan dari Vikariat Medan Katedral (5.000.000). Jumlah rencana pemasukan (490.549.000).
Jadi Kekurangan biaya (299.026.000);
Kekurangan biaya ini dicari panitia dengan berbagai usaha: Proposal cetak; Proposal digital (pdf); Struk sumbangan; Bazar makanan, dan usaha lainnya. Dengan izin DPP dan Parochus SPPM, pada Minggu 13 Maret 2022, Panitia telah menyebar amplop dan struk sumbangan di Gereja Paroki dan 3 Gereja Stasi (Selambo, Martoba, dan MBK) seraya bazar makanan pre order dengan aneka jenis makanan.
Panitia juga aktif menyebar proposal cetak, proposal digital dan struk ke berbagai relasi dan jaringan. Renovasi gereja terus berlangsung dan diharapkan akhir Nopember 2022 selesai. Kita rencanakan Misa Syukur selesainya renovasi Gereja St. Benediktus Marindal ini pada Minggu, 11 Desember 2022 oleh Pastor Vikjen KAM.
Tanjung Moorawa terletak di sebelah Selatan Kota Medan. Saat ini kota tersebut menjadi salah satu daerah perindustrian. Pada awalnya Tanjung Morawa menjadi salah satu layanan Paroki Katedral bersama Lubuk Pakam yang juga menjadi territorial paroki tersebut. Pada waktu itu, semua daerah di luar Kota Medan dilayani oleh Pastor dari Katedral.
Titik awal Gereja (umat beriman) mulai terbentuk di Tanjung Morawa sejak 1950, yang ditandai dengan baptisan pertama 18 Juni. Informasi sejarah awal ini dicatat di dalam Buku Baptis Paroki Katedral (lihat tabel 1). Baptisan pertama adalah orang dewasa. Beberapa waktu berselang, baptisan dilaksanakan pada 8 Maret 1956. Ini adalah tunas Gereja di Stasi St. Diego Martoba.
Seiring dengan pertumbuhan umat, pada tahun 1953 gereja pertama ukuran 7 x 9 meter didirikan oleh Pastor Diego van de Biggelaar, OFMCap di sebidang tanah yang dihibahkan oleh keluarga Manonga Tamba dengan ukuran 15 x 30 meter dengan jalan masuk 5 x 27 meter. Tanah tersebut berlokasi di Jalan Medan-Lubuk Pakam, Km. 10. Berdasarkan letak gereja ini, teritorial Stasi Tanjung Morawa juga mencakup Kampung Martoba (demikian dicatatkan dalam Buku Baptis), tempat gereja pertama didirikan.
Daerah Kampung Martoba, saat ini dikenal dengan nama Martoba. Sejak tahun 1957, yang tercatat di dalam Buku Baptis, Martoba dan Tanjung Morawa adalah satu daerah pelayanan parokial yang namanya dituliskan secara bersamaan dengan Kampung Martoba Km. 10 – Tanjung Morawa (lihat tabel 2 & 3). Baptisan pada waktu itu adalah anak-anak dan dewasa dengan jumlah yang lumayan banyak.
Perubahan nama stasi dalam Buku Baptis terjadi mulai tahun 1968, yang tidak lagi menuliskan nama Tanjung Morawa (lihat tabel 4). Pergantian ini mengindikasikan suatu hal yang sangat signifikan. Mulai tahun tersebut, Tanjung Morawa berpisah dengan Martoba dan termasuk juga perpisahan paroki. Tanjung Morawa menjadi teritorial Paroki Delitua, sementara itu Martoba masih tetap berada dalam pelayanan Paroki Katedral. Padahal, pada tahun 1967 Tanjung Morawa dan Martoba telah memiliki jumlah umat sebanyak 110 Kepala Keluarga.
Perpisahan ini menciptakan jumlah stasi berkurang, walaupun di sisi lain memberikan perkembangan Gereja lebih baik. Tanjung Morawa mendirikan gereja baru, sementara itu Martoba tetap memiliki gereja di lokasi yang sama.
Perkembangan Stasi St. Diego Martoba cukup pesat, karena sepuluh tahun setelah perpisahan dengan Tanjung Morawa (1978) umat sudah mencapai 87 Kepala Keluarga sehingga gereja pun harus diperbesar menjadi 7 x 14 meter. Pada tahun 1985 gereja diperbesar lagi menjadi 7 x 19 meter untuk menampung umat sebanyak 180 Kepala Keluarga.
Seiring perkembangan umat, ada rencana memindahkan lokasi gereja ke tempat yang lebih luas dan strategis. Tetapi, karena urusan izin dan lokasi yang tidak ditemukan, gereja tetap di tempat yang sama yang kemudian diperbesar lagi pada tahun 1998 dengan ukuran 11 x 25 meter. Sebagai konsekuensi, gereja tidak memiliki halaman dan lahan parkir.
Karena itu, stasi memikirkan untuk membeli sebidang tanah di samping gereja yang menghadap ke Jalan Sisingamangaraja (Medan – Lubuk Pakam). Luas tanah tersebut adalah 7 x 24 meter. Dengan swadaya umat, tanah tersebut akhirnya dibeli pada tahun 2002 dengan harga Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dengan demikian, gereja telah memiliki halaman dan tempat parkir. Gereja kemudian direnovasi lagi pada 2014 dengan membangun Aula terbuka di depan gereja. Renovasi terakhir (panti imam) dilaksanakan pada 12 Juli - 14 Agustus 2021.
Buku Baptis
Dalam urusan administrasi gerejani, umat yang dibaptis sampai dengan 20 Mei 1984 tidak mengalami salah tempat atau paroki untuk mendapatkannya. Hal ini merupakan salah satu kekhasan Stasi St. Diego Martoba. Kita ketahui bahwa Lubuk Pakam menjadi paroki pada tahun 1966, tetapi Tanjung Morawa – Martoba (waktu itu keduanya adalah stasi) masih tetap berada dalam pelayanan Paroki Katedral, walaupun secara teritorial lebih strategis ke paroki baru tersebut. Tahun berikutnya (1967), Pasar Merah menjadi paroki. Akan tetapi, Stasi Tanjung Morawa – Martoba masih tetap masuk pelayanan Paroki Katedral. Pada saat Delitua menjadi paroki pada tahun 1968, Tanjung Morawa masuk ke dalam teritorial paroki baru tersebut, tetapi Martoba masih tetap berada di dalam teritorial Katedral.
Setelah penelusuran yang begitu panjang, hasil penelitian dalam Buku Baptis di Katedral mengindikasikan bahwa baptisan terakhir yang dicatat yaitu pada 20 Mei 1984.
Pastor Beatus Peper dalam wawancara mengatakan, pada waktu merintis Paroki Pasar Merah ia sendirian. Setelah menjadi paroki pun, ia masih sering hidup sendirian, sehingga pelayanan stasi, dalam hal ini Stasi St. Diego Martoba tetap dilaksanakan oleh Paroki Katedral. Konfirmasi ini diperkuat oleh Mgr. Pius Datubara, OFMCap. Oleh sebab itu, Martoba masih tetap berada di bawah pelayanan Katedral sampai dengan tahun 1984.
Cikal bakal Stasi St. Simon Stock awalnya adalah Lingkungan St. Simon Stock yang berdiri dan diresmikan pada tahun 2002 dirumah Op. Kristin Sinaga / Br Pandiangan. Pada saat itu terpilih pengurus lingkungan: Ketua (M. Sihotang), Sekretaris (Patar Sinaga), Bendahara (Sopar Pasaribu). Lingkungan ini berada di sekitar Desa Amplas (Selambo) dan merupakan salah satu lingkungan yang menginduk ke Gereja Paroki Santo Paulus Pasar Merah Medan Jl. H.M. Joni No. 64 A Medan.
Umat Lingkungan Santo Simon Stock sejak awal terbentuk berjumlah 12 KK. Tahun berganti tahun umat semakin lama semakin bertambah. Umat yang tinggal di Lingkungan Santo Simon Stock didominasi oleh keluarga muda yang memiliki anak yang masih kecil. Mengingat jumlah Anak Sekolah Minggu relatif banyak (+ 50 orang), pada tahun 2011 Pengurus Lingkungan Santo Simon Stock berinisiatif menyewa sebuah rumah untuk menampung anak-anak melakukan ibadah Sekolah Minggu. Pembinanya pada saat itu adalah Lamria Simbolon, Riseda Sitohang, Grasela Tamba, sedangkan orang dewasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya melaksanakan ibadah ke gereja paroki.
Letak gereja paroki relatif jauh dari tempat tinggal umat dan sarana transportasi yang ada hanya becak motor. Kondisi ini mengakibatkan sebagian besar umat tidak melaksanakan Misa Kudus pada hari Minggu. Namun, saat doa lingkungan di rumah-rumah umat secara bergantian 2 kali sebulan, kehadiran umat relatif tinggi (85%).
Tahun 2012, RP. Danrisman Sitanggang, O.Carm (pastor paroki saat itu), mengadakan Misa Lingkungan di rumah sekolah minggu yang disewa pada saat itu. Setelah misa dan makan bersama, dilanjutkan Katekese dari Pastor dan Sambung Rasa dengan Umat. Pada kesempatan ini Ketua Lingkungan (Patar Sinaga), Sekretaris (Rafael Naibaho) dan Bendahara (Karmian Dolok Saribu), melaporkan keadaaan umat bahwa sebenarnya di samping yang resmi terdaftar, masih banyak umat yang belum terdaftar. Ironinya, awalnya umat mendaftar ke lingkungan namun setelah beberapa bulan sudah pindah ke gereja lain. Begitu juga anak-anak, karena tidak ada gereja di Selambo mereka beribadah ke gereja lain. Atas dasar inilah Pengurus Lingkungan dan umat mengupayakan menyewa rumah untuk Ibadat Sekolah Minggu.
Melihat kondisi ini maka Ketua Lingkungan dan umat bermohon kepada pastor paroki agar di Selambo (Desa Amplas) didirikan gereja, walaupun dengan bangunan sederhana, dengan luas tanah 1 kapling 16 x 26 m agar domba-domba (umat Katolik) tidak lari ke gereja yang lain.
Sejalan dengan pertumbuhan umat yang sangat besar, Dewan Pastoral Paroki memutuskan untuk membangun gereja stasi di sekitar Selambo (Desa Amplas), sehingga ada 5 lingkungan yaitu Santo Fransiskus, Santo Stepanus, Santo Simon Stock, Santa Clara dan Santo Petrus yang berdekatan dengan daerah tersebut diharapkan bergabung membentuk gereja stasi yang diperkirakan berjumlah lebih kurang 100 KK.
Dengan dibentuknya Gereja Stasi Santo Simon Stock otomatis akan dapat mengurangi kepadatan umat melaksanakan ibadah di Gereja Paroki, sehingga suasana ibadah akan lebih khusuk. Di sisi lain umat Selambo yang selama ini tidak melaksanakan ibadat pada hari Minggu sebagai akibat tempat ibadah yang jauh, dapat melaksanakan ibadah sebagaimana diharapkan.
Setelah lahan pertapakan dibeli dengan ukuran 25 x 90 m2 di Dusun III A Selambo Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, maka dibentuk Panitia Pembangunan. Panitia Pembangunan Gereja Selambo ditetapkan dengan Surat Keputusan Dewan Pastoral Paroki No. 021//Pan/VII/2014, 02 Juni 2014.
Dana awal telah disediakan oleh Dewan Pastoral Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan. Pelaksanaan pembangunan gereja dimulai pada 24 Oktober 2014 dengan Peletakan Batu Pertama oleh Pastor Danrisman Sitanggang, O.Carm. Pembangunan secara berlanjut dengan ukuran Gereja 17,45 M x 26, 50 M. Pembangunan berjalan terus dengan dukungan dana (sumber dana) dari Paroki, Keuskupan dan donatur, disamping pengadaan Kolekte Khusus Pembangunan yang diadakan setiap minggu di paroki untuk menopang pembangunan gereja.
Pembangunan Gereja berjalan selama setahun dengan lancar, walaupun masih ada yang belum selesai seperti teras depan, pagar, gedung sekolah Minggu yang permanen, dan kursi. Biaya yang digunakan untuk membangun gereja St. Simon Stock dan perlengkapan didalamnya sebesar Rp. 1.249.503.900,-.
Akhirnya, Gereja Stasi Santo Simon Stock yang berdiri kokoh di Jl. Keramat Indah Dusun III-A Selambo Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serang – Sumatera Utara ini, diberkati/diresmikan oleh Uskup Emeritus MGR A.G.P. Datubara, OFMCap dengan misa dan pesta meriah pada 06 September 2015 dengan jumlah undangan/umat yang hadir sekitar 2.000 orang. Dengan diberkatinya Gereja Santo Simon Stock, maka resmilah umat dapat beribadah di gereja tersebut, dengan umat pada awal stasi ini berdiri berjumlah 47 KK.
Perkembangan Gereja Selambo
Perkembangan umat selama beberapa tahun ini sungguh sangat pesat. Data umat akhir tahun 2021 berjumlah 160 KK dengan 6 lingkungan. Mengingat kondisi bangunan gereja yang belum rampung semua, sejak 2018 Pengurus Gereja sepakat untuk merehab menara yang bocor dan finishing teras. Akan tetapi belum terwujud karena ketiadaan biaya. Pada awal 2019 rehab menara dan finishing teras akan dilanjutkan untuk program pada tahun tersebut.
Umat berharap agar gedung gereja ini direhap dan dilengkapi sarana-prasanan. Pastor Paroki memberikan saran agar dilakukan renovasi sekaligus. Yaitu : (1) Menara dibuat bangunan tersendiri agar kuat menahan beban berat 150 kg lonceng gereja, (2) Finishing Teras, ruang sakrisi, ruang pengakuan dosa, (3) Aula Sekolah Minggu yang masih sangat darurat, (4) Rumah Jaga untuk Penjaga Gereja, (5) Pagar Keliling Gereja, (6) paving block halaman gereja.
Rapat DPP pada 25 Oktober 2020 di Gereja Selambo sepakat membentuk Panitia Rehab Gereja Stasi St. Simon Stock Selambo. DPP menerbitkan Surat Keputusan No. 005/DPP/SPPM/XI/2020 tanggal 29 Nopember 2020. Pada Minggu Adven I, 29 Nopember 2020 dilaksanakan Pelantikan Panitia dalam Ekaristi yang dipimpin Pastor Paroki RP. Willy Ag. Purwanto, O.Carm. Beberapa bulan panitia bekerja menyiapkan persiapan proses renovasi pembangunan gereja.
Pada Minggu 16 Mei 2021, tepat saat peringatan St. Simon Stock, pelindung Stasi Selambo, dilaksanakan Peletakan Batu Pertama. Selanjutnya rehab tahap I ini dilaksanakan serentak dengan pekerjaan, yaitu : (1) Membangun Menara Baru disamping Gereja, (2) Membangun kamar pengakuan dosa dua buah, (3) Merombak (memperbesar) Panti Imam, (4) Membangun Ruang Sakristi disamping panti imam, (5) Merehab plafon samping, dan membenahi seng dan flafon yang bocor, (6) Rehab teras dan membuat keramik dinding gereja, (7) Membangun pagar keliling lengkap dengan Tulisan Nama Gereja di dinding gereja. Pekerjaan Rehab Tahap Pertama ini selesai pada Nopember 2021 dengan biaya Rp. 741.610.000,- Misa Syukur dipersembahkan oleh Pastor Vikep RD. Benno Olla Tage.
Gereja Stasi Selambo Sekarang
Lingkungan St. Simon Stock, yang namanya diangkat menjadi nama Stasi, pada tahun 2016 dimekarkanlah Lingkungan St. Simon Stock menjadi tiga lingkungan yaitu Lingkungan St. Matius , Lingkungan St. Markus dan Lingkungan St. Lukas. Lingkungan Klara dari Stasi Santo Benediktus Marindal dan Lingkungan St. Stefanus dari Gereja Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan, kemudian ditetapkan Pastor Paroki untuk berintegrasi ke dalam Stasi St. Simon Stock Selambo.
Umat Stasi Selambo berkembang cukup pesat, khususnya Lingkungan St. Matius. Pada Januari 2020 Lingkungan Matius ini dimekarkan menjadi satu lingkungan lagi dengan nama pelindung St. Yohannes. Dengan demikian, Stasi St. Simon Stock Selambo genap memiliki 6 (enam) lingkungan.
Sejarah Stasi Maria Bunda Karmel (MBK) tak bisa dipisahkan dari Stasi St. Benediktus Marindal. Stasi Marindal terdiri dari 2 wilayah. Wilayah 1 mencakup lingkungan-lingkungan di sekitar gereja di Simpang Marindal. Sedangkan wilayah 2 adalah lingkungan-lingkungan di sekitar Kanal Sungai arah Marindal Dalam. Jadi, Wilayah 2 inilah yang kemudian menjelma menjadi stasi baru, yaitu Stasi Maria Bunda Karmel Marindal.
Umat Gereja Stasi St. Benediktus Marindal sering bertanya, “Kapankah gereja kita dimekarkan?” “Bisakah kita memekarkan gereja kita di wilayah Marindal Dalam?”, “Apa yang harus kita lakukan sehingga pemekaran dan pengembangan gereja kita ini bisa dilaksanakan, mengingat jumlah umat kita terus bertambah dan lahan parkir serta gereja kita yang terasa semakin sempit?”
Kerinduan umat ini sangat masuk akal. Umat prihatin akan kapasitas gereja dan lahan parkirnya yang terasa semakin sempit, dan tidak didukung dengan lebarnya jalan di depan gereja. Sebuah gereja baru di kawasan Marindal Dalam, memang sangat dibutuhkan demi mendukung kelancaran reksa pastoral di stasi ini, khususnya yang berasal dari Lingkungan St. Albertus Magnus, St. Katarina dan St. Angelus, ditambah beberapa umat dari Lingkungan St. Don Bosco, yang harus dua kali naik angkot menuju gereja Katolik Stasi St. Benediktus Marindal di Jalan Garu IV No. 44 Medan.
Pengembangan Stasi Maria Bunda Karmel
Rancangan pengembangan stasi baru terus digalakkan. DPS dibawah pimpinan Bapak F. Waruwu mengajak Ketua Lingkungan St. Katarina dan St. Albertus Magnus untuk membeli tanah di wilayah Marindal bersama dengan umat kedua Lingkungan. Mereka bersedia memberikan sumbangan sebesar Rp. 1.000.000; per keluarga untuk pembelian tanah sebagai tapak lokasi gereja di wilayah Marindal, yang berlokasi di Jalan Mekatani – Marindal.
DPS menetapkan Panitia Pemekaran Stasi St. Benediktus Marindal pada 24 Nopember 2014. Susunan Panitia Pembelian Tanah/Panitia Pengembangan Stasi: Ketua (Ginonggom Purba), Wakil Ketua (Tagon Silaban), Sekretaris (Pandapotan Pardosi), Wakil Sekretaris (Andilo Sitohang), Bendahara (Wilfrid Manalu), Wakil Bendahara (Nixon Simamora), Koordinator Seksi Dana: Robinson Rumahorbo (Koordinator - St. Theresia Kecil), Posman Siagian (St. Bernadeta), CH. Manurung (St. Klara), F. Siregar (Beato Titus Brandsma), Viktor Pasaribu (St. Don Bosco), A. Marbun (St. Angelus), Budiman Sitinjak (St. Albertus Magnus), M. Mahulae (St. Katarina), dan semua Ketua Lingkungan.
Panitia memilih dan menetapkan lokasi tanah yang akan dibeli di Jl. Mekatani Blok A, Dusun II, Desa Marindal 1, Deli Serdang. Pembelian tanah ini dilaksanakan pada 22 Februari 2017 - 19 April 2017. Luas tanah 1.338 M2 dengan biaya Rp. 334.500.000, (atau Rp. 250.000/M2) ditambah biaya pengurusan surat-surat (Rp.3.250.000), sehingga total biaya pembelian tanah tersebut adalah Rp. 337.750.000. Surat tanah ini diterbitkan atas nama Pastor J. Fernandus Saragih, Kepala Bagian Inventaris Harta Benda Keuskupan Agung Medan, tertanggal 22 Februari 2017. Pagar keliling tanah (Rp. 114.550.000); penimbunan dan pemadatan tanah (Rp.73.520.000). Maka total biaya untuk Pengembangan Stasi Marindal sebesar Rp.528.320.000,-; Dan biaya sebanyak ini murni merupakan jerih payah dan keringat umat Stasi St. Benediktus Marindal.
Mulai Membangun Gereja Baru
Pada Minggu, 16 Desember 2018, terbit Surat Keputusan Dewan Pastoral Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan Nomor: 24/DPP/SP.PM/IV/2018 Hal Penugasan Panitia Pembangunan Kuasi Stasi St. Benediktus Marindal. Pada hari ini juga Pastor Frans Borta Rumapea, O,Carm selaku Pastor Paroki melantik Panitia Pembangunan Gereja dengan Ketua Umum (Pandapotan Pardosi) dan Sekretaris Umum (Yoseph Tien) dalam Perayaan Ekaristi.
Pada Sabtu, 23 Februari 2019, dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katolik Kuasi Stasi St. Benediktus Marindal, dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin Pastor Paroki RP. Frans Borta Rumapea, O.Carm. Panitia bersama DPP menginiasi penggalangan dana dalam satu paket acara : Misa Perdana Uskup Agung Medan Mgr. Kornelius Sipayung, O.Carm di Gereja Paroki St. Paulus Pasar Merah pada Minggu 24 Februari 2019 - Ramah Tamah Uskup Agung Medan, Kapolda Sumatera Utara bersama Umat Paroki St. Paulus Pasar Merah.
Hampir sembilan bulan setelah peletakan batu pertama dan acara penggalangan dana, proses pembangunan gedung gereja ini belum bisa dilanjutkan karena beberapa hal: ketersediaan dana yang belum memadai untuk memulai pembangunan, belum adanya izin resmi mendirikan bangunan dari Keuskupan, Panitia masih fokus pada kegiatan penagihan sumbangan-sumbangan pesta dari berbagai pihak/donatur, penyelesaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pesta, finalisasi gambar dan RAB, dan adanya masa transisi pergantian Pastor Paroki St. Paulus Pasar Merah pada Minggu, 7 April 2019. Pada Juli 2019, lahirlah Keputusan Dewan Pastoral Paroki St. Paulus Pasar Merah Medan Nomor 012/DPP/SP.PM/VI/2019 Hal Penugasan Panitia Pembangunan Stasi Marindal, yang ditandatangani Pastor Paroki baru, RP. Willy Agus Purwanto, O.Carm.
Pastor Paroki, atas nama DPP, DPS dan Panitia Pembangunan mengirimkan surat kepada Keuskupan Agung Medan untuk memohonkan persetujuan status legal/resmi calon “stasi” baru dengan nama pelindungnya. Pada medio Oktober 2019, Bapa Uskup Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung, OFM.Cap merestui rencana berdirinya “stasi” baru, pengembangan dari Stasi St. Benediktus Marindal dengan nama Pelindung “Maria Bunda Karmel” (MBK) Marindal.
Akhirnya, pada Jumat 15 Nopember 2019, dalam momen pesta St. Albertus Magnus, dilaksanakan Misa Kudus Pencanangan Resmi dimulainya Pembangunan Gereja ini yang dipimpin Pastor Paroki RP. Willy Ag. Purwanto, O.Carm dengan konselebran RP. Angelus, O.Carm, RP. Yansen Wulo, O.Carm dan RP. Frengky Gare, O.Carm. Pembangunan fisik Gereja Katolik Stasi Maria Bunda Karmel Marindal telah dimulai. Panitia kompak berkolaborasi : Ketua Umum (Pandapotan Pardosi) dan Sekretaris Umum (Yoseph Tien) yang ditemani James Simanjuntak dan Tumpal Sihombing, dengan para Bendahara (Lamria Hutabarat, Lambok Lumban Siantar, Lerisma Nainggolan), dieksekusi oleh Pelaksana (Nikson Sinambela), diawasi Tim Pengawas yang cermat (Tagon Silaban, PMF Sidabutar, dan Wilfrid Manalu) bersama seluruh Panitia, serta didampingi Pastor Paroki RP. Willy Purwanto, O.Carm.
Pada Kamis, 16 Juli 2020, dalam momentum Hari Raya Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel (Maria Bunda Karmel), digelar Misa Kudus pertama kali di Gereja MBK, sebuah acara “manimus-nimusi”, kita memasuki gereja baru sambil merampungkan pembangunannya. Misa Kudus ini dipimpin oleh Pastor Paroki, Rm. Willy dengan konselebran para Imam Karmelit anggota komunitas Pasar Merah. Dalam Misa Kudus ini sekaligus diberkati dan dipasang patung Yesus dan Maria serta 14 relief Jalan Salib, persembahan umat MBK.
Pada Minggu, 15 November 2020, tepat 1 tahun proses pembangunan gereja, dilaksanakan Misa Aktivasi Gereja Maria Bunda Karmel dengan Selebran Utama Parochus RP. Willy Ag. Purwanto, O.Carm dengan Konselebran RP. Angelus, O.Carm, RP. Frans Borta Rumapea, O.Carm, RP. Aditya Perangin-Angin, O.Carm dan RP. Alfons Manik, O.Carm. Sejak Misa Aktivasi ini, maka terhitung sejak 22 November 2020 secara resmi umat dari seluruh Lingkungan yang masuk wilayah Gereja MBK, mengikuti Misa setiap hari Minggu di Gereja MBK (08.00 WIB). Sementara itu seluruh umat dari Lingkungan yang masuk wilayah Gereja SBM, mengikuti Misa setiap hari Minggu di Gereja SBM (10.00 WIB).
Akhirnya, pada Minggu 05 September 2021, Misa Dedikasi Gereja MBK oleh Bapa Uskup Mgr. Kornelius Sipayung dapat dilaksanakan dengan baik. Kini Gereja dan Stasi MBK yang didirikan oleh Stasi St. Benediktus Marindal, sudah mandiri dengan DPS yang juga sudah dipersiapkan, dilatih dan dikader dengan baik oleh Tim Pendamping. Gereja dan Stasi MBK memiliki 6 Lingkungan, yaitu: Lingkungan St. Yohanes a Cruce, St. Angelus, St. Teresia Avila, St. Katarina, St. Titus Brandsma dan St. Albertus Magnus.